Biografi Megawati Soekarno Putri
by, Rr. Rahma Kanthi Suci
Bernama Lengkap Diah Permata Megawati Setiawati
Soekarnoputri atau akrab di sapa Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23
Januari 1947. Sebelum diangkat sebagai presiden, beliau adalah Wakil Presiden
RI yang ke-8 dibawah pemerintahan Abdurrahman Wahid. Megawati adalah putri
sulung dari Presiden RI pertama yang juga proklamator, Soekarno dan Fatmawati.
Megawati, pada awalnya menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU,
Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan Mohammad
Rizki Pratama.
Pada suatu tugas militer, tahun 1970, di kawasan
Indonesia Timur, pilot Surendro bersama pesawat militernya hilang dalam tugas.
Derita tiada tara, sementara anaknya masih kecil dan bayi. Namun, derita itu
tidak berkepanjangan, tiga tahun kemudian Mega menikah dengan pria bernama
Taufik Kiemas, asal Ogan Komiring Ulu, Palembang. Kehidupan keluarganya
bertambah bahagia, dengan dikaruniai seorang putri Puan Maharani. Kehidupan
masa kecil Megawati dilewatkan di Istana Negara. Sejak masa kanak-kanak,
Megawati sudah lincah dan suka main bola bersama saudaranya Guntur. Sebagai
anak gadis, Megawati mempunyai hobi menari dan sering ditunjukkan di hadapan
tamu-tamu negara yang berkunjung ke Istana.
Wanita bernama lengkap Dyah Permata Megawati
Soekarnoputri ini memulai pendidikannya, dari SD hingga SMA di Perguruan
Cikini, Jakarta. Sementara, ia pernah belajar di dua Universitas, yaitu
Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972). Kendati lahir dari keluarga
politisi jempolan, Mbak Mega -- panggilan akrab para pendukungnya -- tidak
terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat dipandang sebelah
mata oleh teman dan lawan politiknya. Beliau bahkan dianggap sebagai pendatang
baru dalam kancah politik, yakni baru pada tahun 1987. Saat itu Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah seorang calon legislatif
dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara.
Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti beliau telah
mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak terjun ke dunia politik. Trauma
politik keluarga itu ditabraknya. Megawati tampil menjadi primadona dalam
kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara. Ternyata memang berhasil.
Suara untuk PDI naik. Dan beliau pun terpilih menjadi anggota DPR/MPR. Pada
tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat.
Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak
terasa. Tampaknya, Megawati tahu bahwa beliau masih di bawah tekanan. Selain
memang sifatnya pendiam, belaiu pun memilih untuk tidak menonjol mengingat
kondisi politik saat itu. Maka belaiu memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi
politik di luar gedung wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent
operation, itu secara langsung atau tidak langsung, telah memunculkan terbitnya
bintang Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993 dia terpilih menjadi Ketua
Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan pemerintah pada saat itu.
Proses naiknya Mega ini merupakan cerita menarik pula.
Ketika itu, Konggres PDI di Medan berakhir tanpa menghasilkan keputusan
apa-apa. Pemerintah mendukung Budi Hardjono menggantikan Soerjadi. Lantas,
dilanjutkan dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di Surabaya. Pada
kongres ini, nama Mega muncul dan secara telak mengungguli Budi Hardjono,
kandidat yang didukung oleh pemerintah itu. Mega terpilih sebagai Ketua Umum
PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah
Nasional PDI di Jakarta.
Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah.
Karena itu, dalam perjalanan berikutnya, pemerintah mendukung kekuatan
mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah Ahmad cs,
atas dukungan pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di
Medan pada tahun 1996, untuk menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak
mudah ditaklukkan. Karena Mega dengan tegas menyatakan tidak mengakui Kongres
Medan. Mega teguh menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor
DPP PDI di Jalan Diponegoro, sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai
oleh pihak Mega. Para pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka
tetap berusaha mempertahankan kantor itu.
Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi ancaman
akan merebut secara paksa kantor DPP PDI itu. Ancaman itu kemudian menjadi
kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut
kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah
Mega. Malah, dia makin memantap langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan politik
yang amat telanjang terhadap Mega itu, menundang empati dan simpati dari
masyarakat luas.
Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI
pimpinan Megawati dan PDI pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan
mengakui Mega. Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang
sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Setelah rezim
Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik
berlambang banteng gemuk dan bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu
1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP itu
menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader
partai lainnya. Tetapi ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah.
Tetapi, posisi kedua tersebut rupanya sebuah tahapan
untuk kemudian pada waktunya memantapkan Mega pada posisi sebagai orang nomor
satu di negeri ini. Sebab kurang dari dua tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001
anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati duduk sebagai Presiden RI ke-5
menggantikan KH Abdurrahman Wahid. Megawati menjadi presiden hingga 20 Oktober
2003. Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali mencalonkan diri sebagai
presiden dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004. Namun, beliau gagal
untuk kembali menjadi presiden setelah kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang
akhirnya menjadi Presiden RI ke-6.
Biodata :
Nama :
Dr (HC) Hj. Megawati Soekarnoputri
Nama Lengkap :
Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri
Lahir :
Yogyakarta, 23 Januari 1947
Agama :
Islam
Suami :
Taufik Kiemas
Anak:
3 orang, (2 putra, 1 putri)
Karir :
Presiden Ke-5 RI
(2001 – 2004)
Wakil Presiden RI (1999- 2001)
Anggota DPR/MPR RI (1999)
Anggota DPR/MPR RI (1987-1992)
Organisasi :
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, April 2000-2005 dan
2005-2009
Alamat Rumah:
alan Teuku Umar 27-A, Jakarta Pusat
Jl. Kebagusan IV No 45 RT 010 RW 04, Kel. Kebagusan Kec.
Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Perjalanan karir
1. Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonsia (Bandung),
(1965)
2. Anggota DPR-RI, (1993)
3. Anggota Fraksi PDI Komisi IV
4. Ketua DPC PDI Jakarta Pusat, Anggota FPDI DPR-RI,
(1987-1997)
5. Ketua Umum PDI versi
6. Munas Kemang (1993-sekarang) PDI yang dipimpinnya
berganti nama menjadi PDI Perjuangan pada 1999-sekarang
7. Wakil Presiden RI, (Oktober 1999-23 Juli 2001)
8. Presiden RI ke-5, (23 Juli 2001-2004)
Perjalanan pendidikan
1. SD Perguruan Cikini Jakarta, (1954-1959)
2. SLTP Perguruan Cikini Jakarta, (1960-1962)
3. SLTA Perguruan Cikini Jakarta, (1963-1965)
4. Fakultas Pertanian UNPAD Bandung (1965-1967), (tidak
selesai)
5. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972),
(tidak selesai).