4 Akhlak Mulia Menjalani & Memahami Qada dan Qadar
Qada dan qadar merupakan kehendak dan takdir Allah SWT kepada hamba-Nya. Dalam Islam, keimanan kepada qada dan qadar merupakan salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim.
Memahami qada dan qadar dengan akhlak mulia yang telah diajarkan dalam agama Islam merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keimanan seorang muslim kepada Allah SWT.
Sebelum mengetahui akhlak yang diajarkan dalam agama Islam dalam memahami qada dan qadar, hendaknya memahami pengertian qada dan qadar terlebih dahulu.
Qada dan Qadar
Qada adalah ketetapan atau keputusan Allah SWT terhadap segala sesuatu sejak segala sesuatu belum tercipta. Qada merupakan takdir Allah SWT yang tidak dapat diubah.
Sedangkan qadar adalah perwujudan dari kehendak Allah SWT terhadap semua makhluk-Nya dalam ukuran dan bentuk-bentuk tertentu dan iradah-Nya.
Qada' adalah ketentuan yang ada pada makhluk, dan makhluk itu tidak bisa mengubahnya sama sekali, dan masalah qodho tidak akan dipertanyakan serta dimintai pertanggung jawaban oleh Allah di Mahsyar kelak. Dan tidak dapat diubah dan telah dipertanggungkan sejak zaman azali
Qada secara bahasa berarti ketetapan, ketentuan, ukuran, takaran, atau sifat. Qada secara istilah, yaitu ketetapan Allah yang tercatat di Lauh al-Mahfuz (papan yang terpelihara) sejak zaman azali. Ketetapan ini sesuai dengan kehendak-Nya dan berlaku untuk seluruh makhluk atau alam semesta.
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam (Q.S. al-A’raf/7: 54)
Dengan kata lain, Qadar dan takdir merupakan perwujudan atau realisasi dari Qada. Hubungan antara Qada dan Qadar sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Qada adalah ketetapan yang masih bersifat rencana dan ketika rencana itu sudah menjadi kenyataan, maka kejadian nyata itu bernama Qadar atau takdir. Dalam kehidupan sehari-hari, kita terbiasa menggunakan kata-kata takdir, padahal yang dimaksud adalah Qada dan Qadar.
Bila dimutlakkan, maka memuat makna qadar dan sebaliknya istilah qadar bila dimutlakkan, maka memuat makna qada, Akan tetapi bila dikatakan "qadha-qadar", maka ada perbedaan di antara keduanya. Hal ini banyak terjadi dalam bahasa Arab. Satu kata dapat bermakna yang luas ketika sendirian dan punya makna khusus bila disatukan (dikumpulkan). Sebagai contoh dapat dikatakan.
"Bila keduanya bersatu maka berbeda dan bila keduanya dipisah maka bersatu"
Maka kata qada dan qadar termasuk dalam kondisi seperti ini, artinya bila kata qada dipisahkan (dari kata qadar), maka memuat qadar dan sebaliknya kata qadar bila dipisahkan (dari kata qada) maka memuat makna qada. Akan tetapi ketika dikumpulkan, kata qada bermakna sesuatu yang ditetapkan Allah pada mahluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan maupun perubahannya. Sedangkan qadar bermakna sesuatu yang telah ditentukan Allah sejak zaman azali. Inilah perbedaan antara kedua istilah tersebut. Maka qadar ada lebih dahulu kemudian disusul dengan qada.
Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta'at, ma'shiyat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta'atan dan membenci kemashiyatan.
Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka pada keta'atan atau ma'shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan Qadariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.
Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat di atas dengan firman-Nya. Artinya: "...dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya." [At-Takwir: 29]
Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan terhadap Jabariyah yang ekstrem, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji. bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.
Akhlak Mulia dalam Memahami Qada dan Qadar
Harjan Syuhada dan Fida' Abdilah dalam buku Akidah Akhlak memberikan beberapa akhlak mulia dalam memahami qada dan qadar dalam Islam, beberapa di antaranya yaitu :
1. Tawakal
Akhlak yang diajarkan agama Islam dalam memahami qada dan qadar adalah tawakal atau berserah diri kepada Allah SWT semaksimal mungkin.
Allah SWT berfirman dalam surah Ali Imran ayat 159,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ ١٥٩
Artinya: "Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal."
Umat Islam harus memiliki keyakinan penuh bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup adalah kehendak Allah SWT, dan sebagai hamba-Nya hendaknya tunduk pada rencana-Nya.
2. Ikhtiar
Memahami qada dan qadar dapat dilakukan dengan cara ikhtiar. Sebagai umat Islam, hendaknya tetap berikhtiar karena manusia hanya akan memperoleh hasil sesuai dengan apa yang diusahakan.
Dengan melaksanakan usaha dengan sungguh-sungguh, maka seseorang akan mendapatkan sesuatu yang lebih baik, begitu sebaliknya. Hal ini bersandar pada firman Allah SWT dalam surah An Najm ayat 39,
وَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ ٣٩
Artinya: "bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya,"
3. Tawadu'
Akhlak yang diajarkan agama Islam dalam memahami qada dan qadar adalah tawadu'. Seorang yang beriman akan memiliki ketenangan jiwa dan kestabilan emosi atau perasaan terhadap takdir.
Seorang yang beriman akan meyakini bahwa segala sesuatu yang berhasil maupun gagal merupakan ujian dari Allah SWT.
4. Tabah dalam Menghadapi Musibah
Akhlak yang diajarkan agama Islam dalam memahami qada dan qadar adalah tabah dalam menghadapi musibah yang diberikan Allah SWT. Seorang yang beriman akan tabah dengan takdir dan ujian yang diberikan oleh Allah SWT.
Sedih merupakan hal yang wajar dalam menghadapi ujian yang diberikan Allah SWT. Namun jika beriman dengan takdir, maka seseorang tidak akan berlarut dalam kesedihan dan akan bangkit dari kesedihan dan keterpurukan.
Memahami qada dan qadar dengan akhlak yang mulia merupakan salah satu sikap yang baik untuk dilakukan. Akhlak yang diajarkan agama Islam dalam memahami qada dan qadar adalah tawakal, ikhtiar, tawadu', tabah dalam menghadapi masalah, dan sebagainya.
Kanti Suci Project