Imam Mahdi
الإمام المهدِي atau الإمام المَهْدِي.
Dalam bahasa Arab, Imam Mahdi tertulis الإمام المهدِي atau الإمام المَهْدِي. Secara harfiah, kata "Imam" (الإمام) berarti pemimpin, dan "Mahdi" (المهدي) berasal dari akar kata h-d-y yang berarti 'dibimbing' atau 'yang mendapat petunjuk ilahi'. Jadi, Imam Mahdi dapat diartikan sebagai "pemimpin yang mendapat petunjuk" atau "pemimpin yang dibimbing Allah".
Al-Anbiya' · Ayat 105
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِى الزَّبُوْرِ مِنْۢ بَعْدِ الذِّكْرِ اَنَّ الْاَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصّٰلِحُوْنَ ١٠٥
wa laqad katabnâ fiz-zabûri mim ba‘didz-dzikri annal-ardla yaritsuhâ ‘ibâdiyash-shâliḫûn
Artinya :
Sungguh, Kami telah menuliskan di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam aż-Żikr (Lauh Mahfuz) bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlili :
Pada ayat yang lalu Allah menerangkan keadaan orang kafir dan orang beriman di akhirat. Pada ayat ini Allah menerangkan ketetapan-Nya tentang orang-orang yang mewarisi bumi. Dan sungguh, telah Kami tulis sebagai suatu ketetapan di dalam Zabur, yang diturunkan kepada Nabi Dawud dan Sulaiman, setelah tertulis di dalam Az-Zikr, yaitu di Lauh Mahfuz, bahwa bumi ini milik-Ku dan akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh, yaitu sanggup mengelola bumi dan memakmurkannya, mengambil manfaat dari kekayaan alamnya, serta sanggup memimpin masyarakat dan membangunnya dengan mengikuti petunjuk-Ku.
Al-Qur'an tidak menyebutkan secara langsung sosok Imam Mahdi, namun kedatangannya diinterpretasikan dari beberapa ayat yang berbicara tentang pewaris bumi yang saleh di akhir zaman, seperti dalam QS. Al-Anbiya ayat 105. Penjelasan rinci tentang Imam Mahdi lebih banyak ditemukan dalam hadis-hadis Nabi, yang menggambarkannya sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis Fatimah, pemimpin yang adil di akhir zaman, dan akan mengisi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi kezaliman.
Imam Mahdi dalam Perspektif Al-Qur'an
1. Pewaris Bumi yang Saleh.
Ayat Al-Qur'an yang sering dikaitkan dengan Imam Mahdi adalah QS. Al-Anbiya: 105, yang berbunyi, "Dan sungguh telah Kami tuliskan dalam Zabur sesudah (kami tuliskan) dalam Adz-Dzikr, bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh".
2. Tafsir Ulama.
Ulama menafsirkan ayat tersebut merujuk pada Imam Mahdi dan para pengikutnya yang akan memimpin di akhir zaman dan menegakkan keadilan.
3. Imam Mahdi dalam Perspektif Hadist.
Meskipun tidak disebut dalam Al-Qur'an, penjelasan rinci tentang Imam Mahdi lebih banyak ditemukan dalam hadis-hadis Nabi.
4. Keturunan Nabi Muhammad: Hadis menjelaskan bahwa Imam Mahdi adalah keturunan Nabi Muhammad SAW, dari jalur Sayyidah Fatimah. Namanya adalah Muhammad bin Abdullah, sama seperti nama Nabi, dan ayahnya juga bernama sama dengan ayah Nabi.
5. Pemimpin Adil Akhir Zaman: Beliau akan diutus untuk membawa keadilan dan kemakmuran di akhir zaman, setelah masa kezaliman yang merajalela.
6. Ciri-ciri Fisik: Imam Mahdi digambarkan memiliki dahi yang lebar dan hidung yang mancung.
7. Periode Kepemimpinan: Beliau akan memerintah selama tujuh tahun atau tujuh musim haji.
8. Kemunculan Nabi Isa: Imam Mahdi akan menjadi imam salat bagi Nabi Isa AS saat beliau turun kembali di akhir zaman.
Imam Mahdi adalah tokoh eskatologis dalam Islam yang akan muncul di akhir zaman untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memerangi Dajjal, dan mempersiapkan dunia untuk kedatangan Isa al-Masih (Yesus). Ia diyakini sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW dari garis Fatimah, memiliki sifat dan akhlak yang mulia, serta nama yang sama dengan Nabi. Dalam tradisi Syiah, ia merujuk pada Imam ke-12, Muhammad al-Mahdi, yang hidup dalam kegaiban (okultasi) dan akan muncul kembali untuk memimpin dunia dengan keadilan setelah masa kegaiban panjangnya.
Peran dan Misi Imam Mahdi
1. Penegak Keadilan.
Ia akan menjadi pemimpin yang jujur dan adil, membagikan harta kekayaan untuk kemajuan umat, dan memulihkan keadilan di bumi.
2. Melawan Dajjal.
Kemunculannya akan datang sebelum serangan Dajjal dan ia akan menjadi pemimpin umat Islam dalam memerangi sosok tersebut.
3. Mempersiapkan Kedatangan Isa.
Ia akan memimpin umat Islam sebelum kedatangan Isa al-Masih, yang nantinya akan shalat berjamaah di bawah kepemimpinannya.
Ciri-ciri dan Keturunan
- Keturunan Nabi: Ia adalah keturunan langsung Nabi Muhammad SAW dari jalur putri beliau, Fatimah.
- Nama: Namanya akan sama dengan nama Rasulullah SAW.
- Akhlak dan Fisik: Ia akan memiliki akhlak yang luhur seperti Rasulullah SAW, dengan ciri fisik seperti dahi lebar, hidung mancung, dan mata yang hitam.
Perbedaan Pandangan dalam Islam
- Islam Sunni
Hadis-hadis menyebutkan kabar baik tentang kemunculan Imam Mahdi di akhir zaman sebagai pembaharu agama dan penegak keadilan.
- Syiah Dua Belas Imam
Imam Mahdi adalah Muhammad al-Mahdi, Imam ke-12, yang hidup dalam kegaiban panjang dan akan bangkit untuk memimpin dunia dengan keadilan.
Tanda-tanda Kemunculan.
Kemunculan Imam Mahdi dipicu oleh berbagai peristiwa menjelang akhir zaman, seperti kematian seorang khalifah yang menyebabkan perselisihan di wilayah Jazirah Arab.
Berbagai prediksi tentang akhir zaman yang bersumber dari hadits-hadits Nabi Muhammad saw. pun muncul kembali ke pentas diskusi dan konten-konten media informasi. Termasuk di antaranya adalah tentang kemunculan al-Mahdi sebagai pemimpin umat Islam akhir zaman.
Meskipun tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, namun terdapat puluhan atau bahkan ratusan riwayat (hadis dan atsar) yang memuat informasi tentang al-Mahdi sebagai pemimpin akhir zaman. Ini berarti, keberadaan al-Mahdi memang memiliki dasar normatif dalam agama Islam.
Penilaian para al-Huffazh (ahli hadis) di masa lampau sudah mengesahkan kebenaran riwayat al-Mahdi sebagai mutawatir ma’nawi (diriwayatkan oleh orang banyak dalam seluruh generasi periwayat dengan redaksi yang berbeda-beda namun merujuk makna yang sama). Di antaranya, asy-Syaukaniy telah menyusun satu kitab kumpulan hadis yang secara khusus memuat riwayat tentang Imam Mahdi dalam at-Taudhîh fî Tawâturi mâ jâ’a fî al-Ahâdîts fi al-Mahdiy wa ad-Dajjâl wa al-Masîh. Menurutnya, seluruh hadis yang dihimpunnya dalam tiga tema tersebut telah mencapai derajat mutawatir. Atas alasan mutawatir ini pulalah, Majelis Tarjih Muhammadiyah juga mengakui kebenaran riwayat al-Mahdi.
Berdasarkan analisis kuantitatif hadis di atas yang mencapai derajat mutawatir, jelaslah bahwa kedatangan al-Mahdi merupakan sebuah kebenaran yang wajib diterima umat Islam.
Sekarang, kita akan meninjau terkait matan (isi atau redaksi) hadis kemunculan Imam Mahdi. Dari sekian banyak riwayat, kebanyakan matan saling melengkapi. Namun, ada pula yang sebagiannya terlihat saling bertentangan, sehingga karenanya perlu dianalisis lebih lanjut.
Adalah jelas bahwa para ulama hadis sejak lama juga sudah melakukan kajian mukhtalif hadîts (pertentangan antar hadis). Di antaranya adalah hadis yang menyatakan bahwa Imam Mahdi bukanlah Isa as, melainkan umat Nabi Muhammad saw. yang hidup di akhir zaman, dan Isa as. shalat di belakang Imam Mahdi. Hadis ini telah dinilai oleh para kritikus hadis dan mencapai derajat mutawatir. Dalam kitab Fath al-Bâriy karya al-‘Asqalani disebutkan:
وقال أبو الحسن الخسعي الآبدي في مناقب الشافعي : تواترت الأخبار بأن المهدي من هذه الأمة وأن
عيسى يصلي خلفه، ذكر ذلك ردا للحديث الذي أخرجه ابن ماجه عن أنس وفيه ولا مهدي إلا عيسى
(dan Abû al-Hasan al-Khasa’iy al-Abâdiy dalam Manâqib asy-Syâfi’iy berkata: “Hadis-hadis tentang al-Mahdi merupakan bagian dari umat ini dan ‘Isâ as. shalat di belakangnya telah mutawatir. Hal itu disebutkan sebagai bantahan terhadap hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Mâjah dari Anas yaitu tiadalah al-Mahdi kecuali ‘Isâ.)
Memang, hadis yang secara tekstual memuat sosok al-Mahdi sama dengan Isa bin Maryam as. terkadang dijadikan sebagai matan hadis yang bertentangan dengan hadis-hadis lainnya. Sebagian orang malah mempercayai bahwa sosok al-Mahdi sama dengan Isa bin Maryam as. itu sendiri. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, aliran Ahmadiyah dengan berpegang kepada hadis tersebut mennafsirkan secara sepihak bahwa sosok yang sama itu juga tidak berbeda dengan Mirza Ghulam Ahmad yang akan hadir kembali ke bumi.
Hadis kesamaan sosok al-Mahdi dengan Isa as. tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunan-nya (Nomor 4039 pada terbitan Maktabah al-Ma’arif Riyadh) dari Yûnus bin ‘Abd al-A’lâ as-Shadafiy (264 H) dari Muhammad bin Idrîs asy-Syâfi’iy (204 H) dari Muhammad bin Khâlid al-Jundiy dari Abân bin Shâlih (115 H) dari al-Hasan (110 H) dari Anas bin Mâlik ra (91 H). Selain itu, al-Hâkim dalam al-Mustadrak meriwayatkannya melalui jalur ‘Īsâ bin Zaid bin Īsâ dari Yûnus bin ‘Abd al-A’lâ as-Shadafiy dan seterusnya yang sama dengan Ibn Mâjah.
Sosok periwayat yang paling dipertanyakan dalam sanad hadis tersebut adalah Ibn Khâlid al-Jundiy ash-Shan’âniy yang merupakan tokoh majhûl (tidak dikenal) dalam dunia rijâl hadis. Di antara ahli hadis yang menyatakan demikian adalah al-Hâkim dan al-Baihaqiy. Bahkan, al-Hâkim yang turut meriwayatkan hadis itu memberikan catatan bahwa beliau tidak bermaksud menjadikannya sebagai pegangan (hujjah) melainkan sebagai salah satu bentuk keheranan beliau dengan adanya riwayat dimaksud.
Al-Azdiy menyebut keberadaan Ibn Khâlid al-Jundiy sebagai munkir al-hadîts. Menurut al-‘Asqalaniy, maksud “tidak dikenal” adalah tidak dikenalnya Ibn Khâlid sebagai ahli hadis oleh penduduk kota Shan’ah yang menjadi tempat tinggalnya. Mereka lebih mengenalnya sebagai seorang muazin.
Dalam urutan sanad, Ibn Khâlid merupakanguru dari Imam as-Syâfi’iy. Artinya, jika melihat catatan dalam sanad, beliau setidaknya pernah mengambil hadis kepada Ibn Khâlid yang salah satunya adalah hadis tersebut. Namun, dalam kriteria kesahihan hadis yang lima macam, terdapat dua kriteria yang dianggap bermasalah terkait hadis itu, yaitu tentang keadilan periwayat dan ketiadaan pertentangan dengan hadis yang lebih kuat (syâdz).
Syarat keadilan periwayat bersifat kumulatif. Artinya, seluruh periwayat harus memenuhi kriteria adil atau terpercaya. Apabila terdapat periwayat yang tidak dikenal (majhûl), berarti dia tidak bisa ditetapkan apakah sudah memenuhi kriteria adil atau belum. Dalam kasus ini, Ibn Khâlid dianggap majhûl. Memang ada pertanyaan, apakah mungkin tokoh sekelas Imam asy-Syâfi’iy mau menerima hadis dari orang yang tidak dikenal kredibelitasnya ?
Lihat misalnya argument dari aliran Ahmadiyah.
Mereka berargumen dengan kitab Zadul-Ma’ad, Jilid II, hal.232 bahwa “Apabila seorang yang adil meriwayatkan suatu riwayat dari seorang lain, maka berarti bahwa orang lain ini adalah seorang yang dipercaya, terkecuali kalau diketahui suatu cacat lagi”. Pernyataan sebatas redaksi itu memang diakui oleh para kritikus hadis, namun kaidah tersebut hanya menjelaskan hubungan antara dua periwayat. Masalahnya adalah bahwa sanad merupakan sebuah kesatuan, tidak bisa dipisah-pisahkan.
Kembali kepada sosok Ibn Khâlid, meskipun sebagian kritikus hadis menilainya tidak dikenal, namun sebagian lain menyatakan pengenalan mereka. Di antaranya Ibn Ma’în menilai Ibn Khâlid sebagai tsiqah (terpercaya). Adz-Dzahabiy menyatakan kemasyhurannya sebagai bagian dari guru-gurunya Imam asy-Syâfi’iy. Akan tetapi, perlu pula dipahami bahwa dalam aspek penerimaan periwayatan orang yang bid’ah, Imam asy-Syâfi’iy termasuk yang bersikap lebih moderat. Artinya beliau bisa saja menerima dan karenanya notabene menjadi guru beliau dalam bidang hadis.
Aspek lain yang disoroti oleh sebagian kritikus hadis, misalnya oleh al-Khazrajiy, adalah bahwa jalur sanad yang memuat Ibn Khâlid ini menyendiri (fard) yang dimulai dari periwayat di bawahnya, yaitu Yûnus bin ‘Abd al-A’lâ yang menghubungkan periwayatannya dari Imam asy-Syâfi’iy dan diteruskan kepada Ibn Khâlid. Dengan demikian, Yûnus bin ‘Abd al-A’lâ, ternyata tokoh ini juga belum disepakati sosoknya. Misalnya, adz-Dzahabiy berpendapat bahwa dia bukanlah ash-Shadafiy sebagaimana yang tercantum dalam sanad Ibn Mâjah dan al-Hâkim, melainkan sosok berbeda.
Dalam Siyar A’lâm an-Nubalâ, adz-Dzahabiy bahkan menyatakan :
مَا أَحْسِبُهُ سَمِعَهُ مِنَ الشَّافِعِيِّ، بَلْ أَخْبَرَهُ بِهِ مُخْبِرٌ مَجْهُوْلٌ، لَيْسَ بِمُعْتَمَدٍ، وَقَدْ جَاءَ فِي بَعْضِ طُرُقِهِ الثَّابتَةِ عَنْ يُوْنُسَ، قَالَ: حُدِّثْتُ عَنِ الشَّافِعِيِّ، فَذَكَرَهُ.
(…Aku tidak menghitungnya telah mendengar [hadis itu] dari asy-Syâfi’iy, tetapi dia menerima riwayat itu dari seorang periwayat yang tidak dikenal, bukan orang yang diakui)
Abû al-Qâsim dalam Târikh Damsyîq meriwayatkan sebuah mimpi seorang ahli hadis yang mendengar Imam asy-Syafi’iy menyatakan bahwa periwayatan Yunus dalam sanadnya yang memuat asy-Syafi’iy dan al-Jundiy adalah dusta. Meskipun mimpi tidak bisa diperpegangi dalam kajian ilmu hadis, namun setidaknya pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sosok Yûnus masih dipersoalkan kredibelitasnya.
Sampai saat ini, kita memang belum bisa menyimpulkan bagaimana status hadis kesamaan sosok al-Mahdi dengan Isa as, karena memang terbukti adanya ikhtilâf dari para kritikus hadis yang sudah masyhur tentang sanad hadis tersebut. Meskipun demikian, karena bermasalah, tentu saja hadis tersebut bisa dinyatakan tidak sekuat hadis-hadis sejenis yang sudah mencapai derajat mutawatir ma’nawi bahwa sosok al-Mahdi dan Isa as. adalah berbeda.
Kita akan beralih kepada matan. Menurut al-Qurtubiy, bisa saja hadis tiada Mahdi kecuali Isa maksudnya adalah tiada Mahdi yang sempurna dan terjaga kecuali Isa as, namun tetap saja keduanya merupakan sosok yang berbeda. Berdasarkan makna inilah bisa terkumpul semua hadis terkait al-Mahdi dan ‘Isa as, sehingga tidak ada lagi pertentangan. Al-Bastawiy juga menyatakan demikian, sehingga baginya tidak ada hadis sahih dalam masalah Imam Mahdi yang saling bertentangan satu sama lain. Dari pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kemunculan al-Mahdi merupakan bagian dari rincian iman terhadap hari kiamat, karena riwayatnya sampai kepada umat Islam secara mutawatir ma’nawi. Berdasarkan hadis itu pula dapat disimpulkan bahwa sosok al-Mahdi sebagai pemimpin umat Islam akhir zaman tidaklah sama dengan Isa as.
Imam Mahdi Sebagai Sosok Idaman Umat Islam.
Seiring perang yang berlangsung antara Israel dan Hamas hingga saat ini perang dengan Iran dan meluas perang melawan Siria, berbagai prediksi tentang akhir zaman yang bersumber dari hadis-hadis Nabi saw. muncul kembali ke pentas diskusi dan konten-konten media informasi. Termasuk di antaranya adalah tentang kemunculan al-Mahdi sebagai pemimpin umat Islam akhir zaman.
Memang, terdapat puluhan atau bahkan ratusan riwayat (hadis dan atsar) yang memuat informasi tentang al-Mahdi sebagai pemimpin akhir zaman. Oleh karenanya, wajar jika sosoknya kemudian lebih dikenal di kalangan awam sebagai Imam Mahdi, yang berarti al-Mahdi sang pemimpin umat Islam. Secara umum, umat Islam percaya al-Mahdi akan muncul memimpin dunia di akhir zaman sebagaimana umat beragama lain sepanjang bersumber dari ajaran Islam kuno yang juga memiliki sosok pemimpin yang ditunggu-tunggu atau lazim disebut mesianisme.
Imam Mahdi dipercaya oleh arus utama umat Islam (Ahlusunnah Waljamaah) sebagai sosok futuristik. Artinya, Imam Mahdi adalah manusia yang hidup di akhir zaman, bukan sosok masa lalu yang kembali muncul di masa depan. Perlu pula kita ketahui bahwa keyakinan Syi’ah Imamiyah adalah bahwa Imam Mahdi merupakan sosok masa lalu yang bernama Muhammad bin Hasan al-Askariy yang hilang (ghaib) di abad ke-3 H (abad ke-9 M) dan akan kembali muncul di akhir zaman. Aliran Ahmadiyah juga mengklaim bahwa Imam Mahdi adalah sosok masa lalu, yang bahkan tidak lain daripada sosok Isa as., tetapi anehnya bukan Nabi Isa al-Isra’iliy (yang berasal dari Bani Isra’il), melainkan Mirza Ghulam Ahmad sebagai pendiri Jemaat Ahmadiyah (w. 1908 M) yang merupakan matsîl Isa as. Nah, klaim seperti inilah yang perlu kita klarifikasi dalam timbangan sejarah.
Apabila kita perhatikan catatan-catatan sejarah, sejak abad pertama Islam, dialog antara teks dan konteks hadis tentang al-Mahdi sudah dilakukan, bahkan terkadang bersifat kekerasan. Maksudnya, kala itu hadis-hadis tentang al-Mahdi sudah beredar luas di kalangan umat Islam, dan orang-orang yang menafsirkan al-Mahdi dalam bentuk gerakan-gerakan politik juga sudah terlihat, seperti adanya klaim sebagai Imam Mahdi yang sudah hadir di zaman itu sebagai sosok yang ditunggu-tunggu di tengah berbagai kekacauan umat.
Di antara klaim Imam Mahdi yang tercatat adalah adanya klaim Mukhtar bin Abu Ubaid ats-Tsaqafiy (w. 67 H), pemimpin pemberontakan Syiah Kaisaniyah terhadap Dinasti Umayyah kala itu yang mencatut nama Muhammad ibn al-Hanafiyyah (w. 81 H) sebagai Imam Mahdi, meskipun beliau tidak merestui dan menyatakan berlepas diri daripadanya. Kemudian, abad ke-2 atau tepatnya pada 127 H atau 744 M, golongan Syiah di Kufah mengangkat Abdullah bin Mu’awiyah sebagai Imam Mahdi yang memberontak terhadap Khalifah Yazid III, penguasa Dinasti Umayyah.
Ini berarti, al-Mahdi memang dipercaya secara luas (mutawatir) oleh para sahabat dan tabiin sebagai sosok yang hadir di kalangan umat Nabi Muhammad saw. sendiri.
Kita mengetahui bahwa abad pertama didominasi oleh zaman sahabat dan tabiin (generasi murid-murid para sahabat Nabi saw) yang pasti lebih mengetahui kebenaran riwayat-riwayat hadis tentang al-Mahdi. Artinya, para sahabat sebagai saksi sejarah hadis dan para tabiin yang bergaul lama dengan para sahabat dapat mempertimbangkan berbagai hadis yang beredar tentang al-Mahdi. Dengan kata lain, tidak mungkin para sahabat berdiam diri untuk tidak menyeleksi periwayatan dimaksud.
Meskipun klaim sebagai Imam Mahdi secara individual juga sudah terjadi sejak abad pertama, sehingga kemunculan hadis-hadis palsu yang dibuat oleh para pendukungnya juga tidaklah mustahil, namun kita belum menemukan adanya riwayat dari para sahabat dan tabiin yang menolak klaim gerakan kemunculan al-Mahdi zaman itu dengan mengajukan hadis tentang kesamaan sosok antara al-Mahdi Isa bin Maryam as. Padahal, satu-satunya hadis yang diketahui secara sharih (tegas) memuat informasi kesamaan sosok kedua tokoh itu adalah yang melalui jalur Imam al-Hasan al-Bashriy (generasi tabiin) dan Anas bin Mâlik ra. (generasi sahabat), sedangkan keduanya hidup sampai penghujung abad pertama Hijrah.
Imam Mahdi sebagai Tanda Akhir Zaman
Di dasawarsa kedua abad ke-21 ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah tidak terbendung lagi. Era globalisasi benar-benar terlihat sampai di pelosok-pelosok kampung, bahkan di pedalaman rawa dan pegunungan. Sehubungan dengan itu, berbagai ramalan tentang kondisi dunia di akhir zaman juga mulai dimunculkan kembali dengan berbagai motif dan karakternya, tidak terkecuali di dunia Islam. Bahkan, berbagai pemikiran dimunculkan sebagai respon menyongsong abad ke-15 Hijriyah yang diprediksi sebagai abad kebangkitan Islam.
Kepercayaan umat Islam terhadap berbagai kondisi dan peristiwa akhir zaman memang bukan tanpa landasan. Terdapat ratusan riwayat yang memuat informasi semacam itu. Oleh karenanya, wajar jika sebagian besar ulama berpendapat wajib beriman kepada hari akhir beserta tanda-tandanya apabila informasinya telah terdapat di dalam riwayat-riwayat yang kuat dan mutawatir. Di antaranya adalah kemunculan al-Mahdi al-Muntazhar yang lebih dikenal di kalangan awam sebagai Imam Mahdi. Secara umum, umat Islam percaya al-Mahdi akan muncul memimpin dunia di akhir zaman.
Sebuah penelitian hadis paling komprehensif tentang al-Mahdi adalah tesis karya al-Bastawi yang berjudul “al-Ahadits al-Waridah fi al-Mahdi fi Mizan al-Jarh wa al-Ta’dil” pada Universitas Umm al-Qura Mekkah tahun 1977. Menurut tesis ini, riwayat maqbul yang menyebutkan al-Mahdi secara eksplisit sebanyak 9 hadis dan 6 atsar, sedangkan sisanya hanya menyebutkan identifikasinya saja. Ini memperkuat penilaian para al-Huffazh di masa lampau yang mengesahkan riwayat al-Mahdi, sehingga jelaslah bahwa kedatangan al-Mahdi merupakan sebuah kebenaran yang wajib diterima lantaran telah diinformasikan secara mutawatir, meskipun mutawatir ma’nawi.
Dari pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kemunculan al-Mahdi merupakan bagian dari rincian iman terhadap hari kiamat. Satu hal yang penting diyakini adalah bahwa al-Mahdi hanya akan muncul di akhir zaman sebagai tokoh pemimpin umat Islam sedunia, sehingga pasti berkorelasi positif dengan kebangkitan Islam di era global. Dengan kata lain, kebangkitan Islam di era global tidak akan terwujud sebelum kepemimpinan Islam berada di tangan al-Mahdi.
Wallahu a’lam.
Koleksi artikel Kanti Suci Project