KISAH 'AUJ BIN UNUQ LENGKAP
Diantara kisah yang paling sering disebut-sebut oleh umat Islam adalah kisah mengenai ‘Auj bin Unuq. Kisah ini juga terdapat dalam beberapa kitab tafsir yang sering dibaca umat Islam.
Ciri-ciri Auj bin Unuq dan perilakunya yang disebut-sebut dalam kitab-kitab tafsir dan sejarah :
1. Dalam rangka menjelaskan kisah Auj Bin Unuq sebagai kisah dusta, Ibnu Katsir menyebutkan berdasarkan kisah-kisah yang disebut tukang cerita bahwa Auj Bin Unuq tersebut mempunyai ciri-ciri berikut :
a. ‘Auj bin Unuq lahir sebagai anak zina dari seorang ibu yang bernama ‘Unuq binti Adam.
b. Sudah ada sebelum zaman Nuh dan tetap hidup sampai zaman Nabi Musa.
c. Saat lapar, dia mengambil ikan dari dasar laut dan memanggangnya pada matahari.
d. Dia memperolok-olok Nabi Nuh yang membuat kapal dengan mengatakan : “Apakah ini mangkokmu ?”
e. Dia seorang kafir, fasiq, keras kepala dan sombong.
f. ‘Auj bin Unuq panjangnya mencapai 3333 1/3 hasta.
2. Ibnu Munzir dalam tafsirnya dengan sanad dari Ibnu Umar mengatakan, panjang ‘Auj Bin Unuq 13 ribu hasta, berasal dari kaum ‘Aad, pagi dan malam bersama matahari.
3. Al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir-nya dengan sanad dari Ibnu Mas’ud mengatakan, Musa a.s. panjangnya dua belas hasta, panjang tongkatnya dua belas hasta dan jauh lompatannya dua belas hasta, namun ketika Musa a.s. memukul ‘Auj Bin Unuq, maka tidak sampai kecuali hanya pada mata kaki ‘Auj Bin Unuq.
4. Syeikh Ibnu Hayyan dalam kitab al-‘Udhmah dengan sanad dari Ibnu Abbas mengatakan, yang paling pendek kaum ‘Aad adalah tujuh puluh hasta dan sepanjang-panjangnya adalah seratus hasta, sedangkan panjang Musa a.s. tujuh hasta dan panjang tongkatnya tujuh hasta serta jauh lompatannya ke udara tujuh hasta. Musa hanya mendapatkan mata kaki ‘Auj, lalu membunuhnya.
5. Riwayat Ibnu Munzir, al-Thabrani dan Syeikh Ibnu Hayyan di atas telah dikutip oleh al-Suyuthi dalam kitabnya, al-Hawi lil Fatawa. Disamping itu al-Suyuthi juga menyebut beberapa riwayat lain yang satu sama lainnya versinya berbeda.
Kisah Auj Bin Unuq shahih atau justru palsu.
Berikut ini keterangan ulama mengenai kedudukan kisah di atas, yaitu :
1. Ibnu Hajar al-Haitamy dalam al-Fatawa al-Haditsiyah mengatakan :
“Al-Hafizh al-‘Imad ibn al-Katsir mengatakan, Kisah ‘Auj bin Unuq dan semua yang diceritakan tentangnya adalah cerita ngawur yang tidak ada asalnya. Kisah tersebut diada-adakan kaum zindiq dari ahlul kitab, padahal itu tidak ada sama sekali pada masa Nuh, karena orang kafir tidak ada yang selamat dari banjir zaman Nuh.”
2. Pendapat Ibnu Katsir yang dikemukakan Ibnu Hajar al-Haitamy pada point pertama di atas merupakan pendapat yang dikemukakan Ibnu Katsir dalam kitabnya, al-Bidayah wal-Nihayah. Selanjutnya dalam al-Bidayah wal-Nihayah Ibnu Katsir menyebutkan argumentasi kepalsuan kisah Auj bin Unuq ini, sebagai berikut :
a. Bertentangan dengan akal.
Bagaimana bisa mungkin Allah membiarkan selamat ‘Auj bin Unuq yang kafir, fasiq, keras kepala dan sombong, sementara Allah Ta’ala mencelakakan anak Nabi Nuh karena kekafirannya, anak seorang nabi ummat dan pemimpin orang-orang beriman. Bagaimana bisa mungkin Allah membiarkan selamat ‘Auj bin Unuq dengan sifat-sifatnya yang keji di atas, sementara Allah tidak memberi rahmat kepada seorangpun yang tidak naik kapal bersama Nuh, tidak memberi rahmat kepada ibu bayi dan juga tidak kepada bayinya. Kisah Allah juga menenggelamkan ibu bayi bersama bayinya dalam banjir zaman Nuh disebut dalam riwayat Abu Ja’far Ibnu Jarir dan Abu Muhammad bin Abi Hatim dalam tafsir keduanya.
b. Bertentangan dengan nash syara’.
a). Firman Allah Ta’ala :
ثُمَّ أَغْرَقْنَا الْآخَرِينَ
“Kemudian Kami tenggelamkan orang-orang yang lain.” (Q.S. al-Shafaat : 82)
b). Firman Allah Ta’ala :
رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا
“Nuh berkata: "Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” (Q.S. Nuh : 26)
Kedua ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa tidak ada yang selamat pada banjir zaman Nabi Nuh kecuali yang naik kapal bersama Nuh, apalagi apa yang dinamai dengan nama ‘Auj bin Unuq yang kafir, fasiq, keras kepala dan sombong,
c). Dikisahkan bahwa ‘Auj bin Unuq panjangnya mencapai 3333 1/3 hasta. Keterangan ini bertentangan dengan hadits dalam Shahihaini, yakni Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ وَطُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا، ثُمَّ لَمْ يَزَلِ الْخَلْقُ يَنْقُصُ حَتَّى الْآنَ
“Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dimana panjangnya adalah enam puluh hasta, kemudian senantiasa makhluq itu kurang panjangnya sampai dengan sekarang. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menjelaskan bahwa tidak ada seorangpun keturunan Adam yang melebihi ukuran panjangnya dari pada Adam sendiri. Sedangkan dalam kisah ‘Auj bin Unuq disebut bahwa panjangnya mencapai 3333 1/3 hasta.
3. Dalam kitab al-Asrar al-Marfu’ah fil-Akhbar al-Maudhu’ah, karya Mulla ‘Ali Qari seorang ahli hadits bermazhab Hanafi disebutkan :
“Tidak mengherankan keberanian seperti ini pada sipendusta atas Allah, tetapi yang mengherankan adalah orang-orang yang memasukkan hadits ini (kisah ‘Auj bin Unuq) dalam kitab-kitab ilmu tafsir dan lainnya, padahal tidak dijelaskan kedudukan hadits itu.”
4. Namun al-Suyuthi setelah menyebut beberapa riwayat kisah ‘Auj bin Unuq ini sebagaimana telah kami kemukakan di atas, pada ujungnya beliau berkomentar :
“Yang mendekati mengenai ‘Auj bin Unuq ini merupakan sisa dari kaum ‘Aad. panjangnya secara global adalah seratus hasta atau sekitar itu, tidak dengan panjang yang telah disebutkan dan Musa a.s. telah membunuhnya dengan tongkatnya. Ukuran ini merupakan ukuran yang kemungkinan dapat diterima. Wallahua’lam.”
‘AUJ BIN UNUQ DIBINASAKAN OLEH BURUNG HUD-HUD
‘Auj bin Unuq adalah manusia yang berumur sehingga 4,500 tahun. Tinggi tubuh badannya di waktu berdiri adalah seperti ketinggian air yang dapat menenggelamkan negeri pada zaman Nabi Nuh a.s. Ketinggian air tersebut tidak dapat melebihi lututnya. Ada yang mengatakan bahawa dia tinggal di gunung. Apabila dia merasa lapar, dia akan menghulurkan tangannya ke dasar laut untuk menangkap ikan kemudian memanggangnya dengan panas matahari. Apabila dia marah atas sesebuah negeri, maka dia akan mengencingi negeri tersebut hinggalah penduduk negeri itu tenggelam di dalam air kencingnya.
Apabila Nabi Musa bersama kaumnya tersesat di kebun teh, maka ‘Auj bermaksud untuk membinasakan Nabi Musa bersama kaumnya itu. Kemudian ‘Auj datang untuk memeriksa tempat kediaman askar Nabi Musa a.s., maka dia mendapati beberapa tempat kediaman askar Nabi Musa itu tidak jauh dari tempatnya. Kemudian dia mencabut gunung-gunung yang ada di sekitarnya dan diletakkan di atas kepalanya supaya mudah untuk dicampakkan kepada askar-askar Nabi Musa a.s.
Sebelum sempat ‘Auj mencampakkan gunung-gunung yang diunjung di atas kepalanya kepada askar Nabi Musa a.s, Allah s.w.t. telah mengutuskan burung hud-hud dengan membawa batu berlian dan meletakkannya di atas gunung yang dijunjung oleh ‘Auj. Dengan kekuasaan Allah s.w.t., berlian tersebut menembusi gunung yang dijunjung oleh ‘Auj sehinggalah sampai ke tengkuknya. ‘Auj tidak sanggup menghilangkan berlian itu, akhirnya ‘Auj binasa disebabkan batu berlian itu.
Dikatakan bahawa ketinggian Nabi Musa a.s adalah empat puluh hasta dan panjang tongkatnya juga empat puluh hasta dan memukulkan tongkatnya kepada ‘Auj tepat mengenai mata dan kakinya. Ketika itu jatuhlah ‘Auj dengan kehendak Allah s.w.t. dan akhirnya tidak dapat lari daripada kematian sekalipun badannya tinggi serta memiliki kekuatan yang hebat.
KISAH KARUT GERGASI 'UJ BIN' UNUQ
Satu hari dalam kuliah maghrib, saya sampaikan kisah karut gergasi yang mendiami Palestin pada zaman nabi Musa A.S.
Memang melopong mulut apabila mendengar kehebatan si gergasi Palestin yang bernama ‘Uj bin ‘Unuq. Apa tidaknya, saiznya sungguh besar sehingga 12 naqib atau wakil Bani Is’rail yang diutus nabi Musa A.S merisik keadaan penduduk Palestin umpama awang kenit pada tangan ‘Uj.
Itulah kisah si gergasi yang disebut dalam sesetengah kisah nukilan sesetengah ulama Tafsir. Masalahnya adakah kisah ini benar?
Kisah si gergasi ini biasanya akan disebut dalam kisah risikan nabi Musa A.S dan Bani Isra’il sebelum mereka masuk ke Palestin. Menurut sebahagian riwayat, tinggi ‘Uj bin ‘Unuq mencecah sehingga 3000 hasta.
Bukan setakat itu, gergasi ini dikatakan sudah hidup semenjak zaman nabi Nuh lagi. Menurut Imam Ibn Kathir, kisah ini wajib ditolak kerana bertentangan dengan beberapa nas, antaranya:
1. Saiz Nabi Adam
Nabi Adam 60 hasta ketinggian sebagaimana dilaporkan sebuah hadis:
خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ عَلَى صُورَتِهِ طُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا فَلَمَّا خَلَقَهُ قَالَ اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلَى أُولَئِكَ النَّفَرِ مِنْ الْمَلَائِكَةِ جُلُوسٌ فَاسْتَمِعْ مَا يُحَيُّونَكَ فَإِنَّهَا تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَقَالُوا السَّلَامُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَزَادُوهُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَكُلُّ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ آدَمَ فَلَمْ يَزَلْ الْخَلْقُ يَنْقُصُ بَعْدُ حَتَّى الْآنَ
Allah mencipta Adam dalam ketinggian 60 hasta. Setelah siap ciptaannya, Allah berkata “Pergilah bertemu para malaikat yang sedang duduk itu dan dengarkan apakah ucapan yang mereka berikan padamu, kerana ia akan menjadi ucapan selamat untukmu dan anak keturunanmu.
Adam lalu mengucapkan salam “Sejahtera ke atas kalian,” para malaikat menjawab “Sejahtera ke atasmu bersama rahmat Allah.” Mereka menambah jawapan salam kepada Adam dengan tambahan “Dan Rahmat Allah.”
Maka setiap manusia yang dimasukkan ke dalam syurga akan dicipta dalam bentuk serta saiz Adam. Saiz ciptaan manusia semakin berkurang selepas itu sehingga sekarang.Sahih al-Bukhari
2. Manusia Kufur Telah Tenggelam
Jika ‘Uj bin “unuq yang kafir sudah hidup semenjak zaman nabi Nuh, dia pastinya sudah mati lemas kerana baginda berdoa agar semua manusia yang kufur dimusnahkan dalam banjir tersebut. Firman Allah S.W.T yang bermaksud
Dan Nabi Nuh (merayu lagi dengan) berkata: “Wahai Tuhanku! Janganlah Engkau biarkan seorangpun dari orang kafir itu hidup di atas muka bumi! “Kerana sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka (hidup), nescaya mereka akan menyesatkan hambaMu, dan mereka tidak akan melahirkan anak melainkan yang berbuat dosa lagi kufur ingkar Surah Nuh 71:26-27
Juga firman Allah yang bermaksud:
(Mereka semua naik) dan bahtera itupun bergerak laju membawa mereka dalam ombak yang seperti gunung, dan (sebelum itu) Nabi Nuh memanggil anaknya, yang sedang berada di tempat yang terpisah daripadanya: “Wahai anakku, naiklah bersama kami, dan janganlah engkau tinggal dengan orang yang kafir”. Anaknya menjawab: “Aku akan pergi berlindung ke sebuah gunung yang dapat menyelamatkan aku daripada ditenggelamkan oleh air”. Nabi Nuh berkata: “Hari ini tidak ada sesuatupun yang akan dapat melindungi dari azab Allah, kecuali orang yang dikasihani olehNYA”. Dan dengan serta-merta ombak itu pun memisahkan antara keduanya, lalu jadilah dia (anak yang derhaka itu) dari orang yang ditenggelamkan oleh taufan Surah Hud 11:42-43
Juga firman Allah yang lebih tuntas ini :
Maka Kami selamatkan dia (nabi Nuh A.S) dan orang yang bersama dengannya dalam bahtera yang penuh sarat (dengan berbagai makhluk). Kemudian daripada itu, kami tenggelamkan golongan (kafir) yang tinggal (tidak turut bersama dalam bahtera) Surah al-Syu’ara’ 26:119-120
Kesimpulannya, kisah tersebut memang sedap pada telinga jika dicanang oleh si tukang cerita yang pandai mengatur bicara. Walau sedap atau mampu “memecah panggung” sekalipun, ia wajib ditolak kerana bercanggah dengan nass al-Quran dan al-Sunnah.
Selepas ini, jika mendengar riwayat yang ajaib lagi pelik serta sukar diterima akal yang sihat, semaklah terlebih dahulu kesahihannya. Bimbang kesucian al-Quran akan tercemar dengan cerita karut Isra’iliyyat.
Kanti Suci Project
Sumber Referensi :
- Ibnu Katsir, al-Bidayah wal-Nihayah, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 266
- Al-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawa, Darul Kutubil Ilmiyah, Beirut, Juz. II, Hal. 342
- Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Fatawa al-Haditsiyah, Darul Fikri, Beirut, Hal. 133
- Ibnu Katsir, al-Bidayah wal-Nihayah, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 266-267
- Ibnu Katsir, al-Bidayah wal-Nihayah, Maktabah Syamilah, Juz. I, Hal. 265-266
- Mulla ‘Ali Qari, al-Asrar al-Marfu’ah fil-Akhbar al-Maudhu’ah, Maktabah al-Islami, Hal. 426
- Al-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawa, Darul Kutubil Ilmiyah, Beirut, Juz. II, Hal. 343