Demi Masa =
وَالْعَصْرِ(1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ(2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ(3
Artinya :“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya tetap di atas kesabaran.” (QS. Al-’Ashr[103]: 1-3)
Dalam al-Quran, Allah swt. beberapa kali bersumpah dengan waktu, misalnya dalam Q.S. al-Fajr, Q.S. at-Dhuha, Q.S. at-Takwir, Q.S. al-Lail, Q.S. al-Insyiyqaq, dan Q.S. al-‘Ashr. Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir mengatakan, Allah bersumpah dengan waktu untuk menunjukkan penting dan mulianya waktu.
Pepatah Arab mengatakan, “al-waqtu ka as-saif”, waktu ibarat pedang. Di dalam perputaran waktu, segala hal bisa terjadi; senang dan sedih, sehat dan sakit, kaya dan miskin, mulia dan hina, dan sebagainya. Demikianlah keajaiban waktu.
Manusia diperintahkan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya; untuk belajar, beribadah, beramal saleh. Sebaliknya, manusia dilarang untuk menyia-nyiakan apalagi mencela waktu. Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw. bersabda, “lā tasubbu ad-dahra, fa inna Allah huwa ad-dahru”, janganlah kalian mencela waktu, karena Allah adalah waktu.
Di dalam Q.S. al-‘Ashr, Allah mengawali firman-Nya dengan bersumpah (والعصر). Ada yang memaknai al-‘ashr sebagai waktu Asar, ada juga yang memaknainya secara umum, yakni seluruh masa. Selanjutnya, diterangkan bahwa sungguh manusia berada di dalam kerugian (إن الإنسان لفي خسر). Kerugian itu bisa dalam bentuk apapun.
Allah swt. tidak menjelaskan sebab apa saja yang membuat manusia mengalami kerugian. Akan tetapi, Allah menjelaskan sebab-sebab manusia mendapat keuntungan. Surat al-‘Ashr menegaskan bahwa semua manusia berada dalam kerugian, kecuali bagi mereka yang beriman dan beramal saleh (إلا الذين امنوا وعملوا الصّلحت).
Dalam al-Quran, Allah sering memasangkan kata iman dan amal saleh. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Keimanan kepada Tuhan mesti diiringi dengan amal saleh, dan amal saleh harus dilandasi oleh iman. Amal saleh adalah penyempurna keimanan seseorang.
Dengan iman dan amal saleh, manusia akan berhasil meraih kebahagiaan yang kekal. Manusia yang beriman dan beramal saleh adalah mereka yang membeli kehidupan akhirat dengan kehidupan dunia (isytarau al-ākhirat bi ad-dunyā). Dengan begitu, mereka tidak tergolong orang-orang yang merugi.
Selain iman dan amal saleh, kerugian juga tidak dialami oleh orang yang saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran (وتواصوب الحق وتواصوب الصبر). Saling menasihati dalam iman (īmān), kebaikan (khair), dan keutamaan (fadhīlah) adalah di antara jalan untuk meraih keberuntungan dunia dan akhirat. Pun demikian dengan saling menasihati dalam kesabaran, yakni saling menguatkan di antara sesama agar kuat dan teguh dalam iman, ibadah, dan amal.
Imam Zamakhsyari dalam Tafsir Al-Kasysyaf mengatakan,
وهو الخير كله، من توحيد اللَّه وطاعته واتباع كتبه ورسله، والزهد في الدنيا، والرغبة في الآخرة
Artinya, “itu adalah seluruh kebaikan, berupa mentauhidkan Allah dan mentaatinya, mengikuti/menjalankan kandungan kitab-kitab dan risalah para utusan-Nya, zuhud di dunia, dan mencintai akhirat”.
Secara khusus, Nabi Muhammad saw. menyampaikan bahwa seseorang yang membaca, menghayati, dan mengamalkan Q.S. al-‘Ashr, ia akan mendapat ampunan dari Allah swt. Sementara itu, Wahbah Az-Zuhaili memberikan empat simpulan dari surat yang diturunkan pada periode Makkiyah ini :
- Pertama, setiap manusia pada dasarnya berada dalam kerugian jika ia tidak beriman, beramal saleh, dan tidak menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Agar tidak merugi, manusia mesti mengabdikan hidupnya untuk kehidupan akhirat yang kekal.
- Kedua, Allah bersumpah dengan waktu sebagai pengingat dan peringatan bagi manusia agar memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Di dalam perputaran waktu itu terdapat banyak hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik manusia jika mereka mau berpikir.
- Ketiga, Allah menghukumi manusia dengan kerugian yang besar jika mereka tidak mempunyai empat sifat, yaitu: iman, amal saleh, serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
- Keempat, kebenaran itu berat dan akan senantiasa diuji. Karenanya, manusia diperintahkan untuk saling menasihati dalam kebenaran.
Rahasia dibalik QS Al-Ashr 1-3
Sungguh Allah Ta’ala telah mengabarkan tentang sifat orang-orang yang beruntung dan amal mereka yang terpuji di dalam kitab-Nya. Allah Ta’ala juga mengabarkan tentang sifat-sifat orang yang merugi dan akhlaknya yang tercela. Hal itu terdapat pada ayat yang sangat banyak di dalam al-Quran. Dan Allah Ta’ala telah mengumpulkannya dengan menyebutkannya di dalam surah Al-‘Ashr,
وَالْعَصْرِ(1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ(2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ(3
Artinya:“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya tetap di atas kesabaran.” (QS. Al-’Ashr[103]: 1-3).
Surat Al Ashr atau demi masa/waktu adalah surah ke-103 berisi ayat 1-3 dalam Al-Quran. Surat ini berisikan penjelasan tentang hakikat keuntungan dan kerugian di dalam kehidupan serta peringatan tentang pentingnya waktu yang dijalani oleh manusia. Celakalah bagi manusia yang menyia-nyiakan waktunya dengan hal-hal yang kurang bermanfaat. Kecuali orang yang memiliki iman, selalu menjalankan amal sholeh saling berwasiat terhadap kebenaran dan kesabaran.
Tafsir surat Al Ashr menjelaskan bahwa manusia akan merugi di dunia dan akhirat, kecuali mereka yang beriman dan beramal soleh. Surat ini juga mengingatkan umat Islam untuk saling berbuat kebaikan dan bersabar.
Tafsir ayat-ayat surat Al Ashr
- Allah bersumpah dengan masa karena waktu mencakup berbagai keadaan, seperti sukacita, kesusahan, sehat, sakit, kaya, dan fakir.
- Allah bersumpah dengan waktu sore karena setiap waktu sore menyerupai hancurnya dunia dengan kematian.
- Allah meminta agar umat Islam saling berbuat kebaikan dan bersabar agar tidak masuk dalam golongan yang merugi.
- Allah SWT pun mengingatkan mengenai kerugian yang dialami oleh manusia bila tak beriman kepada Allah SWT.
Kandungan surat Al Ashr
- Surat Al Ashr menjelaskan mengenai kerugian manusia yang menyia-nyiakan waktu.
- Surat Al Ashr menjelaskan tentang hakikat keuntungan dan kerugian di dalam kehidupan.
- Surat Al Ashr menjelaskan tentang pentingnya waktu yang dijalani oleh manusia.
- Surat Al Ashr tergolong surat Makiyah menurut mayoritas mufasir.
Tafsir Surat Al-’Ashr
Surat Al-'Ashr tergolong surat Makiyah menurut mayoritas mufasir, yang diturunkan setelah surat Al-Insyirah dan sebelum surat Al-'Adiyat. Surat Al-'Ashr terdiri dari tiga ayat, 14 kata, dan 68 huruf. Secara umum surat Al-'Ashr mencakup penjelasan siapa yang tergolong sebagai orang-orang yang beruntung dan siapa orang-orang yang merugi. Imam Ibnu Katsir (wafat 774 H) mengatakan bahwa surat ini adalah surat Makiyah.
Sebagai dalilnya beliau mengatakan :
"Mereka menyebutkan bahwa Amr ibnul ’Ash menjadi delegasi untuk menjumpai Musailamah Al-Kazzab. Peristiwa itu terjadi sesudah Rasulullah saw diutus dan sebelum Amr masuk Islam. Musailamah berkata kepadanya: "Apakah yang telah diturunkan kepada temanmu (Muhammad saw) sekarang ini?" Amr pun menjawab bahwa telah diturunkan kepadanya surat yang pendek, tetapi padat akan makna. Maka Musailamah bertanya, "Surat apakah itu?" Amr membacakan firman-Nya:
وَالْعَصْرِ إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلا الَّذِینَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Artinya, "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.” (QS Al-'Asr: 1-3).
Musailamah berpikir sejenak, kemudian mengatakan bahwa telah diturunkan pula kepadaku hal yang serupa. Ini paya Musailamah untuk membuat tandingan surat Al-'Ashr.
Amr Ibnul As pun bertanya: "Apakah itu?" Musailamah berkata:
یَا وَبْر یَا وَبْر، إِنَّمَا أَنْتِ أُذُنَانِ وصَدْر، وَسَائِرُكِ حَفْزُ نَقْز
Artinya, "Hai kelinci, hai kelinci, sesungguhnya engkau hanyalah dua telinga dan dada, sedangkan anggota tubuhmu yang lain kecil mungil."
Kemudian Musailamah berkata: "Bagaimanakah menurut pendapatmu, hai Amr?" Amr menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya engkau benar-benar mengetahui bahwa aku pasti meyakinimu sebagai pendusta." (Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, [Beirut, Darul Kitab Ilmiyah: 1419 H], juz IV halaman 479).
Munasabah Surat Al-'Ashr
Dalam surat sebelumnya, At-Takatsur, Allah swt menjelaskan bahwa sibuk dengan perkara dunia dan tenggelam di dalamnya merupakan sesuatu yang tercela dan merugikan diri sendiri. Dalam surat Al-'Ashr ini, Allah swt ingin menjelaskan sesuatu yang wajib dijadikan sebagai kesibukan berupa iman dan amal saleh, yaitu sesuatu yang kembali kepada diri sendiri. Allah juga menjelaskan perbuatan saling menasehati, menjaga diri dari hal-hal yang dilarang atau kemaksiatan, yaitu sesuatu yang akan kembali kepada masyarakat secara umum. (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz XXX, halaman 330).
Keutamaan Surat Al-'Ashr
Sayyid Thantahawi (wafat 2010) menukil perkataan Imam Al-Alusi: "Surat ini dengan keringkasannya mengumpulkan banyak ilmu." Diriwayatkan dari Imam As-Syafi'i, ia berkata: "Jika saja tidak diturunkan surat dari Al-Qur'an kecuali hanya surat ini, sungguh surat ini sudah mencukupi, karena surat ini mencakup seluruh ilmu Al-Qur'an."
Ath-Thabrani meriwayatkan dalam Kitab Al-Aushat dan Imam Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman dari Abi Hudzaifah dia berkata:
كان الرجلان من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا التقيا لم يتفرقا، حتى يقرأ أحدهما على الآخر، سورة «والعصر» ثم يسلم أحدهما على الآخر ...أى: عند المفارقة
Artinya, "Ada dua sahabat Nabi saw ketika keduanya bertemu, mereka tidak akan berpisah melainkan salah satu dari mereka berdua membaca surah Al-'Ashr terlebih dahulu. Lalu mengucapkan salam kepada yang lain ketika saling berpisah." (Muhammad Sayyid Thanthawi, Tafsirul Washit, [Kairo, Dar Nahdlah: 1997 M], juz XV halaman 488).
Imam Al-Baidhawi (wafat 684 H) dalam tafsirnya menyebutkan riwayat dari Rasulullah saw tentang keutamaan surat ini:
من قرأ سورة وَالْعَصْرِ غفر الله له وكان ممن تواصوا بالحق وتواصوا بالصبر
Artinya, "Barang siapa membaca surat Al-’Ashr maka Allah akan memberikan ampunan kepadanya dan dia termasuk dari orang-orang yang saling menasehati untuk kebenaran dan kesabaran." (Nasiruddin As-Syirazi Al-Baidhawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta'wil, [Beirut, Darul Ihya': 1418 H], juz VI, halaman 336).
Syekh Amin Al-Harari (wafat 2019) dalam tafsirnya menyebutkan riwayat dari Imam As-Syafi'i yang berbeda dengan riwayat Imam As-Syafi'i di atas sebagai berikut:
عن الإِمام الشافعي - رحمه الله تعالى - أنه قال: لو تدبر الناس هذه السورة لوسعتهم
Artinya, " Dari Imam As-Syafi'i-rahimahullah-berkata: "Seandainya manusia merenungkan surat ini, pastilah surat ini cukup bagi mereka."
Lanjut Syekh Amin menjelaskan bahwa surat ini merupakan surat paling agung, paling ringkas lafalnya, paling banyak maknanya, hikmah dan penjelasannya, dan karena keagungan yang terkumpul makna-makna bahasa yang tinggi. Seperti disebutkan dalam hadits tentang kisah dua sahabat Nabi saw yang ketika bertemu mereka tidak akan berpisah melainkan salah satu dari mereka membaca surat Al-'Asr terlebih dahulu. Hal ini agar keduanya saling mengingatkan tentang apa yang diwajibkan kepadanya, yaitu melakukan segala perintah dan meninggalkan yang dilarang. Surat ini juga menunjukkan i'jaz Al-Qur'an, yakni sedikit huruf namun menunjukkan atas segala hal yang dibutuhkan manusia dalam agama baik, secara ilmu ataupun amal. Selain itu, kewajiban saling menasehati untuk kebenaran dan kesabaran merupakan isyarat pada amar ma'ruf dan nahi munkar. (Muhammad Amin Al-Harari, Tafsir Hadaaiqir Ruh Warraihanm [Beirut, Dar Thuqun Najah: 2001], juz XXXII halaman 298).
Wallahu a'lam bisshawab.
Artikel Kanti Suci Project