PEPERANGAN KHAIBAR
https://kantisuci.blogspot.com/2024/09/nabi-muhammad-meninggal-karena-diracun.html
Khaibar adalah suatu daerah yang subur yang dikelilingi oleh benteng-benteng kaum Yahudi. Benteng tersebut merupakan benteng terakhir di Jazirah Arabiah. Awalnya, orang-orang Yahudi Khaibar tidak memperlihatkan permusuhan terhadap kaum Muslimin, sampai pemuka Bani Nadhir bergabung dengan mereka setelah terusir dari Madinah. Setelah itu, babak baru hubungan antara mereka dengan kaum Muslimin dimulai. Diantara pemuka Bani Nadhir yang menonjol yang bergabung dengan yahudi di Khaibar adalah Sallâm bin Abi al-Huqaiq, Kinânah bin Abi al-Huqaiq dan Huyai bin Akhtâb.
Mereka bergabung di Khaibar dengan membawa kebencian terhadap kaum Muslimim. Oleh karena itu di saat ada kesempatan untuk menyerang kaum Muslimin, mereka tidak menyia-nyiakannya. Lebih dari itu, mereka bukan hanya menunggu kesempatan bahkan mereka aktif memprovokasi kaum Quraisy untuk menyerang kaum Muslimin dan suku-suku sekitar Mekah. Perang Ahzab atau Perang Khandaq merupakan buah dari provokasi mereka. Dalam kondisi genting, saat kaum Muslimin berhadapan dengan pasukan sekutu kala itu, lagi-lagi mereka berhasil membujuk Bani Quraizhah untuk mengingkari perjanjian damai dengan Rasûlullâh. Oleh karena itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan sangsi berat ke Bani Quraizhah setelah pasukan sekutu memutuskan kembali.
Perdamaian Hudaibiyyah, perjanjian gencatan senjata antara kaum Muslimin dan kaum Quraisy yang terjadi setelah perang Quraizhah, menjadi kesempatan bagi kaum Muslimin untuk membereskan bibit (dendam bani Khaibar) yang bisa mengganggu stabilitas kaum Muslimin di masa yang akan datang. Allâh Azza wa Jalla telah menjanjikan harta rampasan yang banyak, jika kaum Muslimin menyerang dan bisa mengalahkan kaum yahudi Khaibar.
Sejarah peperangan (Para Ulama sejarah berpendapat tentang kapan peperangan ini berkecamuk).
Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa peperangan ini terjadi pada bulan Muharram tahun ke-7 Hijriyah,
al-Wâqidi menyatakan pada bulan Safar atau Rabi’ul Awwal pada tahun ke-7 Hijriyah sekembalinya kaum Muslimin dari perjanjian Hudaibiyyah.
Ibnu Sa’ad berpendapat bahwa peperangan ini berkecamuk pada bulan Jumadil ‘Ula tahun ke-7 dan
Imam az-Zuhri dan Imam Mâlik mengatakan bahwa itu terjadi pada bulan Muharram pada tahun ke-6 Hijriyah.
Jika diperhatikan, perbedaan Ibnu Ishâq dan al-Wâqidi selisihnya tidak jauh, hanya dua bulan. , demikian juga perbedaan mereka berdua dengan Imam az-Zuhri dan Mâlik, yang disebabkan perbedaan mereka dalam menentukan permulaan tahun hijriyah. Ibnu Hajar rahimahullah telah merajihkan perkataan Ibnu Ishaq atas perkataan al-Wâqidi.
Pasukan kaum Muslimin berjalan menuju Khaibar dengan semangat keimanan membaja meski mereka tahu kekokohan benteng bani Khaibar, ketangguhan pasukan mereka serta kelengkapan peralatan perang mereka. Kaum Muslimin terus bertakbir, bertahlil dengan suara keras, sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan mereka dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنّكُمْ تَدْعُوْنَ سَمِيْعاً قَرِيْباً وَهُوَ مَعَكُمْ
Sesungguhnya kalian berdo’a kepada Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan sesungguhnya Dia selalu bersama kalian
Saat berangkat, kaum Muslimin menempuh jalan yang terletak antara Khaibar dan Ghatfan untuk mencegah bani Ghatafan agar tidak membantu kaum Yahudi Khaibar karena saat itu mereka masih memusuhi kaum Muslimin.
Jalannya Peperangan
Kaum Muslimin sudah memasuki dan berada di wilayah Khaibar sebelum terbit fajar. Setelah menunaikan shalat Shubuh di daerah itu, penyerangan dilakukan sebelum matahari terbit. Kejadian di pagi buta itu tentu sangat mengejutkan penduduk Khaibar yang baru memulai aktifitas mereka. Mereka berlarian seraya berkata, “Muhammad dan prajuritnya.” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda :
اللهُ أَكْبَرُ، خَرَبَتْ خَيْبَرُ، إِنَّا إِذّا نَزَلْنَا بِسَاحَةِ قَوْمٍ فَسَاءَ صَبَاحُ الْمُنْذِرِيْنَ
Allâh Akbar, Khaibar akan runtuh. Sungguh jika kami turun di medan untuk melawan suatu kaum maka buruklah pagi hari orang-orang yang kami peringati.
Orang-orang Yahudi berlarian dan berlindung di balik benteng-benteng mereka, kemudian kaum Muslimin mengepung mereka. Bani Ghatfan berusaha menolong bani Khaibar, sekutu mereka. Namun setiap kali mereka bergerak, mereka khawatir kaum Muslimin berbalik arah menyerang mereka sehingga harta dan keluarga mereka terancam. Akhirnya mereka mengurungkan niat untuk membantu[8]. Sementara itu, kaum Muslimin mulai berhasil menaklukkan benteng-benteng Yahudi Khaibar. Benteng pertama yang jatuh ke tangan kaum Muslimin adalah benteng Nâ’im dan as-Sha’b di daerah Nathat kemudian benteng Abi Nizar di daerah as-Syiq. Kedua daerah ini bagian sebelah timur laut Khaibar. Kemudian benteng al-Qamûsh yang sangat kokoh di daerah al-Kutaibah. Benteng ini dihuni oleh putra Abul Huqaiq. Setelah itu, kaum Muslimin mampu menguasai dua benteng lagi di al-Wathih dan Sulâlim.
Penaklukan Benteng Na’im
Kemenangan demi kemenangan yang diraih kaum Muslimin dalam perang Khaibar tidak didapatkan dengan mudah. Kaum Muslimin mendapatkan perlawanan sengit ketika berusaha menaklukan benteng-benteng itu. Misalnya, saat menaklukkan benteng Na’im seorang sahabat Nabi yang bernama Mahmud bin Maslamah al-Anshâri gugur sebagai syahid. Penaklukkan benteng ini membutuhkan waktu sepuluh hari. Saat pengepungan kaum Muslimin dipimpin oleh Abu Bakar As-Shiddiq, namun saat itu Allâh belum memberikan kemenangan. Ketika kaum Muslimin mulai terasa lelah, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi semangat dengan memberitahukan bahwa besok Allâh Azza wa Jalla akan menyerahkan bendera kepada oang yang dicintai oleh Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dan dia akan mendatangkan kemenangan. Keesokan harinya, usai melaksanakan shalat Shubuh, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan panji perang kepada Ali Radhiyallahu anhu dan Allâh Azza wa Jalla memberikan kemenangan melalui beliau Radhiyallahu anhu.
Sebelumnya, Rasûlullâh telah mewasiatkan kepada Ali Radhiyallahu anhu agar mengajak orang-orang Yahudi untuk memeluk Islam terlebih dahulu. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda kepada Ali Radhiyallahu anhu :
وَاللهِ لِأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ حُمْرُ النَّعَم وَعْنَدَمَا سَأَلَهُ عَلِيّ : يَا رَسُول اللهِ ، عَلَى مَاذَا أقاتِلُ النَّاسَ ؟ قَالَ : قَاتِلْهُمْ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُوَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذَالِكَ مُنِعُوْا مِنْكَ دِمَائَهَمُ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
Demi Allâh, sungguh Allâh memberi hidayah kepada seseorang dengan perantaramu itu lebih bagimu daripada unta merah.” Ketika Ali bertanya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Wahai Rasûlullâh atas dasar apa aku memerangi memerangi mereka?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Perangilah mereka hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allâh dan Muhammad adalah utusan Allâh, dan jika mereka telah melakukan hal itu maka terlaranglah bagimu darah-darah dan harta-harta mereka kecuali dengan cara yang haq dan perhitungannya di sisi Allâh.
Pada saat pengepungan, seorang pemuka sekaligus ksatria kaum Yahudi tampil dan menantang duel. Orang ini yang menyebabkan wafatnya ‘Amir bin al-Akwa’ Radhiyallahu anhu. Setelah itu, Ali Radhiyallahu anhu tampil meladeninya dan berhasil membunuhnya. Kematian orang ini rupanya berdampak buruk pada mental kaum Yahudi yang selanjutnya menjadi sebab kekalahan mereka dan akhirnya benteng Nâ’im jatuh ke tangan kaum Muslimin.
Penaklukan Benteng as-Sha’b dan Qal’ah Zubeir
Setelah berhasil menaklukkan benteng Nâ’im, kaum Muslimin bergerak menuju benteng ash-Sha’b. Benteng dihuni oleh 500 personil pasukan perang. Untuk menaklukkan benteng ini, kaum Muslimin memerlukan waktu tiga hari. Kemudian setelah itu, kaum Muslimin mengarahkan serangan mereka ke benteng Qal’ah az-Zubeir. Benteng ini menjadi tempat pelarian kaum Yahudi yang melarikan diri dari benteng Nâ’im dan ash-Sha’b dan benteng-benteng lain yang sudah ditaklukan oleh kaum Muslimin. Kaum Muslimin mengepung benteng tersebut dan memutus saluran air yang memasok kebutuhan mereka. Kondisi ini memaksa mereka untuk turun ke medan dan berperang. Dalam waktu tiga hari, benteng ini pun berhasil dikuasai oleh kaum Muslimin. Dengan takluknya benteng ini, maka berakhirlah kekuasan Yahudi di daerah Natthah yang selalu berada dibaris terdepan dalam memusuhi kaum Muslimin.
Penaklukan Benteng Ubay
Setelah berhasil menumpas kekuatan kaum Yahudi yang senantiasa mengganggu kaum Muslimin di daerah Natthah, kaum Muslimin melanjutkan misi mereka dengan mengarahkan penyerangan ke daerah asy-Syiq. Benteng Ubay di daerah ini menjadi sasaran pertama. Tembok benteng dan para penghuninya tidak mampu menahan gempuran kaum Muslimin. Akhirnya benteng berhasil dikuasai dan sebagian penghuninya melarikan diri ke benteng Nazâr. Mengetahui hal ini, kaum Muslimin bergerak cepat menyerang benteng Nazar. Tidak beberapa lama, benteng ini pun berhasil dikuasai kaum Muslimin. Akhirnya penduduk Yahudi yang tersisa melarikan diri ke benteng terakhir dan terkuat yaitu benteng al-Qamûs yang sangat kokoh dan benteng al-Wathîh dan benteng as-Sulâlim. Di tempat ini mereka menghimpun kekuatan mereka. Kaum Muslimin memusatkan kekuatan untuk mengepung mereka. Pengepungan berlangsung selama 14 hari dan akhirnya meminta damai.
Demikianlah penaklukan kota Khaibar melalui pertempuran sengit berdasarkan penelitian dari kronologi kejadian. Dalam riwayat Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Dawud dijelaskan bahwasannya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menaklukkan Khaibar melalui pertempuran sengit. Sebuah pertempuran yang menelan korban 93 dari pihak musuh dan 20 Muslim atau 15 Muslim.
Sejarah Perang Khaibar (Kemenangan Umat Islam di Bulan Safar).
Bulan Safar menjadi saksi Rasulullah dalam kemenangannya di Perang Khaibar yang berlangsung pada awal tahun 7 Hijriah. Perang ini terjadi sebulan setelah ditandatanganinya Perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah dan Kaum Kafir Mekkah.
Seperti yang ditulis Ahmad Rifaldi dalam Kemenangan Umat Islam di Khaibar pada Bulan Safar , Khaibar adalah wilayah pertanian yang terletak sekitar 165 km sebelah utara Madinah. Wilayah ini terkenal subur dan memiliki banyak sumber air dan perkebunan yang melimpah, seperti kurma dan buah-buahan lainnya. Wilayah ini dihuni oleh gabungan orang-orang Arab dan Yahudi, kendati suku Arab Gathafan menganggap wilayah ini adalah wilayah mereka.
Peperangan ini dilatarbelakangi akibat terusirnya orang-orang Yahudi Bani an-Nadhir yang diusir oleh Nabi Muhammad saw dari perkampungan mereka di Madinah sebagai hukuman atas aneka pengkhianatan yang mereka lakukan. Banyak tokoh menonjol Bani an-Nadhir yang bermukim di Khaibar melakukan beberapa kegiatan yang menghasut dan memperburuk citra Nabi Muhammad.
Di samping itu, penduduk Khaibar adalah orang-orang yang menghimpun pasukan untuk memerangi kaum Muslimin dan mendorong Bani Quraizhah untuk melanggar perjanjian dan berkhianat, menjalin kontak dengan orang-orang munafik yang merupakan duri dalam masyarakat Islam, berhubungan dengan penduduk suku Gathafan dan orang-orang Arab Badui, yang merupakan sayap ketiga dari pasukan musuh.
Hal demikian membuktikan bahwa mereka sudah mempersiapkan diri untuk berperang. Bahkan mereka pernah menyusun rencana untuk membunuh Nabi Muhammad.
Gerakan membahayakan mereka akan mengancam keamanan kaum Muslimin di Madinah. Selain faktor keamanan, Rasulullah juga melihat bahwa akses dakwah Islam akan tersendat jika membiarkan para pemuka Yahudi di Khaibar memainkan peran mereka. Atas pertimbangan itu, langkah terbaik yang harus dilakukan adalah mengepung Khaibar yang merupakan benteng terakhir orang-orang Yahudi di Jazirah Arabia agar bisa memastikan dua hal tersebut berjalan lancar.
Peristiwa peperangan ini terekam dalam Al-Qur’an surat al-Fath ayat 20 sebagai janji Allah kepada kaum Muslimin yang ikut dalam Perjanjian Hudaibiyah, bahwa mereka akan mendapatkan harta rampasan yang banyak. Allah Swt berfirman:
وَعَدَكُمُ اللّٰهُ مَغَانِمَ كَثِيْرَةً تَأْخُذُوْنَهَا فَعَجَّلَ لَكُمْ هٰذِهٖ وَكَفَّ اَيْدِيَ النَّاسِ عَنْكُمْۚ وَلِتَكُوْنَ اٰيَةً لِّلْمُؤْمِنِيْنَ وَيَهْدِيَكُمْ صِرَاطًا مُّسْتَقِيْمًاۙ
Artinya, “Allah telah menjanjikan kepadamu rampasan perang yang banyak yang (nanti) dapat kamu ambil, maka Dia menyegerakan (harta rampasan perang) ini untukmu. Dia menahan tangan (mencegah) manusia dari (upaya manganiaya)-mu (agar kamu mensyukuri-Nya), agar menjadi bukti bagi orang-orang mukmin, dan agar Dia menunjukkan kamu ke jalan yang lurus.” (QS Al-Fath ayat 20).
Perang Bani Quraizhah: Sejarah Pengkhianatan di Bulan Dzulqa'dah.
Rasulullah berangkat ke Khaibar dengan jumlah antara 1.400-1.600 balatentara. Pasukan tersebut adalah orang-orang yang ikut Rasulullah untuk melaksanakan umrah, meski terhadang oleh kaum kafir Makkah sehingga terbentuk Perjanjian Hudaibiyah. Tentang jumlah pasukan antara 1.400-1.600, Muhammad Quraish Shihab dalam Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan al-Quran dan Hadis-Hadis Shahih (2018) menjelaskan bahwa jumlah itu sesuai dengan perbedaan pendapat riwayat hadis.
Pasukan kaum Muslimin yang dipimpin Rasulullah terdiri dari dua ratus ekor kuda serta beberapa orang wanita. Rasulullah juga menyertakan istri beliau, Ummu Salamah atau Hindun binti Abu Umayyah bin Mughirah al-Qurasyiyah al-Makhzumiyah, karena sebelumnya telah ikut ke Hudaibiyah.
Strategi Rasulullah sebelum tiba di Khaibar adalah menghalau suku Arab Ghathafan yang menjalin kerja sama dengan orang-orang Yahudi Khaibar. Karen Armstrong dalam Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis (2011) menjelaskan bahwa Khaibar adalah pemukiman yang sangat kuat dan konon sulit untuk dikalahkan. Meski terlihat kuat, pada kenyataannya mereka terpecah belah di dalam. Ternyata setiap suku di pemukiman itu memiliki otonomi, dan mereka sulit bersatu untuk melawan satu musuh bersama.
Kelemahan itu dimanfaatkan Rasulullah Saw untuk memecah belah mereka lebih dalam lagi, salah satunya dengan menghalau suku Arab Ghathafan. Rasul Saw dan pasukannya dalam perjalanan ini akhirnya bermarkas di satu tempat yang dapat menghalangi mereka menuju Khaibar. Setelah terhalang, mereka juga mendengar kegaduhan di pemukiman mereka dan menduga bahwa Nabi Saw dan pasukannya sedang menyerang pemukiman mereka.
Hal demikian membuat mereka mengurungkan niatnya untuk membantu orang-orang Yahudi Khaibar, mereka terpaksa kembali guna mempertahankan harta, benda, dan keluarga mereka. Menurut Quraish Shihab (2018), tidak mustahil bahwa kegaduhan itu dilakukan oleh kaum Muslimin, atas perintah Nabi Saw, untuk mengelabui Ghathafan, sehingga mereka membiarkan orang-orang Yahudi menghadapi sendiri Nabi Saw dengan pasukan beliau.
Setelah tiba di Khaibar, tepatnya sebelum fajar, Rasulullah Saw dan pasukan melaksanakan Shalat Subuh di pinggiran kota dan begitu matahari terbit, Khaibar diserang. Kebiasaan Rasulullah jika hendak menyerbu suatu wilayah tidak di malam hari untuk menghindari mereka yang tidak mengangkat senjata. Ketika pagi hari penduduk Khaibar keluar dari rumah sambil membawa sekop dan keranjang menuju kebun, mereka dikejutkan oleh serangan mendadak itu.
Rasulullah Saw memulai gerakan, mereka berlarian ke benteng mereka sambil berteriak: “Muhammad datang dengan balatentara.” Dalam riwayat Anas bin Malik, Rasulullah bersabda dengan lantang :
الله أكبر , خربت خيبر , إنّا إذا نزلنا بساحة قوم فساء صباح المنذرين
Artinya, “Allahu Akbar! Hancurlah Khaibar! Kami jika turun menyerang di halaman satu kaum, maka amat buruklah pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang diperingatkan itu.” (HR. Bukhari. Lihat juga, Abd al-Qadir Syaibah al-Hamd, al-Qashash al-Haq fi Sirah Sayyid al-Khalq Muhammad Saw, [Riyadh, 2013] halaman 337).
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam Sirah Nabawiyah memaparkan nama-nama benteng besar yang mengamankan wilayah Khaibar. Satu paruh wilayah Khaibar memiliki lima benteng, yaitu Benteng Na’im, Benteng Ash-Shab bin Muadz, Benteng Qal’ah az-Zubair, Benteng Ubay, Benteng An-Nizar.
Tiga benteng yang pertama terletak di wilayah Nathat, sedangkan dua benteng yang terakhir berada di wilayah Asy-Syiq. Sedangkan paruh kedua wilayah Khaibar yang juga disebut al-Katibah, memiliki tiga benteng, yaitu Benteng al-Qamush, benteng milik Bani Abul Huqaiq dari Bani an-Nadhir, Benteng Al-Wathit, Benteng As-Sulalim.
Pasukan Islam pertama kali menyerang Nathat di mana terdapat benteng Na’im. Selama dua hari kaum Muslimin berusaha menerobos benteng ini, tetapi selalu gagal. Saat itu, panji Rasulullah dipegang oleh Sayyidina Abu Bakar. Keesokan harinya Nabi Saw menyerahkan panji tersebut kepada seseorang yang bahkan beliau menjamin dengan ucapannya: “Kemenangan akan dianugerahkan Allah melalui dia,” yaitu Sayyidina Ali Ra.
Quraish Shihab menyebutkan riwayat hadis dari Bukhari-Muslim tentang salah satu pesan Nabi Saw kepada Sayyidina Ali, Nabi bersabda :
ادعهم إلى الإسلام وأخبرهم بما يجب عليهم من حق الله تعالى , فوالله لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من أن يكون لك حمر النعم
Artinya, “Ajaklah mereka kepada Islam. Sampaikanlah kepada mereka apa yang diwajibkan atas mereka dari hak-hak Allah. Demi Allah bahwa Allah memberi hidayah kepada seseorang melalui Engkau, maka itu lebih baik dari Humr an-Ni’am (harta benda yang amat bernilai).” (HR. Bukhari dan Muslim. Lihat Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan al-Quran dan Hadis-Hadis Shahih, (2018: 807).
Ketangkasan Sayyidina Ali sebagai pemegang panji Rasulullah ditunjukkan ketika beliau dihadang oleh Marhab, tokoh Yahudi yang dikenal gagah berani. Namun, Marhab orang yang sombong dan membanggakan diri.
Terjadilah duel antara Sayyidina Ali dan Marhab. Marhab kalah dan tewas di tangan Ali. Setelah kemenangan itu, akhirnya benteng Na’im bisa ditaklukkan. Lalu, tampil Yasir, saudara Marhab, tetapi dengan sigap Zubair ibn al-Awwam tampil ke depan dan berhasil mengalahkannya.
Satu persatu benteng Yahudi ditaklukkan yang mengakibatkan bahan makanan dan harta benda dikuasai oleh pasukan Islam. Mereka akhirnya berlarian menuju wilayah Khaibar paruh kedua yang disebut al-Katibah untuk berlindung di benteng-benteng al-Qamush dan Sulalim. Pasukan Islam mengepung mereka selama 14 hari lamanya dan kemudian menyerah dan meminta berdamai. Korban yang gugur dari pasukan Islam sebanyak 20 orang, Quraish Shihab (2018) menyebut riwayat lain 25 orang, sedang yang tewas dari kelompok Yahudi 93 orang.
Dampak dari kemenangan ini, kaum Muslimin yang sebelumnya batal umrah karena dihadang penduduk kafir Makkah dalam peristiwa Hudaibiyah, akhirnya merasakan janji Allah pada QS al-Fath ayat 20. Mereka meraih banyak harta rampasan, baik makanan maupun persenjataan, dari penaklukan Khaibar.
Tidak hanya itu, akses dakwah Islam juga semakin melebar karena kondisi keamanan Madinah meningkat, hal itu menumbuhkan ekonomi masyarakat Islam. Kaum Muhajirin yang sebelumnya telah banyak menerima bantuan dari Anshar semisal pohon-pohon kurma, akhirnya sangat berterima kasih kepada mereka. Sebab, harta yang dibagikan Nabi Saw kepada para Muhajir dari rampasan perang telah mencukupi kebutuhan mereka.
Sejarah Perang Khaibar (Penyebab, dan Hasil Kesepakatannya)
Sejarah Perang Khibar menandai meluasnya Islam di Jazirah Arab. Pertempuran ini berakhir dengan kesepakatan antara umat Muslim dan Yahudi!
Sejarah Perang Khibar adalah salah satu perang penting dalam Islam. Terjadi pada tahun 7 Hijriah atau 629 M, perang yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW ini bertujuan untuk menumpas para Kaum Yahudi di Khaibar yang terletak di oasis sekitar 150 km di utara kota Madinah, Arab Saudi.
Seperti diketahui, Kota khaibar sering juga disebut Negeri Hijaz. Kota ini sudah lama menjadi benteng pertahanan bagi Kaum Yahudi.
Kota Khaibar memiliki kondisi tanah yang subur dan air yang melimpah ruah. sehingga sangat sempurna untuk menjadi tempat perlindungan bagi Kaum Yahudi.
Perang Khaibar terjadi setelah perjanjian Hudaibiyah pada tahun 628 M. Ketika Nabi Muhammad SAW dan umat Muslim Kembali ke Mekah untuk melakukan ibadah umroh.
Pada tahun yang sama, umat muslim mengalami beberapa konflik dengan Kaum Yahudi hingga akhirnya berujung Perang Khaibar.
Latar Belakang dan Penyebab Terjadinya Perang Khaibar.
Disebutkan dalam sejarah Perang Khibar bahwa sebelum diserang Kaum Muslimin, Khaibar telah menjadi pusat pengkhianatan, persengkongkolan, sumber permusuhan dan pemicu peperangan.
Kebiasaan ini berseberangan dengan konsep Islam sehingga harus ditumpas oleh Kaum Muslimin.
Selain itu, Kota Khaibar juga menjadi tempat menyusun strategi perang untuk menyerang umat muslim.
Puncaknya, mereka juga menyusun strategi untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Hal itulah yang melatarbelakangi terjadi Perang Khaibar.
Maka dari itu keberadaan Kaum Yahudi di Kota Khaibar di dekat Madinah menjadi ancaman bagi keamanan umat Islam.
Sehingga dalam kondisi seperti itu, kaum Islam mengirim pasukan untuk menaklukkan Khaibar sebelum diserang duluan oleh para Kaum Yahudi.
Tidak cukup sampai disitu, penyebab terjadinya pertempuran yang tertulis dalam sejarah Perang Khibar adalah adanya pelanggaran perjanjian.
Diketahui Rasulullah SAW sempat membuat perjanjian damai dengan Kaum Yahudi pada tahun 6 Hijriah.
Sayangnya, Kaum Yahudi secara sadar melanggar perjanjian tersebut dengan membantu Bani Quraisy dalam Perang Badar dan Perang Uhud.
Dilanggarnya perjanjian tersebut merupakan salah satu bukti pemberontakan Kaum Yahudi sehingga harus segera ditumpas agar tidak membahayakan umat Islam.
Jalannya Perang Khaibar.
Sejarah Perang Khibar mencatat bahwa pertempuran ini bermula pada Maret 628 M atau sekitar tahun 7 Hijriah.
Saat itu, pasukan Kaum Muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah SAW mulai berangkat menuju Khaibar dengan membawa lebih dari 2.000 pasukan dan 200 kuda.
Kedatangan Kaum Muslimin di Khaibar ini memang sudah bisa diprediksi. Hanya saja, tidak ada yang menyangka jika ternyata kedatangannya hanya butuh waktu 3 hari saja.
Karena itulah, Kaum Yahudi di Khaibar pun tidak sempat membangun pertahanan yang cukup kuat untuk benteng pertahanan.
Akibatnya, benteng pertahanan mereka pun berhasil dengan mudah dibobol Kaum Muslimin.
Beberapa komandan perang Kaum Yahudi pun beberapa kali mengalami pergantian. Hal ini disebabkan karena para komandan perang gugur secara bergantian.
Akhirnya hanya dalam waktu dua pekan, Kaum Yahudi di Khaidar pun mulai merasa terdesak dengan kehadiran Kaum Muslimin yang ternyata sangat kuat. Mereka pun memutuskan untuk menyerah pada Kaum Muslimin.
Meskipun menyerah, Kaum Yahudi ternyata membawa beberapa perjanjian tentang kesepakatan.
Perjanjian ini kemudian disetujui oleh Rasulullah SAW dan menjadi kesepakatan akhir Perang Khaibar oleh Kaum Muslimin dan Kaum Yahudi.
Hasil Kesepakatan Perang Khaibar.
Menurut sejarah Perang Khibar, disebutkan bahwa pertempuran ini dimenangkan oleh kaum Muslimin. Sebagai gantinya, ada beberapa kesepakatan yang terjadi sebagai penyelesaian dari Perang Khaibar.
Disebutkan bahwa kaum Yahudi di Khaibar menawarkan kerjasama terkait pengolahan lahan.
Dalam perjanjian tersebut, akhirnya disepakati bahwa :
- Rasulullah SAW secara khusus menyerahkan pengelolaan lahan kepada Kaum Yahudi
- Keuntungan hasil lahan dibagi sebagian untuk Kaum Muslimin dan sebagian untuk Kaum Yahudi
- Kaum Yahudi wajib menggunakan harta benda mereka dalam pengelolaan dan perawatan lahan
- Keberadaan Kaum Yahudi tergantung keinginan dari Kaum Muslimin. Pada poin ini, Kaum Yahudi siap pergi dari wilayah tersebut apabila memang sudah “diusir”
- Kepemilikan barang berharga tidak bisa dipindah tangankan
- Rasulullah SAW berkah mendapatkan sejumlah harta benda seperti emas, perak, senjata hingga baju besi
- Kaum Yahudi di Khaibar juga berhak atas kendaraan
- Kaum Yahudi di Khaibar tidak boleh menyembunyikan segala sesuatu yang membahayakan
- Apabila terbukti Kaum Yahudi menyembunyIkan sesuatu, maka tidak akan lagi ada jaminan keamanan
- Sejarah Perang Khibar juga menulis bahwa umat Muslim mendapatkan harta rampasan perang (ghanimah) yang cukup besar dari Kaum Yahudi.
- Harta rampasan ini kemudian dibagi-bagikan Rasulullah SAW kepada semua umat muslim yang terlibat perang secara merata.
- Bagi mereka yang tidak terlibat perang, tentu saja tidak bisa mendapatkan ghanimah. Namun di saat yang sama, sekelompok sahabat Rasulullah tiba dari hijrahnya ke negeri Habasyah.
- Para sahabat ini kemudian juga diberi bagian ghanimah oleh Rasulullah SAW dengan penuh kebahagiaan.
- Dari sejarah Perang Khibar di atas, bisa disimpulkan bahwa perang tidak serta merta tentang pertumpahan darah.
- Rasulullah SAW berhasil menumpaskan Kaum Yahudi di Khaibar hanya dengan kesepakatan. Kemenangan ini pun menandai semakin perkasanya Islam di Jazirah Arab.
- Selain Perang Khaibar, masih ada banyak sekali sejarah perang lain yang bisa diteladani.
Sumber Referensi :
as-Siratun Nabawiyah fi dhauil Kitab Mashâdiril Ashliyyah
as-siratun Nabawiyah ash-Shahihah
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XVI/1433H/2012. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Penulis artikel : Kanti Suci Project