G. AT - TA’ALLUQ BI JANAABIHI SAW.
(KONTAK LAHIR BATIN/ HUBUNGAN LAHIRIYYAH DAN BATINIYYAH DENGAN ROSUULULLOH SAW) -
Kuliah Wahidiyah, bimbingan praktis Mbah KH. Abdul Madjid Ma'ruf Mu'allif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra.
Di muka sudah kita bahas bahwa faedah membaca sholawat yang paling besar manfaatnya adalah “Inthibaa‘u shuurotihi SAW ‘ala qolbi musholli” = tercetaknya gambar pribadi (shuuroh) Rosuululloh SAW di dalam hati si pembaca sholawat. Dengan kata lain selalu terbayang kepada Rosululloh SAW.
Dengan demikian terjalin hubungan jiwa yang sangat erat antara si pembaca sholawat dengan Rosululloh SAW. Kita yakin bahwa eratnya hubungan jiwa dengan Rosululloh SAW. merupakan pusaka dan fondasinya iman dan taqwa, dan menjadi patrinya mahabbah kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Dan kita yakin bahwa iman, taqwa, dan mahabbah merupakan bangunan keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin rohani dan jasmani di dunia dan di akhirat.
Maka oleh karena itu hubungan kita sebagai umat terhadap Rosululloh SAW sebagai pemimpin kita, sebagai pembimbing kita, sebagai pembela kita dari kesesatan dan kehancuran perlu dipupuk, ditingkatkan dan disempurnakan yang sebaik-baiknya !. Hubungan yang masih bersifat formalitas ala syari’ah harus ditingkatkan menjadi semacam hubungan molekuler yang lebih kokoh lahir dan batin.
Bukankah Rosululloh SAW. sendiri sesuai dengan kepribadian Beliau yang “ROHMATAN LIL ‘AALAMIIN” dan “BIL MUKMINIINA ROUUFUR ROHIM” telah meletakkan dan meratakan “Lem Perekat” hubungan terhadap, sekalian para umat ?.
Firman Alloh SWT didalam Al Qur’an memberitahukan hal itu kepada kita antara lain :
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ (9- التوبة : 128).
“Sungguh telah datang kepadamu sekalian seorang Rosul dari kalangan kamu sekalian yang sangat berat memprihatinkan kamu sekalian, yang mencurahkan kasih terhadap kamu sekalian dan berkasih sayang kepada orang-orang mukmin”.
Begitu mendalam keakraban hubungan batin Rosululloh SAW. terhadap para umat sampai Beliau SAW memanggilnya sebagai “Ikhwan”, sebagai “Kawan”, sebagai “Saudara” dengan sabda-NYA :
وَشَوْقَاهْ إِلَى إِخْوَانِي الَّذِيْنَ يَأْتُوْنَ مِنْ بَعْدِيْ (انسان كامل : ثاني / 88).
“Betapa rindu-Ku kepada saudara-saudara-Ku yaitu mereka yang datang sesudah-Ku” (Insan Kamil II hal. 88).
Jadi kita para umat semestinya hanya tinggal menempelkan dan melekatkan hubungan jiwa dengan Rosululloh SAW. yang “Lem Perekatnya” sudah ada dan sudah diratakan dalam semesta alam ini oleh Rosululloh Saw. sendiri. Mari kita renungkan hal ini dan kita adakan koreksi diri bagaimana hubungan kita selama ini terhadap Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Rosululloh SAW. Pemimpin kita, Pembimbing kita, dan Pembela kita yang sangat menyayangi kita!.
AL FAATIHAH !
YAA SYAAFI’AL KHOLQIS-SHOLAATU WASSALAAM…....dst...
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH…....
Adapun cara-cara mengadakan dan memperbaiki hubungan yang akrab kepada Rosululloh SAW. Atau yang disebut “TA‘ALLUQ BI JANAABIHI SAW” ada dua jalan. Yaitu seperti diterangkan di dalam kitab Sa’aadatud Dairoini fis-Sholaati ‘Ala Sayyidil Kaunaini SAW, karangan Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani : TA’ALLUQ SHUURIY dan TA’ALLUQ MAKNAWIY.
TA’ALLUQ SHUURIY atau hubungan secara formal dapat ditempuh melalui dua jalan :
(1) Menjalankan segala apa yang diperintahkan dan menjauhi atau meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Rosululloh SAW. Jadi menjalankan syari’ah Islam secara komplit lahir dan batin dengan tepat dan sempurna di dalam segala hubungan. Baik didalam hubungan kepada Alloh wa Rosulihi SAW, maupun di dalam hubungan dengan masyarakat, terhadap keluarga, terhadap tetangga, terhadap bangsa dan negaranya, terhadap sesama umat manusia segala bangsa terhadap agamanya bahkan terhadap sesama makhluq pada umumnya.
(2) Fanak atau lebur di dalam lautan mahabbah atau cinta kepada Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, antara lain dengan memperbanyak membaca sholawat, memperbanyak dan mengangan-angan penuh rindu atau syauq kepada Rosululloh SAW. Memperbanyak membaca atau mendengarkan uraian-uraian atau hikayah-hikayah yang mengandung pujian dan sanjungan terhadap kebesaran dan kemulyaan Rosululloh SAW. Sehingga tumbuh rasa mahabbah dan rindu yang mendalam. Juga dengan berangan-angan dan berfikir tentang jasa-jasa dan pengorbanan serta perjuangan Rosululloh SAW di dalam membela umat.
TA’ALLUQ MAKNAWIY atau secara hubungan maknawi juga dapat ditempuh melalui dua jalan :
(1) Melatih hati membayangkan atau istihdhor kepada pribadi Beliau SAW yang mulia dan agung itu dengan sepenuh ta’dhim mahabbah atau kagum. Ini bagi mereka yang sudah pernah bertemu Rosululloh SAW, dalam mimpi atau dalam keadaan jaga (tidak tidur) atau yaqodhotan. Bagi yang belum pernah bisa membayangkan sifat-sifat dan budi pekerti Beliau SAW, yang luhur itu. Bagi yang sudah pernah ziarah ke Makkah dan Madinah dapat membayangkan Ka’bah, membayangkan maqom Rosululloh SAW, membayangkan masjid atau tempat-tempat lain yang bersejarah yang dipergunakan oleh Beliau SAW di dalam memperjuangkan agama Islam dan di dalam memberikan tuntunan dan bimbingan kepada para sahabat Rodhiyalloohu ta’ala anhum. Semua itu harus kita lakukan dengan beradab ta’dhim dan tawadhu’.
MASALAH MIMPI BERTEMU KANJENG NABI BESAR MUHAMMAD SAW.
Mimpi bertemu Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW, adalah mimpi baik, mimpi yang benar, mimpi yang hak. Siapapun orangnya yang bermimpi dan bagaimanapun keadaan mimpinya itu, mimpi yang benar. Sebab setan tidak dapat tamatstsul atau menyerupakan diri (mendo-mendo-Jawa) dengan Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Bersabda sabda hadits :
مَنْ رَأَنِي فَقَدْ رَأَى الْحَقَّ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَيَتَمَثَّلُ بِي (رَوَاهُ مسلِمٌ وَغَيْرُهُ).
“Barang siapa melihat AKU dalam mimpi maka sungguh ia melihat kebenaran (melihat Rosululloh SAW, dengan sebenarnya). Oleh karena sesungguhnya setan tidak dapat menyerupakan diri sebagai Aku” (Hadits riwayat Imam Muslim dan lainnya).
Di dalam kitab Ta’thiirul Anaam (Syeh Abdul Ghoni an-Nablusi Ra), redaksi “MAN ROAANI” diberi tafsir secara shohih : “WALAU ‘ALA AYYI SHUUROTIN WA HAALATIN” = sekalipun dalam rupa dan keadaan yang bagaimanapun juga.
Memang, hasil impian seseorang bisa jadi tidak sama. Ada yang bermimpi bertemu Rosululloh SAW, persis seperti apa yang disifatkan dan diterangkan di dalam kitab-kitab sejarah. Tetapi ada yang menyimpang dari itu. Tetapi keduanya sama-sama benar menurut hadits tersebut di atas. Perbedaan itu disebabkan antara lain karena situasi dan kondisi batiniyah dari orang yang bermimpi. Pada umumnya makin bersih makin jernih hati orang yang bermimpi, makin dekat kepada keadaan yang sebenarnya. Ibaratnya sebagai kaca cermin, makin jelas dan makin sempurna hasil pencerminan yang diperoleh.
Masalah mimpi boleh dikatakan termasuk di dalam lingkungan metafisika termasuk perkara gaib yang sampai sekarang masih belum bisa atau memang tidak bisa diungkap secara ilmiyah, tidak terjangkau oleh pendekatan rasional seperti hanya bidang exacta. Akan tetapi sebagai umat Muhammad SAW, yang percaya dan yakin akan kebenaran sabda Rosululloh SAW, yang maksudnya kurang lebih bahwa mimpi yang baik adalah “Juz-un Min an-Nubuwwah” = bagian daripada kenabian. Maka dari itu kita harus bergembira dan wajib bersyukur kepada Alloh SWT, apabila kita bermimpi baik, dan seharusnya prihatin dan mawas diri serta banyak istighfar memohon ampunan kepada Alloh SWT. apabila kita bermimpi buruk.
(2) Cara “TA’ALLUQ MAKNAWIY” yang kedua ialah mengetrapkan dalam hati (merasa) “BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH”. Itu merupakan syuhuudul qolbi dari para Ahwaalul Kariimah. Yaitu hati senantiasa sadar dan merasa bahwa asal kejadian segala makhluq (termasuk diri kita) adalah “NUR MUHAMMAD” (SAW). Hati senantiasa merasa (kroso dalam bahasa Jawa) apa yang disabdakan di dalan hadits Qudsi :
خَلَقْتُكَ مِنْ نُوْرِيْ وَخَلَقْتُ الخَلْقَ مِنْ نُوْرِكَ.
“AKU (Alloh) menciptakan Engkau (Muhammad SAW) dari NUR-KU dan AKU menciptakan makhluq dari NUR-MU”.
Jadi hakikat asal kejadian segala makhluq adalah “NUR MUHAMMAD SAW”. Baik makhluq jenis kasar maupun yang jenis halus yang kelihatan mata dan yang tidak kelihatan mata, yang dapat diraba dan yang tidak dapat diraba, yang exacta dan yang metafisika, yang lahir dan yang batin, makhluq dunia maupun makhluq akhirat, makhluq bumi maupun makhluq langit. Segalanya itu harus disadari dan bisa terasa didalam hati pada segala saat dan keadaan.
Tentang bagaimana wujudnya “NUR MUHAMMAD”, kita tidak mampu mengindera dengan khoyal, lebih-lebih dengan rasio. Yang penting harus kita yakini segala hakikat yang benar. Jadi kita berfikir, berangan-angan, kita merasakan sesuatu, merasa gembira atau merasa bersedih, begitu juga penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan lain sebagainya, itu semua berasal kejadian dari “NUR MUHAMMAD”. Itu harus kita rasa, kita latih dalam hati tidak cukup hanya dengan pengertian ilmiah saja. Sebab masalah ini adalah masalah “dzauq” masalah rasa, masalah feeling.
Untuk memudahkan pemahaman, Mbah KH. Abdul Madjid Ma'ruf Qs wa Ra Mu'allif Sholawat Wahidiyah memakai gambaran seperti di bawah ini. Akan tetapi harus di ingat bahwa gambaran tidak persis dengan yang digambarkan. Sebuah foto tidak persis dengan orang yang punya foto. Gambaran tersebut ialah : KAIN-BENANG-KAPAS.
Kain ibaratnya makhluq, benang ibaratnya Nur Muhammad dan kapas ibaratnya Nur Alloh.
Kain tersusun dari benang. Wujudnya kain sebab wujudnya benang. Tidak pernah ada ada kain yang tanpa benang. Jadi pada hakikatnya kain itu adalah benang. Kain itu sendiri tidak punya hakikat wujud. Begitu pula makhluq. Wujudnya makhluq sebab wujudnya “NUR MUHAMMAD”.
Jadi pada hakikatnya makhluq itu adalah Nur Muhammad. Pada hakikatnya tidak satupun makhluq yang tanpa “Nur Muhammad”. Jika makhluq dihindari oleh Nur Muhammad otomatis spontan menjadi ‘adam, tidak wujud. Sekali lagi ini adalah masalah dzauq, masalah rasa tidak dapat hanya diperhitungkan atau dipertimbangkan atau dianalisa dengan rasio atau akal pikiran.
Pengertian dan pemahaman oleh akal pikiran hanya membantu meresapnya rasa dalam hati.
Sekali lagi, makhluq itu tidak mempunyai hakikat wujud sendiri. Wujudnya makhluq sebab diwujudkan atau sebab wujudnya Nur Muhammad. Inilah yang harus kita rasa di dalam hati !. Melihat makhluq (diri kita pun juga makhluq) harus spontan merasa NUR MUHAMMAD. Begitu juga kita mendengar, mencium, merasa dan sebagainya harus spontan merasa NUR MUHAMMAD SAW.
Barang siapa tidak merasa NUR MUHAMMAD SAW, itulah orang yang terhijab. Tertutup mata hatinya. Tertutup dari kebenaran hakiki !. Jika tidak ada usaha mengadakan perbaikan untuk membuka tabir hijab dirinya, maka selamanya akan tetap terhijab dan makin tebal. Dan kelak di akhirat akan dimasukkan ke dalam “Naarul Hijaab” atau “Naarul Bu’di”- “Nerakanya jauh” dari Alloh SWT. Suatu penderitaan yang paling pedih karena tidak bisa ikut mencicipi kenikmatan “Jannatul – Qurbi”- “Surganya dekat” kepada Alloh wa Rosulihi SAW.
Semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh fadhol dari Alloh SWT, memperoleh syafa’at tarbiyah Rosululloh SAW. memperoleh barokah, karomah dan nadhroh Ghoutsu Haadzad Zaman RA seperti tersebut diatas.
Aamiin !!
AL FAATIHAH !.
Pemahaman selanjutnya. Benang terbentuk atau terjadi dari kapas. Tanpa kapas, benang itu sendiri tidak ada, tidak wujud. Adanya benang sebab adanya kapas. Jadi hakikat wujudnya benang adalah kapas. Benang sendiri tidak mempunyai hakikat wujud. Wujudnya benang sebab wujudnya kapas. Atau sebab kapas. Begitu saja singkatnya. Begitu juga “NUR MUHAMMAD” hakikat wujud dari Nur Muhammad adalah “NUR ALLOH”.
Begitu seterusnya, hakikat wujud dari pada makhluq adalah Nur Alloh. Makhluq itu sendiri tidak mempunyai sifat wujud. Yang memilki sifat wujud hanya Alloh. Sedangkan wujudnya makhluq adalah sebab diwujudkan oleh Alloh ( Billah ). Makhluq tidak wujud jika tidak diwujudkan oleh Alloh. Wujudnya makhluq, sebab Alloh !. Istilah dalam Wahidiyah, wujudnya makhluq itu BILLAH. ”LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLABILLAH = tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Alloh, sebab Alloh (BILLAH). Pemahaman yang lebih lengkap tentang “BILLAH” dan “BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH” periksa bab Ajaran Wahidiyah dibelakang !.
Pengertian “BILLAH” dan “BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH” harus sungguh-sungguh meresap ke dalam hati, dan diterapkan dengan rasa !. Tidak cukup dan tidak boleh hanya menjadi pengertian ilmiah saja !. Harus ditembuskan menjadi penerapan rasa dzauqiyyah !. Lebih-lebih tidak boleh hanya dipergunakan sebagai bahan percakapan, lebih-lebih lagi untuk bermujadalah dan dijadikan materi diskusi perdebatan !. Tidak boleh mengadakan pembahasan masalah ini harus disertai penerapannya di dalam hati. Hati harus terus menerus dilatih merasa BILLAH dan BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH.
Permulaan mungkin sulit. Akan tetapi jika terus menerus dilatih dan ada perhatian dan kemauan yang sungguh-sungguh, Insya Alloh lama-lama mendapat kemajuan. Disamping melatih hati terus menerus supaya giat melakukan mujahadah Wahidiyah. Alhamdulillah dalam pengalaman banyak dikaruniai kemajuan.
Dibawah ini dinukilkan Sholawat bernadhom yang juga ditaklif oleh Hadhrotul Mukarrom Mbah Kyai Haji Abdoel Madjid Ma’roef Mu’allif Sholawat Wahidiyah, yang apabila diperbanyak, membacanya syukur dimudawamahkan atau dilestarikan disamping mujahadah Wahidiyah, alhamdulillah besar sekali manfaatnya bagi meningkatnya kesadaran BILLAH BI HAQIIQOTIL MUHAMMADIYAH.
الْحَمْـدُ للهِ الصَّـلاَةُ وَالسَّلاَمْ * عَلَيْكَ وَالآلِ أَيَاخَيْرَ الأَنَامْ
“ALHAMDU LILLAHIS SHOLAATU WAS SALAAM ‘ALAIKA WAL AALI AYAA KHOIROL ANAAM”
“Segala puji bagi Alloh : sholawat dan salam semoga senantiasa melimpah kepangkuan-Mu serta keluarga duhai (Kanjeng Nabi SAW) sebaik-baik manusia”.
رَبٌّ كَرِيْمٌ وَأَنْتَ ذُو خُلُقٍ عَظِيْم * فَاشْفَعْ لَنَا فَاشْفَعْ لَنَا عِنْدَ الْكَرِيمٌ
“ROBBUN KARIIM WA ANTA DZUU KHULQIN ‘ADHIIM FASYFA’ LANAA FASYFA’ LANAA ‘INDAL KARIIM”
“Tuhan Maha Mulia, sedangkan Engkau (Kanjeng Nabi) memiliki akhlaq yang agung. Maka syafa’atilah kami, syafa’atilah kami disisi Tuhan Yang Maha Mulia !.
يَا مَنْ بِهِ قَدْ عُـرِفَ الْخَلاَّقُ * لَوْلاَكَ مَا خُلِقَتُ الْخَلاَئِقُ
“YAA MAN BIHI QOD ’URIFAL KHOLLAAQU LAULAAKA MAA KHULIQOTIL KHOLAAIQU”
“Duhai (Kanjeng Nabi SAW) orang yang menjadi sebab dikenalnya Tuhan Maha Pencipta, sekiranya tidak karena Engkau, tidaklah segala makhluq ini diciptakan”.
Disabdakan di dalam Hadits kurang lebih :
لَوْلاَكَ لَوْلاَكَ مَا خَلَقْتُ الأَفْلاَكَ (جَامِعُ الأُصُولِ : 89.
Artinya kurang lebih :
“Jika tidak karena Engkau (Muhammad SAW), jika tidak karena Engkau, sungguh AKU tidak menciptakan cakrawala”.
مِنْ نُوْرِكَ الْخَلْقُ جَمِيْعًا خُلِقَا * وَأَنْتَ مِنْ نُوْرِ الَّذِي قَدْ خَلَقَا
“MIN NUURIKAL KHOLQU JAMII’AN KHULIQO WA ANTA MIN NUURIL LADZII QOD KHOLAQO”
“Dari Nur-Mu segala makhluq diciptakan, sedangkan Engkau diciptakan dari Nur Tuhan Yang Maha Pencipta”.
يَاخَيْرَخَلْقِ اللهِ حَقًّا أَجْمَعِيْنَ * أَنْتَ إِمَامُ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ
“YAA KHOIRO KHOLQILLAAHI HAQQON AJMA’IN ANTA IMAAMUL ANBIYA WAL MURSALIN”
“Duhai (Kanjeng Nabi SAW) sebaik-baiknya semua makhluq Alloh, sungguh benar Engkau adalah Pemimpinnya para Nabi dan para Utusan”.
يَأَيُّهَا الرَّسُوْلُ يَامُحَمَّدُ * يَاصَاحِبَ الْمَقَامِ يَامَحْمُودُ
“YAA AYYUHAR ROSUULU YAA MUHAMMADU YAA SHOHIBAL MAQOOMI YAA MAHMUUDU“
“Duhai Kanjeng Rosul, duhai Kanjeng Nabi Muhammad yang menduduki maqom (yang tinggi), duhai Kanjeng Nabi yang terpuji”.
يَأَيُّهَا الشَّفِيْعُ يَامُشَفَّعُ * كُلُّ شَفِيْعٍ هُوَ مِنْكَ يَشْفَعُ
“YAA AYYUHASY SYAFII’U YAA MUSYAFFA’U KULLU SYAFII’IN HUWA MINKA YASYFA’U.
“Duhai Kanjeng Nabi yang banyak memberi syafa’at, duhai Kanjeng Nabi yang diterima syafa’atnya, setiap yang mensyafa’ati itu dari Engkau jua dapatnya mensyafa’ati”.
يَاشَافِعَ الْخَلْقِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمْ * عَلَيْكَ نُوْرَالْخَلْقِ هَادِيَ الأَنَامْ
وَأَصْـلَهُ وَرُوْحَـهُ أَدْرِكْـنِي* فَـقَدْ ظَلَمْتُ أَبَدًا وَرَبِّـنِي
وَلَيْسَ لِي يَاسَـيِّدِي سِوَاكَ* فَإِنْ تَرُدَّ كُنْتُ شَخْصًا هَالِكًا
يَاسَـيِّدِي يَارَسُوْلَ اللهِ
Terjemahnya lihat halaman 18 di muka.
Kembali masalah “TA’ALLUQ BI JANAABIHI SAW”.
Beliau Mu’allif Sholawat Wahidiyah QS wa Ra senantiasa menganjurkan mengamanatkan agar supaya disamping mujahadah Wahidiyah memperbanyak membaca:
يَاسَـيِّدِي يَارَسُوْلَ اللهِ
“YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH”
Dimana dan kapan saja ada kesempatan dan sambil melakukan pekerjaan apa saja. Dibaca lisan atau dalam batin, melihat situasi dan kondisi. Mujahadah Wahidiyah dengan hitungan yang sebanyak-banyaknya. Misalnya dibaca sekian ribu kali atau selama sekian jam. Tidak terbatas. Makin banyak makin baik. Lebih-lebih apabila ada kepentingan atau mempunyai sesuatu hajat. Asalkan tidak disalahgunakan harus dijiwai LILLAH BILLAH, LIRROSUL BIRROSUL dan seterusnya. Alhamdulillah manfaatnya besar sekali bagi terjalinnya hubungan jiwa yang lebih akrab, lebih mendalam dan lebih mesra dengan Rosululloh SAW. Dan selain itu dikaruniai pula manfaat-manfaat lain yang tidak dapat diperkirakan nilainya dan diluar perhitungan akal fikiran. Manfaat lahir dan manfaat batin, soal materi dan non materi, manfaat dunia dan manfaat ukhrowi.
Alhamdulillah.
Atas dasar pengalaman seperti tersebut diatas, maka memperbanyak membaca “YAA SAYYIDII YAA ROSULALLOH” merupakan cara “TA‘ALLUQ BI JANAABIHI SAW” yang paling gampang. Kami tidak atau mungkin belum mampu membuat uraian analisa secara ilmiyah yang kongkrit, akan tetapi secara imani kita percaya dan yakin akan kebenaran fakta pengalaman yang nyata seperti diatas. Sebab, “YAA SAYYIDII YAA ROSULALLOH” adalah sebutan nida’ dan panggilan langsung kepada Rosululloh SAW. Yang mengandung makna “tasyaffu’an” (= memohon syafa’at yang dijiwai dengan ta’dhim, mahabbah, tadhollum dan iftiqor/memulyakan, cinta, pernyataan diri dholim/ berdosa dan cetusan rasa butuh). Sedangkan Kanjeng Nabi SAW., bersifat rouf rohiim, kasih sayang dan banyak memberikan pengorbanan bagi para umat. Firman Alloh SWT :
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ (9- التوبة : 128).
“Sungguh telah datang kepada kamu sekalian rosul dari kaummu sendiri, yang berat terasa olehnya penderitaanmu sekalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu sekalian, amat belas kasihan dan menyayangi orang-orang mukmin” (9 – at-Taubah : 128).
Maka kita yakin dengan adanya panggilan “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH” pasti Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. tidak sampai hati membiarkannya dan pasti mengulurkan syafa’atnya.
Para ahlul kasyfi menerangkan bahwa “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH” adalah “Iltijaa-ul ummah ilaa sayyidihim” = mengungsinya umat kepada Pemimpinnya, yakni Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Dan pada saat yang demikian itu Kanjeng Nabi SAW. yang menjawab dengan penuh kasih sayang; dengan untaian – KALIMAT…….
مَاحَاجَتُكَ يَا أُمَّتِي.
“Apa gerangan hajat kebutuhanmu wahai-umat-Ku ?”.
Sekalipun sudah berada di alam kubur, Rosululloh SAW diperlihatkan/ diperdengarkan bacaan sholawat para umat.
Lihat hadits-hadits tentang Sholawat dimuka.
Sumber referensi : KULIAH WAHIDIYAH halaman 55 - 64
Koleksi artikel Kanti Suci Project