Sumpah Menurut Islam
Sumpah
dalam Islam merupakan perkara yang sangat serius di mata agama. Pasalnya,
ketika seorang muslim mengucapkan sumpah dari mulutnya maka dia harus bisa
mempertanggungjawabkan sumpahnya di hadapan Allah SWT.
Al-Aimaan
-dengan Hamzah difat-hahkan- bentuk jamak dari yamiin. Dan asal makna al-Yamin
atau sumpah di dalam bahasa Arab adalah tangan. Hal ini dikarenakan ketika dulu
mereka bersumpah, mereka saling memegangi tangan yang lain.
Adapun
secara syara’ sumpah berarti menguatkan sesuatu dengan menyebut Nama atau sifat
Allah.
Sahnya Sumpah
Sumpah
tidak sah kecuali dengan menyebut Nama Allah Ta’ala, salah satu nama dari
Nama-Nama-Nya, atau satu sifat dari sifat-sifat-Nya.
Dari
‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam melihat ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu sedang berjalan
dengan kendaraannya, bersumpah dengan nama ayahnya, kemudian beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ إِنَّ اللهَ يَنْهَاكُمْ
أَنْ تَحْلِفُوا بِآبَائِكُمْ مَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللهِ أَوْ لِيَصْمُتْ.
“Ketahuilah,
sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan nama ayah-ayah kalian.
Barangsiapa bersumpah, hendaklah dengan (nama) Allah, atau diam.”
Dari
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَزَالُ جَهَنَّمُ
تَقُوْلُ: هَلْ مِنْ مَزِيْدٍ؟ حَتَّى يَضَعَ رَبُّ الْعِزَّةِ فِيْهَا قَدَمَهُ، فَتَقُولُ:
قَطْ، قَطْ وَعِزَّتِكَ، وَيُزْوَى بَعْضُهَا إِلَى بَعْضٍ.
“Tidak
henti-hentinya Neraka Jahannam berkata,’Masihkah ada tambahan?’ Hingga Rabb
Yang Maha Mulia meletakkan kedua kaki-Nya padanya, sehingga ia (Neraka)
mengatakan, ‘Cukup, cukup demi kemuliaan-Mu.’ Kemudian Dia (Allah) mengumpulkan
kedua kaki-Nya.”
Sumpah
Dengan Selain Allah Merupakan Kesyirikan
Dari
Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ
اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ.
“Barangsiapa
bersumpah dengan selain Allah, maka ia telah kufur atau syirik.”
Dan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَلَفَ مِنْكُمْ
فَقَالَ فِي حَلْفِهِ بِاللاَّتَ فَلْيَقُلْ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَمَنْ قَالَ
لِصَاحِبِهِ تَعَالَ أُقَامِرْكَ، فَلْيَتَصَدَّقْ.
“Barangsiapa
di antara kalian yang berkata ketika bersumpah, ‘Demi Latta,’ maka hendaknya
mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah.’ Dan barangsiapa berkata kepada temannya,
‘Kemarilah, aku akan bertaruh untukmu,’ maka hendaknya ia bersedekah.’”
Kerancuan Dan Jawabannya
Sebagian
orang ketika mereka bersumpah dengan selain Allah beralasan bahwa mereka takut
berbohong, sedangkan Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَجْعَلُوا اللَّهَ
عُرْضَةً لِّأَيْمَانِكُمْ
“Janganlah
kamu jadikan (Nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat
kebajikan…” [Al-Baqarah/2: 224]
Maka
jawaban atas syubhat ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Mis’ar bin
Kaddam dari Wabrah bin ‘Abdirrahman ia berkata, “’Abdullah berkata, ‘Bersumpah
dusta dengan Nama Allah lebih aku sukai daripada bersumpah jujur dengan
selain-Nya.”
Adapun
makna ayat tersebut sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Katsir dari Ibnu ‘Abbas
Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Janganlah kalian jadikan sumpah kalian
sebagai penghalang kalian untuk berbuat kebajikan, akan tetapi hapuskan sumpah
kalian dengan kafarat, dan berbuat kebajikanlah.”
Berkata
Ibnu Katsir, “Demikianlah yang dikatakan oleh Masruq, asy-Sya’bi, Ibrahim
an-Nakha’i, Mujahid,Thawus, ‘Atha’ al-Khurasani, dan as-Suddi rahimahullah.
Hukum Bersumpah Dengan Agama Selain Islam
Dari
Tsabit bin adh-Dhahhak, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ حَلَفَ بِمِلَّةٍ
سِوَى اْلإِسْلاَمِ كَاذِبًا مُتَعَمِّدًا فَهْوَ كَمَا قَالَ.
‘Barangsiapa
bersumpah bohong secara sengaja dengan agama selain Islam, maka ia keluar
dengan sesungguhnya.’”
Dan
dari ‘Abdillah bin Buraidah dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَالَ: إِنِّي
بَرِيءٌ مِنَ اْلإِسْلاَمِ، فَإِنْ كَانَ كَاذِبًا فَهُوَ كَمَا قَالَ وَإِنْ كَانَ
صَادِقًا لَمْ يَعُدْ إِلَى اْلإِسْلاَمِ سَالِمًا.
‘Barangsiapa
berkata, ‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari Islam, apabila ia dusta, maka ia
sebagaimana yang ia katakan (benar-benar keluar), dan apabila ia jujur, maka ia
tidak akan kembali ke dalam Islam dengan selamat.’”
Apabila
Seseorang Bersumpah Dengan Nama Allah Di Hadapannya Hendaknya Ia Menerima Dan
Ridha
Dari
Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendengar seseorang bersumpah dengan ayahnya. Kemudian beliau bersabda:
لاَ تَحْلِفُوْا بِآبَائِكُمْ،
مَنْ حَلَفَ بِاللهِ فَلْيَصْدُقْ، وَمَنْ حُلِفَ لَهُ بِاللهِ فَلْيَرْضَ، وَمَنْ
لَمْ يَرْضَ بِاللهِ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ.
“Janganlah
kalian bersumpah dengan ayah-ayah kalian. Barangsiapa bersumpah dengan Allah,
hendaknya ia menepati. Dan apabila ada yang bersumpah dengan Nama Allah di
hadapannya hendaknya ia menerima (ridha), dan barangsiapa tidak ridha dengan
Allah, maka ia bukan termasuk (golongan) Allah.”
Dan
dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
رَأَى عِيسَى ابْنُ
مَرْيَمَ رَجُلاً يَسْرِقُ فَقَالَ لَهُ أَسَرَقْتَ؟ قَالَ: لاَ وَالَّذِي لاَ إِلهَ
إِلاَّ هُوَ فَقَالَ عِيسَى: آمَنْتُ بِاللهِ وَكَذَّبْتُ بَصَرِي.
“Isa
bin Maryam melihat seseorang mencuri, kemudian ia berkata, ‘Apakah engkau
mencuri?’ Ia berkata, ‘Tidak, demi Rabb yang tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar selain-Nya.’ Lalu ‘Isa berkata, ‘Aku beriman kepada
Allah, dan aku mendustakan penglihatanku.”
Macam-Macam Sumpah
Sumpah
terbagi menjadi 3 macam; (1) sumpah yang tidak dimaksudkan untuk bersumpah, (2)
sumpah palsu, dan (3) sumpah yang disengaja.
Sumpah
Yang Tidak Dimaksudkan Untuk Bersumpah Dan Hukumnya
Tidak
dimaksudkannya sebuah sumpah yaitu sumpah yang tidak diniatkan untuk sumpah.
Sebagaimana perkataan seseorang, “Demi Allah kalian akan makan, atau kalian
akan minum.” Dan semisalnya yang tanpa dimaksudkan untuk bersumpah.
Hal
ini tidak dianggap sebagai sumpah, dan orang yang bersumpah tidak dikenakan
beban apa pun.
Allah
Ta’ala berfirman:
لَّا
يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا
كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ
“Allah
tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah),
tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk
bersumpah) oleh hatimu…” [Al-Baqarah/2: 225]
Allah
Ta’ala juga berfirman:
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ
بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ الْأَيْمَانَ
“Allah
tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja…”
[Al-Maa-idah/5: 89]
Dan
dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan
sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah)…” Ia berkata, “Ayat ini diturunkan
berkenaan dengan perkataan seseorang, ‘Tidak, demi Allah. Benar, demi Allah.”
Sumpah Palsu Dan Hukumnya
Yaitu
sumpah palsu yang dengannya hak seseorang bisa terambil, atau sumpah yang
dimaksudkan untuk berbuat kecurangan atau pengkhianatan.
Dinamakan
dengan اَلْيَمِيْنُ الْغَمُوْسِ (al-Yamiin al-Ghumuus), karena sumpah ini
menjerumuskan orang yang bersumpah ke dalam dosa kemudian ke dalam Neraka.
Sumpah
ini termasuk salah satu dosa besar, dan tidak ada kafarat atasnya, karena Allah
Ta’ala berfirman:
وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم
بِمَا عَقَّدتُّمُ الْأَيْمَانَ
“…
Tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja…”
[Al-Maa-idah/5: 89]
Dan
sumpah ini tidak dimaksudkan untuk bersumpah, karena apabila dimaksudkan, ia
tidak akan mungkin dilaksanakan, dan pada dasarnya sumpah ini tidak akan pernah
mendatangkan kebaikan.
Allah
Ta’ala berfirman:
وَلَا تَتَّخِذُوا أَيْمَانَكُمْ
دَخَلًا بَيْنَكُمْ فَتَزِلَّ قَدَمٌ بَعْدَ ثُبُوتِهَا وَتَذُوقُوا السُّوءَ بِمَا
صَدَدتُّمْ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan
janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang
menyebabkan tergelincir kaki(mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan
kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
bagimu adzab yang pedih.” [An-Nahl/16: 94]
Ath-Thabari
rahimahullah berkata, “Makna dari ayat tersebut di atas adalah janganlah kalian
jadikan sumpah-sumpah kalian yang telah kalian ucapkan, sebagai penghianatan
dan tipu daya untuk tidak memenuhi janji kepada orang yang telah kalian
janjikan, supaya mereka merasa tenang kepada kalian padahal kalian
menyembunyikan pengkhianatan terhadap mereka.”
Dari
‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda:
اَلْكَبَائِرُ
اْلإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَالْيَمِيْنُ
الْغَمُوْسُ.
“Termasuk
dosa besar adalah menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh
jiwa, dan sumpah palsu.”
Dan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shalalllahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
خَمْسٌ لَيْسَ لَهُنَّ
كَفَّارَةٌ اَلشِّرْكُ بِاللهِ عزوجل وَقَتْلُ النَّفْسِ بِغَيْرِ حَقٍّ أَوْ نَهْبُ
مُؤْمِنٍ أَوِ الْفِرَارُ يَوْمَ الزَّحْفِ أَوْ يَمِيْنٌ صَابِرَةٌ يَقْتَطِعُ بِهَا
مَالاً بِغَيْرِ حَقٍّ.
“Lima
hal yang tidak ada kafaratnya :
(1)
menyekutukan Allah Azza wa Jalla,
(2)
membunuh jiwa tanpa mempunyai hak (untuk membunuh),
(3)
merampas hak seorang mukmin,
(4)
lari dari peperangan, atau
(5)
sumpah palsu di depan hakim untuk memperoleh harta yang bukan haknya.”
Sumpah Yang Disengaja Dan Hukumnya
Sumpah
yang disengaja adalah sumpah yang dimaksudkan oleh seseorang dan ditujukan
untuk itu sebagai penguat dalam melakukan atau meninggalkan sesuatu.
Apabila
sumpahnya mengandung kebajikan, maka tidak apa-apa. Dan apabila ia
menggugurkannya, ia wajib membayar kafarat, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
لَّا يُؤَاخِذُكُمُ
اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ
“Allah
tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah),
tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk
bersumpah) oleh hatimu…” [Al-Baqarah/2: 225]
Dan
firman-Nya:
وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم
بِمَا عَقَّدتُّمُ الْأَيْمَانَ
“…
Tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja…”
[Al-Maa-idah/5: 89]
Sumpah
Didasarkan Pada Niat
Dari
‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ.
“Sesungguhnya
setiap amal tergantung pada niatnya.”
Barangsiapa
bersumpah atas sesuatu, namun ia menyembunyikan hal lain, maka yang menjadi
tolak ukur adalah niatnya, bukan lafazhnya.
Dari
Suwaid bin Hanzhalah, ia berkata, “Kami keluar untuk menemui Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan di antara kami ada Wa-il bin Hujr, kemudian
ada musuhnya yang menginginkan untuk menawannya, namun orang-orang enggan untuk
bersumpah, lalu aku bersumpah bahwasanya ia adalah saudaraku, lalu musuhnya
melepaskannya. Kami mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan
aku memberitahukan beliau bahwa mereka enggan untuk bersumpah, dan aku
bersumpah bahwasanya ia adalah saudaraku, lalu beliau bersabda:
صَدَقْتَ، الْمُسْلِمُ
أَخُو الْمُسْلِمِ.
“Kamu
benar, seorang muslim adalah saudara muslim yang lainnya.”
Sumpah
tergantung pada niat orang yang bersumpah apabila ia tidak diminta untuk
bersumpah. Tetapi apabila seseorang diminta untuk bersumpah, maka hukum sumpah
tergantung pada niat orang yang meminta.
Dari
Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِنَّمَا الْيَمِيْنُ
عَلَى نِيَّةِ الْمُسْتَحْلِفِ.
“Sesungguhnya
sumpah itu digantungkan pada niat orang yang memintanya.”
Dan
juga dari beliau, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَمِيْنُكَ عَلَى مَا
يُصَدِّقُكَ بِهِ صَاحِبُكَ.
“Sumpahmu
didasarkan pada apa yang membuat temanmu mempercayainya.”
Sumpah
Tidak Batal Karena Lupa Atau Salah
Barangsiapa
bersumpah untuk tidak melakukan sesuatu, lalu ia melakukannya (kembali) karena
lupa atau salah, maka ia tidak membatalkan sumpahnya.
Hal
ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا
إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا
“(Mereka berdo’a), ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah.’” [Al-Baqarah/2: 286]
Dan
di dalam hadits disebutkan bahwasanya Allah menjawab, “Ya.”
Pengecualian Di Dalam Bersumpah
Barangsiapa
bersumpah dan mengucap, “Insya Allah.” Maka, ia telah mengecualikannya dan
tidak perlu ada pembatalan sumpah tersebut.
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu a’nhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda:
قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ
دَاوُدَ نَبِيُّ اللهِ: َلأَطُوْفَنَّ اللَّيْلَةَ عَلَى سَبْعِيْنَ امْرَأَةً كُلُّهُنَّ
تَأْتِي بِغُلاَمٍ يُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللهِ فَقَالَ لَهُ صَاحِبُهُ أَوِ الْمَلَكُ:
قُلْ إِنْ شَاءَ اللهُ، فَلَمْ يَقُلْ وَنَسِيَ فَلَمْ تَأْتِ وَاحِدَةٌ مِنْ نِسَائِهِ
إِلاَّ وَاحِدَةٌ جَاءَتْ بِشِقِّ غُلاَمٍ.
“Berkata
Nabi Sulaiman bin Dawud, ‘Sungguh malam ini aku akan menyetubuhi 70 orang
isteriku, yang setiap dari mereka akan melahirkan seorang anak yang kelak akan
berperang di jalan Allah.’ Lalu seorang temannya atau seorang raja berkata,
‘Katakanlah, ‘Insya Allah!’’ Namun ia tidak mengatakannya dan lupa, maka tidak
ada satu pun dari isteri-isterinya itu yang mengandung, kecuali seorang yang
melahirkan anak yang cacat.”
Kemudian
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَلَوْ قَالَ إِنْ شَاءَ
اللهُ لَمْ يَحْنَثْ وَكَانَ دَرَكًا لَهُ فِيْ حَاجَتِهِ.
“Seandainya
ia mengucapkan, ‘Insya Allah.’ Niscaya ucapannya itu bisa menjadi penyebab
terkabulnya keinginannya.”
Dari
Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ حَلَفَ وَاسْتَثْنَى
إِنْ شَاءَ رَجَعَ وَإِنْ شَاءَ تَرَكَ غَيْرُ حَانِثٍ.
“Barangsiapa
bersumpah dan mengecualikannya, maka apabila ia menghendaki, ia boleh
mencabutnya atau meninggalkannya tanpa membatalkannya.”
Seseorang
Yang Telah Bersumpah Atas Sesuatu, Namun Ia Melihat Ada Hal Lain Yang Lebih
Baik
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِيْنٍ فَرَأَى غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَلْيَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ وَلْيُكَفِّرْ عَنْ يَمِيْنِهِ.
“Barangsiapa
telah bersumpah atas sesuatu, namun ia melihat ada hal lain yang lebih baik,
maka hendaknya ia melaksanakan hal yang lebih baik, dan membayar kafarat atas
sumpahnya.”
Larangan
Bersikukuh Pada Sebuah Sumpah
Allah
Ta’ala berfirman:
وَلَا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لِّأَيْمَانِكُمْ أَن تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا وَتُصْلِحُوا بَيْنَ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Janganlah
kamu jadikan (Nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat
kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah (perbaikan) di antara manusia. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-Baqarah/2: 224]
Berkata
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, “Janganlah kalian jadikan sumpah kalian
sebagai penghalang untuk tidak berbuat baik, namun, hapuslah sumpah kalian
dengan kafarat dan berbuatlah kebajikan.”
Dan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda:
وَاللهِ َلأَنْ يَلِجَّ أَحَدُكُمْ بِيَمِيْنِهِ فِي أَهْلِهِ آثَمُ لَهُ عِنْدَ اللهِ مِنْ أَنْ يُعْطِيَ كَفَّارَتَهُ الَّتِي افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْهِ.
“Demi
Allah, ketika salah seorang dari kalian bersikukuh* pada sumpah yang
(membahayakan) keluarganya itu lebih dosa baginya di sisi Allah dari pada
ketika ia membayar kafarat yang telah diwajibkan oleh Allah.”
Kafarat (Denda) Pembatalan Sumpah
Barangsiapa
membatalkan sumpah, maka kafaratnya salah satu dari hal berikut:
1.
Memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang biasa diberikan untuk
keluarga, atau
2.
Memberi mereka pakaian, atau
3.
Membebaskan seorang budak.
Apabila ia tidak mampu untuk melaksanakan hal tersebut, maka kafaratnya adalah puasa tiga hari. Tidak boleh kafarat (menebus) dengan puasa sedangkan ia mampu untuk mengerjakan salah satu dari tiga hal tersebut.
Allah
Ta’ala berfirman :
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ
بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ الْأَيْمَانَ
ۖ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ
أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ
أَيَّامٍ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ
“Allah
tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja,
maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin,
yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi
pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak
sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang
demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu ber-sumpah (dan kamu
langgar)…” [Al-Maa-idah/5: 89]
Sumpah Untuk Pengharaman
Barangsiapa
berkata, “Makananku adalah haram bagiku.” Atau, “Haram hukumnya bagiku memasuki
rumah si fulan.” Dan yang semisalnya, maka perkataan tersebut tidaklah
menjadikan hal-hal tersebut haram. Namun bagi orang tersebut harus membayar
kafarat sumpah apabila ia melakukannya.
Allah
Ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ ۖ تَبْتَغِي مَرْضَاتَ
أَزْوَاجِكَ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ
“Hai
Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu
mencari kesenangan hati isteri-isterimu Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kamu sekalian membebaskan diri
dari sumpahmu.” [At-Tahrim/66: 1-2]
Dari
‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Ketika itu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menginap dan meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy.
Kemudian aku dan Hafshah bersepakat apabila beliau ke rumah salah satu dari
kami, ia akan mengatakan, ‘Apakah engkau makan maghaafiir (buah yang berbau
kurang sedap-pent)? Sesungguhnya aku mencium bau maghafiir darimu.’ Rasulullah
menjawab, ‘Tidak, namun aku tadi minum madu di rumah Zainab binti Jahsy, dan
aku tidak akan mengulanginya lagi, dan aku telah bersumpah. Janganlah engkau
beritahu siapa pun.’”
Dari
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Pengharaman sesuatu yang halal
menyebabkan seseorang harus membayar kafarat. Sungguh telah ada dalam diri
Rasulullah suri tauladan yang baik bagi kalian.”
Dalam
bahasa Arab, sumpah disebut dengan al-yamin atau al-hilf, yaitu kata-kata yang
diucapkan dengan menggunakan nama Allah atau sifat-Nya untuk memperkuat suatu
hal. Contohnya: “WalLahi (Demi Allah) saya sudah belajar” dan “Wa’azhamatillah
(Demi Keagungan Allah) saya tidak mencuri”.
“Karena
sumpah menggunakan nama Allah, artinya jangan dibuat main-main. Sumpah itu
harus serius mengucapkannya. Makanya, sumpah itu ada syarat-syaratnya supaya
jadi bener,
syarat-syarat
sumpah, di antaranya: berakal, baligh, Islam, bisa melaksanakannya, dan suka
rela (tidak dipaksa). Ada pun rukun sumpah: Lafal yang dipakai dalam bersumpah
yaitu harus menggunakan nama Allah atau sifat-Nya.
Sementara
itu, sumpah memiliki tiga macam. Pertama, sumpah lughwi, sumpah yang tidak dimaksudkan
untuk bersumpah. Contohnya: “Demi Allah kamu harus datang” dan “Demi Allah kamu
wajib makan”. Meskipun kata-kata di atas menggunakan nama Allah, namun karena
kata-kata “demi Allah” tersebut tidak dimaksudkan untuk bersumpah, tapi untuk
memperkuat saja, maka hukum sumpah tersebut tidak wajib membayar kafarat dan
tidak ada dosanya (QS. Al Baqarah: 225).
“Sumpah
laghwi memang menyebut nama Allah tapi tidak dimaksudkan untuk betul-betul
bersumpah. Namun karena saking cintanya kepada Allah. Misalnya, ada orang yang
selalu spontan menyebut asma Allah tiap bertutur kata,” kata dosen Universitas
Muhammadiyah Surakarta ini.
Kedua,
sumpah mun’aqadah, sumpah yang memang benar-benar sengaja diucapkan untuk
bersumpah melakukan atau meninggalkan sesuatu hal. Contohnya: “Demi Allah saya
akan bersedekah sebanyak satu juta rupiah” dan “Saya bersumpah demi Allah tidak
akan menipumu”. Hukum sumpah ini ialah wajib membayar kafarat jika melanggarnya
(QS. Al Maidah: 89).
Bahwa
Kafarat ialah penebus dosa sumpah. Kafarat sumpah secara urut ialah: memberi
makan kepada sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa diberikan kepada
keluarga, atau memberi mereka pakaian, atau memerdekakan hamba sahaya. Jika
semua itu tidak bisa dilakukan maka ia wajib puasa tiga hari, baik secara
berturut-turut maupun tidak.
Ketiga,
sumpah ghamus, sumpah palsu/bohong. Sumpah jenis ini, kata Syamsul, biasanya
diucapkan untuk menipu atau mengkhianati orang lain. Sumpah palsu ini adalah
salah satu dosa besar sehingga tidak ada kafaratnya atau tidak bisa ditebus
dengan kafarat. Pelakunya tidak ada jalan lain kecuali bertaubat nasuha.
“Dinamakan
ghamus karena akan menjerumuskan pelakunya ke dalam api neraka. Jika sumpah ini
menyebabkan hilangnya hak-hak, maka hak-hak tersebut harus dikembalikan kepada
pemiliknya. Ini didasarkan kepada QS. An-Nahl ayat 94 dan hadis yang
diriwayatkan Imam Bukhari.
3 sumpah dalam Islam
1.
Sumpah Laghawi
Sumpah Laghawi merupakan sumpah
dalam Islam yang sifatnya untuk menyatakan sesuatu, bukan sumpah yang
mengandung janji yang harus ditepati. Biasanya, sumpah ini diucapkan sebagai
bentuk kecintaan terhadap Allah.Contohnya, ketika kamu ingin menyuruh seseorang
dan menggunakan kalimat seperti “sumpah demi Allah kamu harus berangkat
sekarang!”. Meskipun kalimat tersebut menggunakan lafadz “Allah” tetapi tetap
tidak bisa dihitung sebagai sumpah yang harus ditepati, karena sifatnya hanya
untuk memperkuat kalimat tersebut, sebagaimana yang termaktub pada surat
Al-Baqarah yang berbunyi,la yu akhizukumullahu bil-lagwi fi aimanikum wa lakiy
yu`akhizukum bima kasabat qulubukum, wallahu gafurun halim.Artinya: “Allah
tidak menghukum kamu karena sumpahmu yang tidak kamu sengaja, tetapi Dia
menghukum kamu karena niat yang terkandung dalam hatimu. Allah Maha Pengampun,
Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 225)
2.
Sumpah Mun’aqidah
Sumpah mun’aqidah adalah sumpah
dalam Islam yang memang diniatkan untuk bersumpah untuk melakukan suatu hal
atau meninggalkannya. Semisal “Demi Allah saya akan memberikan donasi makanan
untuk korban bencana alam!” Maka ucapan tersebut dihukumi sebagai sumpah yang
harus dilaksanakan dan wajib membayar kafarat atau penebus dosa jika
meninggalkannya. Hal tersebut tercantum dalam surat Al – Maidah yang
berbunyi,Laa yu'aakhizukumul laahu billaghwi fii aimaanikum wa laakiny
ya'aakhizukum bimaa 'aqqattumul aimaana fakaf faaratuhuuu it'aamu 'asharati
masaakiina min awsati maa tut'imuuna ahliikum aw kiswatuhum aw tahriiru
raqabatin famallam yajid fa siyaamu salaasat.Artinya: “Allah tidak menghukum
kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi
Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya
(denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari
makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau
memerdekakan seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka
(kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu
bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya
kepadamu agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maidah: 89)
3.
Sumpah Ghamus
Sumpah ghamus ialah sumpah dalam Islam yang
diucapkan untuk menipu orang lain. Sumpah ghamus ini termasuk ke dalam salah
satu dosa besar yang tidak bisa ditebus dengan kafarat. Ketika seseorang sudah
bersumpah ghamus, maka dia harus wajib bertaubat nasuha dan benar-benar
berjanji tidak akan mengulanginya lagi.Contohnya banyak ditemukan di lingkungan
pengadilan seperti ketika seorang saksi memberikan kesaksian palsu di
persidangan, padahal sebelumnya dia sudah disumpah terlebih dahulu. Maka,
kesaksian tersebut sudah termasuk ke dalam sumpah ghamus. Ganjaran sumpah
ghamus juga sudah dijelaskan dalam Surat An-Nahl yang berbunyi,Wa laa
tattakhizuuu aimaanakum dakhalam bainakum ftazilla qadamum ba'da subuutihaa wa
tazuuqus suuu'a bimmaa sadattum 'an sabiilil laahi wa lakum 'azaabun
'aziim.“Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di
antaramu, yang menyebabkan kakimu tergelincir setelah tegaknya (kukuh), dan
kamu akan merasakan keburukan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari
jalan Allah, dan kamu akan mandapat azab yang besar.” (QS. An-Nahl: 94)
Selain
pembagian di atas, kata Syamsul, sumpah dapat diklasifikasikan lagi sebagai
berikut :
1. Bersumpah
untuk mengerjakan yang wajib atau meninggalkan yang haram. Hukumnya, sumpah ini
tidak boleh dilanggar karena menguatkan apa yang dibebankan oleh Allah kepada
hamba-hambaNya.
2. Bersumpah
meninggalkan yang wajib atau mengerjakan yang haram. Hukumnya, sumpah ini wajib
dilanggar karena ia adalah sumpah untuk melakukan maksiat atau pendurhakaan
kepada Allah, dan ia terkena kafarat.
3. Bersumpah
mengerjakan atau meninggalkan sesuatu yang mubah atau halal. Hukumnya, makruh
untuk melanggarnya dan disunnahkan untuk memenuhi sumpahnya itu.
4. Bersumpah
meninggalkan yang sunnah atau mengerjakan yang makruh. Hukumnya, melanggar
sumpah ini disunnahkan dan ia terkena kafarat.
5. Bersumpah
untuk mengerjakan yang sunnah atau meninggalkan yang makruh. Hukumnya, sumpah
ini sunnah dipenuhi dan makruh dilanggar. Kalau dilanggar ia terkena kafarat.
Kanti
Suci Project