GUSTI KANJENG RATU HEMAS
By, Rr. Rahma Kanthi Suci
Gusti Kanjeng Ratu Hemas (lahir di Jakarta, 31 Oktober
1952; umur 60 tahun nama lahir Tatiek Dradjad Supriastuti) adalah permaisuri
dari Sri Sultan Hamengkubuwana X, yaitu raja Kasultanan Yogyakarta sejak tahun
1989 dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 1998. Sejak tahun 2004, Ratu Hemas menjadi anggota
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia asal Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dan sejak tahun 2009 menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah.
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dilahirkan dengan nama
Tatiek Dradjad Supriastuti adalah anak ketiga (perempuan tunggal) dari tujuh
bersaudara. Ia tinggal dan dibesarkan di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ayah,
Soepono Digdosastropranoto, seorang ABRI yang berasal dari Yogyakarta, dan ibu,
Susamtilah Soepono, seorang ibu rumah tangga, yang berasal dari Wates,
Kulonprogo. Hingga SMA Tatiek di Jakarta, dan sempat kuliah di Fakultas
Arsitektur, Trisakti, Jakarta namun tidak diselesaikan karena menikah di tahun
1968. Tatiek kemudian pindah dari Jakarta ke Yogyakarta pada tahun 1972
mengikuti suaminya.
Sejak kecil setiap tahun keluarganya di Jakarta berlibur
ke rumah kakeknya, bekas abdi dalem Kraton di Yogyakarta, di Soronatan. Pada
tahun 1970-an di Yogyakarta, Tatiek (GKR Hemas) bertemu Herjuno Darpito, putera
tertua Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang saat itu berkuasa, yang kemudian
dinobatkan menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono X di gang. Pada umur 19 tahun
Tatiek menikah dengan Herjuno Darpito (6 tahun lebih tua) dan meninggalkan
kuliahnya. Namanya diganti untuk pertama kalinya menjadi Mangkubumi, dan
berganti tiga kali hingga yang terakhir Gusti Kanjeng Ratu Hemas saat Herjuno
Darpito naik takhta menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono X. Pernikahannya
dikaruniai lima puteri; GKR Pembayun, GKR Candrakirana, GKR Maduretno, GRA
Nurabra Juwita dan GKR Bendara
Pada awal kegiatannya di Kraton Yogyakarta aktivitas
sosial GKR Hemas berkisar di Yayasan Sayap Ibu dan pemberantasan buta aksara di
Yogyakarta sebagai pengajar. Sebelumnya, GKR Hemas juga pernah menjadi anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat masa jabatan 1997-1999 dari Fraksi Utusan
Golongan, dan pernah pula menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Kartini.
Pada tahun 2004 GKR Hemas mengajukan diri menjadi anggota
Dewan Perwakilan Daerah dari Daerah Istimewa Yogyakarta tanpa partai politik
dan terpilih. Ia juga aktif pada organisasi GPSP (Gerakan Pemberdayaan Suara
Perempuan) karena ingin memahami kegiatan perempuan, hak hak perempuan dan
alasan terjun dalam dunia politik
Pada November 2008 wawancara dengan Arfi Bambani Amri,
Nenden Novianti, A Rizalludin dan Tri Saputro dari VIVAnews Senin GKR Hemas
mengungkapkan pandangan politiknya menentang Undang Undang Pornografi karena
dinilai menyudutkan perempuan. Ratu Hemas
bahkan ikut turun ke jalan, berdemonstrasi bersama ribuan rakyat Bali
menentang, karena walaupun setuju untuk perlindungan anak dan bahaya internet,
ia tidak setuju penggunaan undang-undang untuk hal tersebut.
Pada tahun 2009 GKR Hemas terpilih kembali menjadi
Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI independen (tanpa partai politik) untuk masa
jabatan 2009-2014 dengan perolehan 941.153 suara, yang di klaim sebagai delapan
puluh persen dari masyarakat Yogya.
Pada November 2012 GKR Hemas bersama dengan Laode Ida, I
Wayan Sudirta, dan John Pieris mewakili Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI
menggugat uji materiil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dan Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2011 ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan pasal 22 D UUD 45
mengenai hak hak yang sama antara lembaga DPD dan DPR, dan melemahkan hubungan
antara pusat dan daerah. Selama ini pada proses pembuatan hukum DPD mendapat
kekuasaan untuk memberi masukan, namun tidak mendapat peran untuk meloloskan
hukum tersebut. DPD ingin badan legislasi giat mendukung keinginan rakyat di
daerah, dan mendapat peran untuk kuasa ini. Wayan menambahkan bahwa berdasar
konstitusi DPD juga berhak mengajukan RUU dan telah mengajukan 35 usulan RUU
dari DPD RI, namun tidak pernah dibahas DPR. Pendapat sebaiknya DPD RI
diperkuat atau dibubarkan saja. Lima gugatan uji materiil diantaranya adalah 1)
kesetaraan peran DPD dalam meloloskan Undang Undang; 2) usulan RUU dari DPD
diperlakukan setara dengan usulan pemerintah; 3) Pelibatan DPD dalam semua
tingkatan pembahasan; 4) pembahasan RUU hanya oleh tiga lembaga; 5) DPD ikut
memberikan persetujuan pembuatan UU.
BIOGRAFI :
1.Nama Lengkap : GUSTI KANJENG RATU HEMAS
2.Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 31 Oktober 1952
3.Agama : Islam
4.Status Pernikahan
A.Nama
suami : SRI SULTAN
HAMENGKU BUWONO X
B.Nama
anak : 1. GKR Pembayun
2. GKR Condro Kirono
3. GKR Maduretno
4. GRAj. Nur Abrajuwita
6.Alamat
A.Rumah : Kraton Kilen,
Kraton Yogyakarta
B.Kantor : Jl. Gatot
Subroto No. 6, Jakarta
7.Telp. / HP : (0274) 374500
8.Email :
gkr_hemas@yahoo.co.id
9.Pendidikan
A.Formal
:1. SD Tarakanita Jakarta, 1957 –
1965
2. SLTP
Tarakanita Jakarta, 1965 – 1968
3. SMU Gajah Mada Jakarta, 1968 – 1971
10.Pekerjaan Terakhir
(sebelum
menjadi Anggota DPD): Istri Gubernur DIY
10.Pekerjaan Terakhir
(sebelum
menjadi Anggota DPD): Istri Gubernur DIY
11.Pengalaman Organisasi :
a.Ketua Tim
Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Prop DIY
b.Penasehat
Dharma Wanita Persatuan Prop DIY
c.Ketua Dewan
Kerajinan Nasional Daerah (DEKRANASDA) Prop DIY
d.Penasehat
Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BKKKS) Prop DIY
e.Ketua
Yayasan Kanker Indonesia Wilayah Prop DIY
f.Ketua
Persatuan Wanita Olah Raga Seluruh Indonesia (PERWOSI) Prop DIY
g.Ketua Umum
Lembaga Peelitian dan Pengembangan Penyandang Cacat Dria Manunggal
Yogyakarta
h.Pelindung
Yayasan Penyantun Anak Asma (YAPNAS) Prop DIY
i.Badan
Penyantun Yayasan Sayap Ibu Prop DIY
j.Penasehat
Dewan Nasional Indonesia Untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS)
k.Penasehat
Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) Pusat
l.Penasehat
Yayasan Jantung Indonesia Cabang Utama Prop DIY
m.Badan
Penyantun Yayasan Lembaga Gerakan Orang Tua Asuh Prop DIY
n.Pembina
Yayasan Wredho Mulyo Yogyakarta
o.Dewan
Kehormatan Kaukus Perempuan Politik Wilayah DIY
p.Ketua
Yayasan Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan (GPSP)
q.Ketua Tim
Pembangunan Berwawasan Jender Prop DIY
r.Pembina Utama
Badan Koordinasi Paguyuban Lansia DIY
13.Penghargaan :
a.Satya
Lencana Kebaktian Sosial dari Presiden RI tahun 1997
b.Lencana
Tanda Jasa I dari Yayasan Jantung Indonesia tahun 1997
c.Faul Harris
Fellow dari Rotary International tahun 1998
d.Lencana
Kesetiaan Yayasan Kanker Indonesia tahun 2000
e.Pembina Olah
Raga Adimanggalya Krida dari Presiden RI tahun 2003
f.Pengemban
Kain Tradisional Nusantara dari Deperindag RI tahun 2004
Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Permaisuri Raja Keraton
Yogyakarta, ditandai dengan peluncuran buku berjudul GKR Hemas: Ratu di Hati
Rakyat di Hotel Aston, Yogyakarta, Rabu, 31 Oktober 2012. Buku setebal 268
halaman itu dibuat tim penulis dan staf pribadi GKR Hemas, Faraz Umaya. Buku
itu mengisahkan perjalanan Tatiek Drajad, nama kecil Hemas, sebelum dan setelah
menikah dengan Sultan Hamengku Buwono X.
Buku itu menampilkan komentar dari orang luar keraton dan
pandangan dari anak-anak Hemas. Hadir sebagai pembicara dalam peluncuran itu,
di antaranya, rohaniwan Katolik, Romo G. Budi Subanar; Sukardi Rinakit, yang
juga menulis kata pengantar; dan budayawan Bakdi Sumanto.
Sultan, dalam buku itu, menggambarkan permaisurinya, yang
berasal dari kalangan luar keraton, sempat mengalami keterkejutan budaya.
Misalnya, Hemas sering tak menengok saat dipanggil 'Kanjeng Ratu' karena lupa
sudah menyandang gelar itu.
Adik kandung Sultan, GBPH Joyokusumo, menilai Hemas bukan
pembaru budaya di Keraton Yogyakarta, tapi pendobrak. Contohnya, saat
pernikahan putri bungsunya, Hemas menjemput sendiri besan dan menantu. Padahal,
sesuai dengan aturan di keraton, yang seharusnya menjemput adalah orang semacam
bupati atau wali kota.
Bakdi Sumanto menyayangkan buku itu, sebagai biografi,
tak menampilkan wawancara langsung dengan Hemas. »Wawancara yang mendalam akan
membuat buku ini lebih mengungkap bagaimana sepak terjang Hemas selama ini,”
kata dia.
Sedangkan Budi Subanar menilai buku ini kurang mengupas
sebab-akibat yang membuat Hemas menjadi figur seperti sekarang. »Mungkin
disebutkan Hemas muda, di buku ini, adalah orang yang suka kebut-kebutan di
jalan, tapi tikungan hidup penting yang dilalui Hemas tidak terungkap,” kata
dia. Buku ini, ujar Subanar, tiba-tiba menampilkan kerindangan pohon, tapi tak
diketahui akarnya.
Menurut Faraz Umaya, wawancara tetap dilakukan. Tapi,
katanya, Hemas cenderung pasif untuk menghindari sikap narsis. »Penyusunannya
dengan model mewawancarai teman terdekatnya, kemudian diklarifikasi ke GKR
Hemas,” kata dia. Saat buku diluncurkan, Hemas mengaku belum tahu isi buku itu.