Ayat Tentang Riba
وَمَآ
ءَاتَيْتُم مِّن رِّبًا لِّيَرْبُوَا۟ فِىٓ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرْبُوا۟ عِندَ
ٱللَّهِ ۖ وَمَآ ءَاتَيْتُم مِّن زَكَوٰةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ
هُمُ ٱلْمُضْعِفُونَ
wa mā ātaitum mir ribal liyarbuwa fī amwālin-nāsi
fa lā yarbụ 'indallāh, wa mā ātaitum min zakātin turīdụna waj-hallāhi fa
ulā`ika humul-muḍ'ifụn
Artinya :
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu
berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang
yang melipat gandakan (pahalanya).
Surat Ar-Rum Ayat 39
يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ
ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Arab-Latin : yam-ḥaqullāhur-ribā wa yurbiṣ-ṣadaqāt,
wallāhu lā yuḥibbu kulla kaffārin aṡīm
Artinya :
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan
selalu berbuat dosa.
Surat Al-Baqarah Ayat 276
Pelajaran Menarik Tentang Ayat Tentang
Riba
Ada bermacam penjelasan dari kalangan
mufassir terhadap makna ayat tentang riba, di antaranya sebagaimana terlampir :
1. Allah
melenyapkan seluruh riba dan mengharamkan pelakunya dari mendapat keberkahan
hartanya maka dia tida dapat menfaat darinya, dan menumbuhkan sedekah serta
memperbanyaknya melipat gandakan pahala bagi orang-orang yang bersedekah dan
memberkahi mereka dalam harta kekayaan mereka. Dan Allah tidak menyukai orang
yang tetap bersikeras di atas kekafirannya, menghalalkan makanan hasil riba,
lagi tak henti-hentinya dalam perbuatan dosa dan perkara haram serta
maksiat-maksiat kepada Allah. (Tafsir al-Muyassar)
2. Allah
akan membinasakan dan melenyapkan harta yang diperoleh dari riba, baik secara
kongkrit dengan hilang atau rusaknya harta tesebut, maupun secara abstrak
dengan hilangnya berkah dari harta tersebut. Dan Allah akan menambah dan
mengembangkan sedekah dengan melipatgandakan pahalanya. Maka satu kebajikan
akan dibalas dengan sepuluh kebaikan hingga 700 kali lipat, bahkan tidak
terhingga. Allah akan memberikan berkah-Nya kepada harta orang-orang yang
bersedekah. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir lagi ingkar,
menghalalkan apa yang diharamkan, dan bergelimang maksiat dan dosa. (Tafsir
al-Mukhtashar)
3. Allah
melenyapkan kebaikan riba dan juga harta dunia yang dicampur dengan riba
sekalipun itu banyak, dan Dia menyuburkan sedekah dan menambahkan harta yang
dikeluarkan untuk sedekah dan melipatkan pahala bagi orang yang bersedekah.
Allah itu menghukum setiap orang yang sangat kufur dan memiliki banyak dosa.
(Tafsir al-Wajiz)
يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَوٰا۟ (Allah
memusnahkan riba) Yakni menghilangkan berkahnya di dunia meski harta itu
banyak. وَيُرْبِى الصَّدَقٰتِ ۗ ( dan menyuburkan sedekah) Yakni menamabah
harta yang dikeluarkan sedekahnya, memberkahi dan menambah pahalanya dan
melipatgandakannya. وَاللهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ (Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa)
Yakni karena kecintaan Allah khusus untuk orang-orang yang bertaubat. Dalam ayat
ini terdapat ancaman yang besar atas orang yang mengambil riba dan mengatakan
perkataan tentang riba yang tersebut tadi karena Allah menghukuminya dengan
kekafiran. Rasullullah bersabda: barangsiapa yang bersedekah dengan seukuran
buah kurma dari hasil jerih payahnya yang baik -dan Allah tidak menerima
kecuali yang baik- maka Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya kemudian
merawatnya untuknya sebagaimana seorang diantara kalian yang merawat hingga
tumbuh sebesar bukit. (Zubdatut Tafsir)
وَٱتَّقُوا۟
ٱلنَّارَ ٱلَّتِىٓ أُعِدَّتْ لِلْكَٰفِرِينَ
Arab-Latin: wattaqun-nārallatī u'iddat
lil-kāfirīn
Artinya :
Dan peliharalah dirimu dari api neraka,
yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.
Surat Ali ‘Imran Ayat 131
Dan jadikanlah untuk diri kalian pelindung
antara diri kalian dengan neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir.
(Tafsir al-Muyassar)
Dan buatlah pelindung antara diri kalian
dan api neraka yang Allah siapkan bagi orang-orang kafir. Yaitu dengan cara
mengerjakan amal perbuatan yang saleh dan meninggalkan perbuatan yang
diharamkan. (Tafsir al-Mukhtashar)
131 Dan peliharalah dirimu dari api neraka
Jahannam yang telah disiapkan untuk orang kafir wahai orang mukmin, maksudnya
adalah bahwa memakan harta riba adalah kebiasaan orang kafir, bukan orang
mukmin. (Tafsir al-Wajiz)
وَاتَّقُوا۟ النَّارَ الَّتِىٓ أُعِدَّتْ لِلْكٰفِرِينَ
(Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang
kafir) Dalam ayat ini terdapat petunjuk agar menjauhi apa yang dilakukan
orang-orang kafir dalam muamalat mereka. Makna ayat ini adalah bahwa memakan
harta riba adalah perbuatan orang-orang kafir, maka jauhilah riba yang dapat
mencabut iman dari kalian sehingga kalian berhak mendapatkan neraka sebagaimana
orang-orang kafir. (Zubdatut Tafsir)
إِنَّ
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟
ٱلزَّكَوٰةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ
Arab-Latin : innallażīna āmanụ wa 'amiluṣ-ṣāliḥāti
wa aqāmuṣ-ṣalāta wa ātawuz-zakāta lahum ajruhum 'inda rabbihim, wa lā khaufun
'alaihim wa lā hum yaḥzanụn
Artinya :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat
pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.
Surat Al-Baqarah Ayat 277
Sesungguhnya orang-orang yang beriman
(dengan membenarkan) Allah dan rosul Nya, mengerjakan amal-amal shalih,
menjalankan shalat sebagaimana diperintahkan Allah dan RasulNya, dan
mengeluarkan zakat harta mereka, maka bagi mereka pahala besar yang khusus
diperuntukkan bagi mereka di sisi Tuhan mereka dan Pemberi rizki meraka. Tidak
ada rasa takut yang membuntuti mereka di kehidupan akhirat mereka, dan tidak
ada kesediahan terhadap kenikmatan-kenikmatan duniawi yang luput dari tangan
mereka. (Tafsir al-Muyassar)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman
kepada Allah, mengikuti Rasul-Nya, beramal saleh, menunaikan salat secara
sempurna sesuai dengan ketentuan syariat, dan membayarkan zakat kepada orang
yang berhak menerimanya, mereka itu akan mendapatkan ganjaran dari Rabb mereka,
tidak ada ketakutan bagi mereka dalam menghadapi urusan di masa depan, dan
tidak bersedih atas kesenangan dan kenikmatan dunia yang tidak mereka dapatkan.
(Tafsir al-Mukhtashar)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman
kepada Allah, dan mengerjakan amal shalih berupa meninggalkan riba, menunaikan
shalat fadhu dengan rukun dan syarat-syaratnya, dan membayar zakat, maka bagi
mereka itu pahala amal ibadah mereka di sisi Tuhan di akhirat. Tidak ada kekhawatiran
bagi mereka atas azab hari kiamat, dan tidak pula mereka bersedih atas apa yang
mereka tinggalkan di dunia. (Tafsir al-Wajiz)
سَمَّٰعُونَ
لِلْكَذِبِ أَكَّٰلُونَ لِلسُّحْتِ ۚ فَإِن جَآءُوكَ فَٱحْكُم بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ
عَنْهُمْ ۖ وَإِن تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَن يَضُرُّوكَ شَيْـًٔا ۖ وَإِنْ حَكَمْتَ فَٱحْكُم
بَيْنَهُم بِٱلْقِسْطِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
Arab-Latin : sammā'ụna lil-każibi akkālụna
lis-suḥt, fa in jā`ụka faḥkum bainahum au a'riḍ 'an-hum, wa in tu'riḍ 'an-hum
fa lay yaḍurrụka syai`ā, wa in ḥakamta faḥkum bainahum bil-qisṭ, innallāha yuḥibbul-muqsiṭīn
Artinya :
Mereka itu adalah orang-orang yang suka
mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi)
datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu)
diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka
maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu
memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka
dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.
Surat Al-Ma’idah Ayat 42
Orang-orang yahudi itu,menggabungkan
antara mendengarkan kedustaan dan memakan harta haram. Maka jika mereka datang
kepadamu untuk meminta putusan hukum, maka putuskanlah perkara di antara mereka
atau tinggalkan mereka. Dan jika kamu tidak memutuskan perkara diantara mereka,
makan mereka sekali-kali tidak akan sanggup untuk memudaratkanmu sedikitpun.
Dan jika kamu mau memutuskan (perkara mereka), maka putuskanlah perkara
diantara mereka dengan adil. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
adil. (Tafsir al-Muyassar)
Orang-orang Yahudi itu gemar mendengarkan
kebohongan dan memakan harta yang haram, seperti riba. Jika mereka memintamu
-wahai Rasul- untuk menjadi hakim, maka putuskanlah perkara mereka jika
berkenan, atau janganlah memutuskan perkara mereka jika enggan. Kamu boleh
memilih mana yang kamu inginkan. Apabila kamu memilih untuk tidak memutuskan
perkara mereka, maka mereka tidak akan dapat menimpakan mudarat apa pun
kepadamu. Dan jika kamu memilih untuk memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah
secara adil, meskipun mereka adalah orang-orang yang zalim dan musuh bagimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil dalam memutuskan
perkara, sekalipun orang-orang yang berperkara adalah musuh bagi hakim. (Tafsir
al-Mukhtashar)
Para pendengar kebohongan pendeta yang
mendengarkan dengan mentah-mentah itu adalah pemakan harta haram seperti uang
suap, riba, dan upah zina. Maka jika mereka meminta keputusan hukum kepadamu
wahai rasul, maka kamu bisa memilih antara memutuskan perkara mereka atau
berpaling dari mereka. Kemudian ayat tentang pemilihan itu dinasakh (disalin)
dengan firmanNya: “(Wa anihkum bainahum bimaa anzalallah) surah Al-Maidah ayat
49”. Jika kamu tidak mau memutuskan perkara mereka, maka tidak ada jalan lain
bagi mereka atas dirimu , dan mereka tidak akan bisa memberi mudharat kepadamu.
Dan jika kamu memutuskan hukum diantara mereka maka putuskanlah dengan adil.
Sesungguhnya Allah mencintai dan meridhai orang-orang yang berlaku adil dalam
suatu keputusan (Tafsir al-Wajiz)
أَكّٰلُونَ لِلسُّحْتِ ۚ (banyak memakan
yang haram) Makna (السحت) yakni harta haram. Disebut demikian karena ia
menghilangkan ketaatan dan menghapus pahalanya. Pendapat lain mengatakan ia
adalah uang suap. فَإِن جَآءُوكَ فَاحْكُم بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ ۖ(
Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka
putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka) Dalam
ayat ini disebutkan dua pilihan bagi Rasulullah, antara memutuskan perkara
mereka atau berpaling dari mereka. Para ulama berijma’ bahwa wajib bagi para
qadhi atau hakim muslimin untuk memutuskan perkara antara orang islam dan orang
kafir dzimmy apabila mereka mengangkat perkaranya kepadanya. Namun terdapat
perbedaan pendapat dalam masalah perkara yang menyangkut dua orang kafir dzimmy
yang mengangkat perkaranya, pendapat pertama mengatakan wajib memutuskan
perkara mereka, dan pendapat kedua mengatakan boleh memutuskan perkara mereka
dan boleh juga menolaknya. وَإِن تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَن يَضُرُّوكَ شَيْـًٔا ۖ(
jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat
kepadamu sedikitpun) Yakni apabila kamu memilih untuk berpaling dari perkara
mereka maka mereka tidak akan memiliki jalan sedikitpun untuk memberimu
marabahaya. وَإِنْ حَكَمْتَ(Dan jika kamu memutuskan perkara mereka) Yakni jika
kamu memilih untuk memutuskan perkara mereka. فَاحْكُم بَيْنَهُم بِالْقِسْطِ ۚ(
maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil) Yakni dengan penuh
keadilan sebagaimana yang telah Allah perintahkan dan kepadamu. (Zubdatut
Tafsir)
فَإِن
لَّمْ تَفْعَلُوا۟ فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ وَإِن تُبْتُمْ
فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Arab-Latin: fa il lam taf'alụ fa`żanụ biḥarbim
minallāhi wa rasụlih, wa in tubtum fa lakum ru`ụsu amwālikum, lā taẓlimụna wa
lā tuẓlamụn
Artinya :
Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
Surat Al-Baqarah Ayat 279
Jika kalian belum juga berhenti dari
perkara yang Allah melarang kalian melakukannya, maka yakinlah akan perang dari
Allah dan RasulNya (terhadap kalian). Dan jika kalian mau kembali kepada Tuhan
kalian, dan kalian tinggalkan makan riba,maka kalian boleh mengambil harta yang
kalian hutangkan, tanpa mengambil tambahan. Maka kalian tidak mendzhalimi siapa
pun, dengan mengambil tambahan melebihi harta pokok kalian, dan tidak ada
seorangpun yang mendzhalimi kalian dengan mengurangi harta yang kalian
hutangkan. (Tafsir al-Muyassar)
Jika kalian tidak melakukan apa yang
diperintahkan kepada kalian maka ketahuilah dan yakinilah akan adanya
pernyataan perang dari Allah dan Rasul-Nya. Jika kalian kembali kepada Allah
dan meninggalkan kebiasaan mengambil riba, maka kalian tetap berhak atas modal
yang kalian pinjamkan. Kalian tidak boleh menzalimi seseorang dengan memungut
tambahan (bunga) atas modal kalian, dan kalian juga tidak dizalimi dengan
dikurangi modal kalian. (Tafsir al-Mukhtashar)
Jika kalian tidak meninggalkan riba maka
kalian akan menjadi musuh-musuh Allah dan rasulNya. Kalian akan dihukum di
dunia dan akhirat. Dan jika kalian bertaubat untuk mengambil riba, maka bagi
kalian itu harta pokok kalian pinjamkan, tanpa menambahi dan mengurahi harta
pokok, yaitu bahwa memakan harta riba itu termasuk dosa-dosa besar. (Tafsir
al-Wajiz)
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا۟ ( Maka jika kamu
tidak mengerjakan) Yakni apa yang diperintahkan kepada kalian berupa ketakwaan
dan meninggalkan sisa dari riba. فَأْذَنُوا۟ بِحَرْبٍ مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِۦ ۖ
( maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu) Maka atas
pemimpin kaum muslimin untuk mengumumkan kepada mereka peperangan sampai mereka
meninggalkan riba. Dari Ibnu Abbas ia berkata: barangsiapa yang tetap
menjalankan riba maka wajib bagi pemimpin kaum muslimin untuk memintanya agar
bertaubat, jika ia bertaubat maka itulah yang diharapkan dan apabila tidak maka
hukumannya adalah potong leher. Dan ayat ini menunjukkan bahwa memakan harta
riba dan mengamalkan riba termasuk dalam dosa besar. وَإِن تُبْتُمْ (Dan jika
kamu bertaubat ) Yakni bertaubat dari riba. فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوٰلِكُمْ (maka
bagimu pokok hartamu ) Yang bisa kalian ambil. لَا تَظْلِمُونَ ( kamu tidak
menganiaya) Yakni menganiaya penghutang dengan mengambil tambahan darinya. وَلَا
تُظْلَمُونَ (dan tidak (pula) dianiaya) Yakni kalian juga tidak dianiaya dengan
penundaan dan pengurangan. (Zubdatut Tafsir)
ٱلَّذِينَ
يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُم بِٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ
عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Arab-Latin: allażīna yunfiqụna amwālahum
bil-laili wan-nahāri sirraw wa 'alāniyatan fa lahum ajruhum 'inda rabbihim, wa
lā khaufun 'alaihim wa lā hum yaḥzanụn
Artinya :
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di
malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka
mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.
Surat Al-Baqarah Ayat 274
Orang-orang yang mengeluarkan harta mereka
demi mengharap ridha Allah malam dan siang hari, baik dengan merahasiakan dan
menampakkannya, maka bagi mereka pahala dari Tuhan mereka, tidak ada rasa takut
pada mereka berkaitan dengan apa yang akan mereka hadapi di akhirat, dan
merekapun tidak bersedih hati atas kesenangan-kesenangan dunia yang luput bagi
mereka. Ketetapan ajaran syariat ilahi ini adalah manhaj islam dalam berinfak
karena di dalamnya memuat unsur memenuhi kebutuhan orang-orang fakir dalam
kemuliaan dan kehormatan yang terjaga serta pembersihan harta-harta orang kaya
dan perwujudan semangat kerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan demi mencari
Wajah Allah tanpa ada unsur tindakan represif dan pemaksaan. (Tafsir
al-Muyassar)
Orang-orang yang menginfakkan harta mereka
untuk mencari rida Allah di malam dan siang hari, secara sembunyi-sembunyi
maupun terang-terangan, namun tidak disertai niat untuk ria (pamer) dan mencari
popularitas, maka pahala mereka ada di sisi Rabb mereka di hari kiamat. Tidak
ada ketakutan terhadap mereka mengenai urusan mereka di masa depan dan mereka
tidak bersedih atas dunia yang tidak mereka dapatkan, karena besarnya anugerah
dan karunia yang mereka dapatkan dari Allah. (Tafsir al-Mukhtashar)
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah di setiap waktu baik malam ataupun siang, sembunyi-sembunyi ataupun
terang-terangan, ektika seseorang membutuhkannya tanpa berlaku boros dan pelit
dalam hal itu, maka bagi mereka itu pahala di sisi Tuhannya. Tiada kekhawatiran
bagi mereka tentang azab hari kiamat. Mereka juga tidak bersedih atas sesuatu
yang hilang dari mereka di dunia. Ayat ini turun untuk Ashabul Khail, yaitu
orang-orang yang menunggang kuda di jalan Allah SWT dan mereka berinfak.
(Tafsir al-Wajiz)
الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوٰلَهُم بِالَّيْلِ
وَالنَّهَارِ (Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari
) Yakni sebab tingginya minat mereka untuk bersedekah sampai-sampai mereka
tidak meninggalkannya baik itu di siang hari maupun malam hari. سِرًّا وَعَلَانِيَةً(secara
tersembunyi dan terang-terangan ) Yakni saat menghampiri mereka kebutuhan orang
lain, maka mereka mendapatkan pahala mereka. (Zubdatut Tafsir)
وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ
وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ
بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Arab-Latin : wa lā ta`kulū amwālakum
bainakum bil-bāṭili wa tudlụ bihā ilal-ḥukkāmi lita`kulụ farīqam min
amwālin-nāsi bil-iṡmi wa antum ta'lamụn
Artinya :
Dan janganlah sebahagian kamu memakan
harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.
Surat AL-Baqarah Ayat 188
Dan janganlah memakan sebagian dari kalian
harta milik sebagian yang lain dengan cara-cara batil seperti dengan sumpah
dusta, ghosob, mencuri, suap, riba, dan lain sebagainya. Dan janganlah pula
kalian menyampaikan kepada penguasa penguasa berupa alasan-alasan batil untuk
tujuan dapat memakan harta milik segolongan manusia dengan cara batil, Sedang
kalian tahu haramnya hal itu bagi kalian. (Tafsir al-Muyassar)
Dan janganlah sebagian dari kalian mengambil
harta sebagian yang lain secara batil, seperti mencuri, merampas dan menipu.
Juga janganlah kalian mengajukan gugatan ke penguasa (pengadilan) untuk
mengambil sebagian harta orang lain secara tidak benar, padahal kalian tahu
bahwa Allah mengharamkan hal itu. Jadi melakukan perbuatan dosa disertai
kesadaran bahwa perbuatan itu diharamkan akan lebih buruk nilainya dan lebih
besar hukumannya. (Tafsir al-Mukhtashar)
Janganlah kalian memakan harta orang lain
dengan cara yang bathil, yaitu sesuatu yang tidak diperbolehkan syariat untuk
diambil, seperti bayaran pezina, dukun, dan khamr. Janganlah kalian mengadukan
perkara tersebut, yaitu perkara tentang harta tersebut kepada hakim, dan
janganlah kalian membelokkan hukum yang telah berjalan dengan uang suap dan semacamnya.
Dan keputusan hakim itu tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang
halal. Dan kalian mengetahui bahwa kalian menzalimi orang lain dengan mengambil
harta tersebut. Ayat ini turun untuk Imriul Qays bin Abis dan Abdan bin Asyra’
Al-Hadramy yang saling memperdebatkan sebidang tanah, Dan orang pertama ingin
bersumpah, lalu turunlah ayat {Wa laa ta’kuluu amwaalakum bainakum bil
baathili} (Tafsir al-Wajiz)
وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوٰلَكُم بَيْنَكُم بِالْبٰطِلِ
(Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil) Cara yang bathil adalah mengambil sesuatu dari
pemiliknya dengan cara yang tidak diperbolehkan oleh syari’at. Inilah yang
dimaksud dengan memakan secara bathil, meskipun sang pemilik barang telah rela
dengan itu; seperti upah yang diberikan untuk pezina atau untuk dukun, atau
uang dari hasil penjualan khamr. وَتُدْلُوا۟ بِهَآ (dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu) إِلَى الْحُكَّامِ (kepada hakim) Mereka adalah para
qadhi dan hakim, agar mereka memutuskan perkara untukmu secara bathil. Padahal
putusan hakim tidak bisa menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. لِتَأْكُلُوا۟
فَرِيقًا (supaya kamu dapat memakan sebahagian) Yakni sepotong atau sebagian. بِالْإِثْمِ
(dengan (jalan berbuat) dosa) Yakni dengan rasa zalim dan permusuhan. وَأَنتُمْ
تَعْلَمُونَ (padahal kamu mengetahui) Dari Ibnu Abbas ia berkata: ayat ini
menjelaskan seorang lelaki yang memiliki hutang namun tidak ada yang memiliki
bukti atas itu, sehingga ia pun memungkiri hutang itu dan melaporkan masalahnya
ke hakim (karena merasa dia di posisi yang akan menang). (Zubdatut Tafsir)
وَلِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ
ۚ يَغْفِرُ لِمَن يَشَآءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Arab-Latin: wa lillāhi mā fis-samāwāti wa
mā fil-arḍ, yagfiru limay yasyā`u wa yu'ażżibu may yasyā`, wallāhu gafụrur raḥīm
Artinya :
Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan
yang ada di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; Dia
menyiksa siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Surat Ali ‘Imran Ayat 129
Dan milik Allah semata apa-apa yang ada di
langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dia mengampuni siapa saja yang Dia
kehendaki dari hamba-hambaNya karena sifat rahmatNya, dan menyiksa siapa saja
yang Dia kehendaki karena sifat adilNya. Dan Allah Maha Pengampun terhadap
dosa-dosa hamba-hambaNya, juga Maha Penyayang terhadap mereka. (Tafsir
al-Muyassar)
Kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi dalam hal penciptaan dan pengaturan. Dia mengampuni
dosa-dosa orang yang dikehendaki-Nya dengan kasih sayang-Nya, dan menyiksa
orang yang dikehendaki-Nya dengan keadilan-Nya. Dan Allah Maha Pengampun bagi
orang yang bertaubat lagi Maha Penyayang kepada mereka. (Tafsir al-Mukhtashar)
129 Kemudian Allah membangun keluasan
kerajaan-Nya. Ingatlah bahwa kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan
yang ada di bumi serta segala makhluk yang ada di antara keduanya. Dia memberi
ampunan kepada siapa saja yang Dia kehendaki dengan karunia-Nya; Dia menyiksa
siapa yang Dia kehendaki dengan keadilan-Nya, dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang kepada orang yang meminta ampun. Ini adalah isyarat bahwa rahmat
Allah itu lebih luas daripada kemurkaan-Nya. (Tafsir al-Wajiz)
وَلِلَّـهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْأَرْضِ
ۚ (Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan yang ada di bumi) Yakni untuk
menjelaskan luasnya kekuasaannya. يَغْفِرُ لِمَن يَشَآءُ(. Dia memberi ampun
kepada siapa yang Dia kehendaki) Yakni yang Dia kehendaki untuk diampuni. وَيُعَذِّبُ
مَن يَشَآءُ ۚ( Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki) Yakni yang Dia kehendaki
utuk diazab, Dia memperlakukan kekuasaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya, dan
menghukum apa yang Dia kehendaki. وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ (, dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang) Sebagai isyarat bahwa rahmat-Nya mendahului
kemurkaan-Nya, dan seruan untuk kaum Quraisy agar melihat kembali sikap mereka
terhadap Islam; juga isyarat bahwa sebagian mereka akan memeluk Islam.
(Zubdatut Tafsir)
هُوَ
ٱلَّذِىٓ أَرْسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلْهُدَىٰ وَدِينِ ٱلْحَقِّ لِيُظْهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ
كُلِّهِۦ وَلَوْ كَرِهَ ٱلْمُشْرِكُونَ
Arab-Latin : huwallażī arsala rasụlahụ
bil-hudā wa dīnil-ḥaqqi liyuẓ-hirahụ 'alad-dīni kullihī walau karihal-musyrikụn
Artinya :
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya
(dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya
atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.
Surat At-Taubah Ayat 33
Dia lah yang telah mengutus RasulNya,
Muhammad , dengan membawa al-qur’an dan agama islam, untuk meninggikannya di
atas seluruh agama yang ada, walaupun kaum musyrikin membenci agama yang haq
ini (islam) dan kemenangannya di atas seluruh agama. (Tafsir al-Muyassar)
Allah -Subḥānahu- yang telah mengutus
rasul-Nya, Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan membawa Al-Qur`ān
yang merupakan petunjuk jalan bagi manusia, dan membawa agama yang benar, yaitu
agama Islam, untuk menjadikannya unggul di atas agama-agama lainnya dengan
hujah-hujah, bukti-bukti, dan hukum-hukum yang ada di dalamnya, walaupun
orang-orang musyrik tidak menyukai hal itu. (Tafsir al-Mukhtashar)
Allahlah yang mengutus utusanNya, Muhammad
SAW dengan petunjuk yang menyeluruh lagi berdiri tegak atas dasar bukti dan
hukum yang benar, dan agama Islam yang haq yang merupakan sandaran yang benar
dan cara bertauhid yang murni agar Dia (Allah) meninggikan dan memenangkannya
atas agama-agama yang bertentangan denganNya dengan bukti dan hukum yang kuat
walaupun orang-orang musyrik membenci hal tersebut (Tafsir al-Wajiz)
هُوَ الَّذِىٓ أَرْسَلَ رَسُولَهُۥ بِالْهُدَىٰ
(Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran))
Yakni dengan sesuatu yang menjadi petunjuk manusia, berupa bukti-bukti,
mukjizat, dan hukum-hukum yang disyariatkan Allah bagi hamba-Nya. وَدِينِ الْحَقِّ(dan
agama yang benar) Yakni agama Islam yang merupakan kepercayaan yang benar dan
pengesaan peribadatan serta penjauhan diri dari penyembahan kepada makhluk
meskipun makhluk itu agung dan besar. لِيُظْهِرَهُۥ(untuk dimenangkan-Nya)
Yakni untuk meninggikan Rasul-Nya, atau agama-Nya yang benar yang mengandung
bukti-bukti dan hujjah-hujjah. Dan Rasul serta agama-Nya telah ditinggikan,
walhamdulillah.
Lanjutan Ayat Tentang Riba
Surat Al Baqarah Ayat 275
Dilansir dari situs Quran Kementerian
Agama (Kemenag), berikut bacaan Surat Al Baqarah ayat 275 dalam Arab, Latin,
dan terjemahannya.
اَلَّذِيْنَ
يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ
الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ
مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ
عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Allażīna ya'kulūnar-ribā lā yaqūmūna illā
kamā yaqūmul-lażī yatakhabbaṭuhusy-syaiṭānu minal-mass(i), żālika bi'annahum
qālū innamal-bai'u miṡlur-ribā, wa aḥallallāhul-bai'a wa ḥarramar-ribā, faman
jā'ahū mau'iẓatum mir rabbihī fantahā falahū mā salaf(a), wa amruhū ilallāh(i),
wa man 'āda fa ulā'ika aṣḥābun-nār(i), hum fīhā khālidūn(a).
Artinya :
Orang-orang yang memakan (bertransaksi
dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri
sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata
bahwa jual beli itu sama dengan riba.
Padahal, Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan
dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah
diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka
kekal di dalamnya.
Tafsir Surat Al Baqarah Ayat 275
Berikut dua tafsir Surat Al
Baqarah ayat 275.
1. Kementerian Agama
Orang-orang yang memakan riba yakni
melakukan transaksi riba dengan mengambil atau menerima kelebihan di atas modal
dari orang yang butuh dengan mengeksploitasi atau memanfaatkan kebutuhannya,
tidak dapat berdiri, yakni melakukan aktivitas, melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan karena gila.
Mereka hidup dalam kegelisahan; tidak
tenteram jiwanya, selalu bingung, dan berada dalam ketidakpastian, sebab
pikiran dan hati mereka selalu tertuju pada materi dan penambahannya.
Itu yang akan mereka alami di dunia,
sedangkan di akhirat mereka akan dibangkitkan dari kubur dalam keadaan
sempoyongan, tidak tahu arah yang akan mereka tuju dan akan mendapat azab yang
pedih.
Yang demikian itu karena mereka berkata
dengan bodohnya bahwa jual beli sama dengan riba dengan logika bahwa keduanya
sama-sama menghasilkan keuntungan.
Mereka beranggapan seperti itu, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Substansi keduanya
berbeda, sebab jual beli menguntungkan kedua belah pihak (pembeli dan penjual),
sedangkan riba sangat merugikan salah satu pihak.
Barang siapa mendapat peringatan dari
Tuhannya, setelah sebelumnya dia melakukan transaksi riba, lalu dia berhenti
dan tidak melakukannya lagi, maka apa yang telah diperolehnya dahulu sebelum
datang larangan menjadi miliknya, yakni riba yang sudah diambil atau diterima
sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan, dan urusannya kembali kepada
Allah.
Barang siapa mengulangi transaksi riba
setelah peringatan itu datang maka mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di
dalamnya untuk selama-lamanya.
2. Tafsir Tahlili
Terdapat dua macam riba yang dikenal,
yaitu riba nasī'ah dan riba faḍal. Riba nasī'ah ialah tambahan pembayaran utang
yang diberikan oleh pihak yang berutang, karena adanya permintaan penundaan
pembayaran pihak yang berutang.
Tambahan pembayaran itu diminta oleh pihak
yang berpiutang setiap kali yang berutang meminta penundaan pembayaran
utangnya. Contoh: A berutang kepada B sebanyak Rp1.000 dan akan dikembalikan
setelah habis masa sebulan.
Setelah habis masa sebulan, A belum
sanggup membayar utangnya karena itu A meminta kepada B agar bersedia menerima
penundaan pembayaran.
B bersedia menunda waktu pembayaran dengan
syarat A menambah pembayaran sehingga menjadi Rp1.300,- Tambahan pembayaran
dengan penundaan waktu serupa ini disebut riba nasī'ah.
Tambahan pembayaran ini mungkin
berkali-kali dilakukan karena pihak yang berutang selalu meminta penundaan
pembayaran sehingga akhirnya A tidak sanggup lagi membayarnya, bahkan
kadang-kadang dirinya sendiri terpaksa dijual untuk membayar utangnya.
Inilah yang dimaksud dengan firman Allah:
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا
اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ ١٣٠ (اٰل عمران)
Artinya: Hai orang yang beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah, agar
kamu mendapat keberuntungan. (Āli 'Imrān/3:130).
Riba nasī'ah seperti yang disebutkan di
atas banyak berlaku di kalangan orang Arab jahiliah. Inilah riba yang dimaksud
Al Quran.
Bila dipelajari dan diikuti sistem riba
dalam ayat ini dan yang berlaku di masa jahiliah, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
Sistem bunga merupakan sistem yang
menguntungkan bagi yang meminjamkan dan sangat merugikan si peminjam. Bahkan
ada kalanya si peminjam terpaksa menjual dirinya untuk dijadikan budak agar dia
dapat melunasi pinjamannya.
Perbuatan itu pada zaman jahiliah termasuk
usaha untuk mencari kekayaan dan untuk menumpuk harta bagi yang meminjamkan.
Menurut Umar Ibnu Khaṭṭab, ayat Al Quran
tentang riba, termasuk ayat yang terakhir diturunkan. Sampai Rasulullah wafat
tanpa menerangkan apa yang dimaksud dengan riba.
Maka tetaplah riba dalam pengertian yang
umum, seperti sistem bunga yang diberlakukan orang Arab pada zaman jahiliah.
Keterangan Umar ini berarti bahwa
Rasulullah sengaja tidak menerangkan apa yang dimaksud dengan riba karena
orang-orang Arab telah mengetahui benar apa yang dimaksud dengan riba.
Bila disebut riba kepada mereka, maka di
dalam pikiran mereka telah ada pengertian yang jelas dan pengertian itu telah
mereka sepakati maksudnya. Pengertian mereka tentang riba ialah riba nasī'ah.
Dengan perkataan lain bahwa sebenarnya Al
Quran telah menjelaskan dan menerangkan apa yang dimaksud dengan riba. Hal ini
sesuai dengan sabda Rasulullah saw mengenai dua peninggalannya yang harus
ditaati:
تَرَكْتُ
فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدِي كِتَابَ اللهِ
وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ (رواه ابن ماجه)
Artinya: Aku telah meninggalkan padamu dua
hal, yang kalau kamu berpegang teguh dengannya, kamu tidak akan sesat
sepeninggalku ialah Kitabullah dan Sunah Rasul. (Riwayat Ibnu Mājah)
Agama yang dibawa Nabi Muhammad Saw adalah
agama yang telah sempurna dan lengkap diterima beliau dari Allah, tidak ada
yang belum diturunkan kepada beliau.
اَلْيَوْمَ
اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ
الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ
Artinya: Pada hari ini telah Aku
sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah
Aku ridai Islam sebagai agamamu.... (al-Mā'idah/5:3)
Riba faḍal yaitu menjual sejenis barang
dengan jenis barang yang sama dengan ketentuan memberi tambahan sebagai imbalan
bagi jenis yang baik mutunya, seperti menjual emas 20 karat dengan emas 24
karat dengan tambahan emas 1 gram sebagai imbalan bagi emas 24 karat.
Riba faḍal ini diharamkan juga. Dasar
hukum haramnya riba faḍal ialah sabda Rasulullah saw:
لاَ
تَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةَ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرَّ بِالْبُرِّ
وَالشَّعِيْرَ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمَرَ بِالتَّمَرِ وَالْمِلْحَ بِالْمِلْحِ إِلاَّ
مِثْلاً بِمثْلٍ فَمَنْ زَادَ اَوِ ازْدَادَ فَقَدْ أَرْبىَ (رواه البخاري وأحمد)
Artinya: Janganlah kamu jual emas dengan
emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir (padi ladang) dengan
sya'ir, tamar dengan tamar (kurma), garam dengan garam, kecuali sama jenis dan
kadarnya dan sama-sama tunai. Barang siapa yang menambah atau meminta tambah,
maka sesungguhnya dia telah melakukan riba. (Riwayat al-Bukhārī dan Aḥmad)
Sama jenis dan kadarnya dan sama-sama
tunai maksudnya ialah jangan merugikan salah satu pihak dari 2 orang yang
melakukan barter.
Ayat di atas menerangkan akibat yang akan
dialami oleh orang yang makan riba, yaitu jiwa dan hati mereka tidak tenteram,
pikiran mereka tidak menentu. Keadaan mereka seperti orang yang kemasukan setan
atau seperti orang gila.
Orang Arab jahiliah percaya bahwa setan
dapat mempengaruhi jiwa manusia, demikian pula jin. Bila setan atau jin telah
mempengaruhi jiwa seseorang, maka ia seperti orang kesurupan.
Al Quran menyerupakan pengaruh riba pada
seseorang yang melakukannya, dengan pengaruh setan yang telah masuk ke dalam
jiwa seseorang menurut kepercayaan orang Arab jahiliah.
Maksud perumpamaan pada ayat ini untuk
memudahkan pemahaman, bukan untuk menerangkan bahwa Al Quran menganut
kepercayaan seperti kepercayaan orang Arab jahiliah.
Menurut jumhur mufasir, ayat ini
menerangkan keadaan pemakan riba waktu dibangkitkan pada hari kiamat, yaitu
seperti orang yang kemasukan setan. Pendapat ini mengikuti pendapat Ibnu 'Abbās
dan Ibnu Mas'ud. Juga berdasarkan sabda Rasulullah saw:
إِيَّاكَ
وَالذُّنُوْبَ الَّتِي لاَ تُغْفَرُ: اَلْغُلُوْلُ، فَمَنْ غَلَّ شَيْئاً أَتَى بِهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاَكِلُ الرِّبَا، فَمَنْ اَكَلَ الرِّبَا بُعِثَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مَجْنُوْنًا يَتَخَبَّطُ (رواه الطبراني عن عوف بن مالك)
Artinya: Jauhilah olehmu dosa yang tidak
diampuni, yaitu: gulul (ialah menyembunyikan harta rampasan dalam peperangan
dan lainnya), maka barang siapa melakukan gulul, nanti barang yang
disembunyikan itu akan dibawanya pada hari kiamat. Dan pemakan riba, barang
siapa yang memakan riba, dia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan
gila, lagi kemasukan (setan). (Riwayat aṭ-Ṭabrānī dari 'Auf bin Mālik)
Dalam kenyataan yang terdapat di dalam
kehidupan manusia di dunia ini, banyak pemakan riba kehidupannya benar-benar
tidak tenang, selalu gelisah, tak ubahnya bagai orang yang kemasukan setan.
Para mufasir berpendapat, bahwa ayat ini
menggambarkan keadaan pemakan riba di dunia. Pendapat ini dapat dikompromikan
dengan pendapat pertama, yaitu keadaan mereka nanti di akhirat sama dengan
keadaan mereka di dunia, tidak ada ketenteraman bagi mereka.
Dari kelanjutan ayat dapat dipahami, bahwa
keadaan pemakan riba itu sedemikian rupa sehingga mereka tidak dapat lagi
membedakan antara yang halal dan yang haram, antara yang bermanfaat dengan
mudarat, antara yang dibolehkan Allah dengan yang dilarang sehingga mereka
mengatakan jual beli itu sama dengan riba.
Selanjutnya Allah menegaskan bahwa Dia
menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Allah tidak menerangkan sebabnya.
Allah tidak menerangkan hal itu agar mudah
dipahami oleh pemakan riba, sebab mereka sendiri telah mengetahui, mengalami,
dan merasakan akibat riba itu.
Dari penegasan itu dipahami bahwa
seakan-akan Allah memberikan suatu perbandingan antara jual-beli dengan riba.
Hendaklah manusia mengetahui, memikirkan dan memahami perbandingan itu.
Pada jual-beli ada pertukaran dan
penggantian yang seimbang yang dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak
pembeli, ada manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari kedua belah pihak, dan
ada pula kemungkinan mendapat keuntungan yang wajar sesuai dengan usaha yang
telah dilakukan oleh mereka.
Pada riba tidak ada penukaran dan
penggantian yang seimbang. Hanya ada semacam pemerasan yang tidak langsung,
yang dilakukan oleh pihak yang mempunyai barang terhadap pihak yang sedang
memerlukan, yang meminjam dalam keadaan terpaksa.
Setelah Allah menerangkan akibat yang
dialami oleh pemakan riba, perkataan yang diucapkan oleh pemakan riba, pikiran
yang sedang mempengaruhi keadaan pemakan riba, dan penegasan Allah tentang
hukum jual beli dan riba, maka Allah mengajak para pemakan riba dengan ajakan
yang lemah lembut, yang langsung meresap ke dalam hati nurani mereka,
sebagaimana lanjutan ayat di atas.
Allah Swt menyebut larangan tentang riba
itu dengan cara mau'iẓah (pengajaran), maksudnya larangan memakan riba adalah
larangan yang bertujuan untuk kebaikan manusia itu sendiri, agar hidup bahagia
di dunia dan akhirat, hidup dalam lingkungan rasa cinta dan kasih sesama
manusia dan hidup penuh ketenteraman dan kedamaian.
Barang siapa memahami larangan Allah
tersebut dan mematuhi larangan tersebut, hendaklah dia menghentikan perbuatan
riba itu dengan segera. Mereka tidak dihukum Allah terhadap perbuatan yang
mereka lakukan sebelum ayat ini diturunkan. Mereka tidak diwajibkan
mengembalikan riba pada waktu ayat ini diturunkan.
Mereka boleh mengambil pokok pinjaman
mereka saja, tanpa bunga yang mereka setujui sebelumnya. Dalam ayat ini
terkandung suatu pelajaran yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan
undang-undang, peraturan atau hukum,
Suatu undang-undang, peraturan atau hukum
yang akan ditetapkan tidak boleh berlaku surut jika berakibat merugikan
pihak-pihak yang dikenai atau yang dibebani undang-undang, peraturan atau hukum
itu, sebaliknya boleh berlaku surut bila menguntungkan pihak-pihak yang dikenai
atau dibebani olehnya.
Akhir ayat ini menegaskan bahwa
orang-orang yang telah melakukan riba, dan orang-orang yang telah berhenti
melakukan riba, kemudian mengerjakannya kembali setelah turunnya larangan ini,
mereka termasuk penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Menurut sebagian mufasir, dosa besar yang
ditimpakan kepada pemakan riba ini disebabkan karena di dalam hati pemakannya
itu telah tertanam rasa cinta harta, lebih mengutamakan kepentingan diri
sendiri, mengerjakan sesuatu karena kepentingan diri sendiri bukan karena
Allah.
Orang yang demikian adalah orang yang
tidak mungkin tumbuh dalam jiwanya iman yang sebenarnya, yaitu iman yang
didasarkan pada perasaan, pengakuan dan ketundukan kepada Allah.
Seandainya pemakan riba yang demikian
masih mengaku beriman kepada Allah, maka imannya itu adalah iman di bibir saja,
iman yang sangat tipis dan tidak sampai ke dalam lubuk hati sanubarinya.
Hasan al-Basri berkata, "Iman itu
bukanlah perhiasan mulut dan angan-angan kosong, tetapi iman itu adalah ikrar
yang kuat di dalam hati dan dibuktikan oleh amal perbuatan.
Barang siapa yang mengatakan kebaikan
dengan lidahnya, sedang perbuatannya tidak pantas, Allah menolak pengakuannya
itu. Barang siapa mengatakan kebaikan sedangkan perbuatannya baik pula, amalnya
itu akan mengangkat derajatnya,"
Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ
الله َلاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلٰكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ
وَ أَعْمَالِكُمْ (رواه مسلم و أحمد)
Artinya: Allah tidak memandang kepada
bentuk jasmani dan harta bendamu, akan tetapi Allah memandang kepada hati dan
amalmu. (Riwayat Muslim dan Aḥmad)
Koleksi
Artikel Kanti Suci Project