NRIMO ING PANDUM (SABAR DAN IKLAS)
By, Rr. Rahma Kanthi Suci
Nrimo Ing Pandum, sebuah nama yang saya peroleh dari
sebuah pepatah jawa, Narimo Ing Pandudum, yang artinya kurang lebih “menerima
pada ketentuan sang kuasa”. Tulus, berarti ikhlas, bisa juga menjadi narimo atau nrimo. Kata ini menjadi penguat
akan nama di belakangnya. Sebuah doa.
Saya hanyalah seorang yang haus akan pertemuan dengan
khaliq. Seorang bodoh yang sering bertanya hidup, layaknya seekor ikan yang
selalu bertanya sambil berenang “di mana sebenarnya air itu”.
Sambil terus berjalan, saya mencoba untuk selalu
mensyukuri dan sabar pada apapun yang berlaku pada saya. Ibadah bukan sekedar
ritualisme semata. Hidup ini adalah ibadah. Baik atau buruk, itu sekedar
penafsiran dari setiap pribadi. Karena itu, marilah kita nikmati setiap
ketentuan yang berlaku pada kita sambil kita selalu menyadari bahwa Tuhan
menghendaki itu terjadi pada kita. Usaha ? Tentu. Tapi tidak ada daya dan
upaya, melainkan hanya miliki sang khaliq semata.
SABAR DAN IKLAS
Banyak orang yang berada dalam
keadaan teraniaya atau sedang mendapat bencana, mereka berkata: “sabar,
sabar, ikhlas, ikhlas”. Mereka berkata demikian sambil mengusap dada dengan
maksud mereka sabar dan ikhlas terhadap derita yang mereka alami.
Jika saya perhatikan dengan lebih
seksama, keadaan mereka itu bukan dalam keadaan sabar dan ikhlas. Mereka
sebenarnya dalam keadaan “menahan”. Ada sesuatu yang mereka tahan di hati
mereka dimana jika mereka tidak kuat lagi menahannya, maka sesuatu itu akan
terungkapkan.
Menurut pandangan saya, keadaan
sabar dan ikhlas sesungguhnnya berada pada keadaan “melepaskan”. Dengan
“melepaskan”, berarti kita melepaskan diri dari keterikatan. Keadaan seperti
itulah keadaan sabar dan ikhlas yang sebenar-benarnya.
Jika mereka melakukan hal itu
(melepaskan) berarti mereka telah bisa dikatakan sabar dan ikhlas walaupun kata
sabar dan ikhlas tidak terucap di mulut mereka, atau sedikitpun tidak terlintas
di pikiran mereka.
SABAR
Allah senang dengan hamba yang
kembali padaNya. Allah senang melihat hambaNya yang mengetuk pintuNya ditengah
malam buta, Allah senang melihat hambaNya berdoa dan menangis mengharap
pertolonganNya. Allah senang dengan hambaNya yang mendekat dan mengingatNya.
Allah senang dengan hamba yang tidak menggantungkan hidupnya kepada sesama
makhluk. Allah senang dengan prasangka baik dari hambaNya.
Dalam sebua h hadist Qudsi
Allah swt berfirman :
“ Aku akan berada disamping
persangkaan hamba Ku kepada Ku. Jika dia ingat kepada Ku dalam dirinya, maka
Aku ingat kepadanya dalam diri Ku. Jika dia ingat kepada Ku dalam kerumunan
yang ramai, maka Aku ingat kepadanya dalam kerumunan yang lebih baik daripada
kerumunan mereka. Jika dia mendekat kepada Ku satu jengkal, maka Aku mendekat
kepadanya satu lengan. Jika dia mendekat kepada Ku satu lengan , maka Aku
mendekat kepadanya satu depa. Jika dia mendekat Ku dengan berjalan, maka Aku
mendekat kepadanya dengan berlari
“ (HR. Abu Hurairah)
Dengan demikian , hamba yang tengah
galau dilanda duka cita janganlah berputus asa lalu bunuh diri atau
mencari – cari kesalahan orang lain dan melampiaskannya dalam kemarahan yang
luar biasa atau mencari penolong kepada selain Allah swt mis. melalui
perdukunan . Sama sekali tidak menyelesaikan masalah bahkan menambah panjang
permasalahan .
Tidak mudah memang untuk mampu
bersikap sabar dan ikhlas, Penulispun demikian. Namun kita harus belajar dan
terus belajar. Kita harus melatih diri kita untuk siap sedia menerima apapun
cobaan yang diberikan Allah, baik berupa duka cita maupun senang dan bahagia.
Bagaimana seseorang dapat dikatakan sabar bila tidak diuji terlebih
dahulu .
Allah telah berfirman :
Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak
diuji lagi? (QS. Al ‘Ankabuut [29] : 2)
Dan satu hal penting yang harus
selalu kita ingat, disaat mendapat ujian seberat apapun kita harus percaya diri
bahwa kita akan mampu menyelesaikan persoalan – persoalan tersebut dengan baik
karena Allah berfirman :
“Allah tidak akan memberikan beban
kepada seseorang di luar batas kemampuannya” (Qs Al Baqarah :286)
Semua cobaan pahit dalam kehidupan tidak mungkin Allah
ujikan bila kita dianggapNya tidak mampu untuk melaluinya. Allah tidak bermain
– main dalam hal penciptaan apapun. Allah sangat memahami dan tahu akan
kekuatan dan kemampuan hambaNya. Allah tidak asal memilih seorang hambanya
untuk diuji . Berat ringannya suatu ujian yang diujikan Allah
kepada hambaNya telah Allah tetapkan dengan pengetahuanNya.
Hikmah dibalik sikap sabar kita dalam menghadapi ujian
diantaranya adalah seperti apa yang disabdakan Rasullah saw :
Dari Abu Said dan Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah
saw bersabda,
“Tiadalah seorang Muslim itu
menderita kelelahan atau penyakit atau kesusahan (kerisauan hati) hingga
tertusuk duri melainkan semua itu akan menjadi penebus kesalahan-kesalahannya.”
( HR Bukhari - Muslim)
( HR Bukhari - Muslim)
Kehidupan yang kita lalui tak selalu menyenangkan,
sering kita merasa berputus asa dalam menyikapi ujian hidup yang datang
bertubi – tubi. Manusia sering menganggap bentuk u
jian hidup hanyalah berupa
penderita dan kesedihan belaka. Padahal kecukupan dan kebahagiaanpun adalah
wujud dari sebuah ujian . namun kita sering lupa menganggap semua kesenangan
itu sebagai ujian.
Ujian yang berupa kebahagiaan sering membuat kita lupa
untuk bersyukur kepada Sang Maha Pemberi Nikmat yaitu Allah swt dan kita sering
sekali tidak menginginkan ujian yang berupa kesenangan dan kebahagiaan itu
cepat berlalu.
Sangat berbeda dengan saat dimana kita menghadapi
ujian yang berupa kesedihan ,kekecewaan, sakit, merasa serba
kekurangan atau tertimpa suatu bencana , kita menginginkan semuanya cepat
berlalu. Disaat – saat tersebutlah baru kita teringat kepada Allah swt . Kita
mengetuk pintuNya sdi malam buta, menangis dan mengadukan nasib yang
menimpa.
Allah senang dengan hamba yang kembali padaNya. Allah
senang melihat hambaNya yang mengetuk pintuNya ditengah malam buta, Allah
senang melihat hambaNya berdoa dan menangis mengharap pertolonganNya. Allah
senang dengan hambaNya yang mendekat dan mengingatNya. Allah senang dengan
hamba yang tidak menggantungkan hidupnya kepada sesama makhluk. Allah senang
dengan prasangka baik dari hambaNya.
Dalam sebua h hadist Qudsi Allah swt
berfirman :
“ Aku akan berada disamping
persangkaan hamba Ku kepada Ku. Jika dia ingat kepada Ku dalam dirinya, maka
Aku ingat kepadanya dalam diri Ku. Jika dia ingat kepada Ku dalam kerumunan
yang ramai, maka Aku ingat kepadanya dalam kerumunan yang lebih baik daripada
kerumunan mereka. Jika dia mendekat kepada Ku satu jengkal, maka Aku mendekat
kepadanya satu lengan. Jika dia mendekat kepada Ku satu lengan , maka Aku
mendekat kepadanya satu depa. Jika dia mendekat Ku dengan berjalan, maka Aku
mendekat kepadanya dengan berlari “ (HR. Abu Hurairah)
Dengan demikian , hamba yang tengah galau dilanda duka
cita janganlah berputus asa lalu bunuh diri atau mencari – cari kesalahan
orang lain dan melampiaskannya dalam kemarahan yang luar biasa atau mencari
penolong kepada selain Allah swt mis. melalui perdukunan . Sama sekali tidak
menyelesaikan masalah bahkan menambah panjang permasalahan .
Tidak mudah memang untuk mampu bersikap sabar dan
ikhlas, Penulispun demikian. Namun kita harus belajar dan terus belajar. Kita
harus melatih diri kita untuk siap sedia menerima apapun cobaan yang diberikan
Allah, baik berupa duka cita maupun senang dan bahagia. Bagaimana seseorang
dapat dikatakan sabar bila tidak diuji terlebih dahulu .
Allah telah berfirman :
Apakah manusia itu mengira
bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka
tidak diuji lagi? (QS. Al ‘Ankabuut [29] : 2)
Dan satu hal penting yang harus selalu kita ingat, disaat
mendapat ujian seberat apapun kita harus percaya diri bahwa kita akan mampu
menyelesaikan persoalan – persoalan tersebut dengan baik karena Allah berfirman
:
“Allah tidak akan memberikan
beban kepada seseorang di luar batas kemampuannya” (Qs Al Baqarah :286)
Hikmah dibalik sikap sabar kita dalam menghadapi ujian
diantaranya adalah seperti apa yang disabdakan Rasullah saw :
Dari Abu Said dan Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah
saw bersabda,
“Tiadalah seorang Muslim itu
menderita kelelahan atau penyakit atau kesusahan (kerisauan hati) hingga
tertusuk duri melainkan semua itu akan menjadi penebus kesalahan-kesalahannya.”
( HR Bukhari - Muslim)
( HR Bukhari - Muslim)
“ Hai hamba – hambaKu yang beriman,
bertakwalah kepada Tuhanmu.” Orang – orang yang berbuat baik di dunia ini
memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang –
orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas (QS Az Zummzr
10 )
IKLAS
Kata “Ikhlas” berasal dari bahasa
Arab akhlasa, yukhlisu dan ikhlasan yang berarti
“memurnikan”. Menurut para ulama ada beberapa makna dari ikhlas, diantaranya
sebagai berikut.
Menyendirikan Allah SWT sebagai
tujuan dalam ketaatan.
Membersihkan perbuatan dari
perhatiakn makhluk/manusia.
Menjaga amal dari perhatian manusia,
termasuk diri sendiri.
Melalui ibadah, seseorang ebrmaksud
ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT dan mendapatkan
keridhaan-Nya.
Sesuatu yang paling mulia di dunia.
Rahasia antara Allah SWT dan
hamba-Nya yang tidak diketahui, kecuali oleh malaikat yang mencatatnya.
Membersihkan amal dari segala
“campuran”.
Orang yang ikhlas adalah orang tidak
peduli pada sesuatu, meskipun seluruh penghormatan dan penghargaannya hilang
dari dirinya dan berpindah ke orang lain. Hal ini bertujuan memperbaiki hati
yang hanya untuk Allah SWT dan ia tidak senang jika amalan yang ia lakukan
diperhatikan oleh orang lain, meski terlihat sepele.
Intinya, ikhlas adalah beribadah dan
beramal dengan tujuan semata-mata untuk Allah dan mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Serta memurnikan niat dari “kotoran” yang bisa merusak nilai suatu amalan.
Ikhlas adalah menyerahkan segala
perbuatan, amalan, pekerjaan hanya untuk Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
Pelajaran yang bisa saya petik dari
sini adalah: kita hendaknya menyerahkan segalanya kepada Allah SWT.
Kita mungkin sering meragukan masa
depan, berprasangka buruk pada nasib, dan tidak yakin dengan diri kita sendiri.
Tapi Dia-lah yang paling baik mengetahui tentang diri kita, Dia yang paling
mengetahui apa yang terbaik bagi kita.
Hal-hal sering tidak berjalan sesuai
yang kita inginkan. Tapi semua itu bertujuan agar kita kembali pada-Nya dan
merevisi ulang niat kita hanya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Hingga pada
akhirnya kita menjadi orang yang ikhlas yang menjadikan setiap perbuatan kita
sebagai ibadah.
Menjadi orang yang ikhlas memang
tidak mudah dan membutuhkan proses. Terkadang kita harus dihadapkan dulu dengan
berbagai kejadian yang tidak menyenangkan, seperti kegagalan, kehilangan, dan
sebagainya, agar kita belajar ikhlas dari peristiwa-peristiwa itu.
Super sekali..
BalasHapus