TENTANG IKHWAL TANGIS DALAM MUJAHADAH
Menangis adalah merupakan gejala dari pada phenomena psikologis (peristiwa kejiwaan). Setiap manusia pernah mengalami menangis. Baik ketika bayi, ketika masa kanak-kanak, ketika dewasa menjadi remaja, ketika sudah menjadi orang tua bahkan sudah nenek-nenek pun bisa menangis. Makhluk lain jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan belum pernah kita mendengar tangisannya.
Motifasi (dorongan) menangis itu bisa terjadi dari berbagai macam sebab. Tangisnya bayi merupakan bahasa untuk memberi tahukan keadaan dirinya dan apa yang dibutuhkan : lapar, haus, badan terasa kotor, terkena pipis, badan tidak enak / sakit dan sebagainya. Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya bahwa tangis bayi sampai umur 4 tahun adalah merupakan istighfar permohonan maghfiroh atas dosa kedua orang tuanya.
Orang yang susah karena mengalami musibah atau penderitaan yang berat seperti sakit, kematian sanak famili, kehilangan kekasih, kehilangan harta benda dan sebagainya bisa menangis. Orang yang terlalu senang dan gembira bisa menangis. Pokoknya menangis dapat selalu terjadi dalam situasi dan kondisi yang bermacam-macam, selama fikiran masih normal. Orang gila atau orang yang tidak normal otaknya tidak bisa menangis. Kalaupun kedengaran suara dia menangis, tetapi tidak keluar air mata. Jadi tidak seperti tangisnya orang biasa yang masih normal fikirannya. Mungkin tangis yang dibuat-buat atau berpura-pura menangis.
Jelaslah bahwa dorongan manusia itu datang dari dalam diri orang yang menangis sendiri, karena adanya sentuhan jiwa atau rangsangan batin. Tangis tidak bisa diada-adakan atau dipaksakan dari luar tanpa ada sesuatu yang merangsang menyentuh ke dalam jiwa. Begitu juga kita tidak dapat menyetop / memberhentikan orang yang sedang menagis begitu saja.
Bagaimanapun usaha kita, dengan kekerasan sekalipun, kita tidak dapat menahan orang jangan menangis atau supaya berhenti menangis. Tangis itu akan berhenti dengan sendirinya juga karena telah datang “sesuatu” yang merangsang jiwanya, yang meredakan kegoncangan batinnya. Usaha menahan tangis dari luar diri yang sedang menangis hanya sekedar membantu proses datangnya “sesuatu” yang menentramkan kegoncangan jiwa tadi. Jadi juga ada manfaatnya. Dan memang harus diusahakan oleh orang-orang yang ada disekeliling orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa seperti itu.
Di dalam mujahadah Wahidiyah banyak kita jumpai dan bahkan sering kita sendiri mengalami menangis. Dalam pada itu sering kita menangis tidak mengetahui sebab-sebabnya. Tahu-tahu menangis begitu saja tanpa ada sebab. Tetapi pada satu tempo kita mencoba mengusahakan dan memaksa diri kita untuk kita menangis, tetapi toh juga tidak bisa berhasil menangis. Walaupun dalam keadaan mujahadah sekalipun. Begitu juga pernah terjadi bahwa pada satu tempo ketika bermujahadah kita tidak dapat menguasai diri dari menagis, tidak mampu mengendalikan tangis sampai tercetus suara jeritan-jeritan yang keras. Mengapa begitu ?. Jawabnya yang tepat : Allahu A’lam !. Kemampuan rasio tidak mampu mengadakan pendekatan-pendekatan, lebih-lebih membuat analisa rasional.
Namun bagaimanapun kedaannya kita harus bersyukur alhamdulillah bahwa tangis yang terjadi didalam Perjuangan Wahidiyah adalah tangis yang berorientasi (berhubungan atau berkaitan) kepada Allah wa Rasuulihi SAW. tangis di dalam Wahidiyah tidak menangisi soal harta atau apa saja yang bersifat kebendaan / material. Motif tangis di dalam Perjuangan Wahidiyah dapat terjadi dari bermacam-macam faktor. Antara lain tangis karena ada sentuhan jiwa yang halus sehingga merasa penuh berlumuran dosa, penuh berbuat kedloliman merugikan orang lain dan masyarakat dan sebagainya. Merasa berdosa, berdosa kepada Allah SWT kepada Rasulullah SAW, berdosa terhadap orang tua, terhadap anak dan keluarga, terhadap guru, terhadap pemimpin, terhadap bangsa dan negara, terhadap perjuangan kesadaran Fafirruu Ilallah wa Rasulihi SAW, terhadap mahkluk lingkungan hidupnya dan sebagainya. Diantaranya lagi karena sentuhan batin berupa “syauq dan mahabbah” (rindu dan cinta) yang mendalam kepada Allah SWT dan kepada junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad SAW. Tangis karena kagum melihat keagungan Allah SWT, melihat sifat Jamal dan Kamal Allah SWT, trenyuh tergores hatinya melihat kasih sayang dan jasa serta pengorbanan Junjungan kita Rasulullah SAW, kepada para umat,terhadap dirinya yang menangis terutama.
Tangis yang ada hubungan kepada Allah SWT adalah tangis yang banyak dilakukan oleh para nabi mulai kanjeng Nabi Adam AS sampai junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Kanjeng Nabi Adam AS setelah dikeluarkan dari surga, menangis selama seratus tahun non stop. Menangis meratapi dosanya kepada Allah SWT. yaitu melanggar larangan Allah agar tidak mendekati buah kuldi waktu di surga. Menangis bertobat memohon ampunan kepada Allah SWT.
Mari kita renungkan pristiwa Kanjeng Nabi Adam untuk diri kita. Pertama beliau adalah seorang Nabi, dan kedua, beliau hanya melakukan kesalahan satu kali saja di surga, menangis seratus tahun non stop. Sedangkan kita ?. Kita berbuat dosa tidak hanya satu, dua, tiga kali melainkan berpuluh, beratus, beberapa ribu kali bahkan tidak dapat dihitung. Namun berapa lama kita menangis meratapi dosa bertobat memohon maghfiroh Allah SWT ?. Mari kita akui dengan jujur, dan mari sekarang juga kita bertobat memohon ampunan kepada Allah SWT!.
AL-FAATIHAH !
YAA ROBBANALLAHUMMA SHOLLI SALLIMI ...... 1 x.
AL-FAATIHAH !.
Mari kita perhatikan dan renungkan firman Allah Swt dalam surat No. 19 Maryam ayat 58 :
أُولَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا (مريم : ٥٨)
Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah yaitu para Nabi dari keturunan (Nabi) Adam dan dari orang-orang yang kami angkat bersama (Nabi) Nuh. Dan dari keturunan (Nabi) Ibrahim dan Isroil, dan dari orang -orang yang telah KAMI beri petunjuk dan telah KAMI pilih. Apabila telah dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (QS. [19] Maryam : 58).
وَيَخِرُّونَ لِلأذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا (الإسراء : ١٠٩)
Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu. (QS. [17] al-Isrok : 109).
Yang dimaksud “mereka” dalam ayat tersebut adalah “Alladziina uutul ‘ilma” = orang-orang yang didatangkan ilmu kepadanya. Dan mereka menangis apabila dibacakan al-Qur’an kepada mereka. Mari kita lihat diri kita sendiri, ketika mendengar bacaan al-Qur’an dapat menangiskah atau bahkan tertawa atau tidak mau ambil pusing. Terserah masing-masing kita.
Kita perhatikan sabda Rasulullah SAW:
يَآأَيُّهَا النَّاسُ أُبْكُوا فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْ (رواهأبو داود)
Wahai para manusia, menangislah kamu sekalian, maka jika kamu sekalian tidak bisa menangis, berusahalah agar bisa menangis! (HR. Abu Dawud).
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَيْنَانِ لاَتَرَيَانِ النَّارَ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَكْلأُ فِى سَبِيْلِ اللهِ (رواه الطبرانى عن أنس بن مالك)
Dua jenis mata yang tidak akan menyentuh api neraka ; satu, mata yang menangis dari sebab takut kepada Allah, dan dua, mata yang karipan (semalaman tidak tidur) didalam sabilillah.
Orang yang tidak menangis terhadap Allah SWT adalah terkecam dan tidak memperoleh fadlol dari Allah SWT. Sebagaimana keterangan dalam firman-Nya :
أَفَمِنْ هٰذَا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ. وَتَضْحَكُونَ وَلاَتَبْكُونَ. وَأَنْتُمْ سَامِدُونَ (النجم : 59 - ٦١)
Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?. Dan kamu menertawakan dan tidak menangis?. Sedangkan kamu melengahkan?. Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah DIA. (QS. [53] An-Najm : 59 - 61).
Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ أَذْنَبَ وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَّارَ وَهُوَ يَبْكِي (رواه أبو نعيم عن ابن عباس)
Barang siapa berbuat dosa dan dia (sempat) tertawa, maka dia akan masuk neraka sambil menangis. (HR. Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas).
Di dalam kitab Taqriibul Ushuul dituliskan :
لاَيَكُوْنُ الْفَضْلُ إِلاَّ لِلْقُلُوْبِ الْمُنْكَسِرَةِ الْمُتَعَرِّضَةِ لِلنَّفَحَاتِ الإِلٰهِيَّةِ (تقريب الأصول ص : 217)
Fadlolnya Allah SWT tidak diberikan, melainkan kepada hati yang meratapi dosa yang sangat menghadang/ membutuhkan pertolongan Ilahiyah. (Taqriibul Ushuul : 217).
Mudah-mudahan kita dikaruniai hati yang lunak, yang peka (gampang merasa) terhadap “sesuatu” yang menyentuh jiwa kita, sehingga kita cepat merasa dan mengakui dosa-dosa kita, kemudian tergores hati kita untuk menangis bersujud memohon maghfiroh ampunan dari Allah SWT. Amiin.
Yang dimaksud dengan “sesuatu” tersebut di atas, adalah sebagaimana istilah di dalam kitab al-Hikam yaitu : “Waaridun Ilaahiyun” yakni suatu suasana dan kondisi batiniyah yang didatangkan oleh Allah SWT kedalam hati hamba yang dikehendaki-NYA. Dan alhamdulillah dengan lebih tekun mujahadah Wahidiyah kita dikaruniai apa yang kita mohon diatas. Dan semua itu harus senantiasa kita tingkatkan. Kita tingkatkan demi untuk Fafirruu Ilallah wa Rasulihi SAW!.
AL-FAATIHAH !
(MUJAHADAH).
HAL NIDA’ BERDIRI MENGHADAP EMPAT ARAH
Nida’ “Fafirruu Ilallah” dengan berdiri menghadap kearah empat penjuru adalah mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh Kanjeng Nabi Ibrahim ‘ala nabiyyina wa ‘alaihis sholaatu wassalam. Yaitu sesaat setelah membangun (renovasi) Ka’bah, beliau menyeru kepada para manusia supaya menjalankan ibadah haji. Didalam menyeru itu beliau berdiri diatas gunung Abi Qubes menghadap ke arah utara, selatan, timur dan barat. Dan di dalam al-Qur’an ada disebutkan perintah supaya ummat Nabi Muhammad Saw mengikuti Agama Nabi Ibrahim As.
قُلْ صَدَقَ اللهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (آل عمران : ٩٥)
Katakanlah (Muhammad) : Maha benarlah Allah, maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. (QS. [03] Ali Imron : 95).
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهٰذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَللهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ (آل عمران: ٦٨)
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim adalah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Nabi Muhammad) serta orang-orang yang beriman. Dan Allah adalah pelindung semua orang yang beriman. (QS. [03] Ali Imron : 69).
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (الحج : ٢٧)
Dan serukanlah kepada manusia mengerjakan ibadah haji niscaya. mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai onta. (QS. [22] Al-Hajj : 27)
وَفِى تَفْسِيْرِ هٰذِهِ الأَيَةِ : فَنَادَى إِبْرَاهِيْمُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ عَلَى جَبَلِ أَبِى قُبَيْسٍ : يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ رَبَّكُمْ بَنَى بَيْتًا وَأَوْجَبَ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَأَجِيْبُوا رَبَّكُمْ, وَالْتَفَتَ بِوَجْهِهِ يَمِيْنًا وَشِمَالاً وَشَرْقًا وَغَرْبًا (تفسير الجلالين)
Dan didalam tafsir ayat ini disebutkan :
Maka Nabi Ibrahim AS berdiri di atas jabal Abi Qubais dan berseru : “Wahai para manusia, sesungguhya Tuhanmu telah mendirikan Buitulloh (Ka’bah ) dan telah mewajibkan kepada kamu sekalian supaya mengerjakan ibadah haji”. Dan beliau menghadap ke arah utara, selatan, timur dan barat. (Tafsir Jalalain).
Petunjuk Pelaksanaan Nida’ Berdiri Menghadap Empat Penjuru.
Sikap batin menggetarkan jiwa sekuat-kuatnya memohon kepada Allah SWT agar nida’ / ajakan ini disampaikan kepada hati sanubari manusia seluruh dunia termasuk diri kita sendiri dan keluarga, serta diberikan kesan yang mendalam.
Sikap lahir disesuaikan dengan sikap batin, kedua tangan lurus kebawah disamping kedua paha. pandangan mata lurus kedepan (tidak menunduk dan tidak menoleh). Pemindahan arah hadap, sesudah sempurna bacaan “waqul jaa al haqqu ....“ dan mendahulukan kaki kanan. Yang dibaca tiap-tiap arah ialah membaca surat al-fatihah 1x, Fafirruu ... 3x, waqul ja-al ..... 1x, yang pertama menghadap kearah barat kemudian utara, timur dan selatan, memohon kepada Allah SWT agar nidak panggilan ini ditembuskan ke dalam hati sanubari umat masyarakat seluruh dunia termasuk keluarga serta dirinya sendiri, membayangkan wujud dunia ini dan diri kita berada di tengahnya, mengarahkan pandangan batin ke arah barat (ketika menghadap ke arah barat), mulai dari diri kita sampai ujung dunia sebelah barat. Mengitari belahan bumi dibawah kita dari barat ke timur, notok (batas akhir) dunia timur, kembali ( secara imajinasi) ke arah barat lewat belakang kita, demikian seterusnya pada tiap-tiap arah tersebut.
FAFIRRUU ILALLAH : supaya umat dan masyarakat termasuk diri kita sendiri cepat-cepat sadar kembali dan mengabdikan diri kepada Allah SWT. melarikan diri dari cengkraman imprialis nafsu.
WAQUL JAA-AL HAQQU ..... dst : semoga akhlak-akhlak yang rusak/ bejad diganti oleh Allah SWT dengan akhlak yang baik, dan jika memang sudah diqodar tidak bisa diharapkan jadi baik, mohon lekas-lekas dihancurkan saja dari pada makin lama makin parah dan berlarut-larut.
AL-FAATIHAH !. (MUJAHADAH)
HAL TASYAFFU’ MEMBACA SHALAWAT
DENGAN BERDIRI
Maksudnya adalah untuk mengekspresikan / mencetuskan rasa ta’dzim mahabbah, memulyakan dan mencinta sedalam-dalamnya kepada beliau Rasulullah SAW wa Ghoutsu Hadzaz Zaman Ra. dengan hati yang tulus semurni-murninya.
Beliau Hadrotul Mukarrom Mbah KH. Abdul Madjid Ma’roef Qs wa Ra dalam salah satu fatwa amanatnya didalam acara kuliah Wahidiyah di suatu daerah mengemukakan : sudah menjadi tradisi (kebiasaan) bangsa Arab (dan hampir menjadi budaya seluruh bangsa) dalam memberikan penghormatan kepada para pemimpinnya dilakukan dengan berdiri.
Dan cara memberikan penghormatan kepada para pemimpin dengan berdiri ini dilakukan juga oleh semua negara di dunia dewasa ini terhadap pemimpin-pemimpin negarawan dan lebih - lebih kepada tamu negara. Maka wajar sekalilah bagi kita umat Islam dalam memberikan penghormatan kepada Junjungan kita Kanjeng Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW yang pemimpin jagad dan pembimbing manusia / umat, juga dengan berdiri. Sesungguhnya cara kita menghormat itu masih jauh sekali, belum sepadan dengan kemulyaan dan kebesaran pribadi Beliau Kanjeng Nabi SAW.
قُوْمُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ أَوْ خَيْرِكُمْ (حديث صحيح رواه الديلمى عن أبى سعيد)
Berdiri semualah kamu sekalian untuk menghormati pemimpinmu atau orang - orang pilihanmu sekalian. (Hadits shahih riwayat ad-Dailami dan Abi Sa’iid).
Para ulama ahli ilmu (ilmu kesadaran kepada Allah wa Rasuulihi SAW), ulama-ulama ahlil fadli, ulama-ulama ahlit taqwa, ulama-ulama shufiyyin sangat berhati-hati sekali di dalam menghormat beliau Rasulullah SAW. segala adab sopan santun lahir batin dipegangnya baik-baik, dilaksanakannya dengan sepenuh hudlur dan tawaddlu’. Didalam kitab Targhiibul Mustaqqiin hal. 17 disebutkan antara lain:
وَقَدْ سَنَّ أَهْلُ العِلْمِ وَالْفَضْلِ وَالتُّقَى قِيَامًا عَلَى الأَقْدَامِ مَعَ حُسْنِ إِمْعَانٍ بِتَشْخِيْصِ ذَاتِ الْمُصْطَفَى وَهُوَ حَاضِرٌ بِأَيِّ مَقَامٍ فِيْهِ يُذْكَرُ بَلْ دَانِى
Para ahli ilmu dan ahlul fadli serta ahlit taqwa dengan sungguh-sungguh membiasakan berdiri tegak diatas kaki (ketika membaca shalawat) menghormat kepada Rasulullah SAW yang dapat hadir di tempat manapun ketika nama beliau SAW disebut-sebut (diingat). Bahkan dapat berjajar dengan dekat sekali.
Petunjuk pelaksanaan Tasyaffu’ dan Istighoutsah dengan Berdiri
Setelah nida’ berdiri yang menghadap ke selatan selesai, kemudian semua menghadap ke arah pusat di tengah-tengah hadirin hadirot (tetapi kalau mujahadah sehabis sholat maktubah dan mujahadah menghadap kiblat, tasyaffu’ dan istighoutsah berdiri dilakukan menghadap ke arah kiblat juga). Membayangkan seolah-olah Rasulullah SAW. dan Ghoutsu Hadzaz Zaman RA. hadir di tengah-tengah kita (tempat mujahadah). Tangan ngapu rancang, tangan kanan di atas tangan kiri dan kepala menunduk, penuh hormat. Sikap batin merasa benar-benar dihadapan Rasulullah SAW dan Ghoutsu Hadzaz Zaman RA. menghormat sepenuh ta’dzim, mahabbah, memohon syafaat tarbiyah, nadroh. Merasa sangat malu dan takut sebab penuh dosa dan berlarut-larut. Tidak konsekwen sebagai umat, tidak konsekwen sebagai hamba Allah, bahkan menodai perjuangan Fafirruu Illallah wa Rasulihi SAW.
Kalimat-kalimat yang dibaca adalah :
AL-FAATIHAH 1x.
YAA SYAFI’AL KHOLQI ......... (dilagukan) 1x.
YAA SAYYIDII YAA RASUULALLAH. 3x.
YAA AYYUHAL GHOUTS .......(dilagukan) 1x.
AL-FAATIHAH 1x
HAL TANGIS DALAM MUJAHADAH
YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOH !
Kisah dan Petuah
Menangis adalah merupakan gejala dari pada fenomena psikogis (peristiwa kejiwaan). Setiap manusia pernah mengalami menangis. Baik ketika bayi, ketika masa kanak-kanak, ketika dewasa menjadi remaja, ketika sudah menjadi orang tua bahkan sudah nenek-nenekpun bisa menangis. Makhluq lain jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan belum pernah kita mendengar tangisnya.
Motivasi (dorongan) menangis itu bisa terjadi dari berbagai macam sebab. Tangisnya merupakan bahasa untuk memberitahukan keadaan dirinya dan apa yang dibutuhkan : lapar, haus, badan terasa kotor terkena pipis, badan tidak enak/sakit dan sebagainya. Rosululloh SAW bersabda yang maksudnya bahwa tangis bayi sampai umur 4 tahun adalah merupakan istighfar, permohonan maghfiroh atas dosa kedua orang tuanya.
Orang yang susah karena mengalami musibah atau penderitaan yang berat seperti sakit, kematian sanak family, kehilangan kekasih, kehilangan harta benda dan sebagainya bisa menangis. Orang yang terlalu senang dan gembira juga bisa menangis. Takut kepada sesuatu juga bisa menangis.
Pokoknya, menangis dapat selalu terjadi dalam situasi dan kondisi yang bermacam- macam, selama fikiran masih normal. Orang gila atau orang yang normal otaknya tidak bisa menangis. Kalaupun kedengaran suara dia menangis, tetapi tidak keluar air mata. Jadi tidak seperti tangisnya orang bisa yang masih normal fisiknya. Mungkin tangis yang dibuat-buat atau berpura-pura menangis.
Jelaslah bahwa dorongan menangis itu datang dari dalam diri orang yang menangis sendiri, karena adanya sentuhan jiwa atau rangsangan batin. Tangis tidak bisa diada-adakan atau dipaksakan dari luar tanpa ada sesuatu yang merangsang menyentuh kedalam jiwa. Begitu juga kita tidak dapat menyetop, memberhentikan orang yang sedang menangis begitu saja.
Bagaimanapun usaha kita, dengan kekerasan sekalipun, kita tidak dapat menahan orang jangan menangis atau supaya berhenti menangis. Tangis itu akan berhenti dengan sendirinya juga karena telah datang “sesuatu” yang merangsang jiwanya, yang meredakan kegoncangan batinnya. Usaha menahan tangis dari luar diri yang sedang menangis hanya sekedar membantu proses datangnya “sesuatu” yang menentramkan kegoncangan jiwa tadi. Jadi juga ada manfaatnya. Dan memang harus di usahakan oleh orang-orang yang ada di sekeliling orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa seperti itu.
Didalam mujahadah Wahidiyah banyak kita jumpai dan bahkan sering kita sendiri mengalami menangis. Dalam pada itu sering kita menangis tidak mengetahui sebab-sebabnya. Tahu-tahu menangis begitu saja tanpa ada sebab. Tetapi pada satu tempo kita mencoba mengusahakan dan memaksakan diri kita untuk bisa menangis, tetapi toh juga tidak berhasil bisa menangis, walaupun dalam keadaan mujahadah sekalipun.
Begitu juga pernah terjadi bahwa pada satu tempo ketika bermujahadah kita tidak dapat menguasai diri dari menangis, tidak mampu mengendalikan tangis sampai tercetus suara jeritan-jeritan yang keras. Mengapa begitu ?. Jawabnya yang tepat : Allohu A’lam. Kemampuan rasio tidak mampu mengadakan pendekatan-pendekatan, lebih-lebih membuat analisa rasional.
Namun bagaimanapun keadaannya, kita harus bersyukur alhamdulillah bahwa tangis yang terjadi di dalam Wahidiyah adalah tangis yang berorentiasi (berhubungan atau berkaitan) kepada Alloh wa Rosuulihi SAW. Tangis di dalam Wahidiyah tidak menangisi soal harta atau apa saja yang bersifat kebendaan/material. Motif tangis didalam Wahidiyah dapat terjadi dari bermacam-macam faktor. Antara lain tangis karena ada sentuhan jiwa yang halus sehingga merasa penuh berlumuran dosa, penuh berbuat kedholiman merugikan orang lain dan masyarakat dan sebagainya.
Merasa berdosa, berdosa kepada Alloh SWT. Berdosa kepada Rosululloh SAW, berdosa terhadap orang tua, terhadap anak dan keluarga, terhadap guru, terhadap pemimpin, terhadap Bangsa dan Negara, terhadap perjuangan kesadaran FAFIRRUU ILALLOH WA ROSUULIHI SAW, terhadap makhluq lingkungan hidup dan sebagainya. Antara lain karena sentuhan batin berupa “Syauq dan Mahabbah” (rindu dan cinta) yang mendalam kepada Alloh SWT dan kepada junjungan kita Kanjeng Nabi besar Muhammad SAW. Tangis karena kagum melihat keagungan Alloh SWT, melihat sifat Jamal dan Kamal Alloh SWT, trenyuh tergores hatinya melihat kasih sayang dan jasa serta pengorbanan junjungan kita Rosululloh SAW. Kepada para umat, terhadap dirinya yang menangis terutama.
Tangis yang ada hubungan kepada Alloh SWT adalah tangis yang banyak dilakukan oleh nabi-nabi mulai Kanjeng Nabi Adam ’alaihis salaam sampai junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Kanjeng Nabi Adam alaihis salaam setelah dikeluarkan dari surga, menangis selama seratus tahun non stop. Menangis meratapi dosanya kepada Alloh SWT, yaitu melanggar larangan Alloh agar tidak mendekati Buah Khuldi waktu di Surga. Menangis bertaubat memohon ampunan kepada Alloh SWT.
Mari kita renungkan untuk diri kita !. Itu Kanjeng Nabi Adam As, pertama beliau adalah seorang Nabi, dan kedua, Beliau hanya melakukan kesalahan satu kali saja di surga, menangis seratus tahun non stop. Sedangkan kita ?. Kita berbuat dosa tidak hanya satu, dua, tiga kali, melainkan berpuluh, beratus, beberapa ribu kali bahkan tidak dapat dihitung. Namun berapa lama kita menangis meratapi dosa bertaubat memohon maghfiroh Alloh SWT ?. Mari kita akui dengan jujur, dan mari sekarang juga kita bertaubat memohon ampunan kepada Alloh SWT.
AL FAATIHAH !. BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM…
YAA ROBBANALLOHUMMA SHOLLI SALLIMI……….
AL FAATIHAH !.
Mari kita perhatikan firman Alloh SWT dalam surat nomor 19 Maryam ayat No. 58 :
أُولَئِكَ الَّذِيْنَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ مِنْ ذُرِّيَةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوْحٍ وَمِنْ ذُرِّيَةِ إِبْرَاهِيْمَ وَإِسْرَائِيْلَ وَممَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا اِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا
Artinya kurang lebih :
“Mereka itu adalah orang yang telah diberi nikmat oleh Alloh yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Isroil. Dan dari orang-orang yang telah KAMI beri petunjuk dan telah kami pilih, ketika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Dzat Yang Maha Kasih, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis”.
وَيَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعًا. 17- الإسرَاء : 58.
Artinya kurang lebih :
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.
Yang dimaksud “mereka” dalam ayat tersebut, menurut ayat sebelumnya adalah “alladziina uutul ‘ilma” = orang-orang yang di datangkan ilmu kepadanya. Dan mereka menangis apabila dibacakan al-Quran kepada mereka. Mari kita lihat diri kita sendiri ketika mendengar bacaan al-Quran dapat menangiskah, atau bahkan tertawa, atau tidak ambil pusing. Terserah masing-masing kita.
Kita perhatikan sabda Rosululloh SAW.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ابْكُوا فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا. رواه أبُو دَاود عن اَنَس
Artinya kurang lebih :
“Wahai para manusia, menangisah kamu sekalian, maka jika kamu sekalian tidak bisa menangis, berusahalah agar bisa menangis !” (Hadits riwayat Abu Daud).
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَيْنَانِ لاَتَرَيَانِ النَّارَ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ, وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَكْلاَءُ فِي سَبِيْلِ اللهِ. رَوَاه الطَبْرَانِي عن أنس ابنِ مَالِك.
Artinya kurang lebih :
“Dua jenis mata yang tidak akan menyentuh api neraka : satu, mata yang menangis sebab takut kepada Alloh, dan dua, mata yang karipan (semalaman tidak tidur) didalam sabililah”.
Orang yang tidak menangis terhadap Alloh SWT adalah terkecam dan tidak bisa memperoleh fadhol dari Alloh SWT. Yaitu berdasar firman Alloh SWT :
أَفَمِنْ هَذَا الْحَدِيْثِ تَعْجَبُوْنَ. وَتَضْحَكُوْنَ وَلاَ تَبْكُوْنَ. وَأَنْتُمْ سَامِدُوْنَ. فَاسْجُدُوْا للهِ وَاعْبُدُوْا. 52- النَجم : 59-60.
Artinya kurang lebih :
“Maka apakah kamu merasa heran terhadap penderitaan ini ?”
“Dan kamu menertawakan dan tidak menangis ?”
“Sedangkan kamu melengahkan ?”
“Maka bersujudlah kepada Alloh dan sembahlah (DIA)”
(53 - An Najmu : 59 – 60 - 61).
مَنْ أَذْنَبَ وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَّارَ وَهُوَ يَبْكِي. رواهُ أَبُو نُعَيْم عن ابنِ عَبَّاس
Artinya kurang lebih :
“Barang siapa berbuat dosa dan dia tertawa, maka dia masuk neraka sambil menangis” (Hadits riwayat Abu Nu’em dari ibnu Abas).
Di dalam kitab Taqriibul Ushuul dituliskan :
لاَيَكُوْنُ الْفَضْلُ إِلاَّ لِلْقُلُوْبِ الْمُنْكَسِرَةِ الْمُتَعَرِّضَةِ لِلنَّفَحَاتِ الإِلَهِيَّةِ. (تَقْرِيبُ الأُصُوْلِ : 217).
Artinya kurang lebih :
“Fadholnya Alloh SWT tidak di berikan melainkan kepada hati yang meratapi dosa yang menghadang sangat membutuhkan pertolongan illahiyah” (Taqriibul Ushuul : 217).
Mudah-mudahan kita dikarunia hati yang lunak, yang peka (gampang merasa) terhadap “sesuatu” yang menyentuh jiwa kita sehingga kita cepat merasa dan mengaku dosa-dosa kita, kemudian tergores hati kita untuk menangis bersujud bersungkur memohon maghfiroh ampunan dari Alloh SWT. Amin !.
Yang dimaksud dengan “sesuatu” tersebut di atas adalah sebagaimana istilah didalam kitab al-Hikam yaitu “Waaridun Illahiyyun” yaitu sesuatu suasana dan kondisi batiniyah yang didatangkan oleh Alloh SWT kedalam hati hamba yang dikehendakinya. Dan Alhamdulillah dengan lebih tekun mujahadah Wahidiyah, kita di karuniai apa yang kita mohon tersebut. Dan semua itu harus senantiasa kita tingkatkan. Kita tingkatkan demi untuk FAFIRRUU ILALLOH WAROSUULIHI SAW. _____
AL- FAATIHAH - (MUJAHADAH !)
SUMBER : MATERI UP-GRADING DA'I WAHIDIYAH - KEDUNGLO KEDIRI