Agnes Gonxha Bojaxhiu
(BUNDA TERESIA)
BY, Rr. Rahma Kanhi Suci
Lahir di USKUP, Kerajaan Ottoman, 26 Agustus 1910 –
meninggal di Kalkuta, India, 5 September 1997 pada umur 87 tahun) adalah
seorang biarawati Katolik Roma keturunan Albania dan berkewarganegaraan India
yang mendirikan Misionaris Cinta Kasih (bahasa Inggris: Missionaries of
Charity) di Kalkuta, India, pada tahun 1950. Selama lebih dari 45 tahun, ia
melayani orang miskin, sakit, yatim piatu dan sekarat, sementara membimbing ekspansi
Misionaris Cinta Kasih yang pertama di seluruh India dan selanjutnya di negara
lain. Setelah kematiannya, ia diberkati oleh Paus Yohanes Paulus II dan diberi
gelar Beata Teresa dari Kalkuta.
Pada 1970-an, ia menjadi terkenal di dunia internasional untuk
pekerjaan kemanusiaan dan advokasi bagi hak-hak orang miskin dan tak berdaya.
Misionaris Cinta Kasih terus berkembang sepanjang hidupnya dan pada saat
kematiannya, ia telah menjalankan 610 misi di 123 negara, termasuk penampungan
dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, lepra dan TBC, program konseling untuk anak
dan keluarga, panti asuhan, dan sekolah. Pemerintah, organisasi sosial dan
tokoh terkemuka telah terinspirasi dari karyanya, namun tak sedikit filosofi
dan implementasi Bunda Teresa yang menghadapi banyak kritik. Ia menerima
berbagai penghargaan, termasuk penghargaan pemerintah India, Bharat Ratna
(1980) dan Penghargaan Perdamaian Nobel pada tahun 1979. Ia merupakan salah
satu tokoh yang paling dikagumi dalam sejarah. Saat peringatan kelahirannya yang
ke-100 pada tahun 2010, seluruh dunia menghormatinya dan karyanya dipuji oleh
Presiden India, Pratibha Patil.
Agnes Gonxha Bojaxhiu (Gonxha berarti "kuncup
mawar" atau "bunga kecil" di Albania) lahir pada tanggal 26
Agustus 1910 di Üsküb, Kekaisaran Ottoman (sekarang Skopje, ibukota Republik
Makedonia). Meskipun lahir pada tanggal 26 Agustus, ia menganggap 27 Agustus,
hari ia dibaptis menjadi "ulang tahun"nya. Dia adalah anak bungsu dari sebuah keluarga di
Shkodër, Albania, lahir dari pasangan Nikollë dan Drana Bojaxhiu. Ayahnya yang
terlibat dalam politik Albania, meninggal pada tahun 1919 ketika ia berusia
delapan tahun. Setelah kematian ayahnya, ibunya membesarkannya sebagai seorang
Katolik Roma. Ayahnya, Nikollë Bojaxhiu (namanya berarti 'pelukis') berasal
dari Prizren, Kosovo sementara kemungkinan ibunya berasal dari sebuah desa
dekat Đakovica, Kosovo.
Menurut sebuah biografi oleh Joan Graff Clucas, pada
tahun-tahun awal Agnes terpesona oleh cerita-cerita dari kehidupan misionaris
dan pelayanan mereka di Benggala. Pada usia 12 tahun, ia merasa yakin dan
berkomitmen untuk kehidupan beragama. Resolusi akhirnya diambil pada tanggal 15
Agustus 1928, sewaktu berdoa di kuil Madonna Hitam di Letnice, tempat dimana ia
sering pergi berziarah.
Ia meninggalkan rumah pada usia 18 tahun untuk bergabung
dengan Kesusteran Loreto sebagai misionaris. Ia tidak pernah lagi melihat ibu
atau saudara perempuannya.
Agnes pada awalnya pergi ke Biara Loreto di Rathfarnham,
Irlandia, untuk belajar bahasa Inggris, bahasa yang digunakan oleh Kesusteran
Loreto untuk mengajar anak-anak sekolah di India. Ia tiba di India pada tahun
1929 dan memulai novisiatnya (pelatihan) di Darjeeling, dekat pegunungan
Himalaya, tempat ia belajar bahasa Bengali dan mengajar di Sekolah St. Teresa, sebuah
sekolah yang dekat dengan biaranya. Ia mengambil sumpah agama pertamanya
sebagai seorang biarawati pada tanggal 24 Mei 1931. Saat itu ia memilih untuk
diberi nama Thérèse de Lisieux, santo pelindung para misionaris, namun karena
salah satu biarawati di biara sudah memilih nama itu, Agnes memilih pengejaan
Spanyol, Teresa.
Dia mengambil sumpah sucinya pada tanggal 14 Mei 1937,
saat sedang pelayanan sebagai guru di sekolah biara Loreto di Entally, sebelah
timur Kalkuta. Teresa bertugas disana selama hampir dua puluh tahun dan pada
tahun 1944 diangkat sebagai kepala sekolah.
Meskipun Teresa menikmati mengajar di sekolah, ia semakin
terganggu oleh kemiskinan di sekitarnya. Kelaparan di Benggala 1943 membawa
penderitaan dan kematian ke kota serta kekerasan Hindu/Muslim pada Agustus 1946
membuat kota dalam keputusasaan dan ketakutan.
Pada tanggal 10 September 1946, Teresa mengalami
"panggilan" saat bepergian dengan kereta api ke biara Loreto di
Darjeeling dari Kalkuta untuk retret tahunannya. "Saya meninggalkan biara
dan membantu orang miskin sewaktu tinggal bersama mereka. Ini adalah sebuah
perintah. Kegagalan akan mematahkan iman."
Dia memulai pekerjaan misionarisnya bersama orang miskin
pada 1948, meninggalkan jubah tradisional Loreto dengan sari katun sederhana
berwarna putih dihiasi dengan pinggiran biru. Bunda Teresa mengadopsi
kewarganegaraan India, menghabiskan beberapa bulan di Patna untuk menerima
pelatihan dasar medis di Rumah Sakit Keluarga Kudus dan kemudian memberanikan
diri ke daerah kumuh. Ia mengawali sebuah sekolah di Motijhil (Kalkuta);
kemudian ia segera membantu orang miskin dan kelaparan. Pada awal tahun 1949,
ia bergabung dalam usahanya dengan sekelompok perempuan muda dan meletakkan
dasar untuk menciptakan sebuah komunitas religius baru untuk membantu
orang-orang "termiskin di antara kaum miskin".
Usahanya dengan cepat menarik perhatian para pejabat
India, termasuk perdana menteri yang menyampaikan apresiasinya.
Teresa menulis dalam buku hariannya bahwa tahun
pertamanya penuh dengan kesulitan. Ia tidak memiliki penghasilan dan harus
memohon makanan dan persediaan. Teresa mengalami keraguan, kesepian dan godaan
untuk kembali dalam kenyamanan kehidupan biara. Ia menulis dalam buku
hariannya:
“Tuhan ingin saya masuk dalam kemelaratan. Hari ini saya
mendapat pelajaran yang baik. Kemelaratan para orang miskin pastilah sangat
keras. Ketika saya mencari tempat tinggal, saya berjalan dan terus berjalan
sampai lengan dan kaki saya sakit. Saya bayangkan bagaimana mereka sakit jiwa
dan raga, mencari tempat tinggal, makanan dan kesehatan. Kemudian kenikmatan
Loreto datang pada saya. ‘Kamu hanya perlu mengatakan dan semuanya akan menjadi
milikmu lagi,’ kata sang penggoda... Sebuah pilihan bebas, Tuhanku, cintaku
untukmu, aku ingin tetap bertahan dan melakukan segala keinginan-Mu merupakan
kehormatan bagiku. Aku tidak akan membiarkan satu tetes air mata jatuh
karenanya.”
Teresa mendapatkan izin Vatikan pada 7 Oktober 1950 untuk
memulai kongregasi keuskupan, yang kemudian menjadi Misionaris Cinta Kasih.
Misinya adalah untuk merawat "yang lapar, telanjang, tunawisma, orang
cacat, orang buta, penderita kusta, semua orang yang merasa tidak diinginkan,
tidak dicintai, tidak diperhatikan seluruh masyarakat, orang yang telah menjadi
beban bagi masyarakat dan dihindari oleh semua orang."
Kongregasi ini dimulai dengan 13 orang anggota di
Kalkuta, kini telah lebih dari 4.000 suster menjalankan panti asuhan, rumah
bagi penderita AIDS dan pusat amal di seluruh dunia, dan merawat para
pengungsi, pecandu alkohol, orang buta, cacat, tua, orang miskin dan tunawisma,
korban banjir, dan wabah kelaparan.
Pada tahun 1952, Bunda Teresa membuka Home for the Dying
pertama diatas lahan yang disediakan oleh kota Kalkuta. Dengan bantuan pejabat
India, ia mengubah sebuah kuil Hindu yang ditinggalkan menjadi Kalighat Home
for the Dying, sebuah rumah sakit gratis untuk orang miskin. Mereka yang dibawa
ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan diberikan kesempatan untuk
meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual keyakinan mereka; Muslim membaca
Al-Quran, Hindu menerima air dari sungai Gangga, dan Katolik menerima Ritus
Terakhir. "Sebuah kematian yang indah," katanya, "adalah untuk
orang-orang yang hidup seperti binatang, mati seperti malaikat - dicintai dan
diinginkan."
Bunda Teresa segera menyediakan tempat tinggal untuk
mereka yang menderita penyakit Hansen, umumnya dikenal sebagai kusta dan
menyebut tempat ini sebagai Shanti Nagar (Kota Kedamaian). Para Misionaris
Cinta Kasih juga mendirikan beberapa klinik kusta yang terjangkau di seluruh
Kalkuta, menyediakan obat-obatan, perban dan makanan.
Bunda Teresa merasa perlu untuk membuat rumah bagi
anak-anak yang hilang. Pada tahun 1955, ia membuka Nirmala Shisu Bhavan,
sebagai perlindungan bagi yatim piatu dan remaja tunawisma.
Pada tahun 1960-an, ordo ini telah membuka penampungan,
panti asuhan dan rumah lepra di seluruh India. Bunda Teresa kemudian memperluas
ordo di seluruh dunia. Rumah pertama di luar India dibuka di Venezuela pada
tahun 1965 dengan lima suster. Selanjutnya di Roma, Tanzania, dan Austria pada
tahun 1968, dan selama tahun 1970, ordo ini membuka rumah dan yayasan di
puluhan negara baik di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Serikat. Pada tahun
2007, Misionaris Cinta Kasih berjumlah kurang lebih 450 bruder dan 5.000
biarawati di seluruh dunia, menjalankan 600 misi, sekolah dan tempat
penampungan di 120 negara.
Pada tahun 1982 saat puncak Pengepungan Beirut, Bunda
Teresa menyelamatkan 37 anak yang terjebak di garis depan sebuah rumah sakit
dengan menengahi sebuah gencatan senjata sementara antara tentara Israel dan
gerilyawan Palestina. Ditemani oleh para pekerja Palang Merah, ia melakukan
perjalanan melalui zona perang ke rumah sakit yang hancur untuk mengevakuasi
para pasien muda.
Ketika Eropa Timur mengalami peningkatan keterbukaan di
akhir 1980-an, ia memperluas usahanya untuk negara-negara komunis yang
sebelumnya menolak Misionaris Cinta Kasih dan memulai puluhan proyek. Ia tidak
terpengaruh dengan kritik terhadap pendiriannya dalam melawan aborsi dan
perceraian serta menyatakan, "Tidak peduli orang-orang mengatakan apa,
Anda harus menerimanya dengan tersenyum dan melakukan pekerjaan anda
sendiri." Ia mengunjungi Republik Sosialis Soviet Armenia setelah Gempa
bumi Spitak 1988 dan bertemu dengan Nikolai Ryzhkov, Ketua Dewan Menteri.
Bunda Teresa bepergian untuk membantu dan melayani
penderita kelaparan di Ethiopia, korban radiasi di Chernobyl, dan korban gempa
di Armenia.[40][41][42] Pada tahun 1991, Bunda Teresa kembali untuk pertama
kalinya ke tanah airnya dan membuka rumah Misionaris Cinta Kasih Bruder di
Tirana, Albania.
Pada tahun 1996, ia menjalankan 517 misi di lebih dari
100 negara. Selama bertahun-tahun, Bunda Teresa mengembangkan Misionaris Cinta
Kasih untuk melayani "termiskin dari yang miskin" di 450 pusat di
seluruh dunia. Rumah Misionaris Cinta Kasih pertama yang ada di Amerika Serikat
didirikan di South Bronx, New York. Pada tahun 1984, ordo ini menjalankan 19
organisasi di seluruh negara.
Bunda Teresa menderita serangan jantung ketika di Roma
pada tahun 1983, saat mengunjungi Paus Yohanes Paulus II. Setelah serangan
kedua pada tahun 1989, ia menerima alat pacu jantung buatan. Pada tahun 1991,
setelah berjuang melawan pneumonia saat di Meksiko, ia menderita masalah
jantung lebih lanjut. Ia menawarkan untuk mengundurkan diri dari posisinya
sebagai kepala Misionaris Cinta Kasih, tetapi para biarawati ordo dalam sebuah
pemungutan suara yang rahasia, memilihnya untuk tetap menjabat. Bunda Teresa sepakat
untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai kepala ordo.
Pada April 1996, Bunda Teresa jatuh dan mematahkan tulang
selangkanya. Pada bulan Agustus, ia menderita malaria dan gagal jantung di
ventrikel kiri. Ia menjalani operasi jantung tapi sudah jelas bahwa
kesehatannya menurun. Ia dirawat di sebuah rumah sakit di California, dan ini
telah menghasilkan beberapa kritik. Uskup Agung Calcutta, Henry Sebastian
D'Souza mengatakan, ia memerintahkan seorang pendeta untuk melakukan eksorsisme
kepada Bunda Teresa atas izinnya saat ia pertama kali dirawat di rumah sakit
dengan masalah jantung karena ia pikir mungkin ia diserang oleh iblis.
Pada tanggal 13 Maret 1997, dia turun dari jabatannya
sebagai kepala Misionaris Cinta Kasih. Ia meninggal pada tanggal 5 September
1997.
Pada saat kematiannya, Misionaris Cinta Kasih telah
memiliki lebih dari 4.000 suster dan persaudaraan dengan 300 anggota yang
menjalankan 610 misi di 123 negara. Ini termasuk penampungan dan rumah bagi
penderita HIV/AIDS, kusta dan TBC, dapur umum, program konseling anak-anak dan
keluarga, pembantu pribadi, panti asuhan, dan sekolah. Misionaris Cinta Kasih
juga dibantu oleh wakil pekerja yang berjumlah lebih dari 1 juta pada tahun
1990-an.
Bunda Teresa dibaringkan dalam ketenangan di Gereja St.
Thomas, Kolkata selama satu minggu sebelum pemakamannya pada September 1997. Ia
diberi pemakaman kenegaraan oleh pemerintah India dalam rasa syukur atas
jasanya kepada kaum miskin dari semua agama di India. Kematiannya ditangisi
baik di masyarakat sekuler dan religius. Dalam upetinya, Nawaz Sharif, Perdana
Menteri Pakistan mengatakan bahwa Bunda Teresa adalah "seorang individu
langka dan unik yang tinggal lama untuk tujuan yang lebih tinggi. Pengabdian
seumur hidupnya untuk merawat orang miskin, orang sakit, dan kurang beruntung
merupakan salah satu contoh pelayanan tertinggi untuk umat manusia."
Mantan Sekretaris Jenderal PBB, Javier Perez de Cuellar mengatakan: "Ia
adalah Pemersatu Bangsa. Ia adalah perdamaian di dunia ini"
Biografi Mother Teresa 1
Bunda Teresa, seorang yang memberi hatinya untuk melayani
di tengah-tengah masyarakat miskin di India.Dilahirkan di Skopje, Albania pada
26 Agustus 1910, Bunda Teresa merupakan anak bungsu dari pasangan Nikola dan
Drane Bojaxhiu. Ia memiliki dua saudara perempuan dan seorang saudara lelaki.
Ketika dibaptis, ia diberi nama Agnes Gonxha. Ia menerima pelayanan sakramen
pertamanya ketika berusia lima setengah tahun dan diteguhkan pada bulan
November 1916.
Ketika berusia delapan tahun, ayahnya meninggal dunia,
dan meninggalkan keluarganya dengan kesulitan finansial. Meski demikian, ibunya
memelihara Gonxha dan ketiga saudaranya dengan penuh kasih sayang. Drane
Bojaxhiu, ibunya, sangat memengaruhi karakter dan panggilan pelayanan Gonxha.
Ketika memasuki usia remaja, Gonxha bergabung dalam
kelompok pemuda jemaat lokalnya yang bernama Sodality. Melalui keikutsertaannya
dalam berbagai kegiatan yang dipandu oleh seorang pastor Jesuit, Gonxha menjadi
tertarik dalam hal misionari. Tampaknya hal inilah yang kemudian berperan dalam
dirinya sehingga pada usia tujuh belas, ia merespons panggilan Tuhan untuk
menjadi biarawati misionaris Katolik.
Pada tanggal 28 November 1928, ia bergabung dengan
Institute of the Blessed Virgin Mary, yang dikenal juga dengan nama Sisters of
Loretto, sebuah komunitas yang dikenal dengan pelayanannya di India. Ketika
mengikrarkan komitmennya bagi Tuhan dalam Sisters of Loretto, ia memilih nama
Teresa dari Santa Theresa Lisieux.
Suster Teresa pun dikirim ke India untuk menjalani
pendidikan sebagai seorang biarawati. Setelah mengikrarkan komitmennya kepada
Tuhan, ia pun mulai mengajar pada St. Mary’s High School di Kalkuta. Di sana ia
mengajarkan geografi dan katekisasi. Dan pada tahun 1944, ia menjadi kepala
sekolah St. Mary.
Akan tetapi, kesehatannya memburuk. Ia menderita TBC
sehingga tidak bisa lagi mengajar. Untuk memulihkan kesehatannya, ia pun
dikirim ke Darjeeling.
Dalam kereta api yang tengah melaju menuju Darjeeling,
Suster Teresa mendapat panggilan yang berikut dari Tuhan; sebuah panggilan di
antara banyak panggilan lain. Kala itu, ia merasakan belas kasih bagi banyak
jiwa, sebagaimana dirasakan oleh Kristus sendiri, merasuk dalam hatinya. Hal
ini kemudian menjadi kekuatan yang mendorong segenap hidupnya. Saat itu, 10
September 1946, disebut sebagai “Hari Penuh Inspirasi” oleh Bunda Teresa.
Selama berbulan-bulan, ia mendapatkan sebuah visi
bagaimana Kristus menyatakan kepedihan kaum miskin yang ditolak, bagaimana
Kristus menangisi mereka yang menolak Dia, bagaimana Ia ingin mereka
mengasihi-Nya.
Pada tahun 1948, pihak Vatikan mengizinkan Suster Teresa
untuk meninggalkan ordonya dan memulai pelayanannya di bawah Keuskupan Kalkuta.
Dan pada 17 Agustus 1948, untuk pertama kalinya ia memakai pakaian putih yang
dilengkapi dengan kain sari bergaris biru.
Ia memulai pelayanannya dengan membuka sebuah sekolah
pada 21 Desember 1948 di lingkungan yang kumuh. Karena tidak memiliki dana, ia
membuka sekolah terbuka, di sebuah taman. Di sana ia mengajarkan pentingnya
pengenalan akan hidup yang sehat, di samping mengajarkan membaca dan menulis
pada anak-anak yang miskin. Selain itu, berbekal pengetahuan medis, ia juga
membawa anak-anak yang sakit ke rumahnya dan merawat mereka.
Tuhan memang tidak pernah membiarkan anak-anak-Nya berjuang
sendirian. Inilah yang dirasakan oleh Bunda Teresa tatkala perjuangannya mulai
mendapat perhatian, tidak hanya individu-individu, melainkan juga dari berbagai
organisasi gereja.
Pada 19 Maret 1949, salah seorang muridnya di St. Mary
bergabung dengannya. Diinspirasi oleh gurunya itu, ia membaktikan dirinya untuk
pelayanan kasih bagi mereka yang sangat membutuhkan.
Segera saja mereka menemukan begitu banyak pria, wanita,
bahkan anak-anak yang sekarat. Mereka telantar di jalan-jalan setelah ditolak
oleh rumah sakit setempat. Tergerak
oleh belas kasihan, Bunda Teresa dan rekan barunya itu
pun menyewa sebuah ruangan untuk merawat mereka yang sekarat.
Pada tanggal 7 Oktober 1950, Missionary of Charity
didirikan di Kalkuta. Mereka yang tergabung di dalamnya pun semakin teguh untuk
melayani dengan sepenuhnya memberi diri mereka untuk melayani kaum termiskin di
antara yang miskin. Mereka tidak pernah menerima pemberian materi apa pun
sebagai balasan atas pelayanan yang mereka lakukan.
Pada awal 1960-an, Bunda Teresa mulai mengirimkan
suster-susternya ke daerah-daerah lain di India. Selain itu, pelayanan dari
Missionary of Charity mulai melebarkan sayapnya di Venezuela (1965), yang
kemudian diikuti oleh pembukaan rumah-rumah di Ceylon, Tanzania Roma, dan Australia
yang ditujukan untuk merawat kaum miskin.
Setelah Missionary of Charity, sejumlah yayasan pun
didirikan untuk memperluas pelayanan Bunda Teresa. Yang pertama ialah
Association of Coworkers sebagai afiliasi dari Missionary of Charity. Asosiasi
ini sendiri di setujui oleh Paus Paulus VI pada 26 Maret 1969. Meskipun
merupakan afiliasi Missionary of Charity, asosiasi ini memiliki anggaran dasar
tersendiri.
Selama tahun-tahun berikutnya, dari semula melayani hanya
dua belas, Missionary of Charity berkembang hingga dapat melayani ribuan orang.
Bahkan 450 pusat pelayanan tersebar di seluruh dunia untuk melayani orang-orang
miskin dan telantar. Ia membangun banyak rumah bagi mereka yang menderita,
sekarat, dan ditolak oleh masyarakat, dari Kalkuta hingga kampung halamannya di
Albania. Ia juga salah satu pionir yang membangun rumah bagi penderita AIDS.
Berkat baktinya bagi mereka yang tertindas, Bunda Teresa
pun mendapatkan berbagai penghargaan kemanusiaan. Pada tahun 1979, ia menerima
John XXIII International Prize for Peace. Penghargaan ini diberikan langsung
oleh Paus Paulus VI. Pada tahun yang sama, ia juga memperoleh penghargaan Good
Samaritan di Boston.
Setelah mengabdikan dirinya selama bertahun-tahun di
India, tentu saja pemerintah India tidak menutup mata akan pelayanannya. Maka
pada tahun 1972, Bunda Teresa menerima Pandit Nehru Prize.
Setahun kemudian, ia menerima Templeton Prize dari
Pangeran Edinburgh. Ia terpilih untuk menerima penghargaan tersebut dari dua
ribu kandidat dari berbagai negara dan agama oleh juri dari sepuluh kelompok
agama di dunia.
Puncaknya ialah pada tahun 1979 tatkala ia memperoleh
hadiah Nobel Perdamaian. Hadiah uang sebesar $6.000 yang diperolehnya
disumbangkan kepada masyarakat miskin di Kalkuta. Hadiah tersebut
memungkinkannya untuk memberi makan ratusan orang selama setahun penuh. Ia
berkata bahwa penghargaan duniawi menjadi penting hanya ketika penghargaan
tersebut dapat membantunya menolong dunia yang membutuhkan.
Pada tahun 1985, Bunda Teresa mendirikan pusat
rehabilitasi pertama agi korban AIDS di New York. Menyusul kemudian sejumlah
rumah penampungan yang didirikan di San Fransisco dan Atlanta. Berkat upayanya
ini, ia mendapatkan Medal of Freedom.
Pelayanan Bunda Teresa sama sekali tidak mengenal batas.
Dipupuk di kampung halamannya, ia mengawali pelayanan di India. Dari India,
pelayanannya meluas hingga ke seluruh penjuru dunia. Ia, di antaranya,
berkunjung ke Etiopia untuk menolong korban kelaparan, korban radiasi di
Chernobyl, dan korban gempa bumi di Armenia.
Memasuki tahun 1990-an, kondisi tubuh Bunda Teresa tidak
mengizinkannya melakukan aktivitas yang berlebihan, khususnya setelah serangan
jantung pada 1989. Kesehatannya merosot, sebagian karena usianya, sebagian
karena kondisi tempat tinggalnya, sebagian lain dikarenakan perjalanannya ke
berbagai penjuru dunia. Menyadari kondisi kesehatannya yang demikian, Bunda
Teresa meminta Missionary of Charity untuk memilih penggantinya. Maka, pada 13
Maret 1997, Suster Nirmala terpilih untuk meneruskan pelayanan Bunda Teresa.
Bunda Teresa akhirnya meninggal dunia pada tanggal 5
September 1997 dalam usia 87 tahun. Berbagai petinggi dari 23 negara menghadiri
pemakamannya. Upacara pemakaman diadakan pada 13 September 1997, di Stadion
Netaji, India, yang berkapasitas 15.000 orang. Atas kebijakan Missionary of
Charity, sebagian besar yang menghadiri upacara tersebut adalah orang-orang
yang selama ini dilayani oleh Bunda Teresa.
Biografi Mother Teresa 2
Awal hidup dan
karier Teresa dilahirkan sebagai
Agnes Gonxha Bojaxhiu
di Üskübdi negara yang sekarang bernama Republik Kosovo.
. Ayahnyaadalah seorang pedagang sukses. Orang tuanya memiliki tiga anak, dan
Agnes merupakan yang termuda. Orang tuanyaNikollë (Kolë) and Dranafile
Bojaxhiu, berasal dari kota Prizren di selatan Kosovo. Mereka menganut Katolik,
meskipunkebanyakan orang Albania adalah Muslim dan mayoritas populasi di
Makedonia adalah Ortodoks MakedoniaSangat sedikit diketahui tentang awal
hidupnya kecuali dari tulisannya sendiri. Dia mengingat bahwa dia merasa
panggilanuntuk menolong si miskin dari umur 12, dan mengambil keputusan untuk
melatih dirinya dalam kerja misi di India. Dia adalahanggota dari mudika di
paroki setempat disebut Sodality. Pada umur 18, Vatikanmengizinkan Teresa untuk
meninggalkanSkopje dan bergabung dengan Kesusteran Loreto, sebuah komunitas
biarawati Irlandia di Rathfarnham dengan sebuah misidiKolkata.Dia memilih
Kesusteran Loreto karena panggilan mereka adalah untuk menyediakan pendidikan
bagi anak perempuan.Setelah beberapa bulan pelatihan di Institut "Blessed
Virgin Mary" di Dublin dia dikirim ke Darjeeling di India sebagai suster
novisiat. Pada 1931 dia melakukan kaulnya yang pertama di sana, memilih nama
Suster Maria Teresa
sebagai penghormatankepada Teresa Avila dan Thérèse de
Lisieux. Dia mengambil kaulnya yang terakhir pada Mei 1937, mendapatkan gelar
keagamaan
Bunda Teresa
.Dari 1930 sampai 1948 Bunda Teresa mengajar geografi dan
katekisme di SMA St. Mary di Kolkata, menjadi kepala sekolahpada 1944. Dia
kemudian mengatakan bahwa kemiskinan di sekitar meninggalkan kesan yang dalam
dirinya. PadaSeptember 1946, atas keinginan sendiri, dia menerima panggilan
yang dalam dari Tuhan "untuk melayani Dia di antaratermiskin dari yang
miskin".Pada 1948 dia menerima izin dari Paus Pius XII, melalui Uskup
Agung Kolkata, untuk meninggalkan komunitasnya dan hidupsebagai suster merdeka.
Dia keluar dari SMA tersebut dan setelah pendidikan pendek dengan "Medical
Mission Sisters" diPatna, dia kembali ke Kolkata dan mendirikan tempat
tinggal sementara dengan "Little Sisters of the Poor" di
perkampunganMoti Jihl, Kalkuta. Dia kemudian memulai sekolah ruang terbuka
untuk anak-anak tak memiliki rumah. Kemudian diabergabung dengan sukarelawan
penolong, dan dia menerima dukungan finansial dari organisasi gereja dan
otoritas munisipal.Pada Oktober 1950 Teresa menerima izin dari Vatikan untuk
memulai ordonya sendiri. Vatikan awalnya menamakannya"Diocesan
Congregation of the Calcutta Diocese", tapi kemudian berubah
menjadiMissionaries of Charity, yang misinya adalahuntuk memberikan perhatian
untuk (dalam katanya sendiri) "si lapar, si telanjang, si gelandangan, si
pincang, si buta, si lepra,dan semua orang yang merasa tak diinginkan, tak
dicintai, tak diperhatikan dalam masyarakat, orang yang telah menjadibeban bagi
masyarakat dan ditolak oleh siapa pun."Dengan bantuan dari pejabat India
dia mengubah sebuah kuil Hindu yang telah ditinggalkan menjadi Kalighat Home
for theDying, sebuah 'rumah sakit kecil' ("hospis") bagi si miskin.
Tidak lama setelah dia membuka hospice lainnya, Nirmal Hriday(Hati Murni),
sebuah rumah lepra disebut Shanti Nagar (Kota Kedamaian), dan sebuah panti
asuhan, dan pada 1960-an telahmembuka banyak hospis, panti asuhan, dan rumah
lepra di banyak tempat di India.Pada 1965 dengan memberikan Decree of Praise,
Paus Paulus VI mengizinkan permintaan Bunda Teresa untukmengembangkan ordonya
ke negara lain. Ordo Teresa mulai tumbuh cepat, dengan rumah-rumah baru dibuka
di banyaktempat di dunia. Rumah pertama ordo ini di luar India didirikan di
Venezuela, dan kemudian diikuti di Roma dan Tanzania, dankemudian di banyak
negara di Asia, Afrika, dan Eropa, termasuk Albania. Sebagai tambahan, rumah
Missionaries of Charitypertama di Amerika Serikat didirikan di Bronx Selatan,
New Yor
“By blood, I am Albanian. By citizenship, an Indian. By
faith, I am a Catholic nun. As to my calling, I belong to the world. As to my
heart, I belong entirely to the Heart of Jesus.”
“Menurut darah, saya seorang Albania. Menurut
kewarganegaraan, saya seorang India. Menurut iman, saya seorang biarawati
Katolik. Menurut panggilan, saya milik dunia. Sementara hati saya, sepenuhnya saya
milik Hati Yesus”
Itulah yang dikatakan oleh salah seorang tokoh
kemanusiaan yang dipenuhi oleh cinta kasih. Bunda Teresa, seorang yang memberi
hatinya untuk melayani di tengah-tengah masyarakat miskin di India.
Teresa dilahirkan sebagai Agnes Gonxha Bojaxhiu pada
tanggal 26 Agustus 1910, di Uskub sebuah kota di Kerajaan Ottoman provinsi
Kosovo sekarang Skopje di Republik Makedonia. Ayahnya adalah seorang pedagang
sukses. Orang tuanya memiliki tiga anak, dan Agnes merupakan yang termuda. Ia
memiliki dua saudara perempuan dan seorang saudara lelaki. Orang tuanya Nikollë
(Kolë) and Dranafile Bojaxhiu, berasal dari kota Prizen di selatan Kosovo.
Mereka menganut Katolik, meskipun kebanyakan orang Albania adalah Muslim dan
mayoritas populasi di Makedonia adalah Ortodoks Makedonia. Ia menerima
pelayanan sakramen pertamanya ketika berusia lima setengah tahun dan diteguhkan
pada bulan November 1916.
Ketika berusia delapan tahun, ayahnya meninggal dunia,
dan meninggalkan keluarganya dengan kesulitan finansial. Meski demikian, ibunya
memelihara Gonxha dan ketiga saudaranya dengan penuh kasih sayang. Drane
Bojaxhiu, ibunya, sangat memengaruhi karakter dan panggilan pelayanan Gonxha.
Ketika memasuki usia remaja, Gonxha bergabung dalam
kelompok pemuda jemaat lokalnya yang bernama Sodality. Melalui keikutsertaannya
dalam berbagai kegiatan yang dipandu oleh seorang pastor Jesuit, Gonxha menjadi
tertarik dalam hal misionari. Tampaknya hal inilah yang kemudian berperan dalam
dirinya sehingga pada usia tujuh belas, ia merespons panggilan Tuhan untuk
menjadi biarawati misionaris Katolik.
Pada tanggal 28 November 1928, ia bergabung dengan
Institute of the Blessed Virgin Mary, yang dikenal juga dengan nama Sisters of
Loretto, sebuah komunitas yang dikenal dengan pelayanannya di India. Ketika
mengikrarkan komitmennya bagi Tuhan dalam Sisters of Loretto, ia memilih nama
Teresa dari Santa Theresa Lisieux.
Suster Teresa pun dikirim ke India untuk menjalani
pendidikan sebagai seorang biarawati. Setelah mengikrarkan komitmennya kepada
Tuhan, ia pun mulai mengajar pada St. Mary’s High School di Kalkuta. Di sana ia
mengajarkan geografi dan katekisasi. Dan pada tahun 1944, ia menjadi kepala
sekolah St. Mary.
Akan tetapi, kesehatannya memburuk. Ia menderita TBC
sehingga tidak bisa lagi mengajar. Untuk memulihkan kesehatannya, ia pun
dikirim ke Darjeeling.
Pada tahun 1948, pihak Vatikan mengizinkan Suster Teresa
untuk meninggalkan ordonya dan memulai pelayanannya di bawah Keuskupan Kalkuta.
Dan pada 17 Agustus 1948, untuk pertama kalinya ia memakai pakaian putih yang
dilengkapi dengan kain sari bergaris biru.
Ia memulai pelayanannya dengan membuka sebuah sekolah
pada 21 Desember 1948 di lingkungan yang kumuh. Karena tidak memiliki dana, ia
membuka sekolah terbuka, di sebuah taman. Di sana ia mengajarkan pentingnya
pengenalan akan hidup yang sehat, di samping mengajarkan membaca dan menulis
pada anak-anak yang miskin. Selain itu, berbekal pengetahuan medis, ia juga
membawa anak-anak yang sakit ke rumahnya dan merawat mereka.
Tuhan memang tidak pernah membiarkan anak-anak-Nya
berjuang sendirian. Inilah yang dirasakan oleh Bunda Teresa tatkala
perjuangannya mulai mendapat perhatian, tidak hanya individu-individu,
melainkan juga dari berbagai organisasi gereja.
Pada 19 Maret 1949, salah seorang muridnya di St. Mary
bergabung dengannya. Diinspirasi oleh gurunya itu, ia membaktikan dirinya untuk
pelayanan kasih bagi mereka yang sangat membutuhkan.
Segera saja mereka menemukan begitu banyak pria, wanita,
bahkan anak-anak yang sekarat. Mereka telantar di jalan-jalan setelah ditolak
oleh rumah sakit setempat. Tergerak oleh belas kasihan, Bunda Teresa dan rekan
barunya itu pun menyewa sebuah ruangan untuk merawat mereka yang sekarat.
Pada tanggal 7 Oktober 1950, Missionary of Charity
didirikan di Kalkuta. Mereka yang tergabung di dalamnya pun semakin teguh untuk
melayani dengan sepenuhnya memberi diri mereka untuk melayani kaum termiskin di
antara yang miskin. Mereka tidak pernah menerima pemberian materi apa pun
sebagai balasan atas pelayanan yang mereka lakukan.
Pada awal 1960-an, Bunda Teresa mulai mengirimkan
suster-susternya ke daerah-daerah lain di India. Selain itu, pelayanan dari
Missionary of Charity mulai melebarkan sayapnya di Venezuela (1965), yang
kemudian diikuti oleh pembukaan rumah-rumah di Ceylon, Tanzania Roma, dan
Australia yang ditujukan untuk merawat kaum miskin.
Setelah Missionary of Charity, sejumlah yayasan pun
didirikan untuk memperluas pelayanan Bunda Teresa. Yang pertama ialah
Association of Coworkers sebagai afiliasi dari Missionary of Charity. Asosiasi
ini sendiri di setujui oleh Paus Paulus VI pada 26 Maret 1969. Meskipun
merupakan afiliasi Missionary of Charity, asosiasi ini memiliki anggaran dasar
tersendiri.
Selama tahun-tahun berikutnya, dari semula melayani hanya
dua belas, Missionary of Charity berkembang hingga dapat melayani ribuan orang.
Bahkan 450 pusat pelayanan tersebar di seluruh dunia untuk melayani orang-orang
miskin dan telantar. Ia membangun banyak rumah bagi mereka yang menderita,
sekarat, dan ditolak oleh masyarakat, dari Kalkuta hingga kampung halamannya di
Albania. Ia juga salah satu pionir yang membangun rumah bagi penderita AIDS.
Berkat baktinya bagi mereka yang tertindas, Bunda Teresa
pun mendapatkan berbagai penghargaan kemanusiaan. Pada tahun 1979, ia menerima
John XXIII International Prize for Peace. Penghargaan ini diberikan langsung
oleh Paus Paulus VI. Pada tahun yang sama, ia juga memperoleh penghargaan Good
Samaritan di Boston.
Setelah mengabdikan dirinya selama bertahun-tahun di
India, tentu saja pemerintah India tidak menutup mata akan pelayanannya. Maka
pada tahun 1972, Bunda Teresa menerima Pandit Nehru Prize.
Setahun kemudian, ia menerima Templeton Prize dari
Pangeran Edinburgh. Ia terpilih untuk menerima penghargaan tersebut dari dua
ribu kandidat dari berbagai negara dan agama oleh juri dari sepuluh kelompok
agama di dunia.
Puncaknya ialah pada tahun 1979 tatkala ia memperoleh
hadiah Nobel Perdamaian. Hadiah uang sebesar $6.000 yang diperolehnya
disumbangkan kepada masyarakat miskin di Kalkuta. Hadiah tersebut
memungkinkannya untuk memberi makan ratusan orang selama setahun penuh. Ia
berkata bahwa penghargaan duniawi menjadi penting hanya ketika penghargaan
tersebut dapat membantunya menolong dunia yang membutuhkan.
Pada tahun 1985, Bunda Teresa mendirikan pusat
rehabilitasi pertama agi korban AIDS di New York. Menyusul kemudian sejumlah
rumah penampungan yang didirikan di San Fransisco dan Atlanta. Berkat upayanya
ini, ia mendapatkan Medal of Freedom.
Pelayanan Bunda Teresa sama sekali tidak mengenal batas.
Dipupuk di kampung halamannya, ia mengawali pelayanan di India. Dari India,
pelayanannya meluas hingga ke seluruh penjuru dunia. Ia, di antaranya,
berkunjung ke Etiopia untuk menolong korban kelaparan, korban radiasi di
Chernobyl, dan korban gempa bumi di Armenia.
Memasuki tahun 1990-an, kondisi tubuh Bunda Teresa tidak
mengizinkannya melakukan aktivitas yang berlebihan, khususnya setelah serangan
jantung pada 1989. Kesehatannya merosot, sebagian karena usianya, sebagian
karena kondisi tempat tinggalnya, sebagian lain dikarenakan perjalanannya ke
berbagai penjuru dunia. Menyadari kondisi kesehatannya yang demikian, Bunda Teresa
meminta Missionary of Charity untuk memilih penggantinya. Maka, pada 13 Maret
1997, Suster Nirmala terpilih untuk meneruskan pelayanan Bunda Teresa.
Sepanjang tahun-tahun terakhir hidupnya, meskipun
mengalami gangguan penyakit yang cukup parah, Ibu Teresa tetap mengendalikan
kongregasinya serta menanggapi kebutuhan orang-orang miskin dan Gereja. Pada
tahun 1997, para biarawatinya telah hampir mencapai 4000 orang, tergabung dalam
610 cabang dan tersebar di 123 negara dari berbagai belahan dunia. Pada bulan
Maret 1997, Ibu Teresa memberikan restu kepada Sr. Nirmala MC, penerusnya
sebagai Superior Jenderal Misionaris Cinta Kasih. Setelah bertemu dengan Paus
Yohanes Paulus II untuk terakhir kalinya, ia kembali ke Calcutta dan melewatkan
minggu-minggu terakhir hidupnya dengan menerima kunjungan para tamu dan
memberikan nasehat-nasehat terakhir kepada para biarawatinya.
Pada tanggal 5 September 1997 jam 9:30 malam, Bunda
Teresa akhirnya meninggal dunia dalam usia 87 tahun.. Upacara pemakaman
diadakan pada 13 September 1997, di Stadion Netaji, India, yang berkapasitas
15.000 orang. Atas kebijakan Missionary of Charity, Berbagai petinggi dari 23 negara menghadiri
pemakamannya, sebagian besar yang menghadiri upacara tersebut adalah
orang-orang yang selama ini dilayani oleh Bunda Teresa.
Jenazahnya dipindahkan dari Rumah Induk ke Gereja St.
Thomas, gereja dekat Biara Loreto di mana ia menjejakkan kaki pertama kalinya
di India hampir 69 tahun yang lalu. Ratusan ribu pelayat dari berbagai kalangan
dan agama, dari India maupun luar negeri, berdatangan untuk menyampaikan
penghormatan terakhir mereka. Ibu Teresa mendapat kehormatan dimakamkan secara
kenegaraan oleh Pemerintah India pada tanggal 13 September. Jenazahnya diarak
dalam kereta yang sama yang dulu digunakan mengusung jenazah Mohandas K. Gandhi
and Jawaharlal Nehru, melewati jalan-jalan di Calcutta sebelum akhirnya
dimakamkan di Rumah Induk Misionaris Cinta kasih. Segera saja makamnya menjadi
tempat ziarah dan tempat doa bagi banyak orang dari berbagai kalangan agama,
kaya maupun miskin. Ibu Teresa mewariskan teladan iman yang kokoh, harapan yang
tak kunjung padam, dan cinta kasih yang luar biasa. Jawaban atas panggilan
Yesus, “Mari, jadilah cahaya bagi-Ku,” menjadikannya seorang Misionaris Cinta
Kasih, seorang “ibu bagi kaum miskin”, sebagai simbol belas kasih terhadap
dunia, dan sebagai saksi hidup bagi Tuhan yang dahaga.
26 April 2002, kurang dari dua tahun sejak kematiannya,
mengingat reputasi Ibu Teresa yang tersebar luas karena kekudusan dan
karya-karyanya, Paus Yohanes Paulus II memberikan persetujuan untuk dimulainya
proses kanonisasi Ibu Teresa. Pada tanggal 20 Desember 2002 Bapa Suci
menyetujui dekrit keutamaan-keutamaannya yang gagah berani dan mukjizat yang
terjadi atas bantuan doanya. 19 Oktober 2003 Paus Yohanes Paulus II memaklumkan
Ibu Teresa sebagai “Beata Teresa dari Calcutta “.
Perkataan yang diucapkan ibu Teresa sebelum kematiannya
Inilah perkataan yang diucapkan ibu Teresa sebelum
kematiannya :
"If"
I picked someone who was hungry from the road, I give him
a plate
rice, a loaf of bread. But someone whose heart is closed,
the
feeling unneeded, unloved, in fear, one
that has been discarded from society - poverty
spiritual as it is much more difficult to overcome.
"
They are materially poor can be a wonderful person.
One evening we went out and picked up four people from
the street.
And one of them is in very poor condition.
I told the Sisters: "You take care of the three, I
shall take care of the people who look worst."
So I do everything for him to do, with
love of course. I put him in bed and he held the hand
I while he only said one word: "Thank you" and
then he
died.
I can not not have to examine my own conscience.
And I asked: "What would I say,
If I were him? "and my answer is simple. I
maybe trying to find a little attention to myself.
Possible
I said: "I am hungry, I am dying, I am cold, I am
pain, or else. "But he gave me so much more he
I give gratitude of love. And she died with a smile
in his face.
Then there was a man that we collect from
gutter, his body was partially eaten by caterpillars, and
once we take
him to a nursing home he simply said: "I have lived
like
animals on the road, but I would die like an angel, loved
and
cared. "
Then, after we finished throwing all of caterpillar
his body, which he said with a smile is: "Mom, I'm
going home
to God "- and then he died.
So wonderful to see people who
with a great soul was not blaming anyone, do not compare
himself with others. Like an angel, this is a great soul
of the people who are spiritually rich, while poor
materially.
Life is an opportunity, use it.
Life is beauty, admire it.
Life is a dream, realize it.
Life is a challenge, face it.
Life is a duty, fulfill it.
Life is a game, live it.
Life is expensive, keep it.
Life is wealth, keep it.
Life is love, enjoy it.
Life is a promise, fulfilled it.
Life is sorrow, overcome it.
Life is a song, sing it.
Life is a struggle, accept it.
Life is a tragedy, face it.
Life is an adventure, skip it.
Life is luck, keep doing it.
Life is too precious, do not rusakkan it.
Life is life, fight for it.
Bunda Theresa teladan
BalasHapuskunjungan balasan dong ke blog saya www.belajarbahasaasing.com
BalasHapus