Civil Society
(Masyarakat Madani)
Masyarakat madani, yang berasal dari bahasa Inggrisnya civil society, sebenarnya berasal dari kata Latin = civitas dei yang berarti kota Ilahi, dan society yang berarti masyarakat.
Kata civil kemudian berkembang menjadi kata civilization yang berarti peradaban (seperti yang dikutip oleh Gellner dan dikutip kembali oleh Mahasin pada tahun 1995).
Civil society merupakan suatu bentuk kehidupan masyarakat yang memiliki dan mendukung karakteristik atau ciri tertentu yang membedakan dengan ciri masyarakat lain. Civil society jelas memiliki perbedaan fundamental dengan ciri masyarakat feodal.
Masyarakat madani adalah suatu konsep yang mengacu pada sebuah masyarakat yang memiliki kemandirian dalam menjalankan kegiatan sosial, ekonomi, dan politiknya.
Masyarakat madani merupakan masyarakat yang mempunyai norma-norma yang baik dalam membangun, memaknai, dan menjalani kehidupannya. Hal ini termasuk kemampuan masyarakat dalam melakukan kritik terhadap pemerintah, mengatur dirinya sendiri, serta memperjuangkan hak dan kepentingannya.
Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta.
Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu untuk stabilitas masyarakat. Inisiatif individu dan masyarakat akan berpikir, seni, pelaksanaan pemerintah oleh hukum dan tidak nafsu atau keinginan individu.
Pengertian lain dari masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15 :
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan) : “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
Tafsir Saba' · Ayat 15 :
لَقَدْ كَانَ لِسَبَاٍ فِيْ مَسْكَنِهِمْ اٰيَةٌۚ جَنَّتٰنِ عَنْ يَّمِيْنٍ وَّشِمَالٍ ەۗ كُلُوْا مِنْ رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوْا لَهٗۗ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَّرَبٌّ غَفُوْرٌ ١٥
laqad kâna lisaba'in fî maskanihim âyah, jannatâni ‘ay yamîniw wa syimâl, kulû mir rizqi rabbikum wasykurû lah, baldatun thayyibatuw wa rabbun ghafûr
Artinya :
Sungguh, pada kaum Saba’ benar-benar ada suatu tanda (kebesaran dan kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua bidang kebun di sebelah kanan dan kiri. (Kami berpesan kepada mereka,) “Makanlah rezeki (yang dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman), sedangkan (Tuhanmu) Tuhan Yang Maha Pengampun.”
Tafsir Tahlili :
Allah telah memberikan anugerah yang besar kepada hamba-Nya yang taat dan bersyukur dengan mengerjakan amal saleh, antara lain Nabi Daud dan Sulaiman. Hal ini berbeda dengan yang terjadi kepada Kaum Saba’. Mereka mengingkari nikmat Allah sehingga Allah menghukum mereka. Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda kebesaran Allah di tempat kediaman mereka di Yaman Selatan, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri negeri mereka. Kepada mereka dikatakan, “Makanlah olehmu dari rezeki anugerah Tuhan Pemelihara-mu dan bersyukurlah kepada-Nya. Negerimu adalah negeri yang baik, nyaman, sentosa, dan murah rezeki, sedang Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Pengampun kepada siapa pun yang mau bertobat.”
Pengertian Masyarakat Madani Menurut Para Ahli
Berikut ini terdapat beberapa pengertian masyarakat madani menurut para ahli, terdiri atas :
Mun’im (1994) mendefinisikan istilah civil society sebagai seperangkat gagasan etis yang mengejawantah dalam berbagai tatanan sosial, dan yang paling penting dari gagasan ini adalah usahanya untuk menyelaraskan berbagai konflik kepentingan antarindividu, masyarakat, dan negara.
Hefner menyatakan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat modern yang bercirikan demokratisasi dalam beriteraksi di masyarakat yang semakin plural dan heterogen. Dalam keadan seperti ini masyarakat diharapkan mampu mengorganisasi dirinya, dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh persaingan dan perbedaan.
Mahasin (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani sebagai terjemahan bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu civitas dei yang artinya kota Illahi dan society yang berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya membentuk kata civilization yang berarti peradaban. Oleh sebab itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota yakni masyarakat yang telah berperadaban maju.
Istilah madani menurut Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian, istilah madaniy dalam bahasa Arabnya mempunyai banyak arti. Konsep masyarakat madani menurut Madjid (1997) kerapkali dipandang telah berjasa dalam menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan menentang pemerintahan yang sewenang-wenang di Amerika Latin, Eropa Selatan, dan Eropa Timur.
Hall (1998) mengemukakan bahwa masyarakat madani identik dengan civil society, artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat terjewantahkan dalam kehidupan sosial. Pada masyarakat madani pelaku social akan berpegang teguh pada peradaban dan kemanusiaan.
Sejarah Masyarakat Madani
masyarakat Yunani Kuno, konsep civil society sudah muncul. Cicero, seorang orator Yunani kuno, adalah orang pertama yang menggunakan istilah civil society pada 106-43 SM.
Dia mendefinisikan civil society sebagai komunitas yang memiliki kode hukum sendiri dengan konsep civility (kewargaan) dan urbanity (budaya kota), di mana kota dipahami bukan hanya sebagai konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
Istilah masyarakat madani juga terkait dengan konsep negara-kota Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 622M.
Konsep ini juga mengacu pada tamadhun (masyarakat yang berperadaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun dan Al Madinah al fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang diungkapkan oleh filsuf Al Farabi pada abad pertengahan.
Piagam Madinah adalah dokumen penting yang membuktikan majunya masyarakat yang dibangun pada saat itu dan memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum dan konstitusi sebuah masyarakat.
Konstitusi ini mengatur tentang hak-hak sipil (civil rights), bahkan jauh sebelum Deklarasi Kemerdekaan Amerika, Revolusi Prancis, dan Deklarasi Universal PBB tentang HAM dikumandangkan.
Awal pergerakan kebangsaan di Indonesia melihat masyarakat madani berjuang untuk pertama kalinya, yang diprakarsai oleh Syarikat Islam pada tahun 1912. Setelah itu, Soeltan Syahrir melanjutkan perjuangan ini pada awal kemerdekaan.
Namun, jiwa demokrasi Soeltan Syahrir harus menghadapi kekuatan represif dari rezim Orde Lama dan Orde Baru. Namun, pada era reformasi saat ini, tuntutan perjuangan untuk menuju transformasi menuju masyarakat madani tampaknya sudah tidak dapat dihentikan.
Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarakat madani memiliki tiga karakteristik dasar yang membedakannya dari masyarakat lainnya.
Pluralisme
Masyarakat madani mengakui semangat pluralisme sebagai suatu keniscayaan yang tidak dapat dielakkan. Pluralisme dianggap sebagai sesuatu yang kodrati dalam kehidupan dan bertujuan untuk mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis.
Namun, perbedaan harus dilandasi dengan sikap inklusif dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar, sambil tetap mempertahankan identitas agama yang otentik.
Toleransi
Masyarakat madani memiliki sikap toleransi yang tinggi, baik terhadap sesama agama maupun terhadap agama lain. Toleransi diartikan sebagai sikap suka mendengar dan menghargai pendapat serta pendirian orang lain.
Hal ini juga sejalan dengan tujuan agama yang tidak hanya mempertahankan kelestariannya, tetapi juga mengakui eksistensi agama lain dan memberinya hak hidup berdampingan serta saling menghormati satu sama lain.
Demokrasi
Masyarakat madani mengedepankan prinsip demokrasi sebagai suatu pilihan untuk membangun dan memperjuangkan kehidupan warga dan masyarakat yang semakin sejahtera.
Prinsip demokrasi bukan hanya tentang kebebasan dan persaingan, tetapi juga tentang tanggung jawab bersama dalam membangun masyarakat yang adil dan merata.
Faktor munculnya masyarakat madani
Masyarakat madani muncul karena beberapa faktor, antara lain :
1. Adanya penguasa politik yang dominan dan tidak seimbang dalam membagi hak dan kewajiban warga negara di seluruh aspek kehidupan, sehingga satu kelompok masyarakat bisa memiliki monopoli dan memusuhi kelompok lain.
2. Masyarakat dianggap tidak memiliki kemampuan yang baik dibandingkan dengan penguasa, dan tidak memiliki kebebasan untuk menjalankan aktivitas sehari-harinya.
Untuk mengatasi masalah ini, masyarakat madani harus mengedepankan prinsip demokrasi yang melibatkan semua orang tanpa mempertimbangkan suku, ras, atau agama. Prinsip demokrasi ini bisa diterapkan pada aspek kehidupan seperti politik, sosial, budaya, pendidikan, dan ekonomi.
3. Terdapat upaya pembatasan ruang gerak masyarakat dalam kehidupan politik, sehingga sulit bagi individu untuk mengemukakan pendapat.
Saat ini, masyarakat madani di Indonesia semakin menuntut keberadaan masyarakat yang terbuka, pluralistik, dan desentralistik dengan partisipasi politik yang lebih besar, serta menghargai hak asasi manusia dan kebebasan beragama, berbicara, berserikat, dan berekspresi
Kanti Suci Project .