IMAN TAUHID MAKRIFAT ISLAM
MA‘RIFAT (Mengenal)
Kewajiban
yang pertama bagi seorang manusia adalah mengenal Tuhan dengan penuh keyakinan
(Zubad: oleh lbnu Ruslan ).
Ketahuilah,
bahwa landasan atau dasar agama Islam itu adalah suatu keharusan untuk :
”Mengetahui, mengenal dan memahami dengan sebenar-benarnya Tuhan yang disembah,
sebelum kita melakukan ibadat. Itulah makna yang terkandung dalam kalimat
Tauhid.
Adapun
cara mengetahui, mengenal atau memahami yang memadai adalah dengan Ma’rifat.
Ma'rifat,
adalah i'tiqad (keyakinan) yang jazim (putus atau tanpa ada keraguan) yang
sesuai dengan kebenaran dan disertai dengan bukti-bukti (dalil).
Sedangkan
cara mengetahui, mengenal atau memahami yang tidak memadai, ada tiga macam,
yaitu :
1.
Taqlid shahih : Yakni sesuai dengan kebenaran, tetapi
tidak disertai dengan bukti (dalil).
2.
Taqlid bathil : Yakni yang tidak sesuai dengan
kebenaran, dan juga tidak disertai dengan bukti (dalil).
3.
Jahil murakkab : Yakni tidak sesuai dengan kebenaran,
tetapi disertai dengan bukti (dalil).
Defenisi Dalil
Dalil,
adalah landasan keterangan atau bukti atau sesuatu yang menetapkan kebenaran
atas sesuatu yang lain.
TAUHID
Defenisi
Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas keteguhan ikatan hati (i'tiqad),untuk
mengimani segala Rukun Iman serta hal-hal yang berkaitan dengannya, berdasarkan
dalil-dalil yang kuat.
Ilmu
Tauhid adalah ilmu pengetahuan yang paling tinggi derajatnya dalam agama Islam
dan merupakan induk/pokok dari segala ilmu pengetahuan dalam agama Islam.
Hukum
Mempelajari
ilmu Tauhid hukumnya adalah fadhu ’Ain bagi setiap orang yang mukallaf, yakni
orang yang sudah aqil-baligh, serta berakal sehat dan telah sampai kepadanya
ajaran agama Islam.
Mempelajari
ilmu Tauhid terbagi atas tiga cara :
1.
Cara ljmaaly. Adapun mempelajari ilmu Tauhid secara
Ijmaaly (ringkas) adalah : Mengetahui, mengenal dan memahami Sifat-sifat Tuhan
dan Rasul-rasulNya, disertai dengan bukti (dalil) yang secukupnya. Dan hukumnya
adalah fardhu ’Ain ( Wajib bagi setiap orang).
2.
Cara Tafshiily. Mempelajari ilmu Tauhid secara
Tafshiily (terperinci) adalah : Mengetahui, mengenal dan memahami Sifat-sifat
Tuhan dan Rasul-rasulNya, disertai bukti (dalil) yang lengkap, baik menurut Naqly
(Al-Qur’an dan Hadits) maupun 'Aqly (menurut akal). Orang yang demikianlah yang
dianggap cerdik atau cerdas. Oleh sebab itu kepadanya diwajibkan menjaga dan
membela umat yang ada disekitarnya atau dilingkungannya dari hasutan-hasutan
terhadap aqidah dari pihak lain yang berusaha untuk membelokkan, memurtadhkan
maupun menghancurkan aqidah dan keimanan yang selama ini terbina dengan baik.
Dan hukumnya adalah fardhu Kifayah (Wajib secara menyeluruh).
3.
Cara Taqliidy. Adapun mempelajari ilmu Tauhid secara
Taqliidy, adalah cara mengetahui dengan hanya menyandarkan pada pendapat orang
. lain. Dan diantara Ulama-Ulama Ushuluddin timbul perbedaan pendapat mengenai
hal ini, antara lain mengatakan :
Pertama :
Tidak
memadai, karena mempelajari ilmu Tauhid, akan berhubungan dengan masalah
keimanan seseorang, maka pada akhirnya keimanannya pun nantinya akan bertaqlid
pula.
Kedua :
Memadai,
namun mempelajari ilmu Tauhid secara taqliidy ini harus dengan tiga syarat :
a.
Orang yang dijadikan taqlid, adalah orang yang
dianggap telah memiliki ilmu Tauhid yang cukup dalam.
b.
Orang yang bertaqlid itu, haruslah istiqamah (teguh
pendirian), dan harus menanamkan niat yang sungguh- sungguh dalam hatinya, akan
terus mempelajari ilmu Tauhid dikemudian harinya.
c.
Orang yang bertaqlid itu, tidak mampu lagi mempelajari
ilmu Tauhid yang disertai dengan bukti (dalil), karena telah uzur.
NAMA
Nama
yang apabila disebut : ”Ilmu Tauhid, maka maksudnya adalah ”Ilmu yang, membahas
tentang keimanan yang meliputi atas 6(enant) Rukun Iman dan segala hal-hal yang
berkaitan dengannya.
Namun
apabila pembahasannya, hanya khusus mengupas tentang ”Beriman kepada Allah,
disebut :
a.
Ilmu 'Aqaid
b.
Ilmu Ushuluddin
c.
Ilmu Ma ’rifat
d.
Ilmu Sifat Dua-puluh
Karena
ilmu tersebut membicarakan, menerangkan serta membahas soal-soal keyakinan
terhadap Dzat, Sifat dan Af’ al (perbuatan) Allah SWT, berdasarkan dalil-dalil
dari Al-Qur’an dan Hadits maupun Sahabat, dan perkataan Ulama dalam Kitab-kitab
yang mu’tamad.
Adapun
Ilmu Kalam, adalah Ilmu yang bertentangan dengan Ahli Sunnah wal Jama’ah,
karena ilmu tersebut cenderung ke ilmu Filsafat yang mendahulukan akal daripada
Nash. (Al-Qur’an dan Sunnah).
HUKUM ISLAM
Hukum
ialah ketentuan yang menetapkan suatu perkara terhadap sesuatu yang lain,
Adapun
hukum itu dapat dibagi menjadi 3(tiga) bagian, yaitu :
1.
Hukum Syara ’
2.
Hukum Adat
3.
Hukum Akal
A. Hukum Syara’
Hukum
Syara’ adalah hukum Islam yang mengatur dan menetapkan suatu Amar (perintah)
dan Nahi (larangan) sehari- hari yang meliputi seluruh aspek kehidupan.
Adapun
pengertian Hukum Syara' dapat dibagi menjadi 2(dua) bagian, yaitu menurut :
1.
Taklifi yaitu, penetapan hukum atas Amar (perintah)
dan Nahi (larangan), seperti penetapan perintah atas yang Wajib atau Sunat
maupun larangan atas yang Haram atau Makruh.
2.
Wadha'i yaitu penetapan hukum yang disandarkan kepada
: Syarat, Sebab atau Mani’ (larangan), seperti : Shalat lima waktu diwajibkan
kepada sesorang karena : a. Usia baligh b. Sehat akalc. Telah masuk waktu. Maka
inilah yang menjadi syarat dan sebab diwajibkannya Shalat lima waktu.
Tetapi
yang menjadikan Shalat itu tidak wajib, adalah disebabkan :
a.
Belum baligh.
b.
idak sehat akal karena gila atau pitam.
c.
Belum masuk waktu Shalat.
d.
Larangan bagi wanita yang sedang haid atau nifas.
Adapun
penetapan penggolongan Hukum Syara’ terbagi menjadi 7(tujuh) golongan :
1.
Wajib adalah penetapan hukum atas sesuatu :”Yang
apabila dikerjakan, akan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan, akan
berdosa, seperti : Mengerjakan Shalat, berpuasa dan berzakat.
2.
Sunat yaitu sesuatu : "Yang apabila dikerjakan
akan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak akan berdosa, seperti :
Shalat Rawatib, membaca Al-(Jur 'an dan berzikir.
3.
Haram yaitu sesuatu : "Yang apabila dikerjakan
akan berdosa dan apabila ditinggalkan akan mendapat pahala, seperti : Minum
khamar, berjudi, berzina, mencuri, menipu dan lainnya.
4.
Makruh yaitu sesuatu : "Yang apabila dikerjakan
tidak berdosa, dan apabila ditinggalkan akan mendapat pahala, seperti : Talaq,
makan pete, makan bawang putih dan lain-nya.
5.
Mubah yaitu sesuatu : "Yang apabila dikerjakan
tidak berdosa, dan apabila ditinggalkan tidak mendapat pahala.
6.
Syah yaitu sesuatu : "Yang sempurna (lengkap)
syarat dan rukunnya.
7.
Bathil yaitu sesuatu : "Yang kurang sempurna
(lengkap) syarat dan rukunnya.
B. Hukum Adat
Yang
dimaksud Hukum Adat disini, adalah kebiasaan menurut akal, yaitu suatu hukum
yang menetapkan suatu perkara karena suatu sebab, yang bersandarkan kepada
kebiasaan yang berlaku menurut akal, misalnya:
a.
Rasa kenyang, biasanya terjadi setelah makan.
b.
Kayu yang terbakar, biasanya terjadi setelah tersentuh
api.
c.
Memperoleh rezeki, biasanya terjadi setelah berusaha.
Maka dapatlah kita pahami secara
lahiriyah, bahwa : Makan itulahyang menyebabkan kenyang. Dan api itulah yang
menyebabkan kayuterbakar. Dan berusaha itulah yang menyebabkan memperoleh
rezeki, namun itu hanyalah persesuaian atas suatu sebab, karena pada hakekatnya
: Yang mengenyangkan itu, yang membakar itu maupun yang memberikan rezeki itu,
adalah Allah SWT.
C. Hukum Aqly:
Hukum
Aqly ialah suatu hukum yang ketentuannya bersandarkan kepada akal yang sehat
dan sempurna. Sedangkan ukuran akal yang sehat dan sempurna ialah akal seorang
mukmin yang pertimbangan-nya diliputi oleh sinar Taufik dan Hidayah. Maka
dengan akal itulah seseorang akan dapat mengetahui ilmu dharuriy (eSjjj-^)yang
tidak membutuhkan pembuktian (dalil). Maka untuk menetapkan suatu perkara
terhadap perkara lainnya, tidak disyaratkan adanya perkataan yang berulang-ulang,
misalnya : Ketika menetapkan Allah itu dalam ’itiqad wajib wujud (ada), maka
cukuplah dengan mengatakan dalam hati, bahwa Allah itu wujud (ada).
Hukum
Aqly itu dapat dibagi menjadi 3(tiga) bagian :
1.
Wajib. Wajib menurut akal adalah sesuatu yang mesti
ada, maknanya adalah tidak dapat diterima oleh akal : ”Tiadanya. Seperti :
Apabila ada sesorang yang mengatakan bahwa : Dia melihat suatu benda, tapi
tidak ada tempatnya. Maka hal ini tidak dapat diterima oleh akal, karena setiap
benda mesti (wajib) punya tempat, apakah diatas atau dibawah, apakah di luar
atau didalam, apakah didepan atau dibelakang dan apakah dikiri atau dikanan.
2.
Mustahil. Mustahil adalah sesuatu yang mesti tidak
ada, maknanya adalah tidak dapat diterima oleh akal : ”'Adanya. Seperti : Apabila
ada seseorang yang mengatakan bahwa : Dia melihat suatu benda, tidak bergerak
dan tidak diam. Maka hal ini tidak dapat diterima oleh akal, karena setiap
benda, kalau tidak bergerak, berarti diam. Karena mustahil ada benda yang
sedang bergerak, tapi diam.
Jaiz
maknanya adalah sesuatu yang dapat diterima oleh akal : "Adanya dan
tiadanya. Seperti : Apabila ada seseorang yang mengatakan bahwa : Istrinya
Hasan telah melahirkan anak kembar. Maka hal ini dapat diterima oleh akal
adanya maupun tiadanya, atau bisa jadi : Ya, atau Tidak, karena hal ini adalah
sesuatu yang jaiz atau mungkin.
IMAN
Iman
menurut Lughah :
Membenarkannya
dan mempercayainya.
Iman
menurut istilah Syara ’
Sebagaimana
yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw:
"Iman
adalah keyakinan yang teguh didalam hati, ditetapkan {diucapkan) dengan lidah
dan dilaksanakan (diperbuat) dengan anggota badan. (HR : Imam Muslim)
MAKNA IMAN
Beriman
maknanya adalah meyakini sepenuhnya (tanpa ada keraguan) berdasarkan :
Yakni
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, seperti Firman Allah
SWT
:
"Allah-lah
yang menciptakan langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya dalam
enam masa. (Qs. As- Sajadah : 4 )
Dalil Aqly (Akal)
Yakni
menggunakan akal untuk meyakininya. Seperti adanya Alam ini. Maka tidak dapat
diterima oleh akal (mustahil) adanya Alam ini, tanpa ada yang mengadakannya,
karena setiap yang ada mesti (wajib) ada yang mengadakannya.
TAQLIID
Taqlid
adalah masdar dari qallada yakni mengikatkan kalung pada leher/mengikatkan diri
pada sesuatu.
Taqlid
menurut ilmu Tauhid adalah mengikatkan ’itiqad/ keimanan kepada seseorang.
Tidaklah memadai iman seseorang yang bertaqlid kepada orang lain, karena iman
seperti ini adalah iman ikut-ikutan. Hendaklah dasar keimanan itu bersandar
kepada akal yang sehat dan sempurna, yang akan menimbulkan keyakinan kuat,
maupun berpegang teguh pada dalil-dalil yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah Saw.
LANDASAN RUKUN IMAN
Landasan
Rukun Iman, adalah berdasarkan Hadits Shahih yang sanadnya (sumbernya) dari
Sahabat terkemuka (Khalifah ke 2), yakni Umar bin Khattab ra, sebagai berikut :
Umar
bin Khattab ra, berkata : ”Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama
Rasulullah SAW, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat
putih, rambutnya sangat hitam, dan ia tidak kelihatan seperti orang yang sedang
dalam perjalanan, dan tidak ada seorang pun diantara kami yang mengenalnya.
Orang tersebut terus duduk dihadapan Nabi SAW, dengan menyandarkan lututnya
diatas kedua paha Nabi Saw, ia sambil berkata : ”Hai Muhammad. Beritahukanlah kepada
saya tentang Islam? Rasulullah Saw, bersabda : ”Islam itu ialah bersaksi bahwa
: Tiada Tuhan yang berhak disembah, selain Allah. Dan bersaksi bahwa : Muhammad
itu adalah utusan Allah. Mendirikan Shalat, menunaikan Zakat, berpuasa pada
bulan Ramadhan, serta mengerjakan Haji ke Baitullah bila mampu menjalaninya.
Laki-laki itu berkata : ”Engkau benar. Maka kami merasa heran karena ia yang
bertanya dan ia pula yang membenarkannya. Terus laki-laki itu berkata lagi :
”Beritahukanlah kepada saya tentang Iman ?Lalu Nabi Saw, menjawab : Iman itu
ialah percaya kepada Allah, percaya kepada Malaikat-malaikatnya, percaya kepada
Kitab-kitabnya, percaya kepada Rasul-rasulnya, percaya kepada Hari Kiamat,
percaya kepada Ketentuan Allah yang baik dan buruk. Laki-laki tersebut berkata
: ”Beritahukanlah kepada saya tentang Ikhsan ? Nabi menjawab Ikhsan itu adalah
engkau sembah Tuhanmu, seolah- olah engkau melihatnya, dan sekalipun engkau
tidak melihatnya, maka Dia tetap melihatmu. ( HR : Imam Bukhari, Muslim, Abu
Daud, Turmudzi, An-NasaV, Ibnu Majah, Ahmad, Al-Bazzar, Abu ’Awwanah dan lafazh
Hadits ini dari Muslim )
Berdasarkan
Hadits tersebut diatas, bahwa Rukun Iman itu, ada 6(enam) perkara, yaitu :
1.
Beriman kepada Allah
2.
Beriman kepada Malaikat-malaikatnya
3.
Beriman kepada Kitab-kitabnya
4.
Beriman kepada Rasul-rasulnya
5.
Beriman kepada Hari Kiamat
6.
Beriman kepada Qadha dan Qadhar yang baik dan buruk
Adalah
Wajib hukumnya mengimani keenam Rukun Iman tersebut secara keseluruhan, beserta
hal-ikhwal yang berkaitan dengannya, seperti :
1.
Beriman kepada Allah. Berarti berkaitan dengan :
Dzat-Nya, dan segala Sifat-sifat-Nya, maupun Afal (perbuatan) Nya.
2.
Beriman kepada Malaikat-malaikatNya. Berarti berkaitan
dengan : Jumlah Malaikat yang wajib diketahui, berikut Sifat-sifat dan
Tugas-tugasnya, maupun meyakini bahwa Malaikat itu memiliki sayap dan kecepatan
terbang. (QS. Faaihir. 1 dan Al-Ma ’arij : 4)
3.
Beriman kepada Kitab-kitabnya. Berarti berkaitan
dengan : Jumlah Kitab dan pemegangnya, seperti Taurat bagi Musa As, Zabur bagi
Daud As, Injil bagi ’lsa As dan Al- Qur’an bagi Nabi kita Muhammad Saw. Berikut
Shuhuf-shuhuf yang diturunkan kepada Seis As, Ibrahim As dan Musa As.
4.
Beriman kepada Rasul-rasulnya. Berarti berkaitan
dengan : Jumlah Rasul yang diturunkan oleh Allah, beserta sifat-sifatnya dan
Mu'jizat yang diterimanya.
5.
Beriman kepada Hari Kiamat. Berarti berkaitan dengan :
Kematian, Alam kubur dan Azabnya. Dan berkaitan pula dengan : Tanda-tanda akan
tibanya Hari Kiamat, Huru-hara Hari Kiamat, Tiupan Sangkakala, Padang Mahasyar,
Hisab, Mizan, Shirath dan lainnya
6.
Beriman kepada Qadha dan Qadharyang baik dan buruk. mBerarti
berkaitan dengan : ”Segala ketentuan Allah sejak zaman Azaly, maupun segala
ketentuan yang disimpan di Lauh- Mahfuzh.
Adapun
seseorang yang hanya beriman kepada beberapa Rukun Iman saja, lalu tidak
beriman kepada beberapa atau salah satu dari Rukun Iman lainnya, maka gugurlah
segala keimanannya. Dan apabila telah gugur keimanannya, berarti gugur pula
keislamannya.
Sebagaimana
Firman Allah SWT :
“Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul- Nya dan bermaksud
membeda-bedakan antara Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mengatakan : Kami
beriman kepada yang sebahagian dan kami ingkar terhadap sebahagian dan
bermaksud mengambil jalan tengah diantara yang demikian. (Qs. An-Nisaa. 150)
”Merekalah
orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Dan Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (Qs. An-Nisaa : 151)
Berikut penulis sajikan Iman, Tauhid, Makrifat Islam versi R. Ng. Rangga Warsita dalam bentuk pdf (free download) :