Kitab Qasidah Burdah, Shalawat Al-Burdah
(Judul asal: Qasidah al-Kawakib al-Durriyyah fi Madhi Khair al-Bariyyah atau Qashidah al-Burda)
Nama kitab: Terjemah Qasidah Burdah, Shalawat Al-Burdah
Judul asal: Qasidah al-Kawakib al-Durriyyah fi Madhi Khair al-Bariyyah atau Qashidah al-Burda
Qasidah Burdah merupakan salah satu shalawat yang sangat terkenal di Indonesia. Syair-syair dalam Qasidah Burdah berisi pujian terhadap Nabi Muhammad SAW, pesan moral, nilai spiritual, dan semangat perjuangan, dan sering dibaca saat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Qasidah Burdah atau Shalawat Burdah adalah karya sastra Arab yang berisi pujian kepada Nabi Muhammad SAW, pesan moral, nilai spiritual, dan semangat perjuangan. Qasidah ini disusun oleh Imam al-Bushiri, seorang ulama terkenal, sufi, dan pencinta Rasulullah SAW.
Qasidah Burdah merupakan salah satu cara mengungkapkan kecintaan umat Islam kepada Nabi Muhammad SAW. Qasidah ini sering dibaca saat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, sebelum adzan, atau ketika hendak menutup majelis dzikir. Qasidah Burdah juga sering menjadi bacaan rutin di pondok pesantren dan di tengah masyarakat.
Kata "burdah" secara etimologi artinya jubah dari kulit atau bulu binatang yang sering dipakai oleh orang-orang Arab sebagai penghangat tubuh atau selimut. Menurut Syekh Ali al-Qari, penamaan qasidah ini dengan nama “Burdah” karena qasidah ini dapat menjadi penyebab seseorang selamat dari berbagai cobaan.
Mengenal Qasidah Burdah: Penyusun, Keutamaan, dan Cara Bacanya
Qasidah Burdah merupakan salah satu shalawat yang sangat masyhur di Indonesia, shalawat tersebut berisi syair atau pujian-pujian terhadap Nabi Muhammad Saw, pesan moral, nilai spiritual dan semangat perjuangan, yang sering dibaca saat memperingati maulid Nabi Muhammad saw. Selain itu, Qasidah Burdah juga sering menjadi bacaan rutin di pondok pesantren dan di tengah masyarakat. Qasidah Burdah disusun oleh ulama yang sangat tersohor alim, sufi, dan sangat mencintai Rasulullah saw, yaitu Imam al-Bushiri.
Kecintaan Imam al-Bushiri kepada Rasulullah saw sangat tampak dalam syair-syair Qasidah Burdah. Di dalamnya tidak hanya menjelaskan bagaimana cara meningkatkan spiritual dan moral, namun juga mengajarkan hakikat cinta yang sebenarnya kepada Rasulullah saw, sekaligus pengakuan bagi umat Nabi Muhammad saw dalam hal tidak punya amalan apapun yang dapat diandalkan tanpa mendapatkan syafaatnya kelak di hari kiamat.
Biografi Singkat Penyusun
Imam al-Bushiri bernama lengkap Muhammad bin Sa’id bin Himad bin Abdullah ash-Shanhaji al-Bushiri al-Mishri. Ia lahir di desa Dalas, salah satu desa Bani Yusuf di dataran tinggi Mesir pada 609 H. Al-Bushiri kecil kemudian tumbuh di Bushir, desa asal ayahnya. Nisbat atau sebutan al-Bushiri menunjuk pada desa tersebut. Al-Bushiri wafat pada tahun 696 H, ketika berumur 87 tahun dan dimakamkan di dekat makam Syaikh Abil ‘Abbas al-Mursi di kota Iskandaria, Mesir.
Sejak kecil al-Bushiri dididik ilmu Al-Qur’an oleh ayahnya secara langsung. Ia besar dari keluarga yang sangat mencinta ilmu. Tidak heran jika ia kemudian menjadi sosok ulama yang sangat alim. Selain dari ayahnya, al-Bushiri juga mengembara untuk mencari ilmu kepada para guru. Di antara gurunya adalah Syekh Abul ‘Abbas al-Mursi, ulama yang dikenal sebagai wali qutb dan murid kesayangan Imam Abu Hasan as-Syadzili, pendiri tarekat Syadziliyah. (‘Ali al-Qari, az-Zibdah fî Syarhil Burdah, [Turki, Hidâyatul ‘Ârifîn: 1991], halaman 13; dan Muhammad Yahya, al-Burdah Syarhan wa I'râban, [Damskus, Dârul Bairuti: 1999], halaman 6). Semangatnya dalam mencari ilmu menjadikan al-Bushiri sebagai ulama yang sangat alim sekaligus menjadi sufi dan sastrawan. Bukti dari keluasan ilmunya bisa dilihat dari berbagai karyanya, yaitu al-Hamziyyah, al-Haiyyah, al-Daliyyah, Qasîdahtul Mudhriyyah dan Tahdzîbul Fâdil A’miyyah. Namun yang paling terkenal adalah al-Kawâkibud Duriyyah fî Madhi Khairil Bariyyah yang lebih populer disebut dengan nama Qasidah Burdah. Kemasyhuran Qasidah Burdah tidak lepas dari peran penulisnya yang sangat ikhlas dan penuh kecintaan disertai harapan syafaat kepada Rasulullah saw, sehingga menjadikan tulisannya sangat dikenal dan selalu menggema di belahan dunia. Bahkan Qasidah Burdah tidak hanya menjadi bahan bacaan, namun juga menjadi salah satu kitab yang banyak disyarahi oleh ulama. Di antara ulama yang mensyarahinya adalah, Syekh Ali al-Qari, Imam al-Baijuri, Syekh Badruddin Muhammad al-Ghazi dan ulama lainnya.
Sejarah Qasidah Burdah Dalam Muqaddimah Syarhul Burdah karya Imam al-Baijuri diceritakan, penulisan Qasidah Burdah bermula ketika Imam al-Bushiri menderita sakit lumpuh. Ia tidak dapat melakukan apa pun, hanya berdiam tanpa dapat melakukan apa-apa. Akhirnya Imam al-Bushiri mengisi kekosongan waktunya dengan menulis pujian-pujian indah tentang Nabi Muhammmad saw dengan harapan agar mendapatkan syafaat darinya, sebagaimana dijelaskan :
: رُوِيَ أَنَّهُ أَنْشَأَ هَذِهِ الْقَصِيْدَةَ حِيْنَ أَصَابَهُ فَالِجٌ، فَاسْتَشْفَعَ بِهَا إِلَى اللهِ تَعَالَى. وَلَمَّا نَامَ رَأَى النَّبِي فِي مَنَامِهِ، فَمَسَحَ بِيَدِهِ الْمُبَارَكَةِ بَدَنَهُ فَعُوْفِيَ
Artinya, “Diriwayatkan sesungguhnya Imam al-Bushiri menggubah Qasidah Burdah ini ketika sedang menderita sakit lumpuh, kemudian ia memohon syafaat kepada Allah swt dengannya. Lalu ketika tidur, beliau bermimpi bertemu Nabi Muhammad saw, kemudian Nabi Saw mengusap badan al-Bushiri dengan tangan yang penuh berkah, dan setelah itu al-Bushiri pun sembuh.” (Al-Baijuri, Syarhul Burdah, [Mesir, Maktabah ash-Shafa: 2001], halaman 3).
Setelah bangun dari tidurnya dalam kondisi sehat, banyak orang mendatangi rumahnya, dan kemudian berkata: “Wahai Tuanku, saya berharap Engkau bisa memberikan qasidah yang di dalamnya ada pujian kepada Rasulullah.” “Qasidah mana yang Engkau kehendaki?”, jawab Imam al-Bushiri. “Qasidah yang diawali dengan syair ‘amin tadzakkuri jirânin”, kata mereka.
Kemudian Imam al-Bushiri memberikannya. Setelah itu, banyak orang mengambil berkah darinya sekaligus menjadikannya sebagai wasilah untuk kesembuhan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Imam al-Baijuri, bukan berarti memohon keselamatan dan kesehatan dengan lafal-lafal yang ada dalam Qasidah Burdah dan menganggapnya memiliki otoritas untuk menyembuhkan penyakit, namun murni bertawassul kepada Rasulullah saw dengan perantara Qasidah Burdah. Lebih lanjut Imam al-Baijuri menegaskan :
: أَصْبَحَ النَّاسُ يَتَبَرَّكُوْنَ بِهَا وَيَسْتَشْفِعُوْنَ بِهَا، عَلَى أَنَّ الْاِسْتِشْفَاءَ بِهَا لَيْسَ اسْتِشْفَاءً بِأَلْفَاظِهَا، وَاِنَّمَا هُوَ اِسْتِشْفَاءً بِرَسُوْلِ اللهِ
Artinya, “Banyak orang mengambil berkah Qasidah Burdah dan memohon syafaat dengannya, berdasarkan prinsip bahwa permohonan syafaat dengannya bukan dengan lafal-lafalnya, akan tetapi hupada hakikatnya adalah memohon syafaat dengan Rasulullah saw.” (Al-Baijuri, Syarhul Burdah, halaman 4).
Kelebihan qasidah yang satu ini dibandingkan dengan qasidah lain terletak dari cara penyusunannya. Imam Al-Bushiri tidak hanya menulis pujian-pujian yang ditunjukkan kepada Rasulullah saw dan peningkatan spiritualitas kepada Allah, namun juga menjelaskan kelahiran Rasulullah saw, mukjizat-mukjizat Al-Qur’an, nasab dan keturunan Rasulullah saw, mengingatkan manusia dari bahaya hawa nafsu, menceritakan Isra’ Mi’raj, menjelaskan jihad dan peperangan Rasulullah saw, juga menjelaskan tawasul dan permohonan syafaat, kemudian ditutup dengan munajat dan ungkapan perasaan hina di hadapan Allah swt.
Keutamaan Qasidah Burdah Diceritakan dalam kitab az-Zubdah fî Syarhil Burdah, bahwa suatu saat ada orang sakit mata sangat parah, kemudian ia bermimpi seakan mendengar ucapan :
: خُذْ مِنَ الْبُرْدَةِ وَاجْعَلْهَا عَلَى عَيْنَيْكَ
Artinya, “Ambillah Qasidah Burdah, kemudian letakkan di depan matamu.” Setelah terbangun, ia mengadukan mimpinya kepada Syekh al-Wazir. Kemudian Syekh al-Wazir berkata kepadanya: “Qasidah Burdah adalah pujian-pujian kepada Rasulullah, ia bisa menjadi media untuk berobat.”
Setelah itu Syekh al-Wazir mengambil Qasidah Burdah dan menyuruh orang itu untuk duduk. Kemudian beliau meletakkan Burdah di depan matanya. Atas izin Allah, penyakit orang tersebut sembuh saat itu juga. Tidak hanya itu, Qasidah Burdah juga bisa dijadikan media untuk memohon kepada Allah agar dipenuhi segala kebutuhan, sebagaimana ditegaskan oleh Syekh Ali al-Qari :
: وَهِيَ مُجَرَّبَةٌ عِنْدَ طَلَبِ الْحَاجَاتِ وَنُزُوْلِ الْمُهِمَّاتِ
Artinya, “Qasidah Burdah sangat mujarab (dijadikan media) untuk memohon pemenuhan berbagai hajat dan suksesnya berbagai kepentingan.” (‘Ali al-Qari, az-Zubdah, halaman 13).
Karenanya, menurut Syekh Ali al-Qari alasan di balik penamaan qasidah ini dengan nama “Burdah” yang berarti kain selimut, baju, karena qasidah ini dapat menjadi penyebab seseorang selamat dari berbagai cobaan, dan dapat menjadi media penyembuhan berbagai penyakit, sebagaimana baju yang bisa menjadi pelindung dari panasnya terik matahari dan lainnya.
Sebagaimana telah dijelaskan, membaca Burdah bukan berarti memohon keselamatan dan kesehatan dengan menuhankan lafal-lafal yang ada di dalamnya, apalagi beranggapan burdah merupakan penyebab dari kesembahan tersebut, namun murni bertawasul kepada Rasulullah saw dengan memujinya dengan membaca Qasidah Burdah, dengan harapan semoga semua kebutuhan dan keinginan dipenuhi oleh Allah.
Cara Baca Qasidah Burdah
Qasidah Burdah merupakan salah satu bacaan yang dibaca dalam rangka mengungkapkan kerinduan Rasulullah saw, meneladani sirahnya, sekaligus menjadi media untuk meningkatkan spiritualitas, maka hendaknya dibaca di tempat yang layak, penuh adab dan sopan, serta dalam keadaan suci. Sebab, mengagungkannya sama dengan mengagungkan yang tokoh bacanya, yaitu Rasulullah saw. Adapun cara pengamalannya secara khusus yaitu dengan beberapa tahap sebagai berikut :
Pertama, membaca surat al-Fatihah dengan dihadiahkan kepada Rasulullah saw dan Imam al-Bushiri. Kedua, mengajak orang lain untuk bersama-sama membaca shalawat kepada Rasulullah saw, dengan membaca ayat sebagai berikut :
: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (الأحزاب: 56)
Artinya, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS al-Ahzab: 56). Ketiga, untuk setiap bait tertentu dari beberapa bait yang ada dalam Qasidah Burdah dimulai dengan membaca shalawat sebagai berikut :
: مَوْلَايَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا *** عَلَى حَبِيْبِكَ خَيْرِ الْخَلْقِ كُلِّهِمِ
Artinya, “Wahai Tuhanku, limpahkanlah selalu rahmat penghormatan dan keselamatan atas kekasih-Mu Nabi Muhammad saw, makhluk terbaik di antara seluruh makhluk.
Nama kitab: Terjemah Qasidah Burdah, Shalawat Al-Burdah
Judul asal: Qasidah al-Kawakib al-Durriyyah fi Madhi Khair al-Bariyyah atau Qashidah al-Burda
Judul asal dalam teks Arab: قصيدة الكواكب الدرية في مدح خير البرية
Makna: Qasidah gugusan bintang-bintang dan untaian mutiara dalam memuji makhluk terbaik-Nya
Penulis / pengarang: Imam al-Bushiri
Nama lengkap: Muhammad bin Sa’id bin Himad bin Abdullah ash-Shanhaji al-Bushiri al-Mishri.
(محمد بن سعيد بن حامد بن محسن بن عبد الله الصنهاجي الدلاصي البوصيري) atau ( شرف الدين أبو عبد الله)
Tempat lahir: Dallas, Iskandariyah, Mesir, 610 H/ 1213-M
Tempat wafat: Iskandaria, Mesir. -695 H / 1296 M dalam usia 83 tahun.
Bidang studi: shalawat, tasawuf
Penerjemah :
Daftar isi
Qasidah Burdah
Bab 1: Kebahagiaan and Kerinduan
Bab 2: Peringatan tentang Perubahan Ego
Bab 3: Pujian untuk Nabi ﷺ
Bab 4: Kelahiran Nabi
Bab 5: Mukjizat Nabi
Bab 6: Kemuliaan Al-Qur'an dan Keutamaannya
Bab 7: Isra & Miraj
Bab 8: Jihad Nabi
Bab 9: Mencari Syafaat melalui Nabi ﷺ
Bab 10: Munajat dan Penyampaian Hajat kepada Nabi Muhammad Saw
Kembali ke: Terjemah Qasidah Burdah
(قصيدة البردة)
Kasidah Burdah atau Sholawat Burdah
Fasal 1: Tentang Kerinduan
مَوْلَايَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا عَلىٰ حـَبِيْبِكَ خـَيْرِ الْخَلْقِ كًلِّهِمِ
Mawlaaya şalli wa sallim daa-iman abadan ‘Alaa Ĥabiibika Khayril khalqi kullihimi
Ya Tuhanku, limpahkanlah selalu rahmat ta’dhim dan keselamatan atas kekasih-Mu yang terbaik di antara seluruh makhluk.
ِأَمِنْ تَذَكُّرِ جِيْرَانٍ بِذِی سَلَم ِمَزَجْتَ دَمْعََا جَرَی مِنْ مُّقْلَةِِ بِدَم
Amin tadzakkuri jîrônin bidzî salami Mаzаjtа dаm’ân jаrô min muԛlаtіn bіdаmі
Aраkаh kаrеnа teringat tetаnggа уаng tіnggаl di “Dzі Salam”. Sehingga engkau сuсurkаn airmata bеrсаmрur dаrаh уаng mеngаlіr dari matamu
اَمْ هَبَّتِ الرِّيْحُ مِنْ تِلْقَاءِ گاظِمَةِِ ِوَأَوْمَضَ الْبَرْقُ فِی الظَّلمَاءِ مِنْ إِضَم
Am habbatir-rîhu mіn tilqô-i kâdhіmаtіn Wа awmadlol barqu fîdh-dhоlmâ-і mіn іdlоmі
Ataukah kаrеnа tiupan angin kеnсаng уаng bеrhеmbuѕ dаrі аrаh “Kаzhіmаh”. Atаu kаrеnа sinar kіlаt yang mеmbеlаh kеgеlараn mаlаm dari Gunung “Idhаm”
فَمَا لِعَيْنَيْكَ إِنْ قُلْتَ اكْفُفَاهَمَتَا ِوَمَا لِقَلْبِكَ إِنْ قُلْتَ اسْتَفِقْ يَهِم
Fa maa li ‘ aynayka in qulta kfufaa hamataa Wa maa li qalbika in qulta stafiq yahimi
Mengapa bila kau tahan air matamu ia tetap basah? Dan mengapa pula bila kau sadarkan hatimu ia tetap gelisah?
ٌأَيَحْسَبُ الصَّبُّ أَنَّ الْحُبَّ مُنْكَتِـم ِمَا بَيْنَ مُنْسَجِمِِ مِّنْهُ وَمُضْطَرِم
Ayahsabus sabbu annal hubba munkatimun Maa bayna munsajimin minhu wa mudtarimi
Apakah sang kekasih kira bahwa tersembunyi cintanya. Diantara air mata yang mengkucur dan hati yang bergelora.
لَوْلَا الْهَوَى لَمْ تُرِقْ دَمعاً عَلٰى طَلَلٍ وَلَا أَرِقْتَ لِذِكْرِ الْبَانِ وَالْعَلَـمِ
Law lal hawaa lam turiq dam ‘an ‘alaa talalin Wa laa ariqta li dhikril baani wal ‘alami
Jika bukan karena cinta takkan kau tangisi puing-puing rumahnya. Dan takkan pula kau bergadang untuk mengingat pohon Ban dan gunung (dekat rumah orang yang engkau cintai yakni Nabi Muhammad).
ْفَكَيْفَ تُنْكِرُ حُبًّا بَعْدَ مَا شَهِدَت بِهٖ عَلَيْكَ عُدُوْلُ الدَّمْعِ وَالسَّقَمِ
Fa kayfa tunkiru hubban ba’da maa shahidat Bihi ‘ alayka‘uduulud dam’i was saqami
Dapatkah engkau pungkiri cintamu, sedang air mata dan derita telah bersaksi atas cintamu dengan jujur tanpa dusta?
وَأَثْبَتَ الْوَجد خَطَّيْ عَبْرَةٍ وَضَنَى ِمِثْلُ الْبَهَارِ عَلَى خَدَّيْكَ وَالْعَنَم
Wa athbatal wajdu khaţţay ‘abratin wa dan Mithlal bahaari ‘alaa khaddayka wal ‘anami
Kesedihanmu menimbulkan dua garis tangis dan kurus lemah. Bagaikan bunga kuning di kedua pipi dan mawar merah.
ْنَعَمْ سَرٰى طَيْفُ مَنْ أَهْوى فَأَرَّقَنِي وَالْحُبُّ يَعْتَرِضُ اللَّذَّاتِ بِالْأَلَمِ
Na ‘ am saraa tayfu man ahwaa fa arraqanii Wal hubbu ya’ taridul ladhdhati bil alami
Memang! Ia terlintas di dalam mimpiku, hingga aku susah tidur. Cintaku menghalangiku dari berbagai bentuk kenikmatan karena rasa sakit yang ku derita.
ِيَا لَائِمِيْ فِى الْهَوَى الْعُذْرِيِّ مَعْذِرَة مني إليك ولو أنصفت لم تلمِ
Yaa laa- imii fil hawal ‘udhriyyi ma ‘dhiratan Minniia ilayka wa law ansafta lam talumi
Wahai para pencaci gelora cintaku! Izinkan aku memohon maaf kepadamu. Namun seandainya kau bersikap adil, niscaya engkau takkan mencela diriku.
عَدَتْكَ حَالِيَ لَا سِرِّيْ بِمُسْـتَتِرِِ عَنِ الْوُشَاةِ وَلَا دَائِيْ بِمُنْحَسِمِ
‘Adatka haaliya laa sirriibi mustatirin ‘Anil wushaati wa laa daa – ii bi munhasimi
Kini kau tahu keadaanku. Bahkan rahasiaku tidak bisa tertutupi lagi bagi para pemfitnah yang mau merusak cintaku. Sedangkan penyakitku tak juga kunjung sembuh.
مَحَضْتَنِى النُّصْحَ لٰكِنْ لَّسْتُ أَسْمَعُهٗ إنّ الْمُحِبِّ عَنِ الْعُذَّالِ فِيْ صَمَمِ
Mahhadtanin nusha laakin lastu asma ‘uhu Innal Muhibba ‘anil ‘udhdhaali fii samami
Begitu tulus nasihatmu, akan tetapi aku tak kan pernah mendengarnya karena telinga sang pecinta tuli bagi para pencaci.
إنِّى اؐتَّهَمْتَ نَصِيْحَ الشَّيْبِ فِيْ عَذَلِيْ وَالشَّيْبُ أبْعَدُ فِيْ نُصْحِِ عَنِ التُّهَمِ
Innit tahamtu nasiihash shaybi fii’ adhalii Wash shaybu ab ‘adu fī nushin ‘anit tuhami
Akupun menuduh ubanku turut serta mencercaku. Padahal ubanku pastilah tulus dalam memperingatkanku.
Fasal 2 : Peringatan bahaya hawa nafsu
مَوْلَايَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا عَلىٰ حـَبِيْبِكَ خـَيْرِ الْخَلْقِ كًلِّهِمِ
Mawlaaya şalli wa sallim daa-iman abadan ‘Alaa Ĥabiibika Khayril khalqi kullihimi
Ya Tuhanku, limpahkanlah selalu rahmat ta’dhim dan keselamatan atas kekasih-Mu yang terbaik di antara seluruh makhluk.
فَإنَّ أمَّارَتِيْ بِالسُّوْءِ مَا اتَّعَظَتْ مِنْ جَهْلِهَا بِنَذِيْرِ الشَّيْبِ وَالْهَـرَمِ
Fa inna ammaaratii bis suu- i mat ta ‘ adhat Min jahlihaa bi nadhiirish shaybi wal harami Sungguh hawa nafsuku tetap bebal tak tersadarkan. Sebab tak mau tahu peringatan uban dan kerentaan.
وَلَا أَعَدَّتْ مِنَ الْفِعْلِ الْجَمِيْلِ قِرٰى ضَيْفِِ أَلَمَّ بِرَأْسِيْ غَيْرَ مُحْتَشَمِ
Wa laa a ‘ addat minal fi ‘ lil jamiili qiraa Đayfin alamma bi ra- sii ghayra muhtashimi
Nafsuku itu tidak pula mempersiapkan diri dengan amal baik untuk menjamu tamu yang bersemayam di kepalaku tanpa rasa malu.
لَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ أَنِّيْ مَا أُوَقِرُهٗ كَتَمْتُ سِرًّا بَدَا لِيْ مِنْه ُبِالْكَتَمِ
Law kuntu a ‘lamu annii maa uwaqqiruhu Katamtu sirran badaa lii minhu bil katami
Jika saja aku tahu ku tak menghormati uban yang bertamu. Kan kusembunyikan dengan semir rahasia ketuaanku itu.
مَنْ لِّيْ بِردِّ جِمَاحٍ مِّنْ غَوَايَتِهَا ِكَمَا يُرَدُّ جِمَاحُ الْخَيْلِ بِاللُّجُم
Man lii bi raddi jimaaĥin min ghawaayatihaa Kamaa yuraddu jimaaĥul khayli bil lujumi
Siapakah yang dapat mengembalikan nafsuku dari kesesatan? Sebagaimana kuda liar dikendalikan dengan tali kekang.
فَلاَ تَرُمْ بِالْمَعَاصِيْ كَسْرَ شَهْوَتِهَا إِنَّ الطَّعَامَ يُقَوِّيْ شَهْوَةََ النَّهِمِ
Fa laa tarum bil ma ‘ aaşii kasra shahwatihaa Innat ta ‘ aama yuqawwii shahwatan nahimi
Jangan kau patahkan nafsumu dengan maksiat. Sebab makanan justru memperkuat nafsu si rakus pelahap.
وَالنَّفْسُ كَالطِّفْلِ إِنْ تُهْمِلْهُ شَبَّ عَلٰى حُبِّ الرَّضَاعِ وَإِنْ تَفْطِمْهُ يَنْفَطِمِ
Wan nafsu kat tifli in tuhmilhu shabba ‘alaa Hubbir rađaa’ i wa in tafţimhu yanfatimi
Nafsu bagai bayi, bila kau biarkan ia akan tetap menyusu. Namun apabila engkau sapih, maka ia akan tinggalkan kebiasaan menyusu itu.
فَاصْرَفْ هَوَاهَا وَحَاذِرْ أَنْ تُوَلِّيَهٗ إِنَّ الْهَوٰى مَا تَوَلّٰى يُصْمِ أَوْ يَصِمِ
Faşrif hawaahaa wa ĥaadhir an tuwalliyahu Innal hawaa maa tawallaa yusmi aw yasimi
Maka jauhkan nafsumu dari kenikmatan syahwati. Jangan biarkan ia berkuasa. Karena jika ia berkuasa ia akan membunuhmu atau paling tidak ia akan mencercamu.
وَرَاعِهَا وَهْيَ فِى اْلأَعْمَالِ سَائِمَةٌ وَإِنْ هَيَ اسْتَحْلَتِ الْمَرْعٰى فَلَا تُسِمِ
Wa raa ‘ ihaa wa hya fil a ‘ maali saa- imatun Wa in hiya staĥlatil mar’ aa fa laa tusimi
Gembalakanlah nafsumu dengan baik di dalam lapangan amal, karena jika ia tidak terkendali, maka engkau tidak akan bisa lagi menggembalakannya.
كَمْ حَسّنَتْ لَذّةً لِلْمَـــــــرْءِ قَاتِلَةً مِنْ حَيْثُ لَمْ يَدْرِ أَنّ السَّمَّ فِي الدَّسَمِ
Kam ĥassanat ladhdhatan lil mar- i qaatilatan Min ĥaythu lam yadri annas summa fiddas
Kerap ia goda manusia dengan kelezatan yang mematikan. Tanpa ia sadar akan racun yang terdapat dalam lezatnya makanan.
وَاخْشَ الدَّسَائِسَ مِنْ جُوعٍ وَّمِنْ شَبَعِ فَرُبّ مَخْمَصَةٍ شَرُّ مِنَ التُّخَمِ
Wa khshad dasaa- isa min juu ‘ in wa min shiba Fa rubba makhmaşatin sharrun minat tukha
Takutlah akan malapetaka yang tersembunyi karena lapar dan kenyang. Terkadang kelaparan lebih berbahaya dari pada kekenyangan.
وَاسْتَفْرِغِ الدَّمْعَ مِنْ عَيْنٍ قَدِ امْتَلَأَتْ مِنَ الْمَحَارِمِ وَالْزَمْ حِمْيَةَ النَّدَمِ
Wa stafrighid dam ‘ a min ‘ aynin qadi mtala- Minal maĥaarimi wal zam ĥimyatan nadami
Deraikanlah airmata, dari pelupuk mata yang penuh noda dosa. Peliharalah rasa sesal dan kecewa karena dosa.
وَخَالِفِ النّفْسَ وَالشّيْطَانَ وَاعْصِهِمَا وَإِنْ هُمَا مَحّضَاكَ النُّصْحَ فَاتَّهِمِ
Wa khaalifin nafsa wash shayţaana wa ‘şihimaa Wa in humaa maĥadaakan nusĥa fat tahimi
Lawanlah hawa nafsu dan setan durhaka, dan awasilah keduanya. Jika mereka tulus menasehati, maka engkau harus mencurigainya.
وَلاَ تُطِعْ مِنْهُمَا خَصْمًا وَلاَحَكَمًا فَأَنْتَ تَعْرِفُ كَيْدَ الخَصْمِ وَالْحَكَمِ
Wa laa tuţi ‘ minhumaa khasman wa laa hakam Fa anta ta ‘ rifu kaydal khaşmi wal ĥakami
Janganlah engkau taat kepada nafsu dan setan, baik selaku musuh atau selaku hakim. Sebab engkau sudah tahu dengan nyata, bagaimana tipu dayanya seorang musuh maupun seorang hakim.
أَسْتَغْفِرُ الَّلهَ مِنْ قَوْلٍ بِلاَعَمَــلٍ لَقَدْ نَسَبْتُ بِهِ نَسْلً لِذِي عُقُمِ
AstaghfiruLlaaha min qawlin bi laa ‘ amalin Laqad nasbtu bihi naslan li dhii’ uqumi
Aku mohon ampunan kepada Allah atas perkara tanpa perbuatan, aku telah nisbahkan dengannya keturunan bagi yang mandul.
أَمَرْتُكَ الْخَيْرَ لٰكِنْ مَا أْتَمَرْتُ بِهِ وَمَا اسْتَقَمْتُ فَمَا قَوْلِى لَكَ اسْتَقِمِ
Amartukal khayra laakin maa – tamartu bihi Wa maa staqamtu fa maa qawliiblaka staqimi
Engkau ku perintah lakukan amal kebaikan, namun aku sendiri enggan mengerjakannya. Maka tiada guna ucapanku agar kau berlaku benar.
وَلَاتَزَوَّدْتُ قَبْلَ الْمَوْتِ نَافِلَةً وَلَمْ أُصَلِّ سِوَى فَرْضٍ وَلَمْ أَصُمِ
Wa laa tazawwadtu qablal mawti naafilatan Wa lam usalli siwaa farđin wa lam asumi
Dan diriku tiada menambah bekal amal ibadah kesunahan, sebelum kematian datang. Dan tidak pula aku shalat dan puasa, kecuali hanya ibadah yang wajib saja.
Fasal 3 : Pujian kepada Nabi Muhammad Saw
مَوْلَايَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا عَلىٰ حـَبِيْبِكَ خـَيْرِ الْخَلْقِ كًلِّهِمِ
Mawlaaya şalli wa sallim daa-iman abadan ‘Alaa Ĥabiibika Khayril khalqi kullihimi
Ya Tuhanku, limpahkanlah selalu rahmat ta’dhim dan keselamatan atas kekasih-Mu yang terbaik di antara seluruh makhluk.
ظَلَمْتُ سُنَّةَ مَنْ أَحْيَاالظُّلَامَ إِلٰى أَنِ اشْتَكَتْ قَدَمَاهُ الضُّرَّمِنْ وَرَمِ
Dhalamtu sunnata man ahyaadh dhalaama ilaa Ani shtakat Qadamaahuđ đurra min warami
Kutinggalkan sunnah nabi, yang selalu beribadah menghidupkan gelap gulitanya malam hari. Hingga telapak kaki sakit, membengkak karena ibadah di malam hari tersebut.
وَشَدّ مِنْ سَغَبٍ أَحْشَاءَهُ وَطَوٰى تَحْتَ الْحِجَارَةِ كَشْحًا مُتْرَفَ الَدَمِ
Wa shadda min saghabin ahshaa – ahu wa ţaw Taĥtal ĥijaarati kash – ĥan mutrafal adami
Nabi yang begitu hebat, menahan nafsu dan lapar. Mengikatkan batu halus pada perut, karena begitu zuhud keduniawian.
وَرَاوَدَتْهُ الْجِبَالُ الشُّمّ مِنْ ذَهَبٍ عَنْ نَفْسِهِ فَأَرَاهَا أَيَّمَا شَمَمِ
Wa raawadat – hul jibaalush shummu min dhah ‘An nafsihi fa araahaa ayyamaa shamami
Nabi yang ditawarkan gunung emas menjulang tinggi. Namun beliau tolak, dengan penuh perasaan bangga.
وَأَكَّدَتْ زُهْدَهُ فِيْهَا ضَرُورَتُهُ إِنَّ الضَرُورَةَ لَا تَعْدُوْ عَلىَ الْعِصَمِ
Wa akkadat Zuhdahu fīhaa Daruuratuhu Innad đaruyrata laa ta ‘ duu ‘alal ‘işami
Sungguh menambah kezuhudan nabi, butuh harta namun tidak menerimanya Meskipun ketika butuh harta, tidaklah merusak nilai kesuciannya.
فَكَيْفَ تَدْعُوا إِلَي الدّنْــيـــا ضَرُورَةُ مَنْ لَوْلَاهُ لَمْ تَخْرُجِ الدّنْيَا مِنَ العَدَمِ
Wa kayfa tad ‘u ilad dunyaa Daruratu man Law laa hu lam tukhrajid dunyaa minal ‘adam
Bagaimana mungkin nabi nan mulia tertarik kepada kemilau harta dunia Andai saja tanpa nabi Muhammad saw, dunia takkan pernah ada
مُحَمَّدٌ سَيِّدُ الْكَوْنَيْنِ وَالثَّقَلَيْ والفريقين مِنْ عُرْبٍ وَمِنْ عَجَمِ
Muhammadun Sayyidul kawnayni wath tha – ni wal fariuqayni min ‘ urbin wa min ‘ ajami
Dialah Nabi Muhammad Saw, sang penghulu seorang pemimpin baik di dunia dan akhirat Juga pemimpin jin dan manusia, baik bangsa arab ataupun ajam
نَبِيّنَا اْلآمِرُ النّاهِي فَلَا أَحَدٌ أَبَرَّ فِيْ قَوْلِ لاَ مِنْهُ وَلاَ نَعَمِ
Nabiyyunal amirun nahii fa laa ahadun Abarra fī qawli laa minhu wa laa na ‘ami
Nabi kita Rasulullah Saw, sang penganjur kebaikan dan pencegah kemunkaran Tak seorangpun lebih baik perkataanya daripada Rasulullah saw saat menolak seseorang dengan berkata ‘jangan’ atau saat ditanya dengan berkata ‘ia’.
هـُوَ الْحَبِيْبُ الَّذِىْ تُرْجَى شَفَاعَتُهُ لِكُلِّ هـَوْلٍ مِنَ اْلأَهـْوَالِ مُقْتَحِمِ
Huwal Habiibul ladhii turjaa shafaa atuhu Li kulli hawlin minal ahwaali muqtaĥami
Dialah kekasih yang diharapkan syafa’atnya untuk menghadapi setiap peristiwa dahsyat yang menimpa umat manusia.
دَعَا إِليَ اللهِ فَالْمُسْتَمْسِكُونَ بِهِ مُسْتَمْسِكُونَ بِحَبْلٍ غَيْرِ مُنْفَصِمِ
Da’ aa ilaLlaahi fal mustamsikuuna bihi Mustamsikuuna bi hablin ghayri munfaşimi
Beliau mengajak menuju keridhaan Allah Swt. Maka siapapun yang berpegang teguh padanya, berarti ia berpegang pada tali yang takkan pernah putus
فَاقَ النَّبِيِّيْنَ فِى خـَلْقٍ وَفِى خـُلُقٍ وَلَمْ يُدَانُوْهُ فِى عِلْمٍ وَلَا كَرَمٍ
Faaqan Nabiyyiina fī khalqin wa fī khuluqin Wa lam yudaanuuhu fī ‘ ilmin wa laavkarami
Ia mengungguli para Nabi dalam bentuk rupa maupun akhlak dan merekapun tidak bisa mendekatinya dalam hal ilmu pengetahuan maupun kemurahan hati.
وَكُلُّهُمْ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ مُلْتَمِسٌ غُرْفًا مِنَ اْلبَحْرِ أَوْرَشْفًا مِنَ الدِّ يَمِ
Wa kulluhum min RasuuliLlaahi multamisun Gharfan minal baĥri aw rashfan minad diya
Mereka semua mendapatkan dari Rasulullah bagaikan mengambil segenggam air dari lautan atau seteguk air hujan.
وَوَاقِفُونَ لَدَيْـــــــــــــــــهِ عِنْدَ حَدِّهِمِ مِنْ نُقْطَةِ الْعِلْمِ أَوْ مِنْ شَكْلَةِ الَحِكَمِ
Wa waaqifuuna ladayhi ‘ inda haddihimi Min nuqtatil ‘ ilmi aw min shaklatil hikami
Berdirilah mereka para nabi di sisi Rasulullah saw pada puncak mereka Mengharap setitik ilmu dan sebaris tanda bunyi huruf dalam hikmah
فَهْوَ الذِّيْ تَمَّ مَعْنَاهُ وَصُـــــــوْرَتُهُ ثُمّ اصْطَفَاهُ حَبِيـْـــــــــــــبًا بَــارِئُ النَّسَمِ
Fa huwal ladhii tamma ma ‘naahu wa şuuratuhu Thumma stafaahu Ĥabiban Baari – un nasami
Dialah nabi yang sempurna baik batin atau lahirnya Kemudian Rasulullah Saw terpilih sebagai kekasih Allah Swt, pencipta manusia
مُنَزَّهٌ عَنْ شَرِيكٍ فِيْ مَحَــــــاسِنِهِ فَجَوْهَرُ الْحُسْنِ فِيِهِ غَيْرُ مُنْقَسِمِ
Munazzahun ‘ an shariikin fī maĥaasinihi Fa jawharul ĥusni fīhi ghayru munqasimi
Dia sang nabi yang suci dari persamaan dalam segala kebaikan Inti kebaikan pada diri nabi tak mungkin terbagi
دَعْ مَاادّعَتْهُ النَّصَارٰى فِي نَبِيّهِمِ وَاحْكُمْ بِمَا شِئْتَ مَدْحًا فِيْهِ وَاحْتَكِمِ
Da’ mad – da ‘at – hun naşaaraabfī Nabiyyihimi Wa ĥkum bi maa shi – ta madĥan fīhi wa ĥtaki
Tinggalkanlah tuduhan kaum nasrani tentang nabi-nabi mereka Tetapkanlah untaian pujian kepada para nabi mereka, pujian apapun yang engkau suka tanpa berlebihan dan belalah mereka dengan gigih.
وَانْسُبْ إِلَي ذَاتِـــــــــــــهِ مَا شِئْتَ مِنْ شَرَفٍ وَانْسُبْ إِلىٰ قَدْرُهُ مَا شِئْتَ مِنْ عِظَمِ
Wansub ilaa dhaatihi maa shi – ta min sharafin Wansub ilaa qadrihi maa shi – ta min ‘idhami
Nisbahkan semua bentuk kemuliaan pada dzat nabi Muhammmad saw sekehendakmu Dan nisbahkan pula semua penghormatan dan ketinggian sebuah derajat pada derajat nabi Muhammmad saw sekehendakmu
فَإِنَّ فَضْلَ رَسُوْلِ اللهِ لَيْسَ لَهُ حـَدٌّ فَيُعْرِبَ عَنْهُ نَاطِقٌ بِفَمِ
Fa inna fađla RasuuliLlaahi laysa lahu Ĥaddun fa yu ‘riba ‘ anhu naaţiqun bi fami
Karena keutamaan Rasulullah Saw tiada batasnya Sehingga mengurai terasa mudah bagi lisan yang berkata
لَوْ نَاسَبَتْ قَدْرَهُ أٰيَــــــــــاتُهُ عِظَمًا أَحْيَا أسْمُهُ حِيَ يُدْعٰى دَارِسَ الرِّمَمِ
Law naasabat qadrahu aayaatuhu ‘ idhaman Aĥya- smuhu ĥiina yud’ aa daarisar rimami
Andai saja keagungan mukjizat Rasulullah Saw sama dengan ketinggian derajatnya Maka dengan sebutan namanya dapat hidupkan orang yang telah hancur tulangnya
لَمْ يَمْتَحِنَّا بِمَا تَعْيَا الْعُقُـــوْلُ بِهِ حِرْصًا عَلَيْنَا فَلَمْ نَرْتَـبْ وَلَمْ نَهِمْ
Lam yamtaĥinnaa bi maa ta’ yal ‘ uquulu bihi Ĥirsan ‘ alayna fa lam nartab wa lam nahimi
Nabi tidaklah menguji kita dengan apa yang tidak terjangkau oleh akal manusia, karena beliau sangat mencinta kita agar mendapat hidayah hingga tidak ada keraguan serta kebimbangan pada apa yang beliau bawa.
أَعْيَا الوَرٰى فَهْمَ مَعْنَاهُ فَلَيْسَ يُرٰى لِلْقُرْبِ وَالْبُعْدِ فِيـــــــهِ غَيْرَ مُنْفَحِمِ
A’ yal waraq fahmu ma ‘naahu fa laysa yuraa Fil qurbi wal bu’ di fīhi ghayru munfaĥimi
Seluruh makhluk rapuh, tiada mampu memahami rahasia hakikat kenabian Nabi Muhammad saw Takkan melihat dari dekat atau jauh kecuali lemah tak berdaya berdiam diri
كَالشّمْسِ تَظْهَرُ لِلْعَيْنَيْنِ مِنْ بُعُدٍ صَغِيــْــــــــــــةً وَتُكِلُّ الطّرْفَ مِنْ أَمَمِ
Kash shamsi tadh- haru lil ‘ aynayni min bu ‘u Şaghiiratan wa tukilluţ ţarfa min amami
Nabi Muhammad Saw bagaikan matahari, tampak kecil bagi kedua mata yang melihat dari jarak jauh Padahal mata tiada akan mampu melihat apabila berdekatan dengannya
وَكَيْفَ يُدْرِكُ فِي الدّنْيَا حَقِيقَتَهُ قَوْمٌ نِيَامٌ تَسَلّوْا عَنْهُ بِالْحُلُمِ
Wa kayfa yudriku fid dunyaa Haqiqatahu Qawmun niyaamun tasalluu’ anhu bil hulumi
Bagaimana hakikat nabi dapat diketahui di dunia Sedangkan mereka rela berjumpa nabi hanya dalam mimpi
فَمَبْلَغُ الْعِلْمِ فِيْـــــــــــهِ أَنّهُ بَشَرٌ وَأَنّهُ خَيْـــــــــــرُ خَلْقِ اللَّهِ كُلِّهِمِ
Fa mablaghul ‘ ilmi fīhi annahu basharun wa annahu Khayru khalqiLlāhi kullihimi
Puncak pengetahuan tentang Rasulullah saw, bahwa sesungguhanya beliau adalah manusia dan sesungguhnya beliau sebaik-baik semua makhluk Allah Swt.
وَكُلُّ آيٍ أَتَى الرُّسُلُ اْلكِرَامُ بِهَا فَإِنَّمَا اتَّصَلَتْ مِنْ نُوْرِهِ بِهِمْ
Wa kullu aayin atar Ruslul kiraamu bihaa Fa innamat taşalat min Nuurihi bihimi
Sesungguhnya semua mukjizat yang dibawa para rasul yang mulia, Tidak lain semua itu terhubung dengan nurnya Rasulullah Saw
فَإِنَّهُ شَمْشُ فَضْلٍ هـُمْ كَوَاكِبُهَا يُظْهِرْنَ أَنْوَارَهَا لِلنَّاسِ فِى الظُّلَمِ
Fa innahu shamsu fađlin hum kawaakibuhaa Yudh- hirna anwaarahā lin naasi fidh dhulami
Maka sesungguhnya Rasulullah Saw bagaikan mentari keutamaan, sedangkan para nabi bagaikan bintang-bintangnya Bintang-bintang itu menampakkan cahaya sang surya kepada manusia di dalam suasana malam yang gelap gulita
أَكْرِمْ بِخَلْقِ نَبِيٍ زَانَهُ خُلـُقٌ بِالْحُسْنِ مُشْتَمِلٍ بِالْبِشْرِ مُتَّسِمِ
Akrim bi khalqi Nabiyyin zaanahu khuluqun Bil ĥusni mushtamilin bil bishri muttasimi
Alangkah rupawan Nabi Muhammad saw yang dihiasi dengan budi pekerti yang elok serta wajah yang berseri
كَالزَّهْرِ فِيْ تَرَفٍ وَالبَدْرِ فِي شَرَفٍ وَالبَحْرِ فِي كَرَمٍ وَالدّهْرِ فِي هِمَمِ
Kaz zahri fī tarafin wal badri fī sharafin Wal baĥri fī karamin wad dahri fī himami
Keanggunannya laksana bunga, dan kemuliaannya bagaikan purnama Kedermawanannya laksana samudera, cita-citanya bagai perjalanan masa
كَأَنّه وَهُوَ فَرْدٌ مِنْ جَلَالَتِــــــــــــــــهِ فِي عَسْكِرٍ حِيَنَ تَلْقَــاهُ وَفِي حَشَمِ
Ka annahu wa hwa fardun min jalaalatihi Fī ‘ askarin ĥiina talqaahu wa fī ĥashami
Saat kau berjumpa dengan Rasulullah saw, engkau seakan-akan berhadapan dengan bala tentara besar atau seakan-akan engkau berhadapan dengan para pembantu-pembantunya, sekalipun ia kau jumpai sendirian.
” كَأَنّمَا اللُّؤْلُؤُ الَكْنُـــــوْنُ فِيْ صَدَفٍ مِنْ مَّعْدِنَيْ مَنْطِقٍ مِنْهُ وَمُبْتَسَمِ
Ka annamal lu – lu – ul maknuunu fī şadafin Min ma ‘ dinay manţiqin minhu wa mubtasa
Mutiara yang tersimpan dalam kerangnya itu dari ucapan dan senyumnya Nabi Muhammad Saw
لَا طِيْبَ يَعْدِلُ تُرْبًا ضُمَّ أَعْظُمَهُ طُوبَ لِمُنْتَشِقٍ مِنْهُ وَمُلْتَثِمِ
Laa ţiiba ya’ dilu turban Damma a ‘ dhumahu Ţuubaa li muntashiqin minhu wa multathimi
Tiada keharuman melebihi tanah buana, tanah yang mengubur jasadnya Betapa bahagia orang yang mencium dan mengecupnya
Fasal 4 : Kelahiran Nabi Muhammad
مَوْلَايَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا عَلىٰ حـَبِيْبِكَ خـَيْرِ الْخَلْقِ كًلِّهِمِ
Mawlaaya şalli wa sallim daa-iman abadan ‘Alaa Ĥabiibika Khayril khalqi kullihimi
Ya Tuhanku, limpahkanlah selalu rahmat ta’dhim dan keselamatan atas kekasih-Mu yang terbaik di antara seluruh makhluk.
أَبَانَ مَوْلِدُهُ عَنْ طِيْـــــبِ عُنْصُرِهِ يَا طِيْـــبَ مُبْتَدَإٍ مِنْهُ وَمُخْتَتَمِ
Abaana Mawliduhu ‘ an tiibi ‘ unşurihi Yaa Ţība mubtada – in minhu wa mukhtatami
Kelahiran sang nabi menampakkan kesucian unsurnya Alangkah indah permulaan maupun penghabisannya
يَوْمٌ تَفَرَّسَ فِيْـــــــــــهِ الفُرْسُ أَنّهُمُ قَدْ أُنْذِرُوا بِحُلُولِ الْبُؤْسِ وَالنّقَمِ ‘
Yawmun tafarrasa fīhil fursu annahumu Qad undhiruu bi ĥuluulil bu – si wan niqami
Hari kelahiran Rasulullah Saw adalah hari dimana para ahli nujum telah meramal Bahwa mereka akan mendapatkan peringatan akan datangnya bencana dan siksa
وَبَاتَ إِيْوَانُ كِسْرٰى وَهُوَ مُنْصَدِعٌ كشَمْلِ أَصْحَابِ كِسْرٰى غَيْرَ مُلْتَئِمِ
Wa baata iiwaanu kisraabwa hwa munşadi ‘ un Ka shamli asĥaabi kisraa ghayra multa- imi
Saat menjelang malam tiba, istana Kisra hancur terbelah sebagaimana kumpulan sahabat Kisra tiada menyatu terpecah belah
وَالنّارُ خَامِدَةُ الْأَنْفَاسِ مِنْ أَسَفٍ عَلَيْهِ وَالنَّهْرُ سَاهِيْ العَيْنَ مِنْ سَدَمِ
Wan naru khaamidatul anfaasi min asafin ‘Alayhi wan nahru saahil ‘ ayni min sadami
Api sesembahan orang-orang Persia, padam karena duka yang mencekam Sungai eufrat tak mengalir, karena kesedihan yang amat dalam
وَسَآءَ سَاوَةَ أَنْ غَاضَتْ بُحَيْرَتُهَا وَرُدَّ وَارِدُهَا بِالغَيْظِ حِيْنَ ظَمِيْ
Wa saa – a saawata an ghaadat buhayratuhaa Wa rudda waariduhaabbil ghaydhi ĥīna dhamī
Penduduk sekitar danau Saawah resah saat danaunya kering Pengambil air kembali dengan tangan hampa kecewa ketika terjerat rasa dahaga
كَأَنَّ بِالنّارِ مَا بِالْمَـــــآءِ مِنْ بَلَلٍ حُزْنًا وَبِالمَآءِ مَا بِالنّارِ مِنْ ضَرَمِ
Ka anna bin naari maa bil maa- i min balalin Ĥuznan wa bil maa- i maa bin naari min đarami
Seakan akan pada api tersebut terdapat air danau Saawah karena duka Dan pada air danau Saawah terdapat api yang menyala
وَالْجِنُّ تَهْتِفُ وَالْأَنْوَارُ سَاطِعُـــــــــةٌ وَالْحَقُّ يَظْهَرُ مِنْ مَّعْنًى وَمِنْ كَلِــــمِ
Wal jinnu tahtifu wal anwaaru saaţi ‘ atun Wal ĥaqqu yadhharu min ma’nan wa min kalimi
Para jin menjerit, cahaya membumbung tinggi ke angkasa Kebenaran tampak nyata dari makna maupun kata
عَمُوْا وَصَمُّوا فَإِعْلَانُ الْبَشَائِرِ لَمْ تُسْمَعْ وَبَــــــارِقَةُ اْلِإنْذَارِ لَمْ تُشَمِ ‘
Ammuu wa şammuubfa i ‘ laanul bashaa- iri lam Tusma’ wa baariqatul indhaari lam tushami
Mereka buta dan tuli. Kabar gembira tidak mereka dengar Begitu juga kilatan peringatan sama sekali tidak mereka hiraukan
مِنْ بَعْدِ مَا أَخْبَرَ الْأَقْوَامَ كَاهِنُهُمْ بِأَنّ دِيْنَهُمُ الْمُعَوَّجُ لَمْ يَقُـــــــمِ
Min ba ‘ di maa akhbaral aqwaama kaahinuhum Bi anna dīnahumul mu ‘ wajja lam yaqumi
Para rahib mereka telah kabarkan berita bahwa agama mereka yang melenceng itu tak akan bertahan lama
وَبَعْدَمَا عَايَنُوْا فِيْ الْأُفُقِ مِنْ شُهُبٍ مُنْقَضَّةٍ وَّفْقَ مَا فِيْ الْأَرْضِ مِنْ صَنَمِ
Wa ba ‘ da maa ‘ aayanuubfil ufqi min shuhubin Munqađđatin wifqa maa fil ardi min şanami
Setelah mereka menyaksikan bintang-bintang di ufuk berjatuhan bersamaan di bumi ada kejadian berhala-berhala runtuh bergelimpangan
حَتَّى غَدَا عَنْ طَرِيقِ الْوَحْيِ مُنْهَزِمٍ مِنَ الشَّيَاطِيْنَ يَقْفُ إِثْرَ مُنْهَزِمِ
Ĥattaa ghadaa ‘ an tariiqil waĥyiibmunhazimun Minash shayaaţiini yaqfuubithra munhazimi
Hingga lenyap setan berlari terbirit-birit dari pintu langit jalan wahyu ilahi Mereka lari mengikuti setan nan berlari tak henti
كَأَنَّهُمْ هَرَبًا أَبْطَالُ أَبْرَهَــــــةٍ أَوْ عَسْكَرٌ بِالَحَصٰى مِنْ رَاحَتَيْهِ رُمِيْ
Ka annahum haraban abţaalu abrahatin Aw ‘ Askarin bil ĥaşaa min raaĥatayhi rumii Mereka berlarian laksana laskar Raja Abrahah Atau bak pasukan yang dihujani kerikil oleh tangan Rasul
نَبْذًا بِهِ بَعْدَ تَسْبِيحٍ بِبَطْنِهِمَا نَبْذَ الْمُسَبِّحِ مِنْ أَحْشَآءِ مُلْتَقِمِ
Nabdhan bihi ba ‘ da tasbiiĥin bi baţnihimaa Nabdhal Musabbiĥi min aĥshaa- i multaqimi
Batu yang dalam genggaman kedua telapak tangan Nabi Muhammad saw lemparkan, setelah batu itu bertasbih Itu bak terlemparnya nabi yunus dari perut ikan paus
Fasal 5 : Mukjizat Nabi Muhammad
مَوْلَايَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا عَلىٰ حـَبِيْبِكَ خـَيْرِ الْخَلْقِ كًلِّهِمِ
Mawlaaya şalli wa sallim daa-iman abadan ‘Alaa Ĥabiibika Khayril khalqi kullihimi
Ya Tuhanku, limpahkanlah selalu rahmat ta’dhim dan keselamatan atas kekasih-Mu yang terbaik di antara seluruh makhluk.
جَآءَتْ لِدَعْوَتِهِ الْأَشْجَارُ سَاجِدَةً تَمْشِيْ إِلَيْهِ عَلىٰ سَاقٍ بِلاَ قَدَمِ
Jaa_ at li da ‘ watihil ashjāru saajidatan Tamshii ilayhi ‘ alaa saaqin bilaa qadami
Pepohonan datang memenuhi panggilannya dengan sikap tunduk sopan Berjalan menghadap kepadanya dengan batang tanpa telapak
كَأَنّ مَا سَطَرَتْ سَطْرًا لِمَا كَتَبَتْ فُرُوعُهَا مِنْ بَدِيْعِ الْخَطِّ فِيْ اللِّقَمِ
Ka annamaa saţarat saţran limaavkatabat Furuu uhaa min badii ‘ il khaţţi bil laqami
Seakan-akan pepohonan itu menulis sesuatu dengan ranting-rantingnya dengan tulisan yang indah di tengah jalan
مَثْلُ الْغَمَامَةِ أَنّٰى سَارَ سَآئِـــرَةً تَقِيهِ حَرَّ وَطِيْسٍ لِلْهَجِيِـــرِحَمِي
Mithlal ghamaamati annaavsaara saa- iratan Taqiihi ĥarra waţiisin lil hajiiri ĥamii
Sebagaimana gumpalan awan ke mana saja Nabi pergi Ia menjadi payung yang melindungi Nabi dari sengatan panas matahari di siang hari
أَقْسَمْتُ بِالْقَمَرِ الْمُنْتَشَقِّ إِنّ لَهُ مِنْ قَلْبِهِ نِسْبَةً مَبْرُورَةَ الْقَسَمِ
Aqsamtu bil qamaril munshaqqi inna lahu Min qalbihi nisbatan mabruuratal qasami
Aku bersumpah demi penguasa rembulan nan pecah Sesungguhnya hati Nabi nan terbelah bak bulan yang terbelah
وَمَا حَوَى الْغَــــارُ مِنْ خَيْرٍ وَّمِنْ كَرَمِ وَكُلُّ طَرْفٍ مِنَ الكُفّــــــارِ عَنْهُ عَمِيْ
Wa maa hawal ghaaru min khayrin wa min ka Wa kullu ţarfin minal kuffaari ‘ anhu ‘ amii
Di dalam gua tsur, Nabi Muhammad saw masuk bersama Abu Bakar Ra. Semua mata kafir jadi buta tak dapat melihat keberadaan mereka berdua
فَالصِّدْقُ فِي الْغَارِ وَالصِّدِّيْقُ لَمْ يَرِمَا وَهُمْ يَقُولُونَ مَا بِالْغَـــــــــــارِ مِنْ أَرِمِ
Faş Şidqu fil ghaari waş Şiddiiqu lam yarimaa Wa hum yaquuluuna maa bil ghaari min arimi
Nabi dan Abu Bakar As-Siddiq keduanya berada dalam gua Mereka orang-orang kafir berkata tak seorang pun di dalam gua ini
ظَنُّـــوْا الْحَمَامِ وَظَنُّوا الْعَنْكَبُوتَ عَلىٰ خَيْرِ الْبَرِيّةِ لَمْ تَنْسُجْ وَلَمْ تَحُمِ
Dhannul ĥamaama wa dhannul ‘ ankabuuta ‘ al Khayril bariyyati lam tansuj wa lam taĥumi
Mereka berperasangka terhadap Nabi yang merupakan sebaik-baik makhluk bahwa jika beliau berada di dalam gua, maka merpati takkan mungkin berputar mengelilingi gua itu Dan laba laba pun takkan menenun sarangnya di mulut gua.
وِقَايَةُ الله أَغْنَتْ عَنْ مُضَـــــاعَفَةٍ مِنَ الدُّرُوْعِ وَعَنْ عَالٍ مِنَ الْأُطُمِ
WiqaayatuLlaahi aghnat ‘ an mudaa ‘ afatin Minad duruu’ i wa ‘ an ‘ aalin minal uţumi
Hal itu sebagai bentuk perlindungan dari Allah SWT, sehingga Rasulullah saw tidak lagi membutuhkan baju berlapis besi dan benteng-benteng nan tinggi
مَا سَامَنِى الدَّهْرُ ضَيْماً وَّاسْتَجَرْتُ بِهِ إِلَّا وَنِلْتُ جِوَاراً مِنْهُ لَمْ يُضُــــــــــــــــمِ
Maa saamanid dahru Dayman wa stajartu bihi Illaa wa niltu jiwaaran minhu lam yudami
Aku tidak akan meminta harta kekayaan dunia dan akhirat dari tangan Beliau melainkan aku kan mengambil pemberian dari sebaik-baik orang dalam memenuhi permintaan umatnya
لَا تُنْكِرِ الْوَحْيَ مِنْ رُؤيَاهُ إنَّ لَهُ قَلْبًا إِذَا نَامَتِ الْعَيْنَانِ لَمْ يَنَمِ
Laa tunkiril wahya min Ru – yaahu inna lahu Qalban idhaa naamatil ‘ aynaani lam yanami
Tidak dapat kau ingkari wahyu di dalam mimpinya Rasulullah saw Karena ia punya hati yang ketika kedua matanya tertidur, hati beliau tetap terjaga
وذاكَ حِيْنَ بُلُــــــوغٍ مِن نُبُـوّتِهِ فَلَيْسَ يُنكَرُ فِيْــــهِ حَالُ مُحْتَلَمِ
Wa dhaaka ĥiina buluughin min Nubuwwatihi Fa laysa yunkaru fīhi ĥaalu muĥtalimi
Demikian itu terjadi tatkala beliau telah diangkat menjadi Nabi Maka sejak saat itu, mimpi sang Nabi tidak boleh diingkari oleh siapapun dari umat Nabi Muhammad saw
تَبَـــــارَكَ اللهُ مَا وَحْيٌ بِمُكْتَسَبِ وَلَا نَبِــــــيٌّ عَلَى غَيْبٍ بِمُتَّهَمِ
Tabaarak Allahu maa waĥyun bi muktasabin Wa laa nabiyyun ‘ alaa ghaybin bi muttahami
Allah maha suci wahyu tiada dapat dicari Tak ada seorang nabi dalam berita ghaibnya dicurigai
كَمْ أَبْرَأَتْ وَصِبًا بِاللَّمْسِ رَاحَتُهُ وَأَطْلَقَتْ أَرِبًا مِنْ رِبْقَهِ اللَّمَمِ
Kam abra- at waşiban bil lamsi raahatuhu Wa aţlaqat ariban min ribqatil lamami
Betapa banyak orang sakit sembuh ketika telapak tangannya menyentuh Dan menyelamatkan orang yang butuh, dari sakit gila yang terus kambuh
وَأَحْيَتِ السَّنَةَ الشّهْبَـــاءَ دَعْوَتُهُ حَتّٰى حَكَتْ غُرّةً فِيْ الْأَعْصُرِ الدّهُمِ
Wa aĥyatis sanatash shahbaa – a da ‘ watuhu Ĥattaa ĥakat ghurratan fil a’ surid duhumi
Doa nabi dapat menghidupkan tahun kering Hingga bak titik putih dalam lipatan hitamnya masa
بِعَارِضٍ جَاَد أَوْ خِلْتَ الْبِطَاحَ بِهَا سَيْبًا مِّنَ الْيَمِّ أَوْ سَيْلاً مِنَ العَرِمِ
Bi ‘aaridin jaada aw khiltal biţaaĥa bihaa Sayban minal yammi aw saylan minal ‘ arimi
Dengan awan yang hujannya deras hingga kau duga jurang nan luas Air mengalir dari samudera atau mengalir dari lembah yang menganga
دَعْنِ وَوَصْفِـيَ أٰيَاتٍ لَهُ ظَهَرَتْ ظُهُورَ نَارِ الْقُرٰى لَيْلً عَلَى عَلَمِ
Da’ nii wa waşfī aayaatin lahu dhaharat Dhuhuura naaril qiraa laylan ‘ alaa ‘ alami
Biarkan aku mengurai mukjizat yang tampak pada nabi Tampak bagai api jamuan malam hari di atas gunung menjulang tinggi
Fasal 6 : Kemuliaan Al-Quran Al-Karim dan pujian terhadapnya
مَوْلَايَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا عَلىٰ حـَبِيْبِكَ خـَيْرِ الْخَلْقِ كًلِّهِمِ
Mawlaaya şalli wa sallim daa-iman abadan ‘Alaa Ĥabiibika Khayril khalqi kullihimi
Ya Tuhanku, limpahkanlah selalu rahmat ta’dhim dan keselamatan atas kekasih-Mu yang terbaik di antara seluruh makhluk.
فَالدُّرُّ يَزْدَادُ حُسْنًا وَّهُوَ مُنْتَظِمٌ وَلَيْسَ يَنْقُصُ قَدْرًا غَيْرَ مُنْتَظِمِ
Fad durru yazdaadu ĥusnan wa hwa muntad Wa laysa yanquşu qadran ghayra muntadhi
Mutiara bertambah indah anggun bila ia rapi tersusun Nilainya tak berkurang sedikitpun walau tak tersusun
فَمَا تُطَاوِلَ أٰمَالِ الْمَديـــــحِ إِلىٰ مَا فِيهِ مِنْ كَرَمِ الْأَخْلَاقِ وَالشِّيَمِ
Fa maa taţqqwulu aamaalil madiiĥi ilaa Maa fīhi min karamil akhlaaqi wash shiyami
Maka harapan para pengagum sang Rasul tak kan bisa menjangkau terhadap apa yang ada pada diri sang Rasul yakni budi pekerti yang sudah menjadi watak dan kepribadian beliau
أٰيَــاتُ حَقٍّ مِنَ الرّحْمٰنُ مُحْدَثَةٌ قَدِيْةٌ صِفَةُ الْمَوْصُوْفِ بِالقِدَمِ
AAyaatu haqqin min ar- Raĥmaani muhdathatun Qadiimatun şifatul mawşuufi bil qidami
Ayat- ayat Al-Quran adalah dari Tuhan yang Maha Pengasih Baru turunnya, terdahulu maknanya dan merupakan sifat dari Dzat yang Maha Dahulu ‘Qadim’
لَمْ تَقْتَــــــــرِنْ بِزَمِانٍ وَّهْيَ تُخْبِرُنَا عَنِ الْمَعَادِ وَعَنْ عَادٍ وَعَنْ إِرَمِ
Lam taqtarin bi zamaanin wa hya tukhbirunaa ‘Anil Ma ‘aadi wa ‘an ‘aadin wa ‘an irami
Ayat-ayat al-Qur’an tak bersamaan dengan zaman Dan ayat-ayat al-Qur’an telah kabarkan pada kita tentang akhirat, kaum `Ãd dan kota Iram.
دَامَتْ لَدَيْنَا فَفَاقَتْ كُلَّ مُعْجِزَةً مِنَ النَّبِيِّيْـــــنَ إِذْ جَآءَتْ وَلَمْ تَدُمِ
Daamat ladaynaa fa faaqat kulla mu’ jizatin Minan Nabiyyiina idh jaa- at wa lam tadumi
Ayat ayat ilahi di sisi kita Mengungguli mukjizat para nabi karena mukjizat mereka tidak abadi
مُحَكَّمَـــاتٌ فَمَا يُبْقِيَنَ مِنْ شُبَهٍ لِذِيْ شِقَاقٍ وَلاَ يَبْغِيْنَ مِنْ حَكَمِ
Muhkamaatun fa maa tubqiina min shubahin Li dhii shiqaaqin wa maa tabghiina min ĥakam
Sungguh kokoh itu al-quran tak tinggalkan keserupaan Bagi yang punya perselisihan dan tak usah cari hakim kebenaran
مَا حُوْرِبَتْ قَطُّ إِلّا عَادَ مِنْ حَرَبٍ أَعْدَى الْأَعَادِيْ إِلَيْهَا مُلْقِيَ السَّلَمِ
Maa ĥuuribat qattu illaa’ aada min ĥarabin A’dal a ‘aadii ilayha mulqiyas salami
Sama sekali al-Qur’an takkan pernah ditentang kecuali akan kembali dari medan perang, musuh yang sangat hebat dalam keadaan pasrah/menyerah.
رَدَّتْ بَلَاغَتُهَا دَعْوٰى مُعَارِضِهَا رَدَّ الْغُيْورِ يَدَ الْجَانِ عَنِ الْحَرَمِ
Raddat balaaghatuhaa da ‘ waa mu’ aaridihaa Raddal ghayuuri yadal jaanii’ anil ĥurami
Keindahan sastranya menaklukkan penentangnya Sebagaimana penolakan pencemburu (dalam membela) keluarganya dari tangan pendosa yang akan menjamahnya
لَهَا مَعَانٍ كَمَوْجِ الْبَحْرِ فِيْ مَدَدٍ وَفَوْقَ جَوْهَرِهِ فِيْ الْحُسْنِ وَالْقِيَمِ
Lahaa ma’ aanin ka mawjil bahri fī madadin Wa fawqa jawharihi fil ĥusni wal qiyami Bagi al-Qur’an berlimpah ruah maknanya bak ombak samudera Keindahan dan nilainya melebihi mutiara samudera
فما تُعَدُّ وَلَا تُحْصٰى عَجَائِبُهَا وَلَا تُسَامُ عَلىَ الْإِكْثَارِ باِلسَّـــــــأَمِ
Fa maa tu’ addu wa laa tuĥşaa ajaa – ibuhaa Wa laa tusaamu ‘ alal ikthaari bis sa – ami
Keajaiban ayat ayat al-Quran tak bisa dibatasi dengan hitungan Maknanya nan banyak bertebaran sama sekali tak kan pernah membosankan
قَرَّتْ بِهَا عَيْنُ قَارِيْهَا فَقُلْتُ لَهُ لَقَدْ ظَفِرْتَ بِحَبْلِ الِلّٰهِ فَاعْتَصِمِ
Qarrat bihaa ‘ aynu qaariihaa fa qultu lahu Laqad dhafirta bi ĥabliLlaahi fa ‘ taşimi
Sejuklah mata pembacanya lalu aku katakan padanya Sungguh anda telah beroleh bahagia berpeganglah selalu pada tali Allah Swt
إِنْ تَتْلُهَا خِيْفَ مِنْ حَرِّ نَارِ لَظىٰ أَطْفَأْتَ حَرِّ لَظىٰ مِنْ وِّرْدِهَا الشِّبيَمِ
In tatluhaa khiifatan min harri naari ladhaa Aţfa- ta ĥarra ladhaa min wirdihash shabimi Jika kau baca ayat-ayat al-Qur’an karena takut akan panasnya neraka ladhza (jahanam) Maka kau dapat memadamkan panasnya neraka karena saking sejuknya airnya
كَأَنَّهَا الحَوْضُ تَبْيَضُّ الْوُجُوهُ بِهِ مِنَ العُصَاةِ وَقَدْ جَآءُوهُ كَالْحُمَمِ
Ka annahal Ĥawđu tabyaddul wujuuhu bihi Minal ‘ uşaati wa qad jaa_ uuhu kal ĥumami al-Quran laksana telaga yang mampu memutihkan wajah-wajah para pendosa yang datang dengan wajah hitam bagaikan arang
وَكَالصِّـــــــــرَاطِ وَكَالْمِيْزَانِ مَعْدَلَةً فَالْقِسْطُ مِنْ غَيْرِهَا فِيْ النَّــــاسِ لَمْ يَقُمِ
Wa kaş Şiraaţi wa kal Miizaani ma ‘ dalatan Fal qisţu min ghayrihaa fin naasi lam yaqumi
al-Quran tegak bak lurusnya jalan laksana keadilan timbangan Keadilan selain al-Quran di kalangan manusia tiada yang langgeng bertahan lama
لَا تَعْجَبَنْ لِحَسُوْدٍ رَّاحَ يُنْكِرُهَا تَجَاهُلً وَّهُوَ عَيْنُ الْحَاذِقِ الْفَهِمِ
Laa ta ‘ jaban li ĥasuudin raaĥa yunkiruhaa Tajaahulan wa hwa ‘ aynul ĥaadhiqil fahimi
Jangan heran pada pendengki yang berusaha mengingkari ayat-ayat al-Qur’an Pura pura bodoh padahal ia begitu cerdas memahami ayat-ayat al-Qur’an tersebut
قَدْ تُنْكِرُ الْعَيْنُ ضَوْءَ الشَّمْسِ مِنْ رَّمَدٍ وَيُنْكِرُ الْفَمُ طَعْمَ الْمَآءِ مِنْ سَقَمِ
Qad tunkirul ‘ aynu daw – ash shamsi min ra Wa yunkirul famu ta ‘ mal maa, i min saqami
Terkadang mata mengingkari pada terangnya sinar matahari karena sakit mata Segarnya air tekadang mulut pungkiri karena sakit yang menyelimuti
Fasal 7 : Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw
مَوْلَايَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا عَلىٰ حـَبِيْبِكَ خـَيْرِ الْخَلْقِ كًلِّهِمِ
Mawlaaya şalli wa sallim daa-iman abadan ‘Alaa Ĥabiibika Khayril khalqi kullihimi
Ya Tuhanku, limpahkanlah selalu rahmat ta’dhim dan keselamatan atas kekasih-Mu yang terbaik di antara seluruh makhluk.
يَا خَيْرَ مَنْ يَّمَّمَ الْعّافُونَ سَاحَتَهُ سَعْيًا وَّفَوْقَ مُتُوْنِ الْأَيْنُقِ الرُّسُمِ
Yaa Khayra man yammamal ‘ āaafuuna saahatahu Sa’ yan wa fawqa mutuunil aynuqir rusumi
Wahai sebaik-baiknya manusia dimana kediamannya menjadi tujuan para pencari kebaikan dengan berjalan kaki atau unta yang cepat berlari
وَمَنْ هُوَ الْأَيَةُ الكُبْــــرٰى لِمُعْتَبِرٍ وَمَنْ هُوَ الِنّعْمَةُ الْعُظْمٰــــى لِمُغْتَنِمِ
Wa man huwal AAyatul Kubraa li mu’ tabirin Wa man huwan Ni’ matul ‘ Udhmaa li mughta
Dan wahai nabi nan jadi pertanda besar bagi pencari i`tibar Dan duhai nabi nan sebagai nikmat agung bagi orang yang ingin beruntung
سَرَيْتَ مِنْ حَرَمٍ لَيــــْلً إِلَىٰ حَرَمٍ كَمَا سَرَى الْبَدْرُ فِيْ دَاجٍ مِّنَ الظُّلَمِ
Sarayta min Haramin laylan ilaa Haramin Kamaa saral badru fī dājin minadh dhulami
Dikala malam engkau berjalan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha Bagai purnama yang berjalan menembus malam gulita
وَبِتَّ تَرْقـــىٰ إِلىٰ أَنْ نِلْتَ مَنْزِلَةً مِنْ قَابِ قَوْسَيْنِ لَمْ تُدْرَكْ وَلَمْ تَرُمِ
Wa bitta tarqaa ilaa an nilta manzilatan Min qaabi qawsayni lam tudrak wa lam tura Dan engkau terus naik di waktu malam hingga suatu tempat engkau gapai yaitu tempat sekira-kira tali busur dengan panahnya yang belum pernah dicapai dan diasa
وَقَدَّمَتْكَ جَمِيعُ الْأنْبِيَــــــــآءِ بِهَا وَالرُّسْلِ تَقْدِيَمَ مَخْدُومٍ عَلىٰ خَدَمِ
Wa qaddamatka jamii ‘ ul Anbiyaa i bihaa War Rusli taqdiima makhduumin ‘ alaa khadam
Para nabi dan utusan mempersilahkan anda di depan Laksana penghormatan pelayan kepada sang majikan
وَأَنْتَ تَخْتَرِقُ السَّبْعَ الطِّبَاقَ بِهِمْ فِيْ مَوْكِبٍ كُنْتَ فِيهِ صّاحِبَ الْعَلَمِ
Wa Anta takhtariqus sab ‘ at tibaaqa bihim Fii mawkibin Kunta fīhi Şaahibal ‘ Alami
Engkau tembus langit ketujuh bersama para rasul dan para nabi Dimana engkaulah pemegang bendera
حَتّٰى إِذَا لَمْ تَدَعْ شَأْوًا لِمُسْتَبِقٍ مِنَ الدُّنُوِّ وَلاَ مَرْقًى لِمُسْتَنِمِ
Ĥattaa idhaa lam tada ‘ sha- wan li mustabiqin Minad dunuwwi wa laa marqan li mustanimi
Hingga tak satu puncak kau sisakan bagi orang yang ingin mendahului Dan tidak pula menemukan tangga bagi pencari derajat tinggi
خَفَضْتَ كُلَّ مَقَامٍ بِاْلِإضَافَةٍ إِذْ نُوْدِيتَ بِالرّفْعِ مِثْلَ الْمُفْرَدِ الْعَلَمِ
Khafadta kulla maqaamin bil idaafati idh Nuuduta bir raf ‘ i mithlal mufradil ‘ alami
Dibandingkan dengan derajatmu, derajat siapapun menjadi rendah semua Karena dengan khusus dipanggil namamu bak mufrad `alam dalam kekhususannya
كَيْمَا تَفُوْزَ بِوَصْلٍ أَيِّ مُسْتَتِرٍ عَنِ الْعُيُونِ وَسِرٌّ أَيِّ مُكْتَتَمِ
Kaymaa tafuuza bi waşlin ayyi mustatirin ‘ Anil ‘ uyuuni wa sirrin ayyi muktatami
Agar kau peroleh hubungan sempurna tertutup dari pandangan mata Dan rahasia nan tiada terbuka tersimpan dari makhluk tercipta
فَحُزْتَ كُلَّ فِخَارٍ غَيْرَ مُشْتَرِكٍ وَجُزْتَ كُلَّ مَقَامٍ غَيْرَ مُزْدَحَمِ
Fa huzta kulla fakhaarin ghayra mushtarakin Wa juzta kulla maqaamin ghayra muzdahami
Kau kumpulkan semua kebanggaan keutamaan nan tak terbagi Kau lewati setiap derajat ketinggian hanya seorang diri
وَجَلَّ مِقْدَارُ مَا وُلِّيَتَ مِنْ رُتَبٍ وَعَزَّ إِدْرَاكُ مَا أُولِيْتَ مِنْ نِّعَمِ
Wa jalla miqdaaru waa wullīta min rutabin Wa ‘ azza idraaku maa uulīta min ni ‘ ami
Sungguh agung nilainya derajat yang kau dapati Sungguh jarang lagi langka dapatkan nikmat yang telah diberi
بُشْرَى لَنَا مَعْشَرَ اْلإِسَلَامِ إِنَّ لَنَا مِنَ اْلعِنَايَةِ رُكْنًا غَيْرَ مُنْهَدَمِ
Bushra lanaa ma ‘ sharal Islaami inna lanaa Minal ‘ inaayati ruknan ghayra munhadimi
Kabar gembira wahai golongan umat islam Karena kita punya tiang kokoh yang takkan roboh (Islam) atas pertolongan Allah Swt
لَمَّادَعَااللهُ دَاعِيْنَا لِطَاعَتِهِ بِأَكْرَمِ الرُّسْلِ كُنَّا أَكْرَمَ اْلأُمَمِ
Lammaa da ‘ aaLlaahu daa ‘ iinaa li thoaa’atihi Bi Akramir Rusli kunna akramal umami
Tatkala Allah panggil nabi pengajak kita karena ketaatannya kepada Allah Swt Dengan panggilan rasul termulia, maka jadilah kita umat yang paling mulia
Fasal 8 : Perjuangan Nabi Muhammad Saw
مَوْلَايَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا عَلىٰ حـَبِيْبِكَ خـَيْرِ الْخَلْقِ كًلِّهِمِ
Mawlaaya şalli wa sallim daa-iman abadan ‘Alaa Ĥabiibika Khayril khalqi kullihimi
Ya Tuhanku, limpahkanlah selalu rahmat ta’dhim dan keselamatan atas kekasih-Mu yang terbaik di antara seluruh makhluk.
رَاعَتْ قُلُوبَ الْعِدٰى أَنْبَاءُ بِعْثَتِهِ كَنَبْأَةٍ أَجْفَلَتْ غُفْلً مِّنَ الْغَنَمِ
Ra ‘at quluubal ‘ idaa anbaa- u bi ‘thatihi Kanab- atin ajfalat ghuflan minal ghanami
Berita kenabian jadikan hati musuh gentar ketakutan Bak lolongan harimau takutkan kambing nan lupa
مَا زَالَ يَلْقَـــاهُمُ فِيْ كُلِّ مُعْتَرَكٍ حَتّٰى حَكَوْا بِالْقَنَا لَحْمًا عَلَى وَضَمِ
Maa zaala yalqaahumu fī kulli mu ‘ tarakin Ĥattaa hakaw bil qanaa lahman ‘ alaa wadami
Nabi tiada henti musuh dilawan dalam setiap medan pertempuran Hingga daging mereka bertumpukan laksana daging di tempat pemotongan
وَدُّوا الْفِرَارَ فَكَادُوا يَغْبِطُونَ بِهِ أَشْلَآءَ شَالَتْ مَعَ الْعِقْبَانِ وَالرَّخَمِ
Waddul firaara fa kaaduu yaghbiţuuna bihi Ashlaa- a shaalat ma ‘ al ‘ iqbaani war rakhami
Mereka (para musuh-musud Islam) ingin lari hampir saja mereka berharap agar anggota badan mereka terbang bersama burung besar dan rajawali
تَمْضِيْ اللَّيَالِيْ وَلاَ يَدْرُونَ عِدَّتَهَا مَا لَمْ تَكُنْ مِّنْ لَيَالِي الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ
Tamdil layaaliibwa laa yadruuna ‘ iddatahaa Maa lam takun min layaalil ash – huril ĥurumi
Siang malam berlalu tanpa mereka ketahui hitungannya Selagi siang malam itu tidak berada dalam bulan-bulan nan mulia
كَأَنّمَا الدِّيْنُ ضَيْفٌ حَلَّ سَاحَتَهُمْ بِكُلِّ قَرْمٍ إِلىٰ لَحْمِ الْعِدٰى قَرَمِ
Ka annamad Dīnu dayfun halla saahatahum Bi kulli qarmin ilaa laĥmil ‘ idaa qarimi
Islam datang bagai tamu undangan, singgah di halaman sahabat nabi Bersama orang-orang jantan yang sangat ingin membunuh musuh Islam
يَجُرُّ بَحْرَ خَمْيسٍ فَوْقَ سَابِحَةٍ تَرْمِيْ بِمَوْجٍ مِنَ الْأَبْطَالِ مُلْتَطِمِ
Yajurru bahra khamiisin fawqa saabihatin Yarmii bi mawjin minal abtaali multatimi
Ia membawa lautan pasukan di atas kuda yang berenang jaya Membawa para pemberani lagi jantan bagai debur ombak samudera
مِنْ كُلِّ مُنْتَدِبٍ لِلّٰهِ مُحْتَسِبٍ يِسْطُوا بِمُسْتَأْصِلٍ لِلكُفْرِ مُصْطَلَمِ
Min kulli muntadibin liLlaahi muhtasibin Yasţmtuu bi musta – silin lil kufri mustalimi
Setiap orang yang penuhi panggilan Allah dan mengharap pahala di sisi Allah Swt Menyerang akar kekufuran dengan pedang yang memusnahkan para musuh Islam
حَتّٰى غَدَتْ مِلَّةُ الْأِسْلَامِ وَهْيَ بِهِمْ مِنْ بَعْدِ غُرْبَتِهَا مَوْصُولَةُ الرَّحِمِ
Hatta ghadat Millatul Islaami wa hya bihim Min ba’di ghurbatihaa mawsuulatar rahimi
Berkat kegigihan para ksatria hingga jadilah Islam agama Setelah terasing jauh dari pemeluknya terjalin erat hubungan keluarga
مَكْفُوْلَةً أَبَدًا مِّنْهُمْ بِخَيْرِ أَبٍ وَخَيْرِ بَعْلٍ فَلَمْ تَيْتَمْ وَلَمْ تَئِمِ
Makfuulatan abadan minhum bi khayri abin Wa khayri ba ‘ lin fa lam taytam wa lam ta- i
Islam terjamin selamanya dari mereka dengan sebaik-baik ayah Dan sebaik-baik suami tercinta mereka takkan jadi yatim dan janda
هُمُ الْجِبَالُ فَسَلْ عَنْهُمْ مُّصَادِمَهُمْ مَاذَا رَأَى مِنْهُمُ فِيْ كُلِّ مُصْطَدَمِ
Humul jibaalu fa sal ‘ anhum muşaadimahum Ma dhaa ra- aa minhumu fī kulli mustadami
Mereka ksatria bak gunung nan kokoh kuat, maka tanyakan lawan tentang hebatnya gempuran Apa yang mereka lihat dalam setiap medan peperangan?
وَسَلْ حُنَيْنًا وَسَلْ بَدْرًا وَسَلْ أُحُدًا فُصُولَ حَتْفٍ لَّهُمْ أَدْهٰى مِنَ الوَخَمِ
Wa sal Hunaynan wa sal Badran wa sal Uhu Fuşuula ĥatfin lahum ad – haa minal wakhami
Dan tanyakanlah kepada mereka tentang perang Hunain, Badar dan Uhud? Semua itu adalah tempat malapetaka yang terasa lebih ganas dari penyakit menular
اَلْمُصْدِرِى الْبِيْضِ حُمْرًا بَعْدَ مَا وَرَدَتْ مِنَ العِدٰى كُلَّ مُسْوَدٍّ مِّنَ اللِّمَمِ
Almusdiril biidi humran ba ‘ da maa waradat Minal ‘ idaa kulla muswaddin minal limami
Pedang mereka nan putih berkilauan kembali menjadi merah padam Setelah banyak memenggal leher lawan hitam sehitam rambut nan kelam
وَالكَاتِبِيَ بِسُمْرِ الْخَطِّ مَا تَرَكَتْ أَقْلَمُهُمْ حَرْفٌ جِسْمٍ غَيْرَ مُنَعَجِمِ
Wal kaatibiina bi sumril khatti maa tarakat Aqlaamuhum ĥarfa jismin ghayra mun’ ajimi
Dengan kayu khat sebagai tombak senjata, mereka tusukkan pada para musuh Tombak pena takkan tinggalkan sisa daging terkoyak dari tubuh
شَاكِى السُّلاَحِ لَهُمْ سِيمَا تُمَيِّزُهُمْ وَالْوَرْدُ يَمْتَازُ بِالسِّيْمَا مِنَ السَّلَمِ
Shaakis silaaĥi lahum siimaa tumayyizuhum Wal wardu yamtaazu bis siimaa ‘ anis salami
Para tentara nan tajam senjatanya miliki tanda pembeda Bak mawar nan mempesona dengan pohon salam ada tanda pembeda
تُهْدِيْ إِلَيْكَ رِيَاحُ النَّصْرِ نَشْرَهُمُ فَتَحْسَبُ الزّهْرَ فِيْ الْأَكْمَامِ كُلَّ كَمِيْ
Tuhdii ilayka riyaaĥun nasri nashrahumu Fa taĥsabuz zahra fil akmaami kulla kamii
Angin kemenangan kirimkan padamu semerbak keharuman tentara Hingga bunga di kelopak tersangka olehmu tentara nan gagah perkasa
كَأَنّهُمْ فِيْ ظُهُورِ الْخَيْلِ نَبْتُ رُبًا مِنْ شِدَّةِ الْحَزْمِ لَا مِنْ شِدَّةِ الْحُزُمِ
Ka annahum fī dhuhuuril khayli nabtu ruban Min shiddatil ĥazmi laa min shiddatil ĥuzum
Seakan-akan mereka dipunggung kuda laksana pepohonan di bukit tinggi Karena kuatnya kemantapan belaka bukan karena kuatnya tali
طَارَتْ قُلُوبُ الْعِدٰى مِنْ بَأْسِهِمْ فَـرَقًا فَمَا تُفَرِّقُ بَيْنَ الْبَهْمِ وَالبُهَمِ
Taarat quluubul ‘ idaa min ba – sihim faraqan Fa maa tufarriqu baynal bahmi wal buhami
Hati para musuh goncang duka karena takut serangan dahsyat para ksatria Maka tak dapat bedakan antara kumpulan anak domba dan sekelompok pemberani perkasa
وَمَنْ تَكُنْ بِرَسُولِ اللهِ نَصْرَتُهُ إِنْ تَلْقَهُ الْأُسْدُ فِيْ أٰجَامِهَا تَجِمِ
Wa man takun bi RasuuliLlaahi nusratuhu In talqahul usdu fī aajaamihaa tajimi
Barangsiapa meraih kemenangan sebab rasulullah bila singa di rimba menjumpainya, maka ia akan diam tunduk padanya
وَلَنْ تَرٰى مِنْ وَّلِيٍّ غَيْرِ مُنْتَصِرٍ بِهِ وَلَا مِنْ عَدُوٍّ غَيْرَ مُنْقَصِمِ
Wa lan taraa min waliyyin ghayri muntaşirin bihi wa laa min ‘ aduwwin ghayri munqasimi
Tak kau lihat kekasih beriman kecuali beroleh kemenangan Dan tak kau lihat musuh nabi utusan kecuali mendapat kekalahan
أَحَلَّ أُمّتَهُ فِيْ حِرْزِ مِلَّتِهِ كَاللَّيْثِ حَلَّ مَعَ الْأَشْبَالِ فِيْ أَجَمِ
Aĥalla ummatahu fī ĥirzi millatihi Kal laythi ĥalla ma’ al ashbāli fī ajami
Nabi tempatkan umatnya dalam benteng agamanya Bagai singa tempatkan anak-anaknya dalam hutan belantara
كَمْ جَدّلَتْ كَلِمَاتُ اللهِ مِنْ جَدَلٍ فِيْهِ وَكَمْ خَصَّمَ الْبُرْهَانُ مِنْ خَصِمِ
Kam jaddalat KalimaatuLlaahi min jadilin Fīhi wa kam khaşamal burhaanu min khaşim
Seringkali kitab suci al-Qur’an jatuhkan musuh dalam perdebatan dan telah banyak dalil-dalil pasti kalahkan musuh-musuh sejati
كَفَاكَ بِالْعِلْمِ فِي اْلأُمِّيِّ مُعْجِزَةً فِي الْجَا هِلِيَّةِ والتَّأْدِيْبِ فِي الْيُتُمِ
Kafaaka bil ‘ ilmi fil Ummiyyi mu ‘ jizatan Fil jaahiliyyati wat ta- diibi fil Yutumi
Fasal 9 : Tawassul Kepada Nabi Muhammad Saw
خَدَمْتُهُ بِمَدِيحٍ أَسْتَقِيلُ بِهِ ذُنُوبَ عُمْرٍ مَّضٰى فِي الشِّعْرِ وَالنَّدِمِ
Khadamtuhu bi madīĥin astaqīlu bihi Dhunūba ‘ umrin mađā fish shi ‘ ri wal khida
Aku abadikan diriku pada sang nabi dengan pujian dengan mengharap ampunan atas dosa-dosa hidup yang terlewatkan dalam bersyair dan pelayanan terhadap raja
إِذْ قَلّدَانِيَ مَا تَخْشٰى عَوَاقِبُهُ كَأَنَّنِيْ بِهِمَا هَدْىٌ مِنَ النَّعَمِ
Idh qalladāniya mā tukhshā ‘ awāqibuhu Ka annanī bihimā hadyun minan na ‘ ami
Keduanya mengalungi diriku sesuatu yang akibatnya menakutkan dengan dua perkara itu, seakan-akan diriku hewan sembelihan berupa unta
أَطَعْتُ غَيَّ الصِّبَا فِيْ الحَالَتَيْنِ وَمَا حَصَّلْتُ إِلاَّ عَلَى الْأَثَامِ وَالنَّدَمِ
Aţa’ tu ghayyaş şibā fil ĥālatayni wa mā Ĥaşaltu illā ‘ alal āthāmi wan nadami
Kuturuti bujuk rayu masa muda dalam bersyair dan berkhidmah Tak ada yang kudapatkan kecuali dosa dan penyesalan
فَيَا خَسَارَةَ نَفْسٍ فِيْ تِجَــــارَتِهَا لَمْ تَشْتَرِ الدِّيْنَ بِالدُّنْيَــا وَلَمْ تَسُمِ
Fa yā khasārata nafsin fī tijāratihā Lam tashtarid Dīna bid dunyā wal lam tasu
Alangkah ruginya jiwaku yang dalam perdagangannya tidak pernah membeli agama dengan dunia pun tak pernah menawarnya
وَمَنْ يَبِعْ أٰجِلً مِنْهُ بِعَاجِلِهِ بَيْنَ لَهُ الْغَبْنُ فِيْ بَيْعٍ وَفِيْ سَلَمِ
Wa man yabi ‘ ājilan minhu bi ‘ ājilihi Yabin lahul ghabnu fī bay’ in wa fī salami
Barangsiapa menjual akhirat dengan dunia Maka nyata baginya kerugian dalam jual beli dan akad salam
إِنْ أٰتِ ذَنْبًا فَمَا عَهْدِيْ بِمُنْتَقِضٍ مِنَ النَّبِيِّ وَلاَ حَبْلِيْ بِمُنْصَرِمِ
In āti dhanban fa mā ‘ ahdī bi muntaqiđin Minan Nabiyyi wa lā ĥablī bi munşarimi
Jika dosa kulakukan janjiku pada nabi tidaklah terputuskan Dan juga tali hubungan takkan terputuskan
فَإِنَّ لِيْ ذِمَّةً مِنْهُ بِتَسْمِيَتِى مُحَمَّدًا وَهْوَ أَوْفَى الْخَلْقِ بِالذِّمَمِ
Fa inna lī dhimmatan minhu bi tasmiyatī Muĥammadan wa hwa awfāl khalqi bidh dh
Sesungguhnya aku punya jaminan yakni namaku ‘muhammad’ Dan beliau adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dalam hal janji
إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْ مَعَادِيْ أٰخِذًا بِيَدِيْ فَضْلً وَإِلاَّ فَقُلْ يَا زَلَّةَ الْقَدَمِ
In lam yakun fī ma ‘ ādī ākhidhan bi yadī Fađlan wa illā fa qul yā zallatal qadami
Jika di akhirat nabi tak ulurkan tangan menolongku sebagai anugerah, maka sampaikanlah kata “wahai orang yang tergelincir kakinya”
حَاشَاهُ أَنْ يَّحْرِمَ الرَّاجِيْ مَكَارِمَهُ أَوْ يَرْجِعَ الْجَارُ مِنْهُ غَيْرَ مُحْتَرَمِ
Ĥāshāhu an yaĥrimar rājī makārimahu Aw yarji’ al jāru minhu ghayra muĥtarami
Terlalu jauh (tidak mungkin) apabila nabi menolak tuk memberi syafa’atnya kepada para pengharap syafaat Pun tidak mungkin pula seorang tetangga Rasul kan kembali tanpa mendapatkan penghormatan darinya
وَمُنْذُ أَلْزَمْتُ أَفْكَارِيْ مَدَائِحَهُ وَجَدْتُهُ لِخَلَصِي خَيْرَ مُلْتَزِمِ
Wa mundhu alzamtu afkārī madā – iĥahu Wajadtuhu li khalāşī khayra multazimi
Sejak kucurahkan segala pikiran untuk memberikan aneka pujian Maka untuk keselamatanku, nabi kudapatkan sebaik baik pemberi jaminan
وَلَنْ يَفُوتَ الْغِنٰى مِنْهُ يَدًا تَرِبَتْ إَنّ الْحَيَا يُنْبِتُ الْأَزْهَارَ فِيْ اْلأَكَمِ
Wa lan yafūtal ghinā minhu yadan taribat Innal ĥayā yunbitul azhāra fil akami
Pemberian nabi takkan luputkan setiap tangan yang membutuhkan Susungguhnya hujan akan menghidupi bunga-bunga di bukit tinggi
وَلَمْ أُرِدْ زُهْرَةَ الدُّنْيَا الَّتِي اقْتَطَفَتْ يَدَا زُهَيْرٍ بِمَا أَثْنٰى عَلَى حَرَمِ
Wa lam urid zahratad dunyal lati qtaţafat Yadā zuhayrin bimā athnā ‘ alā harimi
Aku tidaklah mengharapkan dunia yang penuh kenikmatan Seperti yang zuhair petik dengan tangannya atas raja haram yang ia puja
Fasal 10: Munajat dan Penyampaian Hajat kepada Nabi Muhammad Saw
يآ أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَالِىْ مَنْ أَلُوْذُ بِهِ سِوَاكَ عِنْدَ حـُلُوْلِ الْحَادِثِ اْلعَمَمِ
Yā Akramal khalqi mā lī man alūdhu bihi Siwāka ‘ inda ĥulūlil ĥādithil ‘ amimi
Wahai makhluk paling mulia, tiada orang tempat perlindungan hamba selain engkau baginda kala huru-hara kiamat melanda semua manusia
وَلَنْ يَضِيقَ رَسُولَ اللهِ جَاهُكَ بِيْ إِذَا الْكَرِيِمُ تَجَلّٰى بِاسْمِ مُنْتَقِمِ
Wa lan yađīqa RasūlaLlāhi Jāhuka bī Idhal – Karīmu tajjalā bismi Muntaqimi Wahai Rasululloh, keagunganmu tiada sempit karena diriku Tatkala Dzat yang Maha Mulia bersifat dengan nama Dzat Penyiksa (melaksanakan siksaan-Nya)
فَإِنَّ مِنْ جُودِكَ الدُّنْيَا وَضُرّتَهَا وَمِنْ عُلُومِكَ عِلْمَ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ
Fa inna min Jūdikad dunyā wa đarratahā Wa min ‘ Ulūmika ‘ ilmal Lawĥi wal Qalami
Di antara kemurahanmu adalah dunia dan akhirat Dan di antara ilmumu adalah ilmu lauh mahfudh dan qalam
يَا نَفْسُ لَا تَقْنَطِيْ مِنْ زَلَّةٍ عَظُمَتْ إِنَّ الْكَبَآئِرَ فِيْ الغُفْرَانِ كَاللَّمَمِ
Yā nafsu lā taqnaţī min zallatin ‘ adhumat Innal kabā- ira fil ghufrāni kal lamami
Wahai jiwaku! Janganlah putus asa karena dosa besar yang telah dilakukan Sesungguhnya dosa-dosa besar dalam luasnya ampunan Allah adalah kecil
لَعَلَّ رَحْمَةَ رَبِّي حِيْنَ يَقْسِمُـــــهَا تَأْتِي عَلىٰ حَسَبِ العِصْيَانِ فِي الْقِسَمِ
La ‘ alla Raĥmata Rabbī ĥīna yaqsimuhā Ta- tī ‘ alā ĥasabil ‘ işyāni fil qisami
Semoga rahmat Tuhanku, ketika dibagi-bagikan pada hambanya sesuai dengan kadar kedurhakaannya
يَا رَبِّ وَاجْعَلْ رَجَآئِيْ غَيْـرَ مُنْعَكِسٍ لَدَيْكَ وَاجْعَلْ حِسَابِيْ غَيْرَ مُنْخَرِمِ
Yā Rabbi waj’ al rajā – ī ghayra mun’ akisin Ladayka waj’ al ĥisābī ghayra munkharimi
Ya allah jadikanlah harapanku tak berbeda dengan apa yang ada disisi-mu Dan jadikanlah keyakinanku tiada putus-putus kepada-Mu
وَالْطُفْ بِعَبْدِكَ فِي الدَّارَيْنِ إَنَّ لَهُ صَبْرًا مَتٰى تَدْعُهُ الَهْوَالُ يَنْهَزِمِ
Walţuf bi ‘ abdika fid dārayni inna lahu Şabran matā tad ‘ uhul ahwālu yanhazimi
Ya Allah, kasihanilah hamba-mu ini di dunia maupun akhirat nanti Sesungguhnya ia punya kesabaran yang sangat lemah. Kapan saja bencana menimpanya, ia pasti lari tak tahan
وَأْذَنْ لِسُحْبِ صَلاَةٍ مِنْكَ دَائِمَةً عَلَى النَّبِيِّ بِمُنْهَلٍّ وَمُنْسَجِمِ
Wa- dhan li suĥbi şalātin minka dā – imatin ‘Alan Nabiyyi bi munhallin wa munsajimi
Ya Allah, semoga Engkau curahkan awan shalawat-mu abadi tak terbatas Kepada junjungan nabi Agung Muhammad Saw, layaknya hujan mengalir deras
مَا رَنَّحَتْ عَذَبَاتِ الْبَانِ رِيحُ صَبًا وَأَطْرَبَ الْعِيْسَ حَادِي الْعِيْسِ بِالنَّغَمِ
Mā rannaĥat ‘ adhabātil bāni rīĥu şaban Wa aţrabal ‘ īsa ĥādil ‘ īsi bin naghami
Selagi angin timur masih menggerakkan dahan-dahan pohon Ban Dan selagi pengembala unta, senangkan unta dengan merdu suara
ثُمَّ الرِّضَا عَنْ أَبِي بَكْرٍ وَعَنْ عُمَرٍ وَعَنْ عَلِيٍّ وَعَنْ عُثْمَانَ ذِي الْكَرَمِ
Thummar Ridhā ‘ an Abī Bakrin wa ‘ an ‘ Uma Wa ‘ an ‘ Aliyyin wa ‘ an ‘ Uthmāna Dhil Kara
Kemudian ridho-Mu semoga tercurahkan kepada para sahabat rasulmu; Abu Bakar ra, Umar ra, Ali ra, dan Utsman ra.
وَاْلآلِ وَالصَّحْبِ ثُمَّ التَّابِعِيْنَ فَهُمْ أَهْلُ التُّقٰى وَالنَّقٰى وَالْحِلْمِ وَاْلكَرَمِ
Wal Āli waş Şaĥbi thummat Tābi ‘ īna fa hum Ahlut Tuqā wan Naqā wal Ĥilmi wal Karami
Begitu pula keluarga, para sahabat-sahabat Rasul yang lain, para tabi’in. Mereka adalah orang yang ahli takwa, bersih, belas kasihan dan mulia
يِا رَبِّ بِالمُصْطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ الكَرَمِ
Yā Rabbi bil Muşţafā balligh maqāşidanā Waghfir lanā mā mađā Yā Wāsi ‘ al- Karami
Wahai Tuhanku! Melalui perantara kekasihmu (Muhammad saw) sampaikanlah kami pada tujuan kami. Dan ampunilah dosa-dosa kami yang lalu, wahai Sang Maha Pemurah.
وَاغْفِرْ إِلٰهِي لِكُلِّ الْمُسْلِمِينَ بِمَا يَتْلُونَ فيِ المَسْجِدِ الأَقْصٰى وَفِي الْحَرَمِ
Waghfir Ilāhī li kullil Muslimīna bimā Yatluhu fil Masjidil Aqşā wa fil Ĥarami
Ampunilah segenap kaum muslimin ya Tuhanku atas dosa-dosa mereka sebab apa yang mereka baca di masjid al-Aqsha dan di masjid al Haram
بِجَاهِ مَنْ بَيْتَهُ فيِ طَيْبَةٍ حَرَمٌ وَاسْمُهُ قَسَمٌ مِنْ أَعْظَمِ الْقَسَمِ
Bi Jāhi man baytuhu fī Ţaybatin Ĥaramun Wasmuhu qasamun min a ‘ dhamil qasami
melalui keagungan seorang nabi yang rumahnya di tanah haram. Dan namanya menjadi sumpah paling agung
وَهَذِهِ بُرْدَةُ المُخْتَارِ قَدْ خُتِمَتْ وَالحَمْدُ للهِ فيِ بِدْءٍ وَفيِ خَتَمِ
Wa hādhihi Burdatul Mukhtāri qad khutima Walĥamdu liLlāhi fī bad- in wa fī khatami
Inilah syair-syair burdah yang telah sampai pada penghabisan. Segala puji bagi Allah SWT, dari permulaan sampai penghabisan
أَبْيَاتُهَا قَدْ أَتَتْ سِتِّينَ مَعْ مِائَةٍ فَرِّجْ بِهَا كَرْبَنَا يَا وَاسِعَ الْكَرَمِ
Abyātuhā qad atat sittīna ma’ mi – atin Farrij bihā karbanā Yā Wāsi’ al- Karami
يَا رَبِّ بالْمُصْطَفٰى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا وَاغْفِرْ لَنَا ذَنْبَنَا يَا وَاسِعَ الْكَرَمِ
Ya Tuhanku, dengan berkah Nabi pilihan, sampaikanlah semua keinginan kami dan ampunilah dosa-dosa kami, ya Tuhan Yang Maha Luas Kemurahan-Nya.
Koleksi Artikel Kanti Suci Project