Kisah Putera Nabi Adam A.S Habil dan Qabil
Kisah Habil dan Qabil adalah cerita tentang dua putra Nabi Adam AS yang kisah perseteruannya dikenal sebagai pembunuhan pertama di muka bumi. Qabil, yang iri hati, membunuh saudaranya Habil karena merasa iri atas penerimaan kurban Habil oleh Allah dan juga karena masalah perjodohan.
Kelahiran dan Perjodohan.
Qabil dan Habil adalah anak kembar Nabi Adam dan Hawa, bersama dengan saudara kembar mereka, Iqlima dan Labuda. Aturan pada masa itu mengharuskan Qabil menikahi Labuda dan Habil menikahi Iqlima.
Kurban.
Qabil dan Habil diperintahkan untuk berkurban kepada Allah. Habil mempersembahkan hewan ternaknya yang terbaik, sedangkan Qabil mempersembahkan hasil pertaniannya yang kurang baik.
Penerimaan Kurban.
Kurban Habil diterima oleh Allah (digambarkan dengan api yang membakarnya), sedangkan kurban Qabil tidak diterima.
Pembunuhan.
Rasa iri hati dan penolakan perjodohan membuat Qabil membunuh Habil.
Pembelajaran.
Kisah ini mengajarkan tentang bahaya iri hati, pentingnya keikhlasan dalam beribadah, dan akibat buruk dari mengumbar hawa nafsu.
Kisah Qabil dan Habil juga menjadi pelajaran tentang bagaimana hawa nafsu dan iri hati dapat mendorong seseorang melakukan tindakan keji. Selain itu, kisah ini juga menunjukkan bahwa Allah hanya menerima amal ibadah dari orang-orang yang bertakwa.
Allah SWT menurunkan wahyuNya pada Rasulullah saw untuk menjadi pedoman bagi umat Islam. Sebagai pedoman, wahyu yang terwujud dalam Al-Qur'an memberi panduan yang sangat lengkap. Bukan hanya berisi tauhid dan hukum formal saja, namun juga memuat panduan akhlak dan cerita-cerita umat terdahulu untuk dijadikan sebagai hikmah dan bahan renungan.
لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya: "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." (QS. Yusuf: 111).
Di antara kisah yang disajikan dalam Al-Qur'an adalah kisah pembunuhan Habil oleh Qabil, yang keduanya merupakan putra Nabi Adam as. Allah berfirman :
وَٱتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ٱبْنَىْ ءَادَمَ بِٱلْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ ٱلْءَاخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلْمُتَّقِينَ (٢٧) لَئِن بَسَطتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ ۖ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ (٢٨) إِنِّي أُرِيدُ أَن تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ (٢٩) فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ (٣٠)
Artinya: "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa (27). Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam (28) Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim (29) Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi." (30). (QS. Al-Maidah: 27-30).
Qabil membunuh Habil karena kurbannya tidak diterima oleh Allah SWT, lalu ia menyimpan dengki pada saudaranya tersebut, yang membuatnya melakukan tindakan keji. Dalam berbagai kitab tafsir, disebutkan kisah yang melatarbelakangi Qabil dan Habil berkurban, sekaligus menjadi titik awal kedengkian Qabil pada Habil.
Alkisah, Ibu Hawwa', istri Nabi Adam as, selalu melahirkan bayi kembar laki-laki dan perempuan sebanyak 40 kali, kecuali Nabi Syits as, ia dilahirkan tanpa saudara kembar. Qabil sang kakak, memiliki saudara kembar perempuan yang cantik bernama Aqlima, sedangkan Habil memiliki saudara kembar bernama Labuda, yang tidak cantik seperti Aqlima.
Syariat yang berlaku saat itu, putra-putra Nabi Adam as boleh menikahi siapapun dari saudara perempuannya, kecuali saudara kembar. Suatu ketika Allah swt memerintahkan Adam as untuk menikahkan Qabil dengan Labuda, dan menikahkan Habil dengan Aqlima. Adam as pun menyampaikan perintah itu pada Qabil dan Habil. Qabil tidak menerima keputusan tersebut, dan menuduh bahwa hal itu adalah keputusan Adam as sendiri, bukan perintah dari Allah swt, "Aku lebih berhak atas Aqlima karena dia saudara kembarku", kata Qabil.
Adam as mencari jalan tengah, ia memerintahkan keduanya untuk berkurban. "Siapa yang kurbannya diterima Allah swt, ia yang berhak menikahi Aqlima". Kemudian Habil yang berprofesi sebagai penggembala kambing, mempersembahkan kambing terbaiknya untuk dijadikan kurban. Sementara Qabil yang merupakan seorang petani, justru memilih hasil panennya yang buruk untuk dijadikan kurban. Mereka berdua naik ke atas gunung dan menaruh kurbannya masing-masing.
Pada masa itu, tanda diterimanya kurban adalah turunnya api berwarna putih untuk membakarnya. Setelah kurban ditaruh, mereka menunggu, dan akhirnya api putih pun turun dan membakar kurban Habil. Sebenarnya dari awal, Qabil tidak peduli kurban siapa yang diterima, yang ia pedulikan hanya satu; Habil tidak boleh menikahi Aqlima. Setelah persembahan kurban tersebut, kedengkian Qabil pada Habil pun kian besar. Selain karena ia tidak bisa menikahi Aqlima, kejadian tersebut membuat orang-orang memandang bahwa Habil lebih baik dari Qabil, karena kurbannya diterima Allah swt. Ia pun akhirnya memutuskan untuk membunuh adiknya tersebut. (Abu Muhammad Al-Husain Al-Baghawiy, Ma'alimut Tanzil [Beirut: Dar Ihya'it Turatsil 'Arabiy, 2000], juz II, halaman 39).
Kisah ini memang tidak bisa dipastikan valid atau tidaknya. Ibn Katsir sendiri meskipun ikut mengutipnya, namun seolah memilih tidak memakainya. Setelah mengutip kisah ini, Ibn Katsir mengutip atsar dari Ibn 'Abbas ra yang menceritakan versi lain dari kisah Qabil dan Habil. Dalam cerita tersebut disebutkan bahwa kurban yang dipersembahkan Qabil dan Habil adalah atas inisiatif mereka sendiri. Kemudian Ibn Katsir menyebutkan:
فَهَذَا الْأَثَرُ يَقْتَضِي أَنَّ تَقْرِيبَ الْقُرْبَانِ كَانَ لَا عَنْ سَبَبٍ وَلَا عَنْ تَدَارُئٍ فِي امْرَأَةٍ، كَمَا تَقَدَّمَ عَنْ جَمَاعَة منْ تَقدم ذِكْرِهمْ، وَهُوَ ظَاهِرُ الْقُرْآنِ
Artinya: "Atsar dari Ibn 'Abbas ini menunjukkan bahwa persembahan kurban Qabil dan Habil tidak didasari oleh sebab apapun termasuk bersaing untuk menikahi seorang perempuan, sebagaimana disampaikan oleh beberapa ulama yang telah aku sebutkan, itulah yang sesuai makna dzahir ayat tersebut". (Isma'il Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir [Riyadh: Dar Thaybah, 1999], juz III, halaman 85).
Namun, dari kedua versi ini, semuanya sepakat bahwa Qabil membunuh Habil karena termakan kedengkian yang membara dalam hatinya. Kemudian ia tidak dapat mengendalikan emosinya sebagaimana disebutkan pada ayat:
فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ
Artinya: "Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu ia membunuhnya" (QS. Al-Maidah: 30)
Nafsu manusia dapat menumbuhkan emosi dalam diri manusia itu sendiri, jika tidak dapat mengontrolnya, maka nafsu yang akan mengambil alih dirinya untuk kemudian melakukan hal-hal bodoh dan keji. Maka, pengendalian nafsu memang berat. Itulah sebabnya dalam sebuah hadits, Rasulullah saw menyebut bahwa berperang melawan nafsu merupakan "Jihad Akbar". Hal ini memang sangat penting dan harus dilakukan, karena keselamatan seseorang tergantung pada bagaimana ia mengendalikan nafsunya.
Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Al-Isti'dad Liyaumil Ma'ad mengutip sebuah kalam hikmah:
طوبى لمن كان عقله أميرا وهواه أسيرا، وويل لمن كان هواه أميرا وعقله أسيرا
Artinya: "Beruntunglah orang yang akalnya menjadi pemimpin, sedangkan hawa nafsunya menjadi tawanan, celakalah orang yang hawa nafsunya menjadi pemimpin, sedangkan akalnya menjadi tawanan"
(Ahmad Ibn Hajar, Al-Isti'dad Liyaumil Ma'ad [tt: Darut Tarbiyyah, tt], halaman 29).
Akal dan nafsu selalu berebut kendali atas diri manusia, jika akalnya menang, selamatlah ia, namun jika nafsunya yang menang, maka ia sedang berjalan menuju kehancuran. Untuk itulah Rasulullah saw memerintahkan kita agar senantiasa berperang melawan nafsu, agar nafsu kita kian melemah sehingga tidak dapat memegang kendali atas diri kita. Demikian pelajaran yang dapat dipetik dari kisah dua putra Nabi Adam as, semoga kita semua termasuk orang-orang yang dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap peristiwa.
Tatacara hidup suami isteri Adam dan Hawa di bumi mulai tertib dan sempurna tatkala Hawa bersedia untuk melahirkan anak-anaknya yang akan menjadi benih pertama bagi umat manusia di dunia ini.
Siti Hawa melahirkan kembar dua pasang. Pertama lahirlah pasangan Qabil dan adik perempuannya yang diberi nama "Iqlima", kemudian menyusul pasangan kembar kedua Habil dan adik perempuannya yang diberi nama "Lubuda".
Kedua orang tua, Nabi Adam dan Siti Hawa, menerima kelahiran keempat putera puterinya itu dengan senang dan gembira, walaupun Hawa telah menderita apa yang lumrahnya dideritai oleh setiap ibu yang melahirkan bayinya. Mereka mengharapkan dari keempat anak pertamanya ini akan menurunkan anak cucu yang akan berkembang biak untuk mengisi bumi Allah dan menguasai sesuai dengan amanat yang telah di bebankan ke atas bahunya.
Di bawah naungan ayah ibunya yang penuh cinta dan kasih sayang maka membesarlah keempat-empat anak itu dengan cepatnya melalui masa kanak-kanak dan menginjak masa remaja. Yang perempuan sesuai dengan kudrat dan fitrahnya menolong ibunya mengurus rumahtangga dan mengurus hal-hal yang menjadi tugas wanita,sedang yang laki-laki menempuhi jalannya sendiri mencari nafkah untuk memenuhi keperluan hidupnya. Qabil berusaha dalam bidang pertanian sedangkan Habil di bidang perternakan.
Penghidupan sehari-hari keluarga Adam dan Hawa berjalan tertib sempurna diliputi rasa kasih sayang saling cinta mencintai hormat menghormati masing-masing meletakkan dirinya dalam kedudukan yang wajar si ayah terhadap isterinya dan putera-puterinya,si isteri terhadap suami dan anak-anaknya. Demikianlah pula pergaulan di antara keempat bersaudara berlaku dalam harmoni damai dan tenang saling bantu membantu hormat menghormati dan bergotong-royong.
Keempat Anak Adam Memasuki Alam Remaja.
Keempat putera-puteri Adam mencapai usia remaja dan memasuki alam akil baligh di mana nafsu berahi dan syahwat serta hajat kepada hubungan kelamin makin hari makin nyata dan nampak pada gaya dan sikap mereka hal mana menjadi pemikiran kedua orang tuanya dengan cara bagaimana menyalurkan nafsu berahi dan syahwat itu agar terjaga kemurnian keturunan dan menghindari hubungan kelamin yang bebas di antara putera-puterinya.
Kepada Nabi Adam Allah memberi ilham dan petunjuk agar kedua puteranya dikahwinkan dengan puterinya. Qabil dikahwinkan dengan adik Habil yang bernama Lubuda dan Habil dengan adik Qabil yang bernama Iqlima.
Cara yang telah di ilham oleh Allah SWT kepada Nabi Adam telah disampaikan kepada kedua puteranya sebagai keputusan si ayah yang harus dipatuhi dan segera dilaksanakan untuk menjaga dan mengekalkan suasana damai dan tenang yang meliputi keluarga dan rumahtangga mereka. Akan tetapi dengan tanpa diduga dan disangka rancangan yang diputuskan itu ditolak mentah-mentah oleh Qabil dan menyatakan bahawa ia tidak mahu mengahwini Lubuda, adik Habil dengan mengemukakan alasan bahawa Lubuda adalah buruk dan tidak secantik adiknya sendiri Iqlima. Ia berpendapat bahawa ia lebih patut mempersunting adiknya sendiri Iqlima sebagai isteri dan sekali-kali tidak rela menyerahkannya untuk dikahwinkan oleh Habil. Dan memang demikianlah kecantikan dan keelokan paras wanita selalu menjadi fitnah dan rebutan lelaki yang kadang-kadang menjurus kepada pertentangan dan permusuhan yang sampai mengakibatkan hilangnya nyawa dan timbulnya rasa dendam dan dengki di antara sesama keluarga dan sesama suku.
Kerana Qabil tetap berkeras kepala tidak mahu menerima keputusan ayahnya dan meminta supaya dikahwinkan dengan adik kembarnya sendiri Iqlima maka Nabi Adam seraya menghindari penggunaan kekerasan atau paksaan yang dapat menimbulkan perpecahan di antara saudara serta mengganggu suasana damai yang meliputi keluarga beliau secara bijaksana mengusulkan agar menyerahkan masalah perjodohan itu kepada Tuhan untuk menentukannya. Caranya ialah bahawa masing- masing dari Qabil dan Habil harus menyerahkan korban kepada Tuhan dengan catatan bahawa barang siapa di antara kedua saudara itu diterima korbannya ialah yang berhad menentukan pilihan jodohnya.
Qabil dan Habil menerima baik jalan penyelesaian yang ditawarkan oleh ayahnya. Habil keluar dan kembali membawa peliharaannya sedangkan Qabil datang dengan sekarung gandum yang dipilih dari hasil cucuk tanamnya yang rosak dan busuk kemudian diletakkan kedua korban itu kambing Habil dan gandum Qabil di atas sebuah bukit lalu pergilah keduanya menyaksikan dari jauh apa yang akan terjadi atas dua jenis korban itu.
Kemudian dengan disaksikan oleh seluruh anggota keluarga Adam yang menanti dengan hati berdebar apa yang akan terjadi di atas bukit di mana kedua korban itu diletakkan, terlihat api besar yang turun dari langit menyambar kambing binatang korban Habil yang seketika itu musnah ternakan oleh api sedang karung gandum kepunyaan Qabil tidak tersentuh sedikit pun oleh api dan tetap tinggal utuh.
Maka dengan demikian keluarlah Habil sebagai pemenang dalam pertaruhan itu karena korban kambing telah diterima oleh Allah sehingga dialah yang mendapat keutamaan untuk memilih siapakah di antara kedua gadis saudaranya itu yang akan dipersandingkan menjadi isterinya.
Pembunuhan Pertama Dalam Sejarah Manusia.
Dengan telah jalurnya keputusan dari langit yang menerima korban Habil dan menolak korban Qabil maka pudarlah harapan Qabil untuk mempersandingkan Iqlima tidak puas dengan keputusan itu namun tidak ada jalan untuk menyoalkan. Ia menyerah dan memerainya dengan rasa kesal dan marah sambil menaruh dendam terhadap Habil yang akan dibunuh di kala ketiadaan ayahnya.
Ketika Adam hendak berpergian dan meninggalkan rumah beliau mengamanahkan rumahtangga dan keluarga kepada Qabil. Ia berpesan kepadanya agar menjaga baik-baik ibu dan saudara-saudaranya selama ketiadaannya. Ia berpesan pula agar kerukunan keluarga dan ketenangan rumahtangga terpelihara baik-baik jangan sampai terjadi hal-hal yang mengeruhkan suasana atau merosakkan hubungan kekeluargaan yang sudah akrab dan intim.
Qabil menerima pesanan dan amanat ayahnya dengan kesanggupan akan berusaha sekuat tenaga menyelenggarakan amanat ayahnya dengan sebaik-baiknya dan sempurna berpergiannya akan mendapat segala sesuatu dalam keadaan baik dan menyenangkan. Demikianlah kata-kata dan janji yang keluar dari mulut Qabil namun dalam hatinya ia berkata bahawa ia telah diberi kesempatan yang baik untuk melaksanakan niat jahatnya dan melepaskan rasa dendamnya dan dengkinya terhadap Habil saudaranya.
Tidak lama setelah Adam meninggalkan keluarganya datanglah Qabil menemui Habil di tempat penternakannya. Berkata ia kepada Habil:"Aku datang ke mari untuk membunuhmu. Masanya telah tiba untuk aku lenyapkan engkau dari atas bumi ini."
"Apa salahku?"tanya Habil. Dengan asalan apakah engkau hendak membunuhku?"
Qabil berkata:"Ialah kerana korbanmu diterima oleh Allah sedangkan korbanku ditolak yang bererti bahawa engkau akan mengahwini adikku Iqlima yang cantik dan molek itu dan aku harus mengahwini adikmu yang buruk dan tidak mempunyai gaya yang menarik itu."
Habil berkata:"Adakah berdosa aku bahawa Allah telah menerima korbanku dan menolak korbanmu?Tidakkah engkau telah bersetuju cara penyelesaian yang diusulkan oleh ayah sebagaimana telah kami laksanakan?Janganlah tergesa-gesa wahai saudaraku, mempertaruhkan hawa nafsu dan ajakan syaitan! Kawallah perasaanmu dan fikirlah masak- masak akan akibat perbuatanmu kelak! Ketahuilah bahawa Allah hanya menerima korban dari orang-orang yang bertakwa yang menyerahkan dengan tulus ikhlas dari hati yang suci dan niat yang murni.Adakah mungkin sesekali bahawa korban yang engkau serahkan itu engkau pilihkannya dari gandummu yang telah rosak dan busuk dan engkau berikan secara terpaksa bertentangan dengan kehendak hatimu, sehingga ditolak oleh Allah, berlainan dengan kambing yang aku serahkan sebagai korban yang sengaja aku pilihkan dari perternakanku yang paling sihat dan kucintai dan ku serahkannya dengan tulus ikhlas disertai permohonan diterimanya oleh Allah.
Renungkanlah, wahai saudaraku kata-kataku ini dan buangkanlah niat jahatmu yang telah dibisikkan kepadamu oleh Iblis itu, musuh yang telah menyebabkan turunnya ayah dan ibu dari syurga dan ketahuilah bahawa jika engkau tetap berkeras kepala hendak membunuhku, tidaklah akan aku angkat tanganku untuk membalasmu kerana aku takut kepada Allah dan tidak akan melakukan sesuatu yang tidak diredhainya.Aku hanya berserah diri kepada-Nya dan kepada apa yang akan ditakdirkan bagi diriku."
Nasihat dan kata-kata mutiara Habil itu didengar oleh Qabil namun masuk telinga kanan keluar telinga kiri dan sekali-kali tidak sampai menyentuh lubuk hatinya yang penuh rasa dengki, dendam dan iri hati sehingga tidak ada tempat lagi bagi rasa damai, cinta dan kasih sayang kepada saudara sekandungnya. Qabil yang dikendalikan oleh Iblis tidak diberinya kesempatan untuk menoleh kebelakang mempertimbangkan kembali tindakan jahat yang dirancangkan terhadap saudaranya, bahkan bila api dendam dan dengkin didalam dadanya mulai akan padam dikipasinya kembali oleh Iblis agar tetap menyala-yala dan ketika Qabil bingung tidak tahu bagaimana ia harus membunuh Habil saudaranya, menjelmalah Iblis dengan seekor burung yang dipukul kepalanya dengan batu sampai mati. Contoh yang diberikan oleh Iblis itu diterapkannya atas diri Habil di kala ia tidur dengan nyenyaknya dan jatuhlah Habil sebagai korban keganasan saudara kandungnya sendiri dan sebagai korban pembunuhan pertama dalam sejarah manusia
Penguburan Jenazah Habil.
Qabil merasa gelisah dan bingung menghadapi mayat saudaranya.ia tidak tahu apa yang harus diperbuat dengan tubuh saudaranya yang semakin lama semakin busuk itu. Diletakkannyalah tubuh itu di sebuah peti yang dipikulnya seraya mundar-mundir oleh Qabil dalam keadaan sedih melihat burung-burung sedang berterbangan hendak menyerbu tubuh jenazah Habil yang sudah busuk itu.
Kebingungan dan kesedihan Qabil tidak berlangsung lama kerana ditolong oleh suatu contoh yang diberikan oleh Tuhan kepadanya sebagaimana ia harus menguburkan jenazah saudaranya itu. Allah s.w.t. Yang Maha Pengasih lagi Maha Bijaksana, tidak rela melihat mayat hamba-Nya yang soleh dan tidak berdosa itu tersia-sia demikian rupa, maka dipertunjukkanlah kepada Qabil, bagaimana seekor burung gagak menggali tanah dengan kaki dan paruhnya, lalu menyodokkan gagak lain yang sudah mati dalam pertarungan, ke dalam lubang yang telah digalinya, dan menutupi kembali dengan tanah. Melihat contoh dan pengajaran yang diberikan oleh burung gagak itu, termenunglah Qabil sejenak lalu berkata pada dirinya sendiri:"Alangkah bodohnya aku, tidakkah aku dapat berbuat seperti burung gagak itu dan mengikuti caranya menguburkan mayat saudaraku ini?"
Kemudian kembalilah Adam dari perjalanan jauhnya.Ia tidak melihat Habil di antara putera-puterinya yang sedang berkumpul.Bertanyalah ia kepada Qabil:"Di manakah Habil berada?Aku tidak melihatnya sejak aku pulang."
Qabil menjawab:"Entah, aku tidak tahu dia ke mana! Aku bukan hamba Habil yang harus mengikutinya ke mana saja ia pergi."
Melihat sikap yang angkuh dan jawapan yang kasar dari Qabil, Adam dapat meneka bahawa telah terjadi sesuatu ke atas diri Habil, puteranya yang soleh, bertakwa dan berbakti terhadap kedua orang tuanya itu.Pada akhirnya terbukti bahawa Habil telah mati dibunuh oleh Qabil sewaktu peninggalannya.Ia sangat sesal di atas perbuatan Qabil yang kejam dan ganas itu di mana rasa persaudaraan, ikatan darah dan hubungan keluarga diketepikan sekadar untuk memenuhi hawa nafsu dan bisikan yang menyesatkan.
Menghadapi musibah itu, Nabi Adam hanya berpasrah kepada Allah menerimanya sebagai takdir dan kehendak-Nya seraya mohon dikurniai kesabaran dan keteguhan iman baginya dan kesedaran bertaubat dan beristighfar bagi puteranya Qabil.
Kisah Qabil dan Habil Dalam Al-Quran.
Al-Quran mengisahkan cerita kedua putera Nabi Adam ini dalam surah"Al- Maaidah" ayat 27 sehingga ayat 32 .
Tafsir Surat Al Maidah Ayat 27-32.
Tafsir Surat Al Maidah Ayat 27-32 berbicara tentang perintah Allah kepada Nabi Muhammad saw agar menceritakan kisah terkait pembunuhan antar saudara, yaitu antara Qabil dan Habil, putra Nabi Adam as.
Tafsir Surat Al Maidah Ayat 27-32 ini berfokus pada kisah kejahatan pertama yang terjadi di bumi. Berbeda dengan ayat sebelumnya yang bercerita tentang kisah kaum Nabi Musa as yang membangkan.
Ayat 27
QS. Al-Ma'idah Ayat 27
۞ وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ
27. Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”
Kepada Nabi Muhammad saw diperintahkan untuk membacakan kisah kedua putra Adam a.s. di waktu mereka berkurban, kemudian kurban yang seorang diterima sedang kurban yang lain tidak. Orang yang tidak diterima kurbannya bertekad untuk membunuh saudaranya, sedang yang diancam menjawab bahwa ia menyerah kepada Allah, karena Allah hanya akan menerima kurban dari orang-orang yang takwa.
Menurut riwayat Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan lain-lain, bahwa putra Adam yang bernama Qabil mempunyai ladang pertanian dan putranya yang bernama Habil mempunyai peternakan kambing. Kedua putra Adam itu mempunyai saudara kembar perempuan.
Pada waktu itu Allah mewahyukan kepada Adam agar Qabil dikawinkan dengan saudara kembarnya Habil. Dengan perkawinan itu Qabil tidak senang dan marah, saudara kembarnya lebih cantik. Keduanya sama-sama menghendaki saudara yang cantik itu.
Akhirnya Adam menyuruh Qabil dan Habil agar berkurban guna mengetahui siapa di antara mereka yang akan diterima kurbannya. Qabil berkurban dengan hasil pertaniannya dan yang diberikan bermutu rendah, sedang Habil berkurban dengan kambing pilihannya yang baik.
Allah menerima kurban Habil, yang berarti bahwa Habil-lah yang dibenarkan mengawini saudara kembar Qabil. Dengan demikian bertambah keraslah kemarahan dan kedengkian Qabil sehingga ia bertekad untuk membunuh saudaranya. Tanda-tanda kurban yang diterima itu ialah kurban itu dimakan api sampai habis.
Dari peristiwa yang terjadi ini dapat diambil pelajaran bahwa apa yang dinafkahkan seharusnya tidak sekedar untuk mengharapkan pujian dan sanjungan tetapi hendaklah dilakukan dengan ikhlas agar diterima oleh Allah.
Ayat 28
Ayat ini mewajibkan kita menghormati kehormatan jiwa manusia dan melarang pertumpahan darah. Kemudian Allah menerangkan bahwa Habil tidak akan membalas tantangan Qabil karena takutnya kepada Allah.
Habil tidak berniat menjawab tantangan Qabil, karena hal itu dianggapnya bertentangan dengan sifat-sifat orang yang takwa dan dia tidak ingin memikul dosa pembunuhan. Rasulullah bersabda:
عَنْ اَبِيْ بَكْرَةَ, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفِهِمَا فَقَتَلَ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُوْلُ فِى النَّارِ، قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ! هٰذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُوْلُ؟ قَالَ: اِنَّهُ كَانَ حَرِيْصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ
(رواه أحمد والبخاري والبيهقي والحاكم)
Dari Abi Bakrah, Rasulullah saw, bersabda, “Jika dua orang Muslim berkelahi masing-masing dengan pedangnya kemudian yang seorang membunuh yang lain, maka keduanya baik yang membunuh maupun yang dibunuh masuk neraka. Kepada Rasulullah ditanyakan: “Yang membunuh ini telah jelas (hukumnya) tetapi bagaimana yang dibunuh? Dijawab oleh Nabi “(Masuk neraka pula)” Karena dia pun berusaha keras untuk membunuh temannya.” (Riwayat Ahmad, al-Bukhari, al-Baihaqi dan al-Hakim).
Ayat 29
Pada ayat ini Habil memberi jawaban kepada Qabil bahwa Habil berserah diri kepada Allah dan tidak mau menantangnya agar semua dosa, baik dosa Qabil maupun dosa-dosa yang lain sesudah itu, dipikul oleh Qabil sendiri.
Habil mendasarkan pernyataannya pada tiga hal yang sangat penting. Pertama, bahwa amal yang dapat diterima itu hanya dari orang yang bertakwa. Kedua, Habil tidak akan membunuh orang, karena takut kepada Allah dan ketiga, Habil tidak melawan, karena takut berdosa yang mengakibatkan akan masuk neraka.
Ayat 30
Pada mulanya Qabil takut membunuh Habil, tetapi hawa nafsu amarahnya selalu mendorong dan memperdayakannya, sehingga timbullah keberanian untuk membunuh saudaranya dan dilaksanakanlah niatnya tanpa memikirkan akibatnya.
Setelah hal itu benar-benar terjadi, maka sebagai akibatnya Qabil menjadi orang yang rugi di dunia dan di akhirat. Di dunia ia rugi karena membunuh saudaranya yang saleh dan takwa. Dan di akhirat ia akan rugi karena tidak akan memperoleh nikmat akhirat yang disediakan bagi orang-orang muttaqin.
Imam as-Suddi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dari Murrah bin Abdillah, dan dari beberapa sahabat Nabi Muhammad saw bahwa Qabil setelah teperdaya oleh hawa nafsunya dan bertekad membunuh saudaranya, ia mencari Habil dan menemukannya di atas gunung sedang menggembala kambing, tapi ia sedang tidur, maka Qabil mengambil batu besar lalu ditimpakan kepadanya di sebuah tempat yang terbuka bernama Arak.
Ayat 31
Pembunuhan ini adalah yang pertama terjadi di antara anak Adam, Qabil sebagai pembunuh belum mengetahui apa yang harus diperbuat terhadap saudaranya yang telah dibunuh (Habil), sedangkan ia merasa tidak senang melihat mayat saudaranya tergeletak di tanah.
Maka Allah mengutus seekor burung gagak mengorek-ngorek tanah dengan cakarnya untuk memperlihatkan kepada Qabil bagaimana caranya mengubur mayat saudaranya.
Setelah Qabil menyaksikan apa yang telah diperbuat oleh burung gagak, mengertilah dia apa yang harus dilakukan terhadap mayat saudaranya. Pada waktu itu, Qabil merasakan kebodohannya mengapa ia tidak dapat berbuat seperti burung gagak itu, lalu dapat menguburkan saudaranya.
Karena hal yang demikian itu Qabil sangat menyesali tindakannya yang salah. Dari peristiwa itu dapat diambil pelajaran, bahwa manusia kadang-kadang memperoIeh pengetahuan dan pengalaman dari apa yang pernah terjadi di sekitarnya.
Penyesalan itu dapat merupakan tobat asalkan di dorong oleh takut kepada Allah dan menyesali akibat buruk dari perbuatannya itu. Rasulullah bersabda,
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: النَّدَمُ تَوْبَةٌ
(رواه أحمد والبخاري والبيهقي والحاكم)
“Penyesalan itu adalah tobat.” (Riwayat Ahmad, al-Bukhari, al-Baihaqi dan al-Hakim).
لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا اِلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ اٰدَمَ الاَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ ذَنْبِهَا ِلاَنَّهُ اَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ
(رواه البخاري ومسلم)
Tidak dibunuh seseorang dengan zalim melainkan anak Adam yang pertama mendapat bagian dosanya karena dia orang yang pertama melakukan pembunuhan. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Ayat 32
Pada ayat ini diterangkan suatu ketentuan bahwa membunuh seorang manusia berarti membunuh semua manusia, sebagaimana memelihara kehidupan seorang manusia berarti memelihara kehidupan semua manusia.
Ayat ini menunjukkan keharusan adanya kesatuan umat dan kewajiban mereka masing-masing terhadap yang lain, yaitu harus menjaga keselamatan hidup dan kehidupan bersama dan menjauhi hal-hal yang membahayakan orang lain.
Hal ini dapat dirasakan karena kebutuhan setiap manusia tidak dapat dipenuhinya sendiri, sehingga mereka sangat memerlukan tolong-menolong terutama hal-hal yang menyangkut kepentingan umum.
Sesungguhnya orang-orang Bani Israil telah demikian banyak kedatangan para rasul dengan membawa keterangan yang jelas, tetapi banyak di antara mereka itu yang melampaui batas ketentuan dengan berbuat kerusakan di muka bumi. Akhirnya mereka kehilangan kehormatan, kekayaan dan kekuasaan yang kesemuanya itu pernah mereka miliki di masa lampau.
Tafsir Surat Al Maidah Ayat 27-32 di akhiri dengan kesimpulan bahwa tindakan pembunuhan meskipun hanya dilakukan pada satu orang namun keburukannya semisal membunuh seluruh manusia. Maka dari itu sangat penting untuk saling menjaga keharmonisan antar manusia karena anatara satu sama lain manusia saling membutuhkan.
Pengajaran Dari Kisah Putera Nabi Adam A.S.
Bahawasanya Allah s.w.t. hanya menerima korban dari seseorang yang menyerahkannya dengan tulus dan ikhlas, tidak dicampuri dengan sifat riyak, takabur atau ingin dipuji.Barang atau binatang yang dikorbankan harus yang masih baik dan sempurna dan dikeluarkannya dari harta dan penghasilan yang halal.Jika korban itu berupa binatang sembelihan, harus yang sihat, tidak mengandungi penyakit atau pun cacat, dan jika berupa bahan makanan harus yang masih segar baik dan belum rusak atau busuk.
Bahwasanya penyelesaian jenazah manusia yang terbaik adalah dengan cara penguburan sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepada Qabil.itulah cara paling sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang dimuliakan dan diberi kelebihan oleh Allah di atas makhluk-makhluk lainnya, menurut firman Allah dalam surah "Al-Isra" ayat 70 yang bererti ; "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.Kami angkut mereka di daratan dan di lautan.Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."
Koleksi artikel Kanti Suci Project