Mengapa Islam Diturunkan Di Negeri Arab ?
Islam diturunkan di Arab karena Jazirah Arab memiliki lokasi geografis yang strategis sebagai pusat penyebaran, masyarakatnya yang relatif tenang dan belum terkontaminasi filsafat duniawi, ketersediaan Baitullah di Mekkah sebagai pusat spiritual, serta bahasa Arab yang kaya dan fasih memudahkan pemahaman wahyu. Selain itu, bangsa Arab memiliki sifat-sifat luhur seperti kesetiaan, kemerdekaan, dan kepekaan sastra yang mendukung penerimaan dan penyebaran ajaran Islam.
Karakteristik Geografis dan Politik
1. Lokasi Strategis.
Jazirah Arab berada di persimpangan antara peradaban dunia Barat dan Timur, sehingga posisi geografisnya sangat ideal untuk menjadi titik awal penyebaran Islam ke seluruh dunia.
2. Ketenangan Relatif.
Dibandingkan dengan wilayah lain yang dikuasai imperium Romawi dan Persia, Jazirah Arab relatif tenang dan tidak terlibat dalam kegelisahan politik dan kekacauan sosial.
Kondisi Masyarakat dan Budaya
1. Bangsa yang Ummi.
Sebagian besar masyarakat Arab saat itu tidak bisa membaca dan menulis (ummi). Ini menjadi bukti keilahian Al-Qur'an karena tidak ada yang bisa menuduh Nabi Muhammad menyalin ajaran dari kitab-kitab sebelumnya.
2. Kepekaan Sastra.
Bangsa Arab memiliki kepekaan dan keunggulan sastra yang luar biasa, yang memungkinkan mereka memahami kehebatan dan kedalaman Al-Qur'an sebagai karya sastra ilahi.
3. Sifat Kemanusiaan.
Masyarakat Arab memiliki sifat-sifat dasar kemanusiaan yang sehat dan kuat, seperti kesetiaan, kedermawanan, dan rasa harga diri, yang menjadi modal penting dalam dakwah Islam.
4. Minimnya Pengaruh Asing.
Bangsa Arab tidak pernah dijajah oleh kekuatan asing, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh ideologi atau filsafat dari luar yang bisa mencemari kemurnian ajaran.
Faktor Keagamaan dan Spiritual
1. Keberadaan Baitullah.
Mekkah, tempat kelahiran Nabi Muhammad, memiliki Baitullah (Ka'bah) sebagai kiblat ibadah dan pusat spiritual, menjadikannya tempat yang dipelihara dan diberkahi oleh Allah.
2. Tidak Adanya Agama Persatuan.
Tidak ada satu agama persatuan yang dominan di Jazirah Arab, melainkan banyak kepercayaan yang berbeda-beda. Kondisi ini memungkinkan Islam lebih mudah diterima dan menyebar sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia.
3. Faktor Linguistik
Bahasa Arab yang Kaya: Diturunkannya Islam di Jazirah Arab juga terkait dengan bahasa Arab, bahasa yang sangat kaya, fasih, dan memiliki banyak ungkapan makna. Ini memungkinkan wahyu ilahi disampaikan dengan kejelasan dan keindahan yang sesuai dengan akal dan jiwa manusia.
Kenapa Islam Turun di Arab ?
Islam pertama kali dikenalkan di Semenanjung Arab, tepatnya di Mekah, yang kini menjadi bagian dari negara Arab Saudi.
Kota ini tidak hanya dikenal sebagai pusat keagamaan bagi umat Islam, tetapi juga memiliki keistimewaan yang membuatnya menjadi tempat yang ideal untuk pijakan awal agama Islam.
Pertanyaan yang sering muncul adalah, mengapa Islam tidak diturunkan di wilayah lain? Apa keistimewaan kota Mekah sehingga menjadi kota yang pertama kali dijejaki agama Islam?
Secara geografis, Semenanjung Arab berada di Asia Barat Daya pada persimpangan Afrika dan Asia. Secara politik, Semenanjung Arab terdiri dari sembilan negara, yaitu Arab Saudi, Kuwait, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Irak, dan Suriah. Islam pertama kali dijejakkan di Arab Saudi, tepatnya di Kota Mekah.
Untuk memahami mengapa Mekah menjadi pijakan awal Islam, kita harus melihat kondisi sosial masyarakat bangsa Arab dan letak geografisnya, serta membandingkannya dengan bangsa-bangsa yang berada di sekitar Semenanjung Arab.
Sebelum Islam hadir, beberapa bangsa di sekitar Semenanjung Arab sudah terbilang mapan, antara lain Persia, Romawi, Yunani, dan India. Menurut Dr. Said Ramadhan al-Buthi, pada saat itu terdapat dua bangsa besar yang menjadi pusat peradaban dunia, yaitu Persia dan Romawi, selain juga Yunani dan India.
Di Persia, terdapat hegemoni berbagai pandangan agama dan filsafat, dengan para penguasa yang menganut aliran Zoroaster. Salah satu ajaran Zoroaster adalah setiap laki-laki dianjurkan untuk menikahi ibu, anak perempuan, atau saudara perempuannya. Bahkan, Raja Yazdajird dari Persia menikahi putri kandungnya sendiri.
Selain Zoroaster, ada juga kepercayaan Mazdakiyah di Persia yang menghalalkan semua wanita dan harta, menganggap bahwa semua manusia adalah milik bersama.
Pengikut Mazdakiyah banyak berasal dari kalangan yang gemar mengumbar hawa nafsu. Di saat yang bersamaan, Romawi tengah melancarkan agresi militer ke bangsa-bangsa lain, menyebarkan ajaran Kristen yang sudah dimodifikasi sesuai kepentingan mereka, serta dilanda krisis ekonomi besar-besaran.
Sementara di Yunani, bangsa ini terperangkap dalam hegemoni takhayul dan mitologi teologi, yang menyibukkan penduduknya dalam perdebatan yang tidak bermanfaat
India, sejak paruh awal abad keenam Masehi, mengalami kemunduran di bidang agama, moral, dan sosial yang luar biasa.
Menurut al-Buthi, faktor yang menyebabkan kemunduran berbagai bidang dan dekadensi moral bangsa-bangsa tersebut adalah karena peradabannya hanya dibangun di atas prinsip-prinsip materialistik, tanpa diimbangi dengan wahyu ilahi.
Di tengah-tengah hiruk-pikuk bangsa-bangsa sekitarnya, Semenanjung Arab tetap damai dan terhindar dari kekacauan yang terjadi di bangsa-bangsa sekitar.
Bangsa Arab tidak sedang berada dalam kemewahan dan peradaban gemilang yang bisa mengakibatkan kehancuran seperti Persia.
Mereka juga tidak diduduki oleh hegemoni paham yang menyebabkan dekadensi moral.
Selain itu, bangsa Arab tidak memiliki militer diktator seperti Romawi, sehingga tidak menjadi benalu bagi bangsa-bangsa lain. Mereka juga tidak dipengaruhi filsafat-dialektika seperti Yunani, sehingga tidak terjebak dalam takhayul dan mitos.
Dengan kondisi sosial yang masih murni, masyarakat Arab tetap terjaga dalam fitrahnya. Nilai-nilai luhur seperti kejujuran, martabat, suka menolong sesama, dan menjaga harga diri masih menjadi basis kehidupan mereka.
Meskipun mereka terperangkap dalam kejahiliyahan, hal ini hanya karena belum ada ‘pelita ilahi’ yang menuntun mereka ke jalan yang lurus.
Dalam masa kegelapan jahiliyah itu, mereka terperangkap dalam paham yang sesat, seperti membunuh anak perempuan dengan dalih kehormatan, berlebihan mengeluarkan harta karena gila jabatan, dan saling membunuh demi mempertahankan harga diri.
Nabi Muhammad diutus di tengah-tengah mereka, membawa ajaran Islam sebagai penerang yang akan menuntun moral masyarakat Arab saat itu.
Islam datang untuk mengoreksi dan menyempurnakan moral serta perilaku masyarakat Arab yang sudah ada. Dengan ajaran yang diturunkan secara bertahap, masyarakat Arab perlahan-lahan meninggalkan kebiasaan buruk mereka dan beralih kepada jalan yang diridhai Allah SWT.
Selain pertimbangan moral, secara geografis bangsa Arab juga lebih strategis untuk pijakan pertama agama Islam.
Semenanjung Arab berada di antara dua peradaban besar: Bangsa Barat yang materialis dan bangsa Timur yang didominasi spiritual-khayali seperti di India dan Cina.
Letak geografis ini memungkinkan ajaran Islam untuk dengan mudah menyebar ke berbagai penjuru dunia.
Demikianlah, Semenanjung Arab, khususnya kota Mekah, dinilai lebih strategis untuk pijakan awal agama Islam, baik secara moral maupun geografis.
Kondisi sosial masyarakat yang masih murni dan nilai-nilai luhur yang tetap terjaga menjadikan Mekah tempat yang ideal untuk penerimaan ajaran baru.
Dengan demikian, Islam bisa berkembang dengan cepat dan membawa perubahan yang signifikan bagi masyarakat Arab dan dunia.
10 Alasan Kenapa Jazirah Arab yang Dipilih Sebagai Tempat Kelahiran Islam
1. Rasul diutus di tengah bangsa Arab yang ummi, bukan di tengah bangsa Persia, Romawi atau India.
Dalam ayat disebutkan,
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang ummi seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah: 2)
Ummiyin yang dimaksud dalam ayat ini adalah bangsa Arab. Ada di antara mereka yang pandai menulis, ada juga yang tidak. Karena bangsa Arab bukanlah ahli kitab (seperti Yahudi dan Nashrani). Arti ummi asalnya adalah tidak bisa menulis dan membaca tulisan. Orang Arab dahulu adalah seperti itu. Demikian kata Imam Asy-Syaukani dalam Fath Al-Qadir, 5: 299.
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan bahwa yang dimaksud Al-Kitab adalah Al-Qur’an, sedangkan Al-Hikmah adalah As-Sunnah. (Fath Al-Qadir, 5: 299)
Rasul Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri diutus dalam keadaan ummi sebagaimana disebut dalam ayat,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Orang-orang yang mengikut Rasul (yang merupakan) Nabi yang ummi (tidak bisa membaca, menulis, dan menggunakan ilmu hisab) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan hal-hal yang ma’ruf dan melarang mereka dari hal-hal yang mungkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) adalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf: 157)
Qatadah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ummi adalah tidak bisa menulis. (Tafsir Ath-Thabari, 6: 105)
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menyebutkan bahwa sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah disebutkan dalam kitab nabi-nabi sebelumnya yaitu disebutkan bahwa beliau adalah seorang yang ummi. Para nabi sebelumnya memerintahkan untuk mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sifat tersebut masih terus ada dalam kitab mereka. Ulama dan rahib mereka bahkan sangat mengetahui hal itu. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 4: 95)
Namun keummian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan berarti tidak memiliki ilmu, bahkan beliau adalah orang yang sangat alim dan berilmu.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengingatkan bahwa keummian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah berarti beliau tidak berilmu atau tidak bisa menghafal, bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah imamnya para Nabi dalam hal itu. Disebut ummi hanyalah karena beliau tidak bisa menulis dan tidak bisa membaca sesuatu yang tertulis. (Majmu’ah Al-Fatawa, 25: 172)
Imam Syaukani rahimahullah menyebutkan, “Seandainya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang mampu membaca dan menulis, tentu orang-orang akan berkata bahwa ajaran beliau hanyalah dari hasil membaca kitab-kitab Allah yang ada sebelumnya. Ketika disebut bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang ummi, yaitu tidak bisa membaca dan menulis, tentu tidak ada yang ragu lagi pada (ajaran) beliau (yaitu yang beliau bawa adalah wahyu ilahi, -pen). Sehingga yang mengingkari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam paling hanya karena kesombongan atau termakan syubhat.” (Fath Al-Qadir, 4: 273).
2. Allah menjadikan Baitullah Ka’bah sebagai tempat berkumpulnya manusia, tempat yang aman dan rumah yang pertama kali dibangun bagi manusia untuk beribadah dan menegakkan syiar-syiar agama. Allah juga telah menjadikan dakwah para nabi di lembah tersebut. Sehingga Rasul kita Muhammad diutus di jazirah Arab.
3. Jazirah Arab terletak secara geografis terletak di tengah-tengah peta dunia sehingga sangat strategis jika dijadikan pusat dakwah.
4. Bahasa Arab dijadikan bahasa dakwah Islam dan media langsung untuk menyampaikan kalamullah. Bahasa Arab sendiri adalah bahasa yang memiliki kesitimewaan dibanding bahasa lainnya. (Lihat empat alasan ini dalam Fiqh As-Sirah An-Nabawiyah, hlm. 30-33)
5. Jazirah Arab adalah wilayah yang panas, tidak ada kekuatan yang mampu menaklukkannya dari kalangan yang tidak menyukai agama Islam, baik dari kekuatan adidaya Persia maupun Romawi, dan lainnya.
6. Jazirah Arab tidak memiliki agama persatuan yang dianut oleh mayoritas penduduk jazirah Arab. Agama kemusyrikan memang menyebar, tetapi bentuk dan cara ibadah mereka berbeda-beda. Ada yang menyembah malaikat, ada yang menyembah bintang, dan ada yang menyembah patuh yang beraneka ragam. Ada juga yang masih menganut ajaran Ahli Kitab, ada yang masih memegang sisa-sisa ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.
7. Ada fanatisme kesukuan yang punya pengaruh penting. Bani Hasyim menjadi kekuatan sebagai pengawal dan pelindung dakwah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu pula paman beliau, Abu Thalib juga menjadi pembela yang satria dan juga ada dukungan dari keluarga lainnya.
8. Kota Mekkah memiliki keutamaan dengan banyak pengunjung yang datang, berziarah ke Ka’bah, sampai para saudagar pun sering mengunjungi Mekkah. Semua itu akan lebih mempermudah sampainya berita ke belahan jazirah Arab lainnya melalui mereka yang datang dan pergi ke negeri-negeri mereka.
9. Orang yang tinggal di jazirah Arab, khususnya Madinah, mereka jauh dari pengaruh kehidupan kota. Mereka ibaratnya adalah suku pedalaman yang masih asri karena belum terkontaminasi oleh pengaruh kehidupan kota, pemikiran, dan hal-hal lainnya.
10. Penduduk Jazirah Arab adalah manusia pertengahan berdasarkan segi perawakan tubuh, warna kulit, akhlak, dan agaa kepercayaan, hingga mayoritas nabi-nabi yang diutus berasal dari belahan dunia Arab. Hal ini akan membuat umat lebih mudah menerima risalah. (Alasan kelima hingga kesepuluh diringkas dari Fikih Sirah Nabawiyah, hlm. 21-25)
Sumber Referensi :
- Fath Al-Qadir. Cetakan Ketiga Tahun 1426 H. Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukani. Tahqiq: Dr. ‘Abdurrahman ‘Umairah. Penerbit Dar Ibnu Hazm-Darul Wafa’.
- Fiqh As-Sirah An-Nabawiyah. Cetakan ke-24, tahun 1436 H. Syaikh Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy. Penerbit Dar As-Salam.
- Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wil Al-Ayi Al-Qur’an (Tafsir Ath-Thabari). Cetakan Pertama Tahun 1423 H. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
- Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan Keempat Tahun 1432 H. Ahmad bin ‘Abdul Halim Al-Harrani (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah). Penerbit Dar Ibnu Hazm-Darul Wafa’.
- Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan Pertama Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Referensi Terjemahan :
- Fikih Sirah Nabawiyah. Cetakan kelima, 2016. Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Zaid. Penerbit Darus Sunnah.
- Sirah Nabawiyah. Cetakan keenam, tahun 1999. Syaikh Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy. Penerbit Robbani Press.
Koleksi artikel Kanti Suci Project