KISAH BAITUL MAQDIS PADA AKHIR ZAMAN
Ketika Rasulullah ﷺ tiba kembali ke Makkah setelah menjalani Isra’ dan Mi’raj guna menerima perintah shalat dari Allah Ta’ala, beliau bertemu penduduk Makkah. Beliau bercerita bahwa beliau baru saja mengunjungi suatu tempat yang jauh dalam sebuah perjalanan yang luar biasa.
Masyarakat Makkah lalu bertanya, “Ke mana?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Baitul Maqdis.”
Masyarakat Makkah bertanya lagi, “Apakah maksudmu Iliya’?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Ya.”
Dari Hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani ini kita menjadi paham bahwa masyarakat Makkah ketika itu memahami Baitul Maqdis sebagai Kota Iliya’. Kota Iliya’ sendiri adalah nama lain dari Yerusalem. Nama Iliya’ berasal dari Aelia Capitolina, diberikan oleh Kaisar Romawi, Hadrianus, setelah berhasil merebut Yerusalem dari tangan orang-orang Yahudi pada tahun 73 SM.
Jadi, dengan kata lain, Baitul Maqdis adalah Yerusalem, khususnya kota tua yang dibatasi oleh tembok. Namun, apakah mutlak seperti itu? Ternyata tidak juga. Ada masyarakat Muslim yang menganggap Baitul Maqdis adalah kawasan yang lebih luas dari Yerusalem. Hal ini didasarkan pada kisah musyawarah kaum Muslim ketika Rasulullah ﷺ meninggal dunia.
Saat itu, sebagaimana dikisahkan dalam suatu riwayat, bahwa kaum muslim memiliki beberapa pendapat terkait di mana Rasulullah ﷺ akan dimakamkan. Sebagian menginginkan agar jasad Rasulullah ﷺ dimakamkan di Makkah, namun sebagian lagi di Madinah.
Ada juga kelompok ketiga yang menginginkan agar jasad Rasulullah ﷺ dimakamkan di Baitul Maqdis. Alasannya sederhana saja. Di Baitul Maqdis pula jasad para Nabi dan Rasul lainnya dimakamkan.
Keinginan ini, meskipun agak mengada-ada karena Palestina ketika itu masih berada dalam penguasaan Romawi, sedikit banyak telah memberi informasi kepada kita bahwa Baitul Maqdis bisa diartikan kawasan yang lebih dari sekadar Yerusalem. Sebab, makam para Nabi sendiri tidak terkonsentrasi di Yerusalem. Banyak para Nabi yang dimakamkan di luar Yerusalem. Bahkan makam Nabi Ibrahim, Ishaq, Ya’qub berada di Kota Hebron, sekitar 30 km dari Yerusalem.
Di sisi lain, dalam beberapa riwayat, Rasulullah ﷺ justru menyejajarkan Baitul Maqdis dengan Masjidil Haram. Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah, misalnya, Rasulullah ﷺ menyebut telaga Nabi Muhammad pada hari kiamat memiliki luas sama dengan jarak antara Ka’bah dan Baitul-Maqdis.
Dari hadits ini kita menjadi paham bahwa Baitul Maqdis yang disebut Rasulullah ﷺ ini adalah Masjid Al-Aqsha. Rasanya tak mungkin bila Ka’bah dipadankan dengan Yerusalem yang luas, apalagi dengan Palestina.
Dalam kisah Nabi Yahya AS, Rasulullah ﷺ juga bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Harits al-Asy’ari, bahwa pada suatu hari Yahya AS mengumpulkan Bani Israil di Baitul Maqdis guna menyampaikan lima nasehat kepada mereka. Bani Israil ketika itu mendatangi Baitul Maqdis hingga penuh sampai ke teras.
Dari kisah ini jelas bahwa yang dimaksud Baitul Maqdis adalah Masjid al-Aqsha, bukan Kota Yerusalem. Sebab, tak mungkin Bani Israil ketika itu bisa memenuhi Yerusalem, apalagi sampai meluber hingga keluar kota itu.
Jadi, menyebut Baitul Maqdis, maknanya bisa berubah-ubah, tergantung konteks pembicaraannya. Ia bisa bermakna Masjid al-Aqsha, atau Kota Yerusalem, atau wilayah Palestina. Karena itulah Baitul Maqdis tak pernah tertulis dalam berkas-berkas resmi. Ia hanya ada dalam obrolan atau sebutan yang tak resmi.
Namun, entah ia dimaknai Masjid al-Aqsha, Kota Yerusalem, atau wilayah Palestina, yang pasti, di Baitul Maqdis atau Baitul Muqaddas itulah Nabi Sulaiman AS pernah mendirikan tempat peribadahan dan Rasulullah ﷺ mulai meninggalkan bumi, naik ke sidratul muntaha, dalam perjalanan Isra’ Mi’raj.
Di dalam al-Qur’an, Allah Ta’ala menyebut al Aqsha dan daerah di sekitarnya sebagai kawasan yang diberkahi. Allah Ta’ala berfitman:
سُبْحٰنَ الَّذِىٓ أَسْرٰى بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَا الَّذِى بٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (Al-Isra’ [17]: 1)
Dari ayat ini terkandung makna bawa Baitul Maqdis adalah wilayah yang Allah Ta’ala berkahi. Bahkan, keberkahan tersebut juga meliputi seluruh kawasan Syam, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَنَجَّيْنٰهُ وَلُوطًا إِلَى الْأَرْضِ الَّتِى بٰرَكْنَا فِيهَا لِلْعٰلَمِينَ
“Dan Kami selamatkan dia (Ibrahim) dan Luth ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi untuk seluruh alam.” (Al-Anbiya [21]: 71).
Negeri yang dimaksud oleh ayat tersebut, menurut Ibnu Katsir mengutip sejumlah riwayat, adalah Syam. Palestina sendiri berada di dalam wilayah Syam bersama Libanon, Suriah, dan Jordania.
Baitul Maqdis adalah kota suci dan wilayah diberkahi yang juga dikenal sebagai Al-Quds atau Yerusalem, yang penting bagi tiga agama Abrahamik: Yahudi, Kristen, dan Islam. Bagi umat Islam, Baitul Maqdis adalah tempat suci ketiga setelah Mekah dan Madinah, dan merupakan lokasi peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW, serta menjadi pusat keagamaan dan sejarah yang kaya.
Makna dan Kepentingan Baitul Maqdis
1. Kota Suci dan Berkah.
Baitul Maqdis secara harfiah berarti "Rumah Suci" dan merupakan wilayah yang diberkahi oleh Allah SWT, menjadi tempat penting dalam sejarah para nabi dan wahyu.
2. Perjalanan Isra Mikraj.
Perjalanan spiritual Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (Baitul Maqdis) merupakan peristiwa penting dalam Islam, yang menjadi latar belakang penurunan kewajiban salat lima waktu.
3. Tanah Suci Tiga Agama.
Kota ini memiliki nilai spiritual yang mendalam bagi Yahudi, Kristen, dan Islam, dengan keberadaan situs-situs suci seperti Masjid Al-Aqsa, Kubah Shakhrah (Dinding Batu), dan Tembok Ratapan.
Tentang Baitul Maqdis
1. Nabi-Nabi Samawi.
Baitul Maqdis telah menjadi pusat peradaban dan tempat tinggal serta perjuangan para nabi seperti Nabi Daud dan Nabi Sulaiman AS.
2. Kekuasaan Dinasti.
Kota ini telah mengalami pergantian kekuasaan, pernah berada di bawah kekuasaan Umat Kristen di era Salib, kemudian dikembalikan kepada Umat Muslim oleh Shalahuddin Al-Ayyubi.
3. Periode Modern.
Baitul Maqdis kemudian menjadi pusat sengketa dengan keberadaan konflik Israel-Palestina dan pendudukan Israel atas Yerusalem Timur sejak tahun 1967.
Kekhasan dan Keistimewaan
1. Tempat Ibadah yang Diberkahi.
Ada hadis yang menyatakan bahwa salat di Masjidil Aqsa bernilai 500 kali lipat dibandingkan dengan salat di tempat lain, yang menegaskan keutamaan wilayah ini.
2. Pengampunan Dosa.
Dinyatakan bahwa siapa pun yang bersujud di Masjid Al-Aqsa akan diampuni dosa-dosanya, hal ini memperkuat nilai spiritual kota ini.
Baitul Maqdis tetap menjadi wilayah bersejarah dengan nilai spiritual yang tinggi bagi umat Muslim dan menjadi simbol perjuangan masyarakat Palestina untuk mendapatkan kembali tanah mereka.
KEDUDUKAN BAITUL MAQDIS DALAM ISLAM
Al-Qur`an dalam banyak ayatnya menggambarkan Baitul Maqdis dan Masjidnya dengan barakah, yaitu berupa kebaikan-kebaikan yang selalu bertambah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ
Maha suci Allah Azza wa Jalla yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami barakahi sekelilingnya. [al-Isra`/ 17:1]
Masjidil Aqsha adalah masjid kedua yang dibangun di muka bumi. Disebutkan dalam shahîhaini bahwa Abu Dzar Radhiyallahu anhu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ أَوَّلُ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ عَامًا ثُمَّ الْأَرْضُ لَكَ مُصَلًّى فَصَلِّ حَيْثُ مَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ
“ Wahai Rasulullah, masjid apakah yang pertama kali diletakkan di bumi? Nabi menjawab : al Masjidil Haram, aku bertanya lagi. Kemudian apa? Nabi menjawab: al Masjidil Aqsha. Aku bertanya. Berapakah jarak antara keduanya? Nabi menjawab 40 tahun. Kemudian di manapun kalian mendapati waktu shalat, maka shalatlah sesungguhnya ada keutamaan di dalamnya“.
Baitul Maqdis tidak akan dimasuki oleh Dajjâl. Diriwayatkan Junâdah Bin Abi Umayyah, dia berkata: Kami mendatangi seseorang Anshâr (Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Kami menemuinya dan bertanya :“ Ceritakan kepada kami apa yang engkau dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Kemudian dia menyebutkan hadits tersebut. Di dalamnya ada kalimat ‘ tandanya dia akan tinggal di bumi selama 40 hari. Ia akan menguasai segala penjuru dan ia tidak akan mendatangi empat masjid, yaitu Ka`bah, Masjid Nabi, Masjid Aqsha dan at Thur.’ [HR. Ahmad dan rijalnya Tsiqat] ”
Abu Dzar Radhiyallahu anhu berkata: “Ketika bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kami bertanya : ‘Manakah yang lebih afdhal, Masjid Rasul “ Nabawi” atau Baitul Maqdis? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Shalat di Masjidku ini lebih afdhal daripada shalat empat shalat di Baitul Maqdis. Dan hampir saja ada seseorang yang memiliki tanah sepanjang tali kudanya. Dia melihat Baitul Maqdis dari tempat itu adalah lebih baik baginya daripada dunia semuanya atau ia berkata lebih baik dari dunia dan seisinya [HR.Hakim dan dishahihkan oleh adz Dhahabi]
Dalam musnad Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak diperbolehkan mengadakan perjalanan dalam rangka beribadah kepada Allah Azza wa Jalla kecuali pada tiga masjid, yaitu Masjidku (Nabawi), Masjidil Haram, dan Masjidil Aqsha.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hubungan antara masjid-masjid ini serta disyariatkan melakukan perjalanan ke sana dalam rangka beribadah, karena semuanya adalah masjid-masjid kaum muslimin, walaupun kampung halaman dan warna kulit mereka berbeda. Maka, diperbolehkan bagi muslim manapun yang ingin mengadakan perjalanan pada salah satu masjid ini. ”Allah Azza wa Jalla melarang safar ke semua tempat, baik masjid maupun lainya dengan tujuan untuk beribadah kecuali pada masjid –masjid yang disebutkan dalam hadits di atas. Hal ini menunjukkan adanya perhatian Nabi terhadap Aqsha yang penuh barakah serta menggabungkan nilai berkahnya dengan barakah 2 masjid yang mulia ini. Ini sebagai bukti bahwa masjid-masjid ini saling berdekatan dalam hal keutamaan dan tempat berlomba untuk meraih pahala.
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: فَضْل الصَّلاَةِ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ عَلَى غَيْرِهِ بِمِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ، وَفِي مَسْجِدِي أَلْفُ صَلاَةٍ وَفِي مَسْجِدِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ خَمْسُمِائَةِ صَلاَةٍ
Dari Abu Darda` Radhiyallahu anhu berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Shalat di Masjidil Haram seninai 100.000 shalat, shalat di Masjidku senilai 1000 shalat.dan shalat di Baitul Maqdis senilai 500 shalat.
Pergi menuju Masjidil Aqsha dengan tujuan shalat di dalamnya akan menghapuskan dosa-dosa dan kesalahan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَمَّا فَرَغَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ مِنْ بِنَاءِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللَّهَ ثَلَاثًا حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَهُ وَمُلْكًا لَا يَنْبَغِي لَأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ وَأَلَّا يَأْتِيَ هَذَا الْمَسْجِدَ أَحَدٌ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ فِيهِ إِلَّا خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ قَدْ أُعْطِيَ الثَّالِثَةَ
”Tatkala Sulaiman bin Dawud Alaihissallam selesai membangun Baitul Maqdis, dia meminta kepada Allah Azza wa Jalla tiga hal. Hukum yang sesuai dengan hukum Allah Azza wa Jalla, kerajaan yang tidak pernah diberikan seorangpun setelahnya dan agar seseorang yang mendatangi masjid ini untuk mengerjakan shalat di dalamnya, dosa-dosanya keluar sebagaimana dia keluar dari rahim ibunya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: adapun yang kedua aku telah diberi dan aku berharap akan diberi yang ke tiga. [HR.Ahmad, Nasa`i dan Ibnu Majah]
Nabi juga memberikan kabar gembira dengan kemenangan Baitul Maqdis. Diantara yang menguatkan hadits ini adalah hadits Auf bin Malik Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
اعْدُدْ سِتًّا بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ مَوْتِي ثُمَّ فَتْحُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ
Hitunglah enam hal sebagai tanda kiamat, kematianku dan kemenangan Baitul Maqdis [HR. al-Bukhari]
Al Quds adalah Ibukota (pusat) Khilafah Islamiyah di akhir zaman. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meletakkan tangan diatas kepala Abdullah Bin Hawalah dan berkata :
يَا ابْنَ حَوَالَةَ إِذَا رَأَيْتَ الْخِلَافَةَ قَدْ نَزَلَتْ الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ فَقَدْ دَنَتْ الزَّلَازِلُ وَالْبَلَايَا وَالْأُمُورُ الْعِظَامُ وَالسَّاعَةُ يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ إِلَى النَّاسِ مِنْ يَدَيَّ هَذِهِ مِنْ رَأْسِكَ
“Wahai Ibnu Hawalah, apabila engkau melihat khilafah telah turun di bumi yang suci, maka telah dekat kegoncangan, kekacauan. dan sesuatu yang besar. Ketika itu kiamat lebih dekat kepada manusia daripada tanganku ini di kepalamu.”[HR.Abu Dawud dan Ahmad]
Sesungguhnya masalah al Quds adalah permasalahan kaum muslimin semuanya, sesuai nash kitabullâh dan sunah rasulnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap muslim mempunyai hak terhadap bumi berkah tersebut, datang ke sana dan wajib menolongnya dalam setiap bentuknya.
Masjidil Aqsha dan Masjidil Haram memiliki hubungan dalam hal sebagai kiblat beribadah bagi kaum muslimin, yaitu dalam hal arah ibadah dalam shalat. Masjidil Aqsha merupakan kiblat para nabi terdahulu. Tidak ada satu nabi pun melainkan ia pasti menampakkan terang-terangan bahwa agamanya adalah Islam, walaupun syariat mereka berbeda-beda dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di atas sunah-sunah para nabi sebelumnya.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ
“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka.” [al-An`am/ 6:90]
Di antara bentuk ittiba` beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka adalah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap Baitul Maqdis dalam shalatnya sebagai bentuk ketaatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada syariat Allah Azza wa Jalla. Hal tersebut terus berlangsung hingga kenabian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mekah. Beliau melihat Ka’bah berada di hadapannya dan sangat ingin menghadap ke sana, akan tetapi hal tersebut tidak diperkenankan untuk beliau karena tidak adanya perintah syariat dari Allah Azza wa Jalla hingga turun firman Allah Azza wa Jalla :
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.” [al-Baqarah/ 2:144]
Al-Aqsha ini akan harus selalu dijaga walaupun bencana menimpa kaum muslimin, sebagai bentuk penjagaan mereka terhadap Islam dan bukti kesungguhan iman mereka. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَزَالُ طَاِئفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ لِعَدُوِّهِمْ قَاهِرِيْنَ.لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلاَّ مَا أَصَابَهُمْ مِنَ اْلأَوَاءِ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَالِكَ.قَالُوْا : ياَ رَسُوْلَ اللهِ وَأَيْنَ هُمْ؟ قَالَ: بَيْتُ الْمُقَدَّسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمُقَدَّسِ(رَوَاهُ أَحْمَدُ)
”Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku kelompok yang selalu menolong kebenaran atas musuh mereka . orang-orang yang yang menyelisihi mereka tidak akan membuat mereka goyah kecuali orang yang tertimpa al Lawa` (cobaan ) sampai datang kepada mereka janji Allah Azza wa Jalla. Mereka bertanya. Wahai Rasulullah dimanakah mereka? Beliau menjawab.: Baitul Maqdis dan sisi Baitul Maqdis” [HR.Ahmad]
Sesungguhnya al-Quran telah menuliskan kedudukan al Quds tatkala Allah Azza wa Jalla memperjalankan hambanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berjalan dengan kendaraannya menuju Masjidil Aqsha sampai Baitul Maqdis mendapati Nabi Ibrahim Alaihissallam, Musa Alaihissallam, dan Isa Alaihissallam termasuk kumpulan para nabi dan rasul. Beliau mengucapkan salam kepada mereka semuanya, kemudian beliau dinaikkan ke langit dan melihat tanda-tanda kebesaran Allah Azza wa Jalla. Setelah beliau pulang dari perjalanannnya yang penuh berkah tersebut beliau memberi kabar kepada kaumnya. Sebagian mereka ada yang membenarkannya dan sebagian yang lain ada yang mendustakannya. Sebagian mereka pergi menemui Abu Bakar As Shidiq Radhiyallahu anhu dan mengabarkannya kepada beliau. beliau Radhiyallahu anhu menjawab, “Demi Allah, jika yang berkata adalah Rasulullah, maka dia jujur ”.ada yang bertanya: “Apakah engkau juga membenarkan muhammad dengan berita ini” ?. Abu Bakar Radhiyallahu anhu menjawab: “Aku akan percaya walaupun beliau membawa kabar yang lebih besar dari kabar ini”.
Apabila Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi gambaran kepada mereka, Abu Bakar Ash Shidiq Radhiyallahu anhu mengatakan : Engkau benar! Aku bersaksi engkau adalah utusan Allah Azza wa Jalla. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku masuk masjid dan shalat dua rakaat, kemudian keluar tiba-tiba Jibril datang kepadaku dengan bejana khamer dan bejana susu. Maka aku pun memilih bejana susu. Jibril berkata : Engkau memilih sesuatu yang sesuai fitrah”. [HR Ahmad].
Diriwayat Abû Umâmah dalam at Thabrani secara mursal dikatakan, “Kemudian shalat ditegakkan kemudian mereka mendatangi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shalat sebagai imam bagi para nabi seluruhnya di Masjidil Aqsha. Demikianlah kepemimpinan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap para Nabi dan Rasul di tempat suci ini sebagai bentuk pemberitahuan bahwa beliau adalah penutup risalah-risalah langit dan bahwa risalahnya adalah sebagai penutup serta beliau adalah Nabi dan Rasul terakhir”
Kejadian Isrâ` dan Mi`râj seharusnya menjadi tanggungjawab kaum muslimin di seluruh dunia ini, sebagai amanah terhadap al Quds asy Syarîf. Melalaikannya termasuk melalaikan agama Allah Azza wa Jalla dan kelak Allah Azza wa Jalla akan menanyakan kepada kaum muslimin jika mereka melalaikan haknya atau tidak menolong dan mengembalikan haknya.
PALESTINA TANAH HIJRAH
Orang-orang terbaik di muka Bumi bertahan di tanah Palestina. Hadis riwayat ‘Abdullah Ibnu Amar bahwa Rasulullah SAW berkata:
سَتَكُونُ هِجْرَةٌ بَعْدَ هِجْرَةٍ، فَخِيَارُ أَهْلِ الْأَرْضِ أَلْزَمُهُمْ مُهَاجَرَ إِبْرَاهِيمَ، وَيَبْقَى فِي الْأَرْضِ شِرَارُ أَهْلِهَا تَلْفِظُهُمْ أَرْضُوهُمْ، تَقْذَرُهُمْ نَفْسُ اللَّهِ، وَتَحْشُرُهُمُ النَّارُ مَعَ الْقِرَدَةِ وَالْخَنَازِيرِ
“Akan ada hijrah setelah hijrah. Orang-orang terbaik di muka bumi adalah mereka yang tetap tinggal di tempat hijrah Nabi Ibrahim. Lalu akan tersisa di bumi (selain tempat itu) adalah seburuk-buruk manusia. Bumi akan memuntahkan mereka, Allah akan membenci mereka, dan api akan mengumpulkan mereka bersama kera dan babi” (HR: Ahmad dan Abu Daud, Disahihkan Syaikh Al-Albani dalam Al-Sahihah no. 3203)
Mereka adalah para murabithun yang menjaga eksistensi dan marwah tanah suci (al-ardh al-muqaddasah) lagi diberkahi (al-ardh al-mubaarakah). Mereka adalah Tho’ifah al-Manshurah (golongan yang mendapat pertolongan) karena jihadnya.
Dari Salamah bin Nufail AI-Kindi ra., la berkata, “Saya duduk di dekat Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam tiba-tiba berkata seseorang: ‘Ya Rasulullah! Orang-orang telah meremehkan kuda dan meletakkan senjata, dan mereka berkata: Tidak ada lagi jihad!. Perang telah usai. Maka Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadapkan wajahnya kepada mereka dan berkata: “Mereka dusta!. Sekarang dan sekarang tiba saatnya perang, dan akan selalu ada dari umatku suatu kelompok yang berperang membela kebenaran, Allah Subhanahu wa Ta’ala mencenderungkan bagi mereka hatinya banyak kaum, dan memberi rizki dari mereka sampai datang kiamat sampai datang janji Allah, dan kuda diikat kebaikan pada ubun-ubunnya sampai hari kiamat, dan Dia memberi wahyu padaku bahwa nyawaku dicabut tidak lama lagi. Kalian mengikuti aku dalam bentuk jama’ah-jama’ah yang berpecah-belah, sebagian kalian memukul dengan pedang leher sebagian yang lain, dan markasnya tempat orang mu’min di Syam.” (HR. An-Nasal, Ahmad, Bukhari, Ibnu Manduh dan At-Thabrari).
Dari Imran bin Husain radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لا تزال طائفة من أمتي يقاتلون على الحق ، ظاهرين على من ناوأهم ، حتى يقاتل آخـرهم المسيح الدجال
”Akan senantiasa ada kelompok dari umatku yang berperang dalam kebenaran. Mereka akan menang menghadapi orang yang memusuhinya. Sampai akhir dari mereka akan memerangai Al-Masih Dajjal.”
Dari Umamah ra. bahwasanya Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Selalau ada sekelompok dari umatku yang berada di atas agama ini, mereka menang dan mengalahkan musuhnya, tidak merugikan mereka orang yang menyalahi mereka kecuali rasa sakit sampai datang pada mereka putusan Allah dan mereka tetap begitu (yakni tetap di atas kebenaran).” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, dimana mereka?. “Beliau menjawab: “Di Baitul Maqdis dan di segala penjuru Baitul Maqdis”. (HR. Abdullah bin Ahmad Wijadah, At-Thabrani dan Ahamad).
Ingat!, Para pembenci dan pembully tidak akan memudharatkan mereka.
Fadilatusy Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied al-Hilali berkata: “Ath-Tha’ifah al-Manshurah inilah yang akan memenangkan Islam dan membebaskan negeri Syam dari belenggu penjajahan bangsa Yahudi yang terlaknat, dan merekalah yang akan membinasakan bangsa Yahudi terlaknat ini. (lihat artikel yang berjudul ath-Tha`ifah al-Manshurah wal Bilaad al-Muqoddasah, karya Fadilatusy Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied al-Hilali, dalam Majalah al-Asholah, no. 30, th, V, hal. 17-21)
KABAR GEMBIRA PEMBEBASAN BAITUL MAQDIS
Kapan itu, yang pasti kemenangan kaum muslimin atas Yahudi dan terbebasnya Baitul Maqdis adalah sebuah keniscayaan.
عن عوف بن مالك -رضي الله عنه-، قال: أتيتُ النبي -صلى الله عليه وسلم- في غزوة تبوك وهو في قُبَّة من أَدَم، فقال: اعدُد ستًّا بين يدي الساعة: موتي، ثم فتح بيت المقدس، ثم مُوتانٌ يأخذ فيكم كقُعَاص الغنم، ثم استفاضة المال حتى يُعطى الرجل مائة دينار فيظل ساخطا، ثم فتنة لا يبقى بيتٌ من العرب إلا دخلته، ثم هُدْنة تكون بينكم وبين بني الأصفر، فيغدرون فيأتونكم تحت ثمانين غاية، تحت كل غاية اثنا عشر ألفا
Dari ‘Auf bin Malik -raḍiyallāhu ‘anhu- ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- pada waktu perang Tabuk saat beliau berada di dalam kubah kulit (kemah). Beliau bersabda, “Hitunglah enam perkara menjelang hari kiamat; yakni kematianku, pembebasan Bait al-Maqdis (masjidil Aqsa), kematian masal yang menimpa kalian seperti penyakit scrapie pada domba, melimpahnya harta hingga seseorang diberi 100 dinar tetapi masih murka, kemudian terjadinya fitnah yang tidak menyisakan satu rumah pun milik bangsa Arab kecuali dimasukinya, kemudian perjanjian damai antara kalian dan Bani Aṣfar (Romawi), lalu mereka mengkhianati kalian. Mereka datang membawa 80 panji, setiap panji membawahi 12000 tentara.”
Al-Bukhari (3176), Ibnu Majah (4042), Imam Ahmad (6623), komentar beliau derajat hadisnya Hasan Lighairihi, (22053, 24040), Imam Hakim (8295), ia mensahihkannya dan disetujui oleh Imam Adz-Dzahaby (6324, 8303, 8297). Al-Haitsamy dalam Majma’ Az-Zawaid (122432). Ath-Thabrani, al-Mu’jam al-Kabir (244, 368), al-Baihaqi, Syu’abul Iman (19331). (Sahih)
BAITUL MAQDIS DAN SEKITARNYA MENJADI PUSAT KEJAYAAN ISLAM
Ibnu Taimiyyah berkata,
“دلّت الدلائل على أن ملك النبوة بالشام، والحشر إليها، فإلى بيت المقدس وما حوله يعود الخلق والأمر، وهناك يحشر الخلق، والإسلام في آخر الزمان يكون أظهر بالشام
“Dalil-dalil menunjukan bahwa sesungguhnya kekuasaan kenabian itu ada di Syam. Perkumpulan (hasyr) juga disitu. Maka ke Baitul Maqdis dan sekitarnyalah penciptaan dan akhir segala urusan. Disanalah akan dikumpulkan makhluk. Islam pun akan pada akhir zaman akan berjaya disana.” (Majmu’ al-Fatawa, vol. XXVII, hal 44.)
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم “ عُمْرَانُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ خَرَابُ يَثْرِبَ وَخَرَابُ يَثْرِبَ خُرُوجُ الْمَلْحَمَةِ وَخُرُوجُ الْمَلْحَمَةِ فَتْحُ قُسْطَنْطِينِيَّةَ وَفَتْحُ الْقُسْطَنْطِينِيَّةِ خُرُوجُ الدَّجَّالِ ” . ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى فَخِذِ الَّذِي حَدَّثَ – أَوْ مَنْكِبِهِ – ثُمَّ قَالَ إِنَّ هَذَا لَحَقٌّ كَمَا أَنَّكَ هَا هُنَا أَوْ كَمَا أَنَّكَ قَاعِدٌ . يَعْنِي مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ
Dari Mu’adz bin Jabal r.a. berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Makmurnya Baitul Maqdis adalah hancurnya kota Yatsrib (Madinah), dan hancurnya kota Yatsrib merupakan tanda permulaan al-malhamah, permulaan al-malhamah merupakan tanda penaklukan Konstantinopel, dan penaklukan Konstantinopel merupakan tanda kemunculan Dajjal. Rasulullah Saw. kemudian menepukkan tangannya ke paha atau pundak orang yang beliau ceritakan, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya ini adalah benar, seperti benarnya engkau sedang berada di sini atau seperti benarnya engkau duduk di sini,” maksudnya kepada Mu’adz bin Jabal.
HR. Abu Daud (4294), Ahmad (5/232, 245), Abu Ya’la al-Mushili, Musnad (6417) disahihkan oleh al-Albani (4096). (Sahih)
BAITUL MAQDIS TIDAK DIMASUKI DAJJAL
عن جنادة بن أبي أمية الأزدي، قال: ذهبت أنا ورجل، من الأنصار إلى رجل من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم، فقلنا: حدثنا ما سمعت من رسول الله يذكر في الدجال، ولا تحدثنا عن غيره، وإن كان صادقا قال: خطبنا النبي فقال: أنذركم الدجال، أنذركم الدجال، فإنه لم يكن نبي قبلي إلا قد أنذر أمته، وإنه فيكم أيتها الأمة، وانه يلبث في الأرض أربعين صباحا حتي يبلغ منها كل منهل. وإنه لا يقرب أربعة مساجد: مسجد الحرام، ومسجد الرسول، ومسجد المقدس والطور، وما شبه عليكم من الأشياء، فإن الله ليس بأعور (مرتين)
Dari Junadah bin Abu Umayyah al-Azry berkata, aku pernah pergi bersama seorang lelaki dari Anshar menemui seorang sahabat Rasulullah Saw., kami pun berkata, ceritakan pada kami apa yang kau dengar dari Rasulullah Saw. tentang Dajjal, dan jangan ceritakan dari selain beliau, walaupun cerita itu benar. Sahabat itu pun berkata, Rasulullah Saw. pernah berkhutbah, “Berhati-hatilah kalian dengan Dajjal! Berhati-hatilah kalian dengan Dajjal! Karena tiada seorang nabi pun yang diutus kecuali pasti mengingatkan umatnya tentang Dajjal. Wahai ummatku! Sesungguhnya Dajjal berada di dalam kalian wahai umatku, ia hidup 40 pagi (hari) di bumi, sehingga ia tidak akan bisa mendekati empat masjid; Masjidil Haram, Masjid Rasulullah, Masjidil Aqsa, dan Masjid Thur. Dan sesuatu yang menyerupai sesuatu yan lain bagi kalian, sesungguhnya Allah tidak picak. (Diulang dua kali).”
HR. Ahmad, vol. V, hal. 364. Ibnu Abi Syaibah mengomentari Imam al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawa’id, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan perawi yang sahih. Disahihkan oleh Al-Albani. Ibnu Hajar berkata, perawinya terpercaya, Fathu al-Bari, vol. 13, hal. 105. (Sahih)
Artikel Kanti Suci Project