Al-Hikam - Hikmah 04
Istirahatkan Dirimu dari Pengaturan
"JANGAN IKUT MENGATUR ATAU MERANCANG, YANG TELAH DIATUR TUHAN"
Syeikh, Al-Imam Ahmad ibnu Muhammad Ibnu 'Atha’illah As-Sakandari Ra, Al Ghouts Fii zamanihi, Mu'allif Al Hikam berkata :
أَرِحْ نــَفْسَـكَ مِنَ الـتَّدْ بِــيْرِ، فَمَا قَامَ بِـهِ غَيْرُ كَ عَـنْكَ لاَ تَـقُمْ بِـهِ لِنَفْسِكَ
"Istirahatkan/Lapangkan dirimu dari tadbiir (melakukan pengaturan pengaturan/merancang-rancang dirimu) ! Maka apa-apa yang selainmu (Allah) telah melakukannya mengatur untukmu, janganlah engkau (turut mengatur) mengurusinya untuk dirimu." (Linnafsi Binnafsi).
Syarah / Penjelasannya sebagai berikut :
Tanpa kita sadari, banyak hal yang telah Allah atur untuk diri kita. Jaringan syaraf yang terus bekerja, paru-paru yang memompa udara, oksigen yang kita hirup dengan leluasa, rizki yang kita makan, dan banyak hal lain yang sesungguhnya telah Allah atur untuk setiap manusia. Maka kita tidak perlu terlalu khawatir, takut, turut serta melakukan pengaturan untuk diri kita sendiri, dan bertawakallah ! Sebagaimana firman-Nya :
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman (Billah) dan bertakwa (Lillah), pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.. (Linnafsi Binnafsi) - Q.S. Al-A'raaf [7]: 96
Yang di maksud TADBIIR (mengatur/merancang diri sendiri) dalam hikmah ini yaitu Tadbir yang tidak di barengi dengan Tafwiidh
(menyerahkan hasil ikhtiyar dan doanya nya hanya kepada Allah / Lillah Billah). Apabila Tadbir itu dibarengi dengan Tafwidh (berserah diri kpd Alloh) itu diperbolehkan, bahkan Rosululloh bersabda :
"At-tadbiiru nishful ma-'isyah". (Mengatur/merancang apa yang menjadi keperluan itu sebagian dari hasilnya mencari ma'isah / penghidupan).
Hadits ini mengandung anjuran untuk membuat peraturan/merancang didalam mencari fadholnya Allah. Pengertian Tadbir yang dilarang/dicela disini ialah menentukan dan memastikan hasil karena itu semua menjadi aturan dan penetapan Allah. Yang dilarang tadbiir yang tidak ada Insya Alloh nya, lupa atau tertinggal penerapan dlm hati bihaulillah wa quwwatih (dengan daya dan upaya dari Alloh/ Billah).
Al-hasil, Tadbir yang dilarang yaitu ikut mengatur, merancang dan menentukan / memastikan hasilnya. Lupa mengucap Insya Alloh dan tidak didasari Laa haula walaa quwwata illa billah.
(Istilah Wahidiyah lupa tidak didasari peberapan LILLAH BILLAH, LIRROSUL BIRROSUL dan sebagainya).
Sebagai seorang hamba wajib dan harus mengenal kewajiban, sedang jaminan upah ada di tangan majikan, maka tidak usah risau pikiran dan perasaan untuk mengatur, merancang karena kuatir kalau apa yang telah dijamin itu tidak sampai kepadamu atau terlambat, sebab ragu terhadap jaminan Allah tanda lemahnya iman. (Linnafsi Binnafsi).
Al Faatihah ... Mujahadah ...
Catatan :
1. Hikmah, arab; حكمة jamaknya hikam حكم . Guru-guruku memaknai dlm jawa "wicaksono" , Indonesia " bijaksana".
Hikmah itu "موافقة العلم بالعمل" kesesuaian ilmu dg amal. Yakni orang bijak itu orang yg kelakuannya tdk menyimpang dari ilmunya, konsisten. Tidak esok tempe sore dele.
2. Mengenal Tokoh Sufi Syaikh Ibnu 'Atha'illah Ra dan Kitabnya al-Hikam
Syeikh Ibn ‘Atha’illah Ra dengan nama lengkapnya Tajuddin, Abu al-Fadl, Ahmad bin Muhammad bin Abd al-Karim bin Atho’ as-Sakandari al-Judzami al-Maliki al-Syadzili berasal dari bangsa Arab. Nenek moyangnya berasal dari Judzam yaitu salah satu Kabilah Kahlan yang berujung pada Bani Ya’rib bin Qohton, bangsa Arab yang terkenal dengan Arab al-Aa’ribah. Lahir di kota Iskandariah tahun 648 H/1250 M, lalu pindah ke Cairo dan meninggal di di pemakaman al-Qorrofah al-Kubro Mesir pada 1309 M. Julukan as-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu.
Ia merupakan ulama yang ahli dalam bidang tasawuf pada zamannya, namun tidak menafikan ilmu-ilmu lainnya, diantaranya ilmu tafsir, ilmu hadist dan ilmu ushul fiqih. Ibn ‘Atha’illah memiliki dua guru yang berpengaruh besar terhadap dirinya dalam menjajaki ilmu tasawuf: Syekh Abu al Abbas Ahmad Ibn Umar Ibn Muhammad al Mursi dan Syekh Abu al Hasan Ali Ibn Abdillah As Syadzili, pendiri Thariqah al-Syadziliyyah. Ibn ‘Athaillah tergolong ulama yang produktif. Tak kurang dari 20 karya yang pernah dihasilkannya. Meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Dari beberapa karyanya itu yang paling terkenal adalah kitab al-Hikam.
Buku ini disebut-sebut sebagai magnum opusnya. Kitab itu sudah beberapa kali disyarah. Antara lain oleh Muhammad bin Ibrahim ibn Ibad ar Rundi, Abdullah Syarqowi, Syaikh Ahmad Zarruq, Ahmad ibn Ajibah dan Muhammad Sa’id Ramadhan al Būthi. Kitab Al-Hikam merupakan karya monumental mursyid ke tiga tarekat As-Syadziliyyah, sehingga menjadi sumber utama untuk memahami ajaran tarikat AsSyadziliyyah dan termasuk disiplin ilmu dalam memahami kajian tasawuf, sehingga kitab ini menjadi karya terbaik dan komprehensif yang dikarang oleh Ibn ‘Athaillaah As-Sakandari.
Kitab ini ditulis penulisnya secara ‘hemat’ karena tidak mencantumkan rujukan berupa dukungan ayat Alquran, Alhadits dan berbagai argumentasi lainnya. Lebih dari itu, kitab ini sepertinya ditulis sebagai refleksi atas pengalaman penghayatan spiritualitas penulisnya. Namun penyajiannya menjadi keunggulan tersendiri bagi Al-Hikam, karena di satu sisi, kekayaan (kedalaman) makna yang dikandungnya tetap terjaga hingga ratusan tahun, kemudian baru bisa digali dengan sejumlah karya komentar (syarh) yang mencoba mengelaborasikan kekayaan maknanya. Al-Hikam adalah sebuah kitab yang diperuntukkan bagi para pejalan (sâlik), yang di dalamnya berisi panduan lanjut bagi setiap pejalan untuk menempuh perjalanan spiritual. Al Hikam berisi berbagai terminologi suluk yang ketat, yang merujuk pada berbagai istilah dalam Al Qur'an. Kitab ini merupakan kumpulan mutiara-mutiara cemerlang untuk meningkatkan kesadaran spiritual, tidak hanya bagi para salik dan murid-murid tasawuf, tetapi juga untuk umumnya para peminat olah batin Kitab al-Hikam juga dipandang sebagai kitab kelas berat bukan saja karena struktur kalimatnya yang bersastra tinggi, melainkan juga kedalaman makrifat yang dituturkan lewat kalimat-kalimatnya yang singkat. Ia menjadi kitab yang bahasanya luar biasa indah. Kata dan makna saling mendukung melahirkan ungkapan-ungkapan yang menggetarkan. Kitab ini menjadi tuntunan praktis bagi seorang muslim di tengah-tengah kesibukan dan gelombang materalisme yang kuat.
Belakangan ini, kitab al-Hikam tak hanya dikaji santri pondok pesantren melainkan juga para eksekutif muslim dan kalangan sosialita di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan kota besar lainnya. Saya menangkap ini sebagai fenomena positif, bahwa di tengah guncangan moral yang menimpa publik Indonesia, ada individu- individu yang bersemangat untuk meningkatkan moral privat. Mereka tak hanya berkehendak untuk menjalani ritual peribadatan secara rutin, melainkan juga bagaimana ibadah ritual itu berdampak secara sosial. Untaian Mutiara kitab al-Hikam telah mempesona jutaan hamba pencari keindahan Sang Maha Indah. Hidup akan diliputi kegamangan bila kita tidak tahu tujuan hidup. Dalam buku ini, kita diajak menyelami isi kandungannya agar hidup kita menjadi bermakna, tenteram dan indah. al-Hikam menyediakan arahan kepada kaum beriman untuk berjalan menuju Allah Swt, lengkap dengan rambu-rambu peringatan, dorongan dan penggambaran keadaan tahapan serta kedudukan rohani.
Kitab al-Hikam mengandung beberapa ajaran penting tentang pengelolaan diri, antara lain :
1. Orang yang arif adalah orang yang tidak membanggakan amal ibadahnya. Orang yang bangga dengan amalnya kurang pengharapan kepada Allah, sehingga apa saja yang diperolehnya dianggap karena amal ibadahnya, bukan karena rahman dan rahimnya Allah. Sedangkan orang yang arif/ bijaksana, dalam meneguhkan imannya kepada Allah, selalu berpegang teguh kepada kekuasaan dan iradah yang ada pada Allah SWT.
2. Amal ibadah yang kuat tegak dan kokoh ikatannya dengan iman ialah ibadah yang dilaksanakan oleh hati yang ikhlas. Karena ikhlas adalah ruh amal, dan amal seperti itu menunjukkan tegaknya iman. Apabila amal ibadah tidak dilandasi keikhlasan maka akan membawa si hamba menjadi angkuh dan lupa diri.
3. Hati yang di dalamnya hidup dengan keimanan akan merasa sedih apabila iman dan ta’at itu hilang dari padanya. Hati yang beriman itu sangatlah senang apabila ia telah melaksanakan kebaikan atau ketaatan.
4. Orang yang beramal dengan menanti-nanti waktu senggang sama halnya dengan orang yang dipermainkan oleh waktu. Waktu berjalan terus, sedangkan waktu luang pun belum juga ada, sehingga amal pun belum dilaksanakan. Apabila waktu beramal sangat sempit, maka peluang untuk beramal pun boleh jadi tidak mencukupinya.
5. Apabila manusia memahami suatu cobaan yang datang dari Allah dan diterima dengan keridhaan hati, maka cobaan itu akan dirasakannya menjadi sesuatu yang sangat ringan. Allah memberi cobaaan kepada para hamba-Nya, tidaklah berarti Allah membencinya, akan tetapi Allah menunjukkan kasih sayang dengan memperhatikan hamba yang dicoba itu.
Kitab al-Hikam merupakan bahan ajar yang dipelajari hampir di setiap Pondok Pesantren di Indonesia. Melalui media koran ini penulis bermaksud untuk mencoba menguraikannya sebatas pengetahuan penulis dengan merujuk kepada kitab al-Hikam beserta beberapa syarahnya. Semoga bermanfaat. (Diambil dari berbagai sumber)
Kanti Suci Project