Setelah Kesulitan Pasti Ada Kemudahan Dijelaskan di Al QUR'An Surat Al Insyirah Ayat 1- 8
Surat
Al Insyirah adalah surat ke-94 dalam Al-Quran. Al Insyirah berarti kelapangan.
Surat ini terdiri dari 8 ayat dan termasuk ke dalam golongan surat Makkiyah.
Bahwa di dalam surat Al Insyirah, Allah memberikan kelapangan dada kepada
Rasulullah untuk menanggung beban berat itu sampai Allah melepaskannya.
Setiap
orang pasti mengalami kesulitan hidup dalam berbagai bentuk. Ada kesulitan
dalam bentuk masalah ekonomi, kesehatan, keluarga, pendidikan anak, dan lain
sebagainya. Dalam kehidupan, selalu ada kesulitan dan kemudahan. Jika kita
mampu melewati kemudahan hidup dengan baik, mengapa kita tak bisa melewati
kesulitan hidup dengan baik pula?
Islam
mengajarkan jalan keluar terhadap kesulitan hidup yang dialami manusia,
terutama umat Islam. Dalam setiap kesulitan, pasti ada jalan keluarnya, karena
orang beriman meyakini hidup sejatinya merupakan panggung ujian dan kesulitan
hidup adalah bagian dari ujian tersebut, sebagaimana Allah Swt berfirman,
“Setiap jiwa pasti akan mati. Dan, Kami uji kalian dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan; kepada Kamilah kalian kembali.” (QS al-Anbiya’: 35).
Bahkan,
Allah Swt dalam surat al Balad ayat 4 menjelaskan, ”Sungguh, Kami telah
menciptakan manusia berada dalam susah payah.” Muhammad Quraish Shihab dalam
Tafsir al Misbah memberikan makna kata kabad secara bahasa: segala macam
penyakit hati. Kata kabad yang berarti hati, maka sesuatu yang membuat hati
gelisah dan susah yang akan mengakibatkan kesusahan dan kesulitan dalam hidup.
Selanjutnya
dia menjelaskan, manusia sejak dalam rahim ibunya sampai dengan kematian,
bahkan sesudah kematiannya, tidak pernah luput dari kesulitan demi kesulitan.
Makna
kata kabad dengan kesulitan hidup juga senada dengan mayoritas para penafsir
seperti Tafsir Ibnu Kasir yang mengartikan dengan kesulitan yang panjang.
Tafsir Jalalain Imam Sayuthi menafsirkan dengan kesulitan dan kesusahan di
dunia dan akhirat. Tafsir al Jami’ lil Akhkamil Qur’an Imam Qurtubi juga
mengartikan dengan kesulitan dan kesusahan. Maka dapat disimpulkan, hidup dan kehidupan
akan selalu dalam kesulitan dan kesusahan.
Solusi hidup sulit dan sengsara
Setelah
Allah Swt menjelaskan, manusia diciptakan selalu dalam kondisi kesulitan dan
kesengsaraan, selanjutnya Allah Swt memberikan solusi atau jalan keluar dalam
menghadapi kesulitan tersebut, sehingga manusia terbebas dari kesulitan dan
bisa menjalani hidup dengan penuh kebahagian, yang merupakan tujuan hidup semua
orang.
Dalam
surat al Balad, Allah Swt menjelaskan beberapa solusi atau cara keluar dari
kesulitan hidup, yaitu :
Pertama, menghadapi kesulitan dengan optimis dan tidak mengeluh
Solusi
pertama yang Allah Swt tawarkan adalah menghadapi kesulitan hidup dengan
menempuh jalan yang sulit itu, sehingga sudah terbiasa dalam kesulitan. Allah
Swt berfirman, ”Maka tidaklah, sebaiknya ia menempuh jalan yang mendaki dan
sukar?”(QS al Balad: 11).
Muhammad
Quraish Shihab dalam Tafsir al Misbah menjelaskan, makna kata iqtahamah
terambil dari kata quhmah yang berarti keras dan sulit. Kata al-‘aqabah
bermakna jalan yang sulit, yang mengambarkan sesuatu yang tinggi dan sukar.
Pengabungan dua kata itu bermakna menempuh jalan yang keras lagi sulit,
seterusnya jika dikaitkan dengan kehidupan, maka akan bermakna menumpuh
kehidupan yang keras dan sulit.
Dalam
ayat ini, Allah Swt mengajarkan umatnya selalu menempuh dan menghadapi
kesulitan hidup dan tidak mengeluh. Ketika orang terbiasa dalam menghadapi
kesulitan, maka kesulitan itu akan menjadi ringan, mudah dan menjadi kebiasaan.
Begitupun
dalam menajalani hidup yang sulit dan susah. Ada orang yang tidak terbiasa
pergi ke sawah sebagai mata pencahariannya. Diawal-awal, terasa pergi ke sawah
sangat sulit dan berat, kena hujan, panasnya terik matahari, kotornya lumpur
dan melelahkan. Namun, dia paksakan diri untuk terus bekerja di sawah, sehingga
pada akhirnya, pergi ke sawah menjadi hal yang mudah, bahkan dinikmati dan
selalu rindu untuk melihat hijaunya daun-daun padi.
Kedua, melepaskan diri dari belenggu nafsu tercela
Semua
manusia dalam proses penciptaannya diikuti dengan hawa nasfu. Terkadang
kesulitan hidup muncul karena ketidakmampuan seseorang mengontrol keinginan
hawa nafsunya untuk memiliki dan menguasai sesuatu. Ketika keinginannya tidak
terpenuhi akan menempatkan dirinya dalam kesulitan. Allah Swt menawarkan cara
keluar dari kesulitan ini dengan melepaskan diri dari belenggu nafsu. Firman
Allah Swt, ”(Yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya).” (QS al Balad: 13)
Kata
raqabah dalam ayat di atas, banyak diartikan dengan budak atau hamba sahaya,
sehingga ditafsirkan untuk keluar dari kesulitan seseorang harus mencari
seorang budak dan memerdekannya. Kalaulah hari ini untuk keluar dari kesulitan
mesti memerdekan seorang budak, maka hal ini nyaris mustahil, karena sangat
susah menemukan budak zaman ini, karena perbudakan di belahan dunia manapun
sudah dihapuskan.
Imam
Qurtubi menafsirkan ayat fakku raqabah dalam Tafsir al Jami’ lil Ahkamil Qur’an
dengan beberapa makna, diantaranya memerdekakan seorang budak, menyedakahkan
sebagian harta yang telah memperbudak pemiliknya dan melepaskan diri dari
belenggu nafsu yang memperbudak manusia. Imam Thabrani dalam at Tafsir al Kabir
menjelaskan, makna fakku raqabah dengan makna kemerdekaan yang sesungguhnya,
yaitu ketika seseorang mampu melepaskan dirinya dari belenggu nafsu tercela
yang membebani dirinya dengan berbagai ibadah yang mengantarkannya kepada surga
Allah Swt.
Dari
dua tafsir itu dipahami fakku raqabah dengan melepaskan diri dari belenggu
nafsu yang tercela. Hawa nafsu yang tercela adalah musuh manusia yang akan
membelengu manusia dan memberikan kesulitan dalam hidup. Imam al Ghazali dalam
kitab Ihya’ Ulumuddin memberikan penjelasan, bahwa nafsu penting
diinternalisasi. Nafsu tidak mungkin dihilangkan dari diri manusia. Bahkan,
nafsu itu sendiri adalah motor penggerak kehidupan. Maka hal yang paling
mungkin bisa dilakukan adalah mengendalikan nafsu dan menahan diri agar tidak
dikuasainya.
Selanjutnya,
Imam al Ghazali memberikan analogi nafsu seperti kuda binal yang liar, maka ada
tiga cara mengendalikannya :
-
Pertama, mengekang atau mencegah keinginan (man’us
syahwat). Kuda yang binal akan tak berdaya jika dikurangi makannya. Ini tentu
saja hanyalah sebuah perumpamaan. Intinya ada pada pengendalian diri yang
bersifat internal. Manusia kerap memprioritaskan keinginan meski sesungguhnya
itu bukanlah kebutuhannya. Inilah sesungguhnya cikal bakal melahirkan kesulitan
pada diri manusia. Nafsu, karenanya, harus terlebih dahulu dikendalikan dengan
cara mengekang keinginan.
-
Kedua, dibebani dengan ibadah, karena kuda liar yang
dibebani dengan banyak barang dan dikurangi makannya, akan tunduk dan menurut.
Sekali lagi, ini juga tamsil atau perumpamaan. Makna kontekstualnya adalah
manusia perlu menarget diri dengan sesuatu yang berguna. Pembebanan seperti
inilah yang dimaksud Imam Al-Ghazali. Mengendalikan nafsu salah satunya bisa
dengan cara membebani diri dengan menargetkan dengan puasa sunat dan membaca al
Qur’an. Sehingga, tidak ada lagi waktu yang terbuang sia-sia. Tidak lagi
tersisa ruang bagi nafsu untuk menyelinap dan melambungkan keinginan-keinginan
yang tidak perlu.
-
Ketiga, meminta petunjuk kepada Allah Swt, karena
Allah yang menguasai nafsu. Memaknai hal ini sebagai bentuk kerendahan hati
manusia. Setelah berikhtiar, kemudian tawakkal. Tuhan punya kuasa kepada
manusia, sebagaimana Rasulullah saw yang mengajarkan manusia untuk selalu
berdoa. Dari Zaid bin Arqam r.a, Rasulullah saw bersabda, “Ya Allah Swt ya
Tuhanku, berikanlah ketakwaan kepada jiwaku, sucikanlah ia, sesungguhnya
Engkaulah sebaik-baik Dzat yang mensucikannya, Engkaulah yang menguasai dan
menjaganya…” (HR Muslim).
Ketiga, mengangkat kesulitan orang lain
Selanjutnya,
Allah Swt memberikan arahan untuk keluar dari kesulitan hidup dengan memberikan
makan kepada orang yang kelaparan atau yang sangat membutuhkannya. Sebagaimana
firman Allah Swt, ”Atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan.” (QS al
Balad:14).
Kata
fii yawmin zii masghabah ditafsirkan oleh para mufassirin secara umum dengan
waktu dan kondisi kelaparan. Seperti Tafsir Ibnu Katsir, at Tafsir al Kabir dan
al Jami’ lil Ahkamil Qur’an mengartikan dengan waktu itu makanan sangat
dibutuhkan, karena kondisi yang membatasinya seseorang untuk mendapatkan
makanan. Dalam Tafsir al Misbah diartikan kata ini dengan lebih luas yaitu
kondisi yang sulit. Artinya, memberikan makanan kepada orang lain yang
kondisinya sangat memprihatinkan dan dalam kesulitan.
Dari
beberapa tafsir di atas dapat disimpulkan, bahwa salah satu cara keluar dari
kesulitan hidup adalah dengan memberikan bantuan kepada orang lain yang sangat
membutuhkan bantuan. Hal ini didukung oleh banyak hadits dari Rasulullah saw,
salah satunya hadits dari sahabat Abu Hurairah r.a, Rasulullah saw bersabda,
”Barang siapa membebaskan seorang mukmin dari kesulitan dunia, maka Allah Swt
akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa yang
memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah Swt akan
memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat…” (HR Muslim).
Di
hadist lain, dari Ibnu ‘Umar r.a, Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang biasa
membantu hajat saudaranya, maka Allah Swt akan senantiasa menolongnya dalam
hajatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Ketika
seorang muslim mampu mengangkat kesulitan saudaranya, maka Allah Swt akan
mengangkat kesulitannya. Dengan diangkatnya kesulitan yang dia hadapi karena
membantu yang lain, maka orang itu akan menjadi orang yang bahagia. Rasulullah
saw menjelaskan keutamaan amalan ini, bukan hanya mampu mengangkat kesulitan
dan melahirkan kebahagian dalam hidup, namun sekaligus dianggap sudah
beribadah, bahkan ibadah ini lebih utama daripada iktikaf dalam masjid.
Hadist
dari Ibnu ‘Umar r.a, Rasulullah saw bersabda, “Manusia yang paling dicintai
oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia lainnya. Adapun
amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia,
mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan
rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah
keperluan lebih aku cintai daripada beriktikaf di masjid ini –masjid Nabawi —
selama sebulan penuh.” (HR Thabrani).
Hadits
ini menjelaskan, ketika semua orang berusaha mencari dan berharap mendapatkan
kebahagian dalam hidup, pada hakikatnya kebahagian akan didapatkan dan rasakan
ketika mampu membahagiakan orang lain. Seorang ayah akan bahagia, ketika dia
mampu membahagiakan keluarganya. Seorang istri bahagia ketika mampu
membahagiakan suami dan anaknya. Seorang anak bahagia, ketika dia mampu
membahagiakan kedua orang tuanya. Akhirnya, seorang muslim akan merasakan
kebahagian hidup tatkala dia mampu membahagikan orang lain.
Surat Al Insyirah Ayat 1-8, Arab, Latin dan Artinya
1. أَلَمْ نَشْرَحْ
لَكَ صَدْرَكَ
a
lam nasyraḥ laka ṣhadrak
Artinya:
"Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?"
2. وَوَضَعْنَا عَنكَ
وِزْرَكَ
wa
waḍha'nā 'anka wizrak
Artinya:
"dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu."
3. ٱلَّذِىٓ أَنقَضَ
ظَهْرَكَ
alladżī
angqaḍa ẓahrak
Artinya:
"yang memberatkan punggungmu?"
4. وَرَفَعْنَا لَكَ
ذِكْرَكَ
wa
rafa'nā laka dżikrak
Artinya:
"Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu"
5. فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ
يُسْرًا
fa
inna ma'al-'usri yusrā
Artinya:
"Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan"
6. إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ
يُسْرًا
inna
ma'al-'usri yusrā
Artinya:
"Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan."
7. فَإِذَا فَرَغْتَ
فَٱنصَبْ
fa
idżā faraghta fanṣhab
Artinya:
"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain."
8. وَإِلَىٰ رَبِّكَ
فَٱرْغَب
wa
ilā rabbika farghab
Artinya:
"Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap."
Surat Al Insyirah mempertegas kewajiban kita untuk senantiasa
mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan.
Kandungan
surat ini membangun pemikiran manusia untuk selalu optimis dalam menghadapi
ujian dari Allah. Disebutkan juga dalam sumber yang sama, ayat ini merubah
paradigma berfikir manusia yang meyakini bahwa "Dalam Satu Kesulitan
Terdapat Satu Jalan Keluar" menjadi paradigma berfikir yang meyakini bahwa
"Di Balik Satu Kesulitan Ada Banyak Jalan Keluar." Itulah spirit inna
ma'al 'usri yusra (sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan) yang
terdapat dalam surat Al Insyirah.
Disebutkan dalam surat Al Insyirah menjadi doa, sebagaimana
diterangkan oleh Rasulullah SAW antara lain :
-
Allah SWT akan memudahkan segala urusannya.
-
Allah SWT akan menghilangkan segala duka citanya
-
Allah SWT akan memudahkan rezeki dari jalan yang tidak
disangka-sangka.
-
Surat Al Insyirah bisa diamalkan setiap selesai salat
fardhu, bagi orang yang ingin dilapangkan dadanya, cerdas pemikirannya, lepas
dari segala kesulitan, hilang rasa malas dalam ketaatan kepada Allah SWT.