HADIYAH TSAWAABUL A’MAAL
BAB IV - AJARAN WAHIDIYAH
(KULIAH WAHIDIYAH, bimbingan Mbah KH. Abdul Madjid Ma'ruf Mu'allif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra)
Menghadiahkan pahalanya amal-amal ibadah, amal ibadah apa saja, termasuk amal kebagusan yang membuahkan berbagai manfa’at baik bagi yang menghadiahkan maupun kepada yang diberi hadiah dan umumnya bagi masyarakat. Manfa’at dunia dan manfa’at akhirat. Bahkan, menghadiahkan pahalanya amal-amal ibadah itu merupakan gerak hati nurani para auliya’ Kekasih Alloh yang dikerjakan secara alamiyah/terang-terangan lebih-lebih secara sirri. Begitu juga para Shahabat dan para Salafus Sholihin.
Diceritakan suatu waktu shahabat Ubayyu bin Ka’ab Rodhiyalloohu ‘Anhumaa mengutarakan kepada Rosululloh SAW :
(يَارَسُوْلَ اللهِ) إِنِّي أَجْعَلُ لَكَ صَلاَتِي كُلَّهَا. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلِيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَنْ يَكْفِيْكَ اللهُ تَعَالَى هَمَّ دُنْيَاكَ وَأَخِرَتِكَ (دُرَّةٌ النَاصِحِيْنَ/ سَعَادةُ الدَارَيْنِ: 513).
“(Ya Rosuulalloh), sesungguhnya aku menjadikan (menghadiahkan) untuk-Mu (pahalanya) sholatku semuanya. Maka Kanjeng Nabi SAW bersabda “Kalau begitu Alloh Ta’ala akan mencukupi kebutuhan duniamu dan akhiratmu” (Durrotun Naashihiin, atau Sa’aadatud Daaroini : 531).
Saling berhadiah adalah memupuk kerukunan, kekeluargaan dan persaudaraan yang menumbuhkan rasa cinta-mencintai satu sama lain. Bersabda Rosululloh SAW :
تَهَادُوْا تَحَابُّوْا ..... رَوَاهُ أبُو يَعْلَى وَابْنُ عَسَاكِر عن أَبِي هُرَيْرَة
“Saling memberi hadiahlah kamu sekalian niscaya kamu sekalian saling mencintai” (Hadits riwayat Abu Ya’la dan Ibnu Asakir dari Abu Huroiroh).
Orang yang memberi hadiah berarti menyebarkan buah manfa’at bagi orang lain dan masyarakat. Dan orang yang paling banyak memberi manfa’at kepada masyarakat adalah sebaik-baik manusia dalam pandangan Alloh SWT. Sabda hadits berbunyi kurang lebih :
خَيْرُكُمْ عِنْدَ اللهِ أَكْثَرُكُمْ نَفْعًا لِلنَّاسِ
Artinya :
”Sebaik-baik kamu sekalian dalam pandangan Alloh adalah yang paling banyak memberi manfa’at kepada manusia”.
Para Imam Madzaahibul Arba’ah dan Ulama’-ulama’ Syafi’iyyah satu pendapat bahwa menghadiahkan pahalanya amal-amal ibadah itu berhasil maqbul dan manfa’atnya bisa sampai kepada orang yang dihadiahkan baik yang sudah meninggal dunia maupun yang masih hidup. Sebagian ulama’ lagi ada yang berpendapat tidak bisa sampai kepada yang dituju lebih-lebih kepada orang yang sudah meninggal dunia. Akan tetapi kenyataan di dalam pengalaman cocok dengan pendapat yang pertama. Dan di dalam Wahidiyah mengikuti pendapat yang pertama.
Al-Mukarrom Mbah K.H. Abdul Madjid Ma’roef Mu’allif Sholawat Wahidiyah QS wa RA menganjurkan agar supaya semua pahala dari amal ibadah apa saja, baik ibadah wajib maupun ibadah sunnah dan pahal-pahala yang kita terima dari hadiah orang lain, supaya dihadiahkan semua !. Dihadiahkan khususnya ikrooman ta’dhiiman wa mahabattan kepada Junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad SAW, kemudian kepada para Anbiya’ wal Mursalin wal Malaikatil Muqorrobiin ‘alaihimus-sholaatu wassalam, kepada para keluarga dan para shahabat Beliau-beliau, kepada para Auliya’ kekasih Alloh dari awal sampai akhir khusushon beliau Ghouts Hadzaz Zaman wa A’waanihi Rodhiyalloohu Ta’ala ‘Anhum, kepada para syuhada’ was sholihin dan para ulama’ kepada guru dan Pemimpin, kepada orang tua dan keatas para leluhur, kepada keluarga dan roqobah dan lain-lain umumnya kepada jami’il mukminin mukminat muslimin muslimat baik yang masih hidup maupun yang sudah mati dari bangsa manusia dan jin mulai awal sampai akhir.
Adapun caranya berhadiah boleh memakai bahasa Arab “ILAA HADLROTI....” akan tetapi juga cukup dengan bahasa lain. Bahkan cukup dengan batin saja. Dalam hati ditujukan kepada yang dimaksud. Itu sudah cukup.
Menghadiahkan pahalanya amal seperti diatas ditambah dengan do’a-do’a kebaikan supaya kerap kali dilakukan, sekalipun dari pahalanya satu huruf. Manfa’atnya besar sekali baik bagi yang berhadiah maupun bagi yang diberi hadiah.
Pahala dihadiahkan kepada satu orang dan kepada orang banyak, sama saja yang diterima oleh yang bersangkutan. Umpamanya barang seratus dihadiahkan kepada satu orang dia menerima seratus, dihadiahkan kepada orang banyak masing-masing orang juga sama-sama menerima seratus. Sama halnya dengan perkataan, didengar orang satu dan didengar orang banyak masing-masing sama pendengarannya. Dan, tidak berarti orang yang berhadiah lalu kehabisan pahala. Bahkan akan memperoleh lagi lipat sepuluh kali atau lebih. Sebab mengahadiahkan pahala amal ibadah itu termasuk amal kebagusan. Dan setiap amal kebagusan dibalas oleh Alloh SWT dengan sepuluh kali lipat. Firman Alloh SWT :
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ اَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَيِّئَةِ فَلاَ يُجْزَى إِلاَّ مِثْلِهَا وَهُمْ لاَيُظْلَمُوْنَ. 6-الأنْعَام : 160.
Artinya :
“Barang siapa datang dengan (membawa/berbuat) kebaikan maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amal perbuatannya; dan barang siapa datang dengan kejahatan, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka tidak teraniaya (dirugikan)” (6–al-An’am : 160)
Akan tetapi jangan sampai keliru. Dalam pengetrapan !. Yang penting di dalam berhadiah itu harus betul-betul ikhlas !. Jangan sampai menengok kepada imbalan sepuluh kali lipat !. Hadiah yang dikerjakan dengan betul-betul ikhlas mengandung nilai do’a yang mustajab oleh karena termasuk “Da’watu ghoiibin lighooibin” sebagaimana sabda Rosululloh SAW :
أَسْرَعُ الدُّعَاءِ إِجَابَةً دَعْوَةُ غَائِبٍ لِغَائِبٍ. روَاهُ البُخَارِي فِي الأَدَبِ وَأَبُودَاوُد وَالطَبْرَاني عن ابن عُمر
“Do’a yang paling cepat diijabahi adalah do’a dari orang ghoib bagi orang ghoib lainnya” (Hadits riwayat Bukhori, Abu Daud dan Tabroni dari Ibnu Amr).
Di dalam riwayat lain berbunyi :
أَقْرَبُ الدُّعَاءِ إِجَابَةً دُعَاءُ الْغَائِبِ لِلْغَائِبِ
Sedekat-dekatnya doa kepada ijabah, adalah doanya orang ghoib kepada orang lain yang ghoib.
وَقَالَ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : دُعَاءُ الأَخِ لأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ لاَيُرَدُّ. رَوَاهُ البَزَّارِ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ. حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ
“Bersabda Rosululloh SAW : “Do’anya saudara untuk saudaranya itu tidak ditolak (dalam suatu riwayat) mustajab” (Hadits riwayat Bazzar dari Imron Bin Hushoin. Hadits Soheh).
Di dalam lembaran Wahidiyah ditulis hadiah hanya kepada Kanjeng SAW dan kepada Ghouts Hadzaz Zaman RA dan seterusnya. Itu untuk meringkas dan diambil yang pokok-pokok. Jadi dapat diperluas. Akan tetapi sesungguhnya yang lain-lain sudah termasuk didalam yang pokok itu. Dan yang dihadiahkan bukan hanya bacaan fatihah saja, akan tetapi seluruh rangkaian pengamalan Sholawat Wahidiyah. Pahalanya maksudnya.
Menghadiahkan pahalanya amal-amal ibadah seperti menghadiahkan pahalnya sholat, pahalanya zakat, pahalanya shodaqah, pahalanya membaca Qur’an, membaca dzikir, membaca tahlil, membaca sholawat dan lain sebagainya merupakan adab tata krama di dalam hubungan batin dengan para yang kita hadiahi. Lebih-lebih terhadap orang yang seatas kita umurnya, nasabnya atau kedudukannya dan jabatannya. Terutama terhadap Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Rosululloh SAW, terhadap para Anbiya’ wal Mursalin wal Malaikatil Muqorrobin ‘alaihimus sholatu wassalam, terhadap para Auliya’ Kekasih Alloh, para Syuhada’ dan Sholihin dan sebagainya. Menghadiahkan pahala amal kepada para. Beliau-beliau tersebut boleh dikatakan sebagian dari cara-cara tawassul atau konsultasi batin kepada beliau-beliau. Shohibus-syafaa’ah, shohibul ‘inaayah wal karoomah wal fadhiilah yang sangat besar manfa’atnya bagi usaha taqorrub kita kepada Alloh SWT. Berdo’a kepada Alloh dengan mengadakan konsultasi batin atau tawashul kepada beliau-beliau tersebut besar sekali harapan dikabulkan Alloh SWT sebab mendapat dukungan dari beliau-beliau itu.
Jadi tawashul atau konsultasi batin itu tidak menyimpang dari sabda Rosululloh SAW :
وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ. رَوَاهُ التِرْميْذِي عَن ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
“Jika engkau memohon, mohonlah kepada Alloh, dan jika engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Alloh !” (Hadis riwayat Tirmidzi dari Ibnu Abas Ra).
Sebab dengan tawassul itu permohonan tetap dialamatkan kepada Alloh SWT. Bukan kepada yang ditawassuli. Kepada yang ditawassuli kita hanya menghaturkan hadiah pahalanya amal-amal sambil memohon syafa’at, tarbiyah, barokah, do’a restu dan dukungan terhadap do’a permohonan kepada Alloh SWT. Mudah-mudahan kita termasuk golongan orang-orang yang senantiasa mendapat syafa’at, tarbiyah, barokah, karomah, nadhroh, do’a restu dan jangkungan dari para beliau-beliau tersebut !.
Mari kita menghaturkan penghormatan beliau-beliau tersebut dengan menghaturkan hadiah pahala bacaan surat Al Fatihah.
AL-FATIHAH