Perihal Mujaddid
(21 - Bahasan : 03)
Mujaddid (Bahasa Arab: مجدد), dalam etimologi Islam, berasal dari bahasa Arab yang artinya adalah orang yang membawa pembaruan atau seorang pembaru. Dalam budaya muslim, Mujaddid adalah orang yang memperbaiki kerusakan yang ada pada urusan ata... Lihat Selengkapnya :
YAA AYAA SAYYIDIIYYUHAL GHOUTS !
Piagam Ngadiluwih Kediri - Perihal Mujaddid
Perihal : M U J A D D I D
Ø Keputusan :
Pada tiap menghadapi abad hijriyah, Allah SWT mengutus seseorang dengan tugas memperbaiki urursan-urusan agama (Islam), yang disebut dalam hadits Nabi di bawah ini.
وفى الخبر – أن الله يَبْعَثُ لهذه الأمة على رأس كل مائة سنة من يجدد لها أمر دينه – (رواه أبو داود والحاكم وصححه البيهقى عن أبى هريرة)
Dan Mujaddid dalam melaksanakan tugasnya tidak ditentukan oleh dalil-dalil nash maupun dalil furu’.
Dalam satu qurun waktu Allah SWT kadang-kadang menurunkan atau mengutus seorang saja Mujaddid, tetapi kadang-kadang lebih dari seorang.
Dalam hal lebih dari seorang, biasanya tiap mujaddid bidang fiqih, yang lain bidang tauhid dan tahqiq. Mujaddid yang mengemban bidang tauhid-tahqiq ini lazim disebut “Ghoutsu Zaman”, yaitu ratunya para wali di qurun zaman itu.Dan ada juga seorang Mujaddid yang sekaligus mengemban berbagai bidang (fiqih, tauhid-tahqiq dirangkap sekaligus) seperti Imam Al Ghozali rodliyallahu ‘anh yang hidup pada abad ke 5 hijriyah, yang sekaligus beliau juga sebagai Ghoutsu zaman di zamannya. Demikian pula : Syaikh Abdulloh Muhammad bin Ali Baalawi Al Haddad (Shohibu Ritibul Hadda) adalah Mujaddid yang merangkap sekaligus bidang fiqih dan bidang tauhid-tahqiq (thoriqoh al ‘alawiyah), dan juga sebagai Ghtouts zaman di zamannya.
Masih banyak contoh-contoh lain : di abad ke 6 hijriyah kita kenal Fakhrurrozi, Rofii, bidang fiqih dan Syaikh Muhyiddin Ibnu Arobi, bidang tauhid-tahqiq. Pada abad ke 11 kita kenal Syaikh Ahmad Ibnu Hajar dan Imam Muhammad Romli, bidang fiqih serta Syaikh Ahmad al Umari an Naqshobandi bidang tauhid wa tahqiq atau bidang thoriqoh. Maka demikian itulah yang diterangkan dalam kitab-kitab Ghoyatut Talkhish, Yawaqit dan Al Bahjatus Saniyah.
فى بغية المسترشدين – المراد بمن يجدد أمر الدين : من يقرر الشرائع والأحكام لا المجاهد المطلق (بغية : 6-7).
وقد يكون المجدد اكثر من واحد لأن لفظ من هنا للجمع لا للمفرد فتقول مثلا على رأس ثلاث مائة ابن سريج فى الفقه والأشهرى فى الأصول والنسائى فى الحديث (سراج الطالبين ثانى : 5-6)
Tentang Mujaddid atau Ghouts zaman pada qurun waktu abad sekarang ini, yaitu qurun menjelang abad ke 14, baik buku-buku ajaran Sholawat Wahidiyah maupun Muallif atau Pencipta Sholawat Wahidiyah sendiri tidak pernah menunjukkan siapa orangnya yang menjadi Mujaddid tauhid - tahqiq. Namun menurut keyakinan sebagian pengamal Sholawat Wahidiyah, Mujaddid atau Ghouts Hadzaz Zaman Fii Zamanihi (yang mengemban tugas bidang tauhid-tahqiq) adalah Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef - Muallif atau Pencipta Sholawat Wahidiyah itu sendiri. Meskipun keyakinan ini hanya timbul dari husnudhon saja, dan atau melalui ru'yah sholihah/pengalaman sepiritual/pengalaman rohani, tetapi adalah husnudhon dan rukyah sholihah yang dilandasi dengan dasar-dasar yang positif dan nyata.
Dasar-dasarnya :
a. Bahwa nama-nama para Mujaddid dari abad ke 1 sampai ke 12 hijriyah yang tercantum dalam Ghoyatut Talkhis itu hanya berdasarkan husnudhon saja dan bukan dari tahaqquq yang dibuktikan.
Misalnya : Imam Jalaluddin menyebut nama Mujaddid di abad ke 3 adalah “Fulan atau fulan”. Mujaddid di abad ke 4 adalah fulan au fulan dan seterusnya.
Kata au (او) itu menunjukkan bukti bahwa ketetapannya itu berdasarkan husnudhon saja.
b. Bahwa Sholawat Wahidiyah dilahirkan dengan dilengkapi ajaran-ajaran yang praktis untuk mengetrapkan ajaran Islam yang mencakup bidang Syari’at dan haqiqot dengan menggunakan istilah :
LILLAH – BILLAH (لله – بالله)
LIRROSUL – BIRROSUL (للرسول – بالرسول)
LILGHOUTS – BILGHIUTS (للغوث – بالغوث).
dan YUKTII KULLA DZII HAQQIN HAQQOH
TAQDIIMUL AHAM FAL AHAM
TSUMMAN ANFA' FAL ANFA'
Adapun teknik pengetrapan ajaran yang demikian itu belum pernah ada dan belum pernah diajarkan oleh para ulama kepada khalayak umum, sebelum lahirnya Sholawat Wahidiiyah.
Sebuah contoh mengenai syari’at–haqiqiot sebagai yang tercantum dalam kitab syarah Atqiya’ :
الشريعة وجود الأعمال لله والحقيقة شهود الأعمال بالله.
Tentang LILLAH :
Oleh Muallif Sholawat Wahidiyah diterangkan, bahwa yang dimaksud dengan Lillah disini adalah dalam melakukan perbuatan apa saja lahir maupun bathin baik yang berhubungan langsung kepada Allah wa Rosulihi SAW maupun dalam hubungan kemasyarakatan bahkan dalam hubungan dengan segala makhluk baik yang kedudukan hukumnya wajib, sunnah ataupun mubah, sepanjang bukan perbuatan yang dilarang oleh Allah dan bukan pula perbuatan yang merugikan, maka melakukannya harus disadari atas niat beribadah mengabdikan diri kepada Allah dengan ikhlas tanpa pamrih, dan lebih-lebih pamrih materi. Pamrih dun-yawiyah maupun pamprih ukhrowiyah. Seperti firman Allah :
وما أمروا إلاّ ليعبدوا الله مخلصين له الدين (البينة : 25)
Sebab, apabila tidak Lillah maka berarti li-Ghoirillah (karena atau untuk selain Allah) atau lin-nafsi (karena mengikuti kemauan nafsu) dan pamrih apa saja sekalipun pamrih berupa pahala atau akhirat akan menghilangkan keikhlasan yang bisa berakibat ditolaknya amal.
قال صلى الله عليه وسلم : إن الله لايقبل من العمل إلا ما كان خالصا وابتغى به وجهه (رواه النسائى عن أبى أمامة بإسناد صحيح وحسن)
Bukan itu saja, orang yang mengikuti kemauan nafsu sekalipun wajudnya seperti melakukan ibadah sama halnya dengan “menyembah berhala”
فلا فرق بين ان يعبد الإنسان نفسه وبين ان يعبد صنعا فهما عبد عبد غير الله (إحياء ثالث : 53)
وقال صلّى الله عليه وسلم : أبغض إله عبد عند الله فى الأرض هو الهوى (رواه الطبرانى عن أبى أمامة)
إن موافقة هوى النفس طاعة للشيطان (جامع الأصول ص : 158-159)
TENTANG BILLAH :
Dalam segala kehidupan kita, gerak-gerik kita, diam kita, perbuatan kita lahir maupun bathin, dimanapun kita berada, kapanpun kita melakukannya, harus senantiasa merasa dalam hati, bahwa yang menciptakan, yang menitahkan adalah Allah Maha Pencipta, jangan sekali-kali mengaku atau merasa memiliki kemampuan sendiri, selain dari Allah. Harus selalu Billah, harus merasa bi-haulillah wa bi-quwatillah.
Semboyan لاحول ولاقوة إلا بالله tidak cukup dibaca dan cuma dimengerti artinya saja, tetapi harus diamalkan menjadi jiwa dan rasa di dalam hati. Menjiwai setiap perbuatan dengan Billah berarti sekaligus mengamalkan aqoi’id di dalam bathin.
Orang yang tidak Billah otomatis bi-ghoirillah atau bin-nafsi, dan termasuk syirik khofi (syirik dalam bathin, syirik i’tiqod) sebab berarti menyamakan dirinya dengan Allah yang bersifat qiyamuhu binafisihi (قيامه بنفسه)
Sedangkan yang memiliki sifat-sifat
وجود بالنفس – قديم بالنفس – بقاء بالنفس
Dan seterusnya (sifat 20)
Itu hanyalah Allah belaka.
Adapun segenap makhluk dan kita manusia khususnya hanya memiliki sifat-sifat :
وجوده بالله, اى بوجود الله, بإيجاد الله, بصره بالله, اى ببصر الله, عالمه بالله, اى بعلم الله
Apabila tidak Billah, maka iman kita tidak bertauhid, berarti kita menyamakan diri dengan Allah, berarti masih kecampuran syirik seperti tingkat iman kaum kafir jahiliyah yang difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an :
106. dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam Keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).
Menurut hukum Islam iman yang sah adalah iman tauhid.Bukan iman sekedar “iman” saja, seperti imannya orang jahiliyah dan umat manusia pada umumnya yang percaya bahwa dunia ini ada yang menciptakan yaitu Allah Yang Maha Kuasa.
Di dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan :
ولئن سألتهم من خلق السموات والأرض وسخر الشمس والقمر ليقولنّ الله (العنكبوت)
(Demi Allah, apabila kaun kafir jahiliyah itu engkau tanya (Muhammad); siapa yang menciptakan bumi dan langit dan yang menjalankan matahari dan bulan, mereka menjawab : Allah !!).
Ayat ini menunjukkan bahwa kafir jahiliyah diakui oleh Allah sebagai orang-orang yang beriman (dalam artian percaya akan adanya Allah) juga, tetapi iman mereka tidak diterima Allah karena tidak iman tauhid, tidak Billah)
Berdasarkan hal itulah, para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah dengan tegas menyatakan bahwa ma’rifat billah merupakan kewajiban pertama yang fardlu ‘ain harus diketahui oleh setiap muslim.
وإيحاب المعرفة بالله معلوم فى دين الله, دين الإسلام, واما القول بوجود الإيمان قبل المعرفة فباطل لأن التزام التصديق بما لاتعلم صحته يؤدى إلى التسوية,(دسوقى : 60)
ان المعرفة بالله وطاعته واجبة بايجاب الله تعالى وشرعة لا بالعقل خلاف للمعتزلة (احياء جز اول ص 89)
والجهل بالله حرام والمعرفة بالله واجبة (جامع الأصول : 159)
c. Jadi semua amal yang tidak disertai LILLAH – BILLAH seperti yang diajarkan melalui Sholawat Wahidiyah, meskipun sudah memenuhi syarat rukun lahir tetap tidak diterima oleh Allah seperti diterangkan di bawah ini :
كل عمل لا اخلص فيه ليس بالله ولا لله مردود على صاحبه ومضروب به وجهه. وبهذا يتبين لك غرور اكثر الخلق فى علومهم وأعمالهم إلا من رحمه الله (كذا فى شرح الحكام لابن عباد – جز ثانى ص : 30)
Penjelasan LIRROSUL BIRROSUL, LILGHOUTS BILGHOUTS, YUKTI...DST....SEPERTI dijelaskan dalam buku-buku Wahidiyah......
KESIMPULAN :
Wajarlah bila mana kita berhusnudhon bahwa Shohibul Wahidiyah sebagai Ghoutsu Hadzaz Zaman (Ghouts di qurun zaman sekarang abad 14 ini) karena ajaran yang dibawa selain bidang syari’at, beliau lebih-lebih mengutamakan bidang ma’rifat. Sama halnya dengan tanda-tanda yang dipakai oleh para ulama sebagai dasar menyakinkan identitas seorang Ghouts yang terdapat pada kitab-kitab Tasawwuf.
إن حقيقة الصوفى فى فقيه عمل بعمله وغير فأورثه الله بعلمه الاطلاع على دقائق الشريعة واسرارها حتى صار احدهم مجتهدا فى الطريق والاسرار – كما هو شأن الائمة المجتهدون فى الفروع الشرعية (يواقيت ثانى ص : 92)
Salah satu cirri atau tanda dari seorang Ghouts yang senantiasa memperjuangkan kebenaran, tercermin dengan jelas dalam ajaran Wahidiyah mengajak umat masyarakat kembali kepada Allah wa Rosulihi SAW secara konsekwen lahir bathin dengan rangkaian do’a dalam Sholawat Wahidiyah :
ففروا إلى الله
Larilah kembali kepada Allah.
Yang dimaksud dengan do’a “Fafirru ilallah” ففرّوا إلى الله yang diangkat dari firman Allah dalam Al-Qur’an itu adalah “kita sebagai pribadi, kita sebagai keluarga, sebagai bangsa-bangsa Indonesia, bahkan sebagai masyarakat umat manusia jami’al ‘alamin tanpa pandang bulu diajak atau dihimbau untuk sadar dan kembali kepada Allah wa Rosulihi SAW dengan melepaskan diri dari belenggu imperialism nafsu yang senantiasa menjeruskan kita dan sangat dikecam oleh Allah wa Rosulihi SAW.
Demikian pula bahwa Ghouts senantiasa memikirkan keadaan umat dan masyarakat termasuk di dalamnya pribadi kita bangsa Indonesia dan jami’al ‘alamin bahkan segenap makhluk Allah terbukti dengan ajaran Beliau dalam Sholawat Wahidiyah pula :
اللهم بارك فيما خلقت وهذه البلدة
Beliau selalu bijaksana dalam memberikan tuntunan dan adil dalam memberikan keputusan. Dalam memberi amanat atau fatwanya Beliau tidak pernah memihak, tidak pernah menyinggung atau mencemoh pihak lain. Beliau senantiasa menyerukan persatuan dan kesatuan, tolong menolong dan saling membantu disegala bidang. Mendahulukan mana yang lebih penting dan lebih banyak manfaatnya bagi masyarakat :
تقديم الأهم فالأهم ثم الأنفع فالأنفع
Diajarkan pula agar kita mengutamakan melaksanakan kewajiban dari pada menuntut hak:
يؤتى كل ذى حق حقه
Di dalam berbakti kepada Allah mengikuti jejak dan bimbingan Rosulullah SAW, seorang Ghouts mengerahkan segala kemampuan dan kekuatannya terutama kekuatan dan kemampuan bathiniyahnya, bermunajat ke Hadirat Allah, memohon dan maghfiroh dan pengampunan bagi jami’al ‘alamin pada umumnya. Dengan ketulusan hati yang jujur dan ikhlas Beliau menyatakan di hadapan Allah wa Rosulihi SAW dengan :
“Yaa Allah, demi kebesaran nama-Mu dan kemuliaan Nabi-Mu Shollallohu ‘alaihi wa sallam, jika Engkau kehendaki, izinkan aku mengorbankan segala apa yang Engkau berikan kepada ku lahir maupun bathin, sebagai pengorbanan untuk menebus kesejahteraan ummat manusia hamba-Mu yang Engkau ridloi di dunia maupun di akhirat”.
Demikian lebih kurang jika baca bunyi hati murani para Ghouts zaman. Hal ini dapat kita simpulkan dari ahwal para beliau itu seperti yang diuraikan dalam kitab-kitab manaqib atau biografi mereka. Disebutkan pula diantaranya fungsi Ghouts zaman dalam hubungan perjuangan rohaniyah bagi segenap makhluk, sebagai berikut :
لولا واحد الزمان يتوجه إلى الله فى أمر الخلائق لفجأهم أمر الله فأهلكهم (تقريب الأصول : 53)
(Jika tidak ada seorang “wahiduzzaman” bertawajuh memohon kehadirat Allah bagi perkara atau urusan segenap makhluk, pastilah dating balak dari Allah yang mengejutkan makhluk dan membikin rusak mereka).
Demikian pentingnya fungsi Ghoutsu Zaman atau disebut juga Wahiduzzaman atau Shulthonul Auliya’ atau Quthbul Aqthob itu.
وأما الغوث فهو عبارة عن قطب عظيم ورجل عزيز وسيد كريم يحتاج إليه الناس عند الإضطرار فى تبيين ما خفى من الأمور المهمة والإسرار ويطلب منه الدعاء وهو مستجاب الدعاء إلخ (جامع الأصول ص : 3)
إذا مات القطب الغوث انفرد الله بتلك الخلوة لقطب آخر (يواقت ثانى : 80)'
Komentar :
Ahmad Zaini Miftah : Ya SaYYiDi Ya AYYuHaL KHOS...
Erna Kusuma Dewi : Izin share y Abah,
Ahmad Dimyathi S Ag BOLEH....MKSIH JAZAA KUMULLOH..AAMIIN..
Koleksi Artikel Kanti Suci Project