ORANG YANG MENGGENGGAM BARA API
Oleh : Rahma K. Suci
Dari Anas bin Malik رضي
الله عنه, ia berkata : Rasulullah صلى الله عليه
وسلم bersabda :
يَأْتِي
عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ القَابِضُ عَلَى
دِيْنِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang
berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.”
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi.
Dan hadits ini menunjukkan khobar dan irsyad (petunjuk).
Adapun khobar, maka beliau صلى
الله عليه وسلم mengabarkan bahwa pada akhir zaman kebaikan
dan sebab sebab kepada kebaikan akan menjadi sedikit, dan keburukan dan
sebab-sebab kepada keburukan akan menjadi banyak. Dan ketika dalam keadaan
seperti itu, seorang yang berpegang teguh dengan agamanya menjadi sangat
sedikit. Dan keterasingan ini berada pada kondisi yang sulit dan sangat berat,
seperti kondisi seseorang yang menggenggam bara api, dikarenakan kuatnya
orang-orang yang menyimpang dan banyaknya fitnah yang menyesatkan,
fitnah-fitnah syubuhat, keragu-raguan dan penyimpangan, dan fitnah-fitnah
syahwat dan berpalingnya makhluk kepada urusan dunia dan tersibukkannya mereka
di dalamnya secara lahir dan batin, dan lemahnya iman, dan sulitnya orang yang
sendiri (istiqomah) dikarenakan sedikitnya orang yang menolong dan membantunya.
Akan tetapi orang yang berpegang teguh dengan agamanya
yang ia tegak menolak penyimpangan dan rintangan, yang tidaklah berbuat
demikian kecuali orang yang memiliki bashiroh (ilmu) dan keyakinan, orang yang
memiliki iman yang kuat, yang merupakan sebaik-baik makhluk, dan yang paling
tinggi derajat dan kedudukannya di sisi Alloh.
Adapun petunjuk, maka hadits ini merupakan petunjuk kepada
umatnya agar membiasakan dirinya dengan kondisi ini, dan supaya mereka
mengetahui bahwa hal ini akan terjadi, dan barang siapa yang menghinakan arus
ini dan tetap sabar di atas agama dan imannya –dengan penyimpangan-penyimpangan
ini– maka baginya derajat yang tinggi di sisi Alloh dan Alloh akan menolongnya
terhadap apa-apa yang dicintai-Nya dan diridhoi-Nya. Sesungguhnya pertolongan
itu sesuai dengan tingkat kesabaran.
Dan betapa miripnya zaman kita ini dengan sifat yang
disebutkan oleh Rasulullah
صلى
الله عليه وسلم
ini, sesungguhnya tidaklah tersisa Islam ini
kecuali hanya tinggal namanya saja, tidak pula al-Qur’an kecuali tinggal
tulisannya saja; iman yang lemah dan hati-hati yang terpecah belah;
pemerintahan-pemerintahan yang terpisah-pisah, permusuhan dan kebencian yang
menjauhkan antara sesama muslimin; musuh-musuh yang lahir dan yang batin,
mereka beramal secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan untuk menghancurkan
ad-Dien; ilhad dan sekulerisme, arus dan gelombangnya yang jelek menghanyutkan
orang tua dan orang muda; dan orang-orang yang mengajak kepada akhlaq yang
rusak, dan penghancuran atas sisanya yang lain. Kemudian penerimaan manusia
terhadap perhiasan-perhiasan dunia yang telah menjadi tujuan akhir amal mereka
dan cita-cita terbesar mereka, yang mereka ridho dan benci karena dunia; dan
propaganda yang jahat untuk memandang remeh terhadap akhirot, dan penerimaan
secara menyeluruh terhadap urusan dunia; penghancuran ad-Dien, memandang hina
dan memperolok-olok orang yang berpegang pada ad-Dien serta semua hal yang
menyebutkan kemuliaan ad-Dien; Berbangga diri, keangkuhan dan kesombongan
dengan pendekatan-pendekatan yang dibangun di atas ilhad (atheisme) yang
pengaruhnya, kejelekkannya dan keburukannya telah disaksikan oleh para hamba
Allah.
Dengan keburukan yang bertumpuk-tumpuk ini, arusnya yang
jahat dan yang mencemaskan bagi ad-Dien, dan fitnah-fitnah yang ada serta masa
depan yang suram -dengan perkara-perkara ini dan yang selainnya- engkau akan
mendapati kebenaran hadits ini.
Akan tetapi walaupun begitu, seorang mu’min tidaklah
berputus asa dari rahmat dan pertolongan Alloh, dan janganlah pandangannya
hanya terbatas pada sebab-sebab yang dzohir saja, bahkan hendaknya ia melihat
dalam hatinya setiap saat kepada Alloh Al-Kariim Al-Wahhaab yang mewujudkan
sebab-sebab, dan jadilah kelapangan itu berada di hadapannya, dan janji Alloh
yang tidak akan diselisihi-Nya, karena Alloh akan menjadikan kemudahan untuknya
setelah kesulitan, dan bahwa kelapangan itu bersama kesulitan, dan
menghilangkan kesulitan-kesulitan itu dengan kesulitan-kesulitan yang sangat
dan merasakan duka cita.
Maka seorang mu’min yang berkata pada keadaan ini :
(لاَ
حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ
بِاللهِ)
Dan :
(حَسْبُنَا
اللهُ وَنِعْمَ الوَكِيْل. عَلَى اللهِ تَوَكَّلْنَا.
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ، وَإِليْكَ
الْمُشْتَكَى. وَأَنْتَ الْمُسْتَعَانُ. وَبِكَ الْمُسْتَغَاثُ. وَلاَ
حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ
بِاللهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ)
Dan ia tegak dengan apa-apa yang telah ditetapkan atasnya
dari iman, nasehat dan dakwah. Merasa cukup dengan yang sedikit jika tidak ada
yang banyak, serta dengan hilangnya dan menjadi ringannya beberapa keburukan,
jika tidak mungkin baginya selain itu (yang lebih baik, pent)
َمَن
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ
مَخْرَجًا
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar” [QS. At-Tholaq : 2]
وَمَن
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ
حَسْبُهُ
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” [QS. At-Tholaq : 3]
وَمَن
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ
مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً
“Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” [QS. At-Tholaq : 4]
Dan segala puji bagi Alloh yang dengan-Nya sempurna semua
amal sholih, dan semoga sholawat selalu tercurah kepada Muhammad, keluarganya,
sahabatnya dan pengikutnya hingga hari kiamat.
[Diterjemahkan
dari kitab Syarh Jawami'il Akhbar karya asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir
as-Sa'di, hadits ke-99, sumber : http://sahab.org. Catatan kaki oleh Abu
SHilah]
Catatan :
[1] Demikian lafadz hadits yang tertulis dalam file kitab
Syarh Jawami’il Akhbar yang ada pada kami, tapi lafadz ini berbeda sedikit dengan
lafadz pada Jami’ at-Tirmidzi (2260), yakni :
يَأْتِي
عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ
عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى
الْجَمْرِ
“akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang
bersabar pada agamanya diantara mereka seperti orang yang menggenggam bara
api.”
Dishohihkan al-Albani dalam Shohihul Jami’ (8002),
يَأْتِي
عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ
عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى
الْجَمْرِ
”Akan datang suatu zaman kepada manusia di mana orang
yang memegang agamanya ibarat orang yang menggenggam bara api.”(HR Tirmidzi
2140)
بَدَأَ
الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا
فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Pada awalnya Islam itu asing dan Islam akan kembali
asing sebagaimana pada awalnya. Sungguh beruntunglah orang-orang yang asing.”
(HR Muslim no 389 dari Abu Hurairah)
Juga dari Abu Sa’îd Al-Khudry ,Rasululloh telah bersabda,
( لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا
بِشِبْرٍ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوْا
جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوْهُ. قُلْنَا:
يَا رَسُوْلَ اللهِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى!
قَالَ: فَمَنْ )
“Sungguh kalian betul-betul akan mengikuti jalan-jalan
orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta hingga,
andaikata mereka masuk ke lubang dhab[1], niscaya kalian akan mengikutinya,”
Kami berkata, “Wahai Rasulullah, apakah mereka adalah orang-orang Yahudi dan
Nashara?” Beliau menjawab, “(Ya), siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (H.R. Al-Bukhâry
dan Muslim)
Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu tentang
perpecahan ummat, Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam bersabda :
وَإِنَّ
هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ
ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ
فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ فِي
رِوَايَةٍ : مَنْ كَانَ عَلَى
مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ
الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي
“Sesunggunya agama (ummat) ini akan terpecah menjadi 73
(kelompok), 72 di (ancam masuk ke) dalam Neraka dan satu yang didalam Surga,
dia adalah Al-Jama’ah”. (HR. Ahmad dan Abu Daud dan juga diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dan juga mirip dengannya dari
hadits Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu)
عن العرباض بن سارية
قال: صلى بنا رسول
الله ذات يوم ثم
أقبل علينا فوعظنا موعظة
بليغة ذرفت منها العيون
ووجلت منها القلوب، فقال
قائل: يا رسول الله
كأن هذه موعظة مودع،
فماذا تعهد إلينا؟ فقال:
أوصيكم بتقوى الله والسمع
والطاعة وإن عبدا حبشيا؛
فإنه من يعش منكم
بعدي فسيرى اختلافا كثيرا،
فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء
المهديين الراشدين، تمسكوا بها وعضوا
عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور
فإن كل محدثة بدعة
وكل بدعة ضلالة
“Dari sahabat ‘Irbadh bin As Sariyyah rodhiallahu’anhu ia
berkata: Pada suatu hari Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam shalat berjamaah
bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu beliau memberi kami
nasehat dengan nasehat yang sangat mengesan, sehingga air mata berlinang, dan
hati tergetar. Kemudian ada seorang sahabat yang berkata: Wahai Rasulullah,
seakan-akan ini adalah nasehat seorang yang hendak berpisah, maka apakah yang
akan engkau wasiatkan (pesankan) kepada kami? Beliau menjawab: Aku berpesan
kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan senantiasa setia
mendengar dan taat ( pada pemimpin/penguasa , walaupun ia adalah seorang budak
ethiopia, karena barang siapa yang berumur panjang setelah aku wafat, niscaya
ia akan menemui banyak perselisihan. Maka hendaknya kalian berpegang teguh
dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ Ar rasyidin yang telah mendapat petunjuk
lagi bijak. Berpegang eratlah kalian dengannya, dan gigitlah dengan geraham
kalian. Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang diada-adakan, karena setiap
urusan yang diada-adakan ialah bid’ah, dan setiap bid’ah ialah sesat“. (Riwayat
Ahmad 4/126, Abu Dawud, 4/200, hadits no: 4607, At Tirmizy 5/44, hadits no:
2676, Ibnu Majah 1/15, hadits no:42, Al Hakim 1/37, hadits no: 4, dll)
Dalam hadits Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
alihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا
كِتَابُ اللهِ وَسُنَّتِيْ
“Saya tinggalkan pada kalian dua perkara, yang kalian
tidak akan sesat di belakang keduanya, (yaitu) kitab Allah dan Sunnahku.” (HR.
Malik dan Al-Hakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Al-Misykah )
Bagai Menggenggam Bara Api
Seorang laki-laki
pernah bertanya kepada Imam asy Syafi’i, "Wahai Abu Abdillah, manakah yang
lebih baik bagi seseorang dibiarkan atau diuji?"
Al Imam asy Syafi’i menjawab, "Tidak mungkin
seseorang itu dibiarkan hingga ia diuji, sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala
telah menguji Nabi Nuh, Ibrohim, Musa, ‘Isa, dan Nabi Muhammad sholawatullah
‘alaihim ajma’in. Maka tatkala mereka bersabar, Allah mengokohkan mereka. Tidak
boleh seorang pun mengira akan lepas dari kesusahan."
Al Allamah Ibnul Qoyyim mengatakan, "Ujian merupakan
suatu keharusan yang menimpa manusia dan tidak ada seorang pun yang dapat
mengelak darinya, oleh karenanya Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan dalam Al
Qur’an tentang keharusannya menguji manusia…" (Madarijus Salikin 2/283).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya),
"Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan, ‘Kami telah beriman’ sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta. Ataukah orang-orang yang mengerjakan
kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari (adzab) Kami? Amatlah buruk
apa yang mereka tetapkan itu." (QS Al Ankabuut: 1-4).
Allah juga berfirman (yang artinya), "Kami akan
menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan yang
sebenar-benarnya. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS Al
Anbiyaa`: 35).
Para pembaca -sungguh saat ini kita tengah berada di
zaman yang benar-benar menuntut kesabaran, dimana orang-orang yang berpegang
teguh dengan agamanya bagaikan orang yang menggenggam bara api, jika dilepas
maka akan membakar dirinya dan membahayakannya, namun bila tetap digenggamnya,
maka ia membutuhkan kesabaran dan kekokohan yang luar biasa. Bagaimana pula
tidak dikatakan demikian, sebab setiap kali nampak orang-orang yang ingin
mengamalkan agama beribadah dengan syari’at Allah, akan berdiri ahli bid’ah,
para pengekor hawa nafsu, dan orang-orang bodoh yang tidak mengerti agama
kecuali dari nenek-nenek moyangnya siap menghadang di hadapannya, melemparkan
cercaan, hinaan, tudingan, dan fitnah baik dengan ucapan maupun dengan
perbuatan, benar-benar membuat mayoritas muslim in phobi untuk menjalankan
tuntunan agamanya. Betapa banyak para da’i-da’i Islam yang bungkam mulutnya
tidak berani untuk berbicara yang haq, karena selalu mendapat tekanan dan
intimidasi, terorislah, Islam garis keraslah, serta seabreg tudingan dan
pelecehan yang lainnya, hanya da’i-da’i pramuka -yang di sana senang di sini
senang, di sana senyum di sini senyum- yang aman-aman saja. Da’i-da’i ini tidak
punya andil dalam memerangi ahli bid’ah dan syirik malah ikut berkecimpung dan
ikut berperan mendukungnya, seolah-olah dirinya mengatakan, "No problem,
take it easy man…!"
Para pembaca -keadaan seperti ini janganlah membuat kita
surut langkah untuk tetap beramal dan menampakkan diri sebagai muslim sejati,
seorang muslim yang berjenggot bersyukurlah dan tidak perlu merasa khawatir,
justru ia harus bangga mendapat nikmat untuk melaksanakan perintah Nabi akan
wajibnya memelihara jenggot. Seorang muslimah yang berhijab bersyukurlah dan
berbangga dirilah di saat mayoritas para wanita lebih menyukai laknat dan siksa
Allah dengan berbusana setengah telanjang , bangga menampakkan auratnya yang
murahan. Tetaplah kembali berpegang teguh kepada pemahaman salafush sholih
muslimin periode pertama di kala banyak orang meninggalkannya, tetaplah
konsisten terhadap sunnah di kala tak sedikit orang melupakannya, bersatulah
untuk menghancurkan tirani kebid’ahan dan ahlinya, mendobrak belenggu
kemusyrikan dan ahlinya, serta membungkam mulut-mulut ulama-ulama su` dan
pengekor hawa nafsu. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya), "Tiada seorang Nabi yang diutus sebelumku, melainkan mempunyai
sahabat-sahabat yang setia yang mengikuti benar-benar tuntunan ajarannya.
Kemudian timbullah di belakang mereka turunan yang hanya banyak bicara dan tidak
suka berbuat dan mengerjakan apa-apa yang tidak diperintahkan. Maka siapa yang
memerangi mereka dengan tangannya, ia mu`min, dan siapa yang menentang mereka
dengan lidahnya, ia mu`min, dan siapa yang membenci mereka dengan hatinya, ia
mu`min. Selain dari itu tidak ada lagi iman walau seberat biji sawi." (HR
Muslim dalam Kitabul Iman no: 80, Ahmad 1/458-461 dari sahabat Abdullah ibnu
Mas’ud).
Hendaknya kita mengetahui bahwa sudah menjadi hikmah
Allah, mengadakan bagi tiap-tiap Nabi musuh-musuhnya. Allah berfirman (yang
artinya), "Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh
yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin…" (QS Al
An’aam: 112).
Allah juga berfirman (yang artinya), "Dan seperti
itulah telah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi, musuh dari orang-orang yang
berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong." (QS
Al Furqan: 31).
Jika seorang da’i menyeru kepada tauhid ia akan
mendapatkan di hadapannya da’i-da’i kepada kesyirikan, jika seorang da’i
mengajak kepada sunnah, ia akan mendapatkan di hadapannya ahli bid’ah dan
pengekor hawa nafsu, jika seorang da’i menuntun ummat mengamalkan agama sesuai
syari’at Allah, ia akan mendapatkan di hadapannya ahli syubhat dan ulama-ulama
su’, jika seorang da’i menjauhkan umat dari kemungkaran dan kemaksiatan, ia
akan mendapatkan di hadapannya ahli syahwat, orang-orang fasiq, dan sejenis
mereka. Oleh karena itu, segala apa yang menimpa kita kaum muslimin dari
berbagai macam intimidasi, eksploitasi, dan semua usaha-usaha Islamophobia
adalah ujian tuk meraih janji Allah dan membuktikan keimanan di hadapanNya.
Waroqoh bin Naufal pernah berkata kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa
sallam (yang artinya), "Tiada seorangpun yang datang membawa seperti apa
yang telah engkau bawa melainkan ia akan diuji."
Para pembaca -semoga dirahmati Allah-, segala puji bagi
Allah yang telah menjadikan "sabar" sebagai senjata ampuh kaum
mu`minin dalam membendung bahaya syahwat, fitnah, dan segala macam ujian; dan
yang telah menjadikan yakin sebagai tameng untuk membendung lajunya syubhat.
Allah berfirman (yang artinya), "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."
(QS Al Baqoroh: 155).
"Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu
agar kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara
kamu…" (QS Muhammad: 31).
"Cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (QS Luqman: 17).
Dan Allah berfirman (yang artinya), "Katakanlah:
‘Hai hamba-hambaku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu.’ Orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas.
Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas." (QS Az Zumar: 10).
Dan Allah juga berfirman (yang artinya), "Maka
bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali
janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu
menggelisahkan kamu." (QS Ar Ruum: 60).
Tidak ada lagi yang patut dikhawatirkan bagi para
pengemban al haq, walau bagai menggenggam bara api, kesabaran dan keyakinannya
yang akan menghantarkan pada kedudukan yang tinggi menggapai janji dan karunia
Allah. Allah berfirman (yang artinya), "Hai hamba-hambaku, tiada
kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati.
(Yaitu) orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan adalah mereka dahulu
orang-orang yang berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan
istri-istri kamu digembirakan. Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas
dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh
hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya. Dan itulah surga
yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. Di
dalam surga itu ada buah-buahan yang banyak untukmu yang sebahagiannya kamu
makan." (QS Az Zukhruf: 68-73).
Allah juga berfirman (yang artinya), "Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa berada di dalam tempat yang aman. (Yaitu) di dalamnya
taman-taman dan mata air-mata air. Mereka memakai sutera yang halus dan sutera
yang tebal (duduk) berhadap-hadapan. Demikianlah, dan Kami berikan kepada
mereka bidadari. Di dalamnya mereka meminta segala macam buah-buahan dengan
aman (dari segala kekhawatiran). Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya
kecuali mati di dunia. Dan Allah memelihara mereka dari adzab neraka sebagai
karunia dari Tuhanmu. Yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar."
(QS Ad Dukhaan: 51-57).
Hasbunallah wa
ni’mal wakil, wal ‘ilmu ‘indallah, wal hamdulillahi robbil ‘alamin.
BAGAI MENGGENGGAM BARA API
Anas bin Malik menuturkan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
Wasalaam bersabda: “Akan tiba suatu masa
pada manusia, dimana orang yang bersabar di antara mereka dalam memegang
agamanya, ibarat orang yang menggenggam bara api.” (HR. at-Tirmidzi)
Sungguh saat ini kita tengah berada di zaman yang benar-benar
menuntut kesabaran, dimana orang-orang yang berpegang teguh dengan agamanya
secara murni bagaikan orang yang menggenggam bara api. Jika dilepas
(meninggalkan syariat yang benar) maka akan membakar dirinya dan
membahayakannya, namun bila tetap digenggamnya, maka ia membutuhkan kesabaran
dan kekokohan yang luar biasa.
Bagaimana tidak demikian, sebab setiap kali nampak
orang-orang yang ingin menjalankan syariat dan sunnah-sunnah Nabinya cenderung
dianggap aneh dan bertentangan dengan zaman modern atau bertentangan dengan
tradisi beragama Islam nenek moyangnya.
Para pemuja kebudayaan zaman modern menganggap muslimah
yang berhijab atau muslimin yang berjenggot atau berpakaian muslim dianggap
ketinggalan zaman, kurang berpendidikan, fanatisme berlebihan, bahkan sebagian
dianggap ekstrimis berbahaya. Mereka ini
lebih suka memposisikan diri sebagai orang Islam intelektual atau Islam modern,
yang lebih mengedepankan akal dan bersikap fleksibel untuk merubah ajaran Islam
agar sesuai dengan perkembangan zaman.
Sedangkan, para pemuja tradisi beragama nenek moyang
menganggap orang-0rang yang ingin menjalankan sunnah-sunnah Rasulullah (secara
murni) sebagai orang-orang yang merusak tradisi beragama (Islam) yang telah
berkembang di nusantara ini. Mereka ini
tidak suka bila ahlus sunnah menganggap bid’ah (sebagai dosa besar) tradisi
beragama mereka, seperti upacara maulidan, perayaan Isra’ Mi’raj, tahlilan atau
dzikir berjamaah. Mereka masih berkeyakinan bahwa yang mereka lakukan suatu hal
yang baik, tidak menyusahkan orang lain, tidak merusak agama, dan sebagai
tradisi yang dijalankan sejak zaman nenek moyang mereka.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah bersabda :
“Barang siapa mengadakan perkara baru dalam (agama) kami
ini yang tidak ada asal darinya, maka perkara itu tertolak. “(HR. Bukhori
Muslim).
Dan beliau telah bersabda dalam hadits yang lain :
“(Ikutilah) sunnahku dan sunnah khulafaur rosyidin yang di beri petunjuk
sesudahku. Peganglah (kuat-kuat) dengannya, gigitlah sunnahnya itu dengan gigi
gerahammu. Dan jauhilah perkara-perkara yang di adakan-adakan adalah bid’ah dan
setiap bid’ah itu sesat. (HR. Tirmidzi dan dia berkata : Hadits ini hasan
shohih).
Kalau saja maulidan atau tahlilan (perbuatan bid’ah) itu
baik, tentulah para sahabat akan berlomba-lomba menjadi orang yang pertama-tama
ingin mengamalkannya. Para shahabat dikenal sebagai orang-orang yang paling
bersemangat dan tekun mengamalkan semua amalan-amalan sunnah (apalagi wajib)
yang diajarkan Rasulullah, sehingga
setiap kali turun penjelasan Nabi akan suatu amalan sunnah maka mereka
bersegera melaksanakannya. Dan para
shahabat tak pernah diajarkan oleh Rasulullah untuk melakukan ibadah-ibadah
semacam tahlilan, maulidan, dzikir berjamaah atau perayaan isra’-mi’raj.
Kendala-kendala dakwah sunnah seperti ini janganlah
membuat surut langkah untuk tetap beramal dan menampakkan diri sebagai muslim
sejati. Seorang muslim yang menjaga sunnah-sunnah Nabi hendaknya bersyukur dan
tidak perlu merasa khawatir, justru ia harus bangga mendapat nikmat untuk melaksanakan
perintah Nabi. Seorang muslimah yang berhijab bersyukurlah dan berbangga
dirilah di saat mayoritas para wanita lebih menyukai laknat dan siksa Allah
dengan berbusana setengah telanjang bangga menampakkan auratnya.
Tetaplah kembali berpegang teguh kepada pemahaman
salafush sholih muslimin periode pertama di kala banyak orang meninggalkannya,
tetaplah konsisten terhadap sunnah di kala tak sedikit orang melupakannya,
bersatulah untuk memperbaiki hidup yang penuh kebid’ahan, mendobrak belenggu kemusyrikan
dan ahlinya, serta menasihati ulama-ulama su` (jelek) dan pengekor hawa nafsu.
Oleh karena itu, segala apa yang menimpa kita kaum
muslimin dari berbagai macam intimidasi, eksploitasi, dan semua usaha-usaha
Islamophobia adalah ujian untuk meraih janji Allah dan membuktikan keimanan di
hadapanNya. Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan “sabar” sebagai
senjata ampuh kaum mu`minin dalam membendung bahaya syahwat, fitnah, dan segala
macam ujian; dan yang telah menjadikan yakin sebagai tameng untuk membendung
lajunya syubhat.
Allah berfirman,
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqoroh: 155).
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar
kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu…” (QS
Muhammad: 31).
“Cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS Luqman: 17).
Dan Allah berfirman,
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hambaku yang beriman, bertakwalah
kepada Tuhanmu.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh
kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya orang-orang yang
bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS Az Zumar: 10).
Dan Allah juga berfirman,
“Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah
benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran
ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu”. (QS Ar Ruum: 60).
Tidak ada lagi yang patut dikhawatirkan bagi para
pengemban al haq, walau bagai menggenggam bara api, kesabaran dan keyakinannya
yang akan menghantarkan pada kedudukan yang tinggi menggapai janji dan karunia
Allah.
Allah juga berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam
tempat yang aman. (Yaitu) di dalamnya taman-taman dan mata air-mata air. Mereka
memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal (duduk) berhadap-hadapan.
Demikianlah, dan Kami berikan kepada mereka bidadari. Di dalamnya mereka
meminta segala macam buah-buahan dengan aman (dari segala kekhawatiran). Mereka
tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. Dan Allah
memelihara mereka dari adzab neraka sebagai karunia dari Tuhanmu. Yang demikian
itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS Ad Dukhaan: 51-57).
Hasbunallah wa ni’mal wakil, wal ‘ilmu ‘indallah, wal
hamdulillahi robbil ‘alamin.
Seandainya anda tersesat di suatu tempat yang gelap lagi
berjurang dan anda tidak membawa penerang sehingga tidak mampu berjalan. Namun
tidak disangka, ternyata di hadapan anda terdapat sebongkah bara api. Maka,
ketika itu apa yang akan anda lakukan agar anda mampu berjalan dan selamat
sampai tujuan? Apakah anda akan mengambil sebongkah bara api itu dengan tangan anda
sebagai penerang di perjalanan walaupun anda harus merelakan tangan anda
terbakar? Ataukah anda akan membiarkan bara api itu tetap pada tempatnya
walaupun anda harus merelakan diri anda tersesat dalam perjalanan, bahkan
kemungkinan anda bisa terperosok ke dalam jurang? Kedua-duanya memiliki resiko
yang berat, dan orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengambil resiko yang
lebih ringan diantara dua pilihan.
Ketahuilah, bahwa tidak ada orang yang mampu memegang
bara api dalam waktu yang lama kecuali orang yang hebat, yang memiliki
kesabaran prima. Walaupun begitu diapun akan tetap merasa sakit ketika memegang
bara tersebut. Tapi ketahuilah bahwa dia mampu berjalan di atas cahaya api yang
terang itu dan akhirnya sampai dengan tujuan dengan selamat. Namun sebaliknya,
jika dirinya mengambil resiko yang kedua, maka yang akan merasa kesakitan bukan
hanya tangannya, bahkan seluruh tubuhnya akan hancur dan binasa, jatuh dalam
jurang yang berada di hadapannya.
PARA PENGGENGGAM DIEN IBARAT PENGGENGGAM BARA
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud
dalam kitab al-Fitan wal Malahim, no. 4333 bahwa Rasulullah saw bersabda ketika
menafsirkan ayat “alaikum anfusakum” (QS. al-Maidah: 105): “Bahkan
perintahkanlah oleh kamu sekalian untuk berbuat amar ma’ruf nahi mungkar,
sehingga jika engkau telah melihat manusia mentaati sifat kikir, hawa nafsu
telah liar diumbar, dunia diutamakan, dan setiap orang yang mempunyai pendapat
(pemikiran) telah bangga dengan pendapatnya sendiri, maka hendaklah kalian menjaga
diri kalian sendiri dan meninggalkan orang-orang awwam, karena sungguh setelah
itu akan ada hari-hari (yang sulit dan berat)(sehingga karena sulit dan
beratnya) orang yang sabar (di dalam memegang kesepakatan atas kebenaran)
ibarat menggenggam bara api. Orang yang beramal (pada zaman itu, mendapatkan
pahala) seperti pahala lima puluh kalinya orang yang beramal diantara kamu
sekalian.” Dalam riwayat lain ada tambahan, “Para shahabat ketika itu bertanya
kepada Rasulullah, “Lima puluh kalinya kami atau mereka?” Rasulullah
menegaskan, “Bahkan lima puluh kalinya kamu sekalian (yakni para shahabat).”
Dalam hadits di atas Rasulullah saw mengisyaratkan bahwa akan ada suatu zaman
yang penuh dengan fitnah, dimana ‘amar ma’ruf nahi mungkar tidak lagi berarti.
Keadaan dimana manusia tidak lagi mempan terhadap seruan peringatan, nasihat
dan pelurusan, mereka telah menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhan-nya yang baru,
dunia begitu diutamakan dan menyedot seluruh perhatian mereka, hasilnya pun
mereka nikmati dunia ini dengan sepuas-puasnya tanpa ada yang mereka simpan dan
sisakan untuk agama dan akhirat. Manusia hidup tanpa landasan agama sehingga
tak ubahnya seperti binatang ternak. Sehingga kemudian orang-orang yang hidup
pada zaman yang penuh dengan fitnah ini kondisinya diibaratkan seperti orang
yang berada dalam kegelapan malam yang tidak mendapatkan cahaya kecuali
bongkahan bara api yang ada di hadapannya. Mereka dihadapkan dengan dua
pilihan, apakah harus mengambil bongkahan api tersebut sehingga bisa terus
berjalan walaupun tangan penuh luka ataukah meninggalkan bongkahan api itu tapi
tetap pada kegelapan?
Maka kita lihat, bagaimana kondisi umat Nabi Muhammad saw
saat ini dalam memegang ajaran beliau? Apakah mereka mengambil resiko yang
pertama yaitu tetap memegang teguh ajaran beliau itu dengan kesabaran prima?
Ataukah mereka mengambil resiko yang kedua, yaitu menanggalkan ajaran beliau
itu, tak kuat memegangnya karena dirinya terus menerus mendapatkan hinaan,
ejekan dan siksaan bahkan ancaman pembunuhan?
Ternyata mayoritas mengambil resiko yang kedua yang
justru sebenarnya lebih berat untuk mereka hadapi ketimbang resiko yang
pertama. Karena jika mereka mengambil resiko yang kedua berarti mereka telah
siap untuk masuk ke jurang kesesatan dan kebinasaan, baik di dunia sebelum di
akherat. Di dunia dia termasuk orang yang sesat dan hina di hadapan Allah,
adapun di akherat Allah swt akan memasukkannya ke jurang neraka. Nau’dzubillah.
Dan kita dapati hanya sedikit sekali dari umat Nabi
Muhammad saw yang bersikukuh untuk tetap memegang ajaran Nabi yang murni. Dalam
hadits, Rasulullah saw mengibaratkan bahwa kondisi mereka itu seperti kondisi
seseorang yang menggenggam bara api. Walaupun mereka harus merelakan tangannya
terbakar, tapi mereka mampu berjalan di atas cahaya kebenaran. Mereka tidak
peduli dengan banyaknya hinaan dan celaan dari masyarakat sekelilingnya, bahkan
siksaan dan pembunuhan dari orang-orang yang berusaha memadamkan bara api itu.
Karena mereka yakin dengan sabda Rasulullah saw: “Akan senantiasa ada sekelompok
dari ummatku yang dimenangkan di atas kebenaran, tidak akan membahayakannya
orang yang memusuhinya hingga datangnya hari Kiamat, sedangkan mereka tetap
dalam kondisi seperti itu.” (HSR. Muslim)
Para ulama menjelaskan mengapa orang-orang yang hidup dan
beramal pada zaman yang penuh dengan fitnah itu mendapatkan pahala hingga 50
kali pahala para shahabat? karena sulitnya untuk beramal dan bersabar terhadap
ujian di dalam mengamalkan dien ketika itu, sebagaimana sabda Nabi saw: “Kamu
sekalian (wahai para shahabat-ku) mendapatkan penolong-penolong untuk berbuat
kebaikan, (sedang mereka) tidak mendapatkan penolong dalam melaksanakan
kebaikan.”
Para shahabat beramal ketika Rasulullah saw ada di
tengah-tengah mereka, ayat turun memberi penilaian, sanjungan dan teguran
kepada mereka, suasana untuk berbuat kebaikan marak di setiap sudut, sedang
generasi belakangan yang mendapatkan 50 kali pahala mereka beramal di saat Nabi
hanya didapatkan dalam sirah dan sunnah. Al-Qur’an sudah tidak turun lagi, itu
pun penafsiran manusia terhadapnya bermacam-macam, dan suasana tidak mendukung
untuk berbuat kebaikan, bahkan kemaksiatan merata menggerogoti ketahanan iman
dan akhlaq mereka.
Mengomentari pahala 50 shahabat ini, dalam kitab Fathul
Wadud dikatakan bahwa yang dimaksud seperti pahala 50 shahabat adalah untuk
amal-amal yang berat untuk menunaikannya ketika itu dan tidak secara mutlaq
karena dalam suatu hadits disebutkan “Sekiranya kalian berinfaq emas sebesar
gunung Uhud, maka tidak akan sampai (pahalanya) seseorang dari mereka dan tidak
pula setengahnya.” Karena para shahabat mempunyai keutamaan dari yang lainnya
secara mutlaq. Wallahu a’lam bishshawwab.