Kisah Putri Campa dan Penyebar Islam di Kerajaan Majapahit
Foto : Ilustrasi Kecantikan Putri Campa & makamnya di Gresik |
Selayang Pandang
Raden Alit atau Brawijaya V raja Majapahit pernah berkeinginan menikah dengan Putri Campa yang memiliki nama asli Dwarawati.
Putri Campa melahirkan anak perempuan bernama Retno Pembayun yang menikah dengan Pangeran Andayaningrat, penguasa Pengging yang dikenal Ki Ageng Pengging Sepuh.
Putri Campa juga memiliki putra bernama Bathara Katong, yang merupakan penguasa pertama Ponorogo, sekaligus pelopor penyebar agama Islam di Ponorogo.
Versi lain ada sumber cerita bahwa di Kerajaan Champa, Maulana Malik Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Champa, yang akhirnya merubah Kerajaan Champa menjadi Kerajaan Islam. Akhirnya dia dijodohkan dengan putri Champa, dan lahirlah Raden Rahmat.
Makam Putri Cempo terletak di Gunungsari kelurahan Sidomoro, Kecamatan Kebomas-Gresik, sekitar kurang lebih 2 km ke arah timur dari kompleks makam Sunan Giri. Sampai saat ini makam Putri Cempo masih dirawat oleh Pemerintah Daerah karena termasuk dalam situs sejarah.
Putri Campa adalah istri dari Prabu Brawijaya V yang berasal dari Negeri Champa (Vietnam). Putri Campa merupakan bibi dari Sunan Ampel dan ibu dari Raden Fatah, Sultan Demak pertama.
Putri Cempa merupakan istri Brawijaya V yang saat itu sudah memeluk Islam. Dan dari sinilah cikal bakal Islam masuk ke Majapahit.
Keberadaan Putri Campa yang menjadi istri raja, mengundang imigran asal Campa datang ke Kerajaan Majapahit. Para imigram muslim itu diperkirakan masuk ke Majapahit 1476-1478 masehi.
Agama Islam sudah dianut sebagian kecil masyarakat Champa sejak abad ke-11. Ekspansi agama itu buah masuknya para pedagang dari Arab dan Persia ke negeri tersebut.
Setidaknya ada beberapa nama ulama besar di antara imigran asal Campa yang datang ke Majapahit. Antara lain Raden Rahmat atau Sunan Ampel, ayah Raden Rahmat Makdum Brhaim Asmara atau Ibrahim Asmarakandi, Raden Santri Ali, Raden Ali Murtolo, serta Raden Burereh.
Para imigran muslim itu dipimpin Makdum Brahim Asmara, ayah Raden Rahmat. Makdum Brahim keturunan Nabi Muhammad yang menikah dengan orang Campa. Dia berasal dari Tyulen, kepulauan kecil di tepi timur laut Kaspia, masuk wilayah Kazakhstan, timur barat laut Samarkand.
Sebelum masuk tiba di ibu kota Majapahit, rombongan Imigran singgah di Palembang. Saat itu Palembang dipimpin Adipati Arya Damar. Persinggahan mereka membuat Arya Jin Bun, putra Raja Brawijaya V dari selir asal China, menganut Islam.
Arya Jin Bun kala itu diasuh oleh Arya Damar. Saat memeluk Islam, dia berganti nama menjadi Raden Patah.
Raden Patah yang kala itu berusia sekitar 30 tahun, mengantar rombongan Imigran ke ibu kota Majapahit. Namun, Makdum Brahim wafat saat sampai di Tuban. Sampai di ibu kota Majapahit yang saat itu berada di Daha atau Kediri, Raden Patah membawa rombongan menghadap ke Prabu Dyah Ranawijaya.
Kedatangan imigran muslim asal Campa itu membuat Prabu Ranawijaya menggagas pendirian masjid. Dia berharap daerah pesisir seperti Surabaya, Gresik dan Tuban menjadi lebih ramai dikunjungi pedagang muslim lainnya. Sehingga memberi keuntungan ekonomi bagi Majapahit.
Oleh Raja Ranawijaya, Raden Rahmat ditempatkan di Surabaya, sedangkan Raden Santri Ali ditempatkan di Gresik. Raden Rahmat lantas ditunjuk menjadi imam masjid di Ampel Denta sehingga dijuluki Sunan Ampel.
Dia menikah dengan Ni Ageng Manila, putri adipati Tuban Arya Teja. Dia lalu diangkat menjadi Adipati Surabaya menggantikan kakek istrinya, Arya Lembu Sora yang meninggal.
Dikisahkan, Raden Rahmat meminta Raden Patah membuat masjid besar di Demak. Raden Patah melaksanakan perintah tersebut tahun 1479 masehi atau 1401 saka. Saat itu Raden Patah menjabat sebagai pecat tonda di Bintoro. Dia menikahi adik kandung Raden Rahmat, Ni Ageng Maloka.
Raden Patah meninggal di usia 58 tahun karena sakit, yaitu tahun 1507 masehi. Posisinya sebagai penguasa Demak digantikan Pati Unus bergelar anumerta Pangeran Sabrang Lor, yaitu putra Raden Patah.
Sementara di Majapahit, tahun 1510-1511 masehi Raja Ranawijaya tutup usia digantikan Prabu Udhara. Pati Unus menolak tunduk pada Prabu Udhara karena bukan keturunan raja.
Sedang dirinya keturunan penguasaha Majapahit dari garis Brawijaya V. Daerah pesisir Tuban, Gresik dan Surabaya mendekat ke Demak karena sesama muslim dan punya sejarah dari imigran Campa.
Tahun 1513 masehi, kota penting dekat Demak, yaitu Juwana diserang Prabu Udhara. Berikutnya tahun 1520-1521 masehi, giliran Pati Unus menyerang Majapahit sehingga Prabu Udhara tersingkir ke Panarukan, dekat Blambangan.
Dengan begitu, Majapahit takluk di tangan Demak. Wilayah kekuasaan Majapahit pun beralih menjadi kekuasaan Kerajaan Demak yang beragama Islam.
Kanti Suci Project