SEMAR MENURUT ISLAM
Nama lain dari Semar adalah Janggan Smarasanta, Ki Lurah Badranaya, Ki Lurah Nayantaka, Bathara Sang Hyang Ismaya, Semar Badranaya, Tualen). Tualen (atau Malen) adalah tokoh punakawan dalam pewayangan Bali, mirip Semar.
Semar adalah tokoh wayang yang diciptakan langsung oleh Sunan Kalijaga. Dalam pewayangan, tokoh ini merupakan pemimpin dari para punakawan yang berjiwa adil meski buruk rupa. Semar dikenal sebagai tokoh wayang yang luar biasa. Dirinya beserta anak-anaknya yaitu : Gareng, Petruk, dan Bagong dalam setiap lakonnya kerap menyajikan pertunjukan yang menghibur dengan pesan yang bermanfaat. Pada setiap lakon, wayang Punakawan bertindak sebagai penasihat, teman bercengkrama, dan pengingat bagi para kesatria untuk selalu melakukan kebaikan. Tokoh Punakawan ini merupakan seni wayang yang dilakukan Sunan Kalijaga.
Karakter Sepuh
Semar mungkin salah satu karakter tertua yang terdapat pada mitologi Indonesia. Karakter ini konon tidak diturunkan dalam mitologi Hindu. Semar menjadi terkenal dalam pertunjukan wayang, terutama wayang kulit di Pulau Jawa dan Bali.
Bedasarkan buku Psikologi Raos dalam Wayang karya Suwardi Endraswara disebutkan, bahwa tokoh Semar memberi dimensi baru dan mendalam kepada etika wayang. Keberadaan Semar dan anak-anaknya mengandung suatu relativitasi daripada cita rasa priyayi mengenal kesatrian yang berbudaya, halus lahir batinnya.
Semar yang sering dipanggil Ki Lurah dalam cerita pewayangan disebut sebagai seorang begawan, tetapi dirinya memilih untuk menjadi simbol rakyat jelata. Karena itulah, Semar lebih dijuluki sebagai manusia setengah dewa.
Sedangkan dari sisi spritual, Semar mewakili watak yang sederhana, tenang, rendah hati, tulus, tidak munafik, tidak pernah terlalu sedih, dan tidak pernah terlalu riang gembira. Karena itulah sosoknya terkenal memiliki mental matang.
Sifat dan Watak Semar
Tokoh Semar memiliki sifat yang tidak kagetan, dan tidak juga gumunan, layaknya air tenang yang menghanyutkan. Tetapi di balik ketenangan sikapnya, tersimpan kejeniusan, ketajaman batin, kekayaan pengalaman hidup, dan ilmu pengetahuan.
Semar digambarkan sebagai sosok yang berwatak rembulan, wajahnya yang pucat diekspresikan sebagai pribadi yang tidak mengumbar nafsu. Dia disebut juga sebagai semareka den prayitna semare, yang artinya menidurkan diri.
Di sini maksud dari menidurkan diri adalah batinya selalu awas, sedangkan pancaindra selalu ditidurkan dari gejolak api dan nafsu negatif. Dan yang utama, sosok Semar selalu meminta restu kepada Hyang Widhi atau Tuhan.
Semar juga menyebut bahwa pemimpin adalah seorang majikan sekaligus pelayan. Sehingga dirinya walau manusia setengah dewa tetap menjadi pelayan atau pembantu para kesatria.
Konsep amar makruf nahi munkar dalam diri Semar tak lepas dari modifikasi dakwah yang digelorakan Sunan Kalijaga dalam dunia seni wayang.
Simbol dan Asal-Usul Semar Dalam Kehidupan
Salah satu versi asal usul Semar dalam mitos Jawa diceritakan, ketika itu surga, langit, bumi dikuasai oleh Sang Hyang Wenang. Dia berputrakan satu, Sang Hyang Tunggal yang kemudian memperistri Dewi Rekawati.
Dewi Rekawati kemudian bertelur dan telur tersebut terbang menghadap Sang Hyang Wenang. Setiba di hadapan Sang Hyang Wenang, telur ini kemudian menetas dan berwujud tiga makhluk antormorfis.
Dari kulit telur muncul Tejamaya, dari putih telur muncul Ismaya, dan dari kuning telur muncul Manikmaya. Kemudian Sang Hyang Wenang mengganti nama mereka, Tejamaya menjadi Togog, Ismaya menjadi Semar, dan Manikmaya menjadi Bathara Guru.
Sosok Semar digambarkan dengan karakter yang tidak menarik, berwajah pria tetapi memiliki payudara, memiliki tubuh yang pendek, bokong yang besar dan keinginan untuk selalu kentut.
Tetapi dengan perawakannya yang seperti itu, nilai yang terkandung di dalamnya dapat dikatakan sangat luhur. Dalam seni kriya wayang kulit purwa gagrak Surakarta, Semar diceritakan memiliki lima wanda, yaitu mega, dunuk, mbrebes, ginuk, dan miling.
Rambut Semar berbentuk kuncung yang maknanya akuning sang kuncung (menganggap diri sebagai pelayan), tubuh Semar yang bulat melambangkan bumi tempat tinggal makhluk di dunia.
Tangan kanan ke atas perlambang pemujian Sang Maha Tunggal, sedangkan tangan kiri ke bawah perlambang perserahan diri yang maksimal, keilmuan yang netral namun simpatik. Semar juga selalu tersenyum namun mata sembap, perlambang suka dan duka.
Rupa sepuh namun cukuran kuncung anak kecil, perlambang tua dan muda. Semar berwajah laki-laki namun berpayudara, perlambang pria dan wanita. Dirinya juga inkarnasi dewa namun berbaur dengan masyarakat, dilambangkan dengan postur berdiri namun tampak jongkok.
Semar juga berjalan menghadap ke atas, perlambang selalu menghadap Sang Pencipta. Ucapan spesial yaitu mbergegeg ugeg ugeg, hmel-hmel, sak ndulit langgeng.
Memiliki arti daripada diam lebih baik berusaha untuk lepas dan mencari makan, walaupun hasilnya sedikit, tetapi akan terasa abadi.
Semar merupakan perwujudan dari seimbangnya alam dan manusia, karena kemunculannya secara simbolik sebagai pembenah huru-hara / keadaan ketidak seimbangan.
Semar Dalam Dakwah Islam
Sunan Kalijaga melakukan gubahan terhadap karakter wayang dengan memasukan empat karakter jenaka ini kira-kira tahun 1443 Masehi. Untuk memainkan wayang dan gamelannya, Sunan Kalijaga mengarang cerita yang bernapaskan nilai-nilai keislaman. Sunan Kalijaga menciptakan tokoh punakawan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Semar, konon sudah muncul sejak Kerajaan Majapahit, dan dianggap sebagai karakter mitologi Nusantara. Dalam khazanah spritual Jawa mengenai konsep manunggaling kawula gusti, Semar dapat menjadi personifikasi hakikat seorang guru sejati setiap manusia. Semar menurut Islam adalah samar-samar sebagai perlambang guru atau sukma sejati yang wujudnya samar-samar. Dalam tokoh Semar terkandung makna bahwa manusia akan mengembangkan hidupnya hingga mencapai kesempurnaan dan menyatu dengan Tuhan. Semar juga menjadi tanda sebuah rahmat ilahi (wahyu) kepada titahnya. Hal tersebut disimbolkan dengan kepanjangan nama Semar, yaitu badranaya yang berarti melaksanakan perintah Tuhan demi kesejahteraan manusia. Hal yang menarik, pendekatan ajaran Islam dalam kesenian wayang juga terlihat pada nama-nama tokoh Punakawan. Semar disebut berasal dari bahasa Arab yaitu ismar yang berarti paku. Sedangkan Gareng berasal dari kata khair yang bermakna kebaikan atau kebagusan. Kemudian Petruk berasal dari kata faruk yang berarti meninggalkan. Lalu, Bagong yang diyakini berasal dari kata baghaa yang berarti berontak terhadap kebathilan.
Pada pagelaran wayang, keempat tokoh Punakawan itu selalu keluar pada waktu yang tidak bersamaan. Biasanya tokoh Semar yang dimunculkan pertama kali, baru kemudian diikuti dengan Gareng, Petruk, dan terakhir Bagong. Secara tak langsung urutan tersebut menunjukkan ajakan (dakwah) yang diserukan para wali zaman dahulu agar meninggalkan kepercayaan animisme, dinamisme, dan kepercayaan-kepercayaan lain menuju ajaran Islam.
Demikian juga kisah-kisah wayang yang dibuat oleh Walisongo kesemuannya menampilkan cerita Islami. Diantaranya cerita Jimat Kalisada (Kalimat Syahadat), Dewa Ruci, Petruk jadi Raja, dan Wahyu Hidayat (Wahyu Petunjuk).
Siapakah Semar ?
Semar = eseme samar.
Dikalangan masyarakat spiritual Jawa, tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang Keesaan, yaitu : suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Religius.
Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya.
- Bebadra = membangun sarana dari dasar.
- Naya = Nayaka = Utusan, artinya mengemban sifat membangun sarana dari yang paling dasar didalam kehidupan.
Semar bukan lelaki dan bukan pula perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbol Sang Maha Tunggal. Sedang tangan kirinya bermakna berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik. Tempat tinggal Semar adalah sebagai lurah Karang Dempel (karang = gersang), dempel = keteguhan jiwa. Rambut Semar kuncung (Jarwadasa / Pribahasa Jawa kuno) maknanya hendak mengatakan :
- Akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan.
- Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani tanpa pamrih.
- Semar barjalan menghadap keatas maknanya dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas, agar selalu memohon petunjuk untuk selalu di bimbing oleh Sang Maha Tunggal.
Kain yang dipakai Semar selalu Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggo wantah (untuk menuntun manusia), agar memayuhayuning bawono : menegakan keadilan dan kebenaran di bumi.
Ciri sosok Semar
1. Semar berkuncung seperti kanak-kanak, namun juga berwajah sangat tua
2. Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
3. Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
4. Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
5. Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya.
Kebudayaan Jawa yang religius telah melahirkan wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha, Islam dan lainnya di tanah Jawa. Dari tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas, dimengerti dan dihayati sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa.
Semar (pralambang ngelmu gaib) dan kasampurnaning pati.
Tulisan dalam kaligrafi semar :
Hananing Cipta Rasa Karsa
Datan Salah Wahyaninglampah
Padhang Jagade Yen Nyumurupono
Marang Gambaraning Bathara Ngaton
꧋ꦲꦤꦤꦶꦁꦕꦶꦥ꧀ꦠꦫꦱꦏꦂꦱ꧈ꦣꦠꦤ꧀ꦱꦭꦃꦮꦲꦾꦤꦶꦁꦭꦩ꧀ꦥꦃ꧈ꦥꦣꦁꦗꦒꦣꦺꦪꦺꦤ꧀ꦚꦸꦩꦸꦫꦸꦥꦺꦴꦤꦺꦴ꧈ꦩꦫꦁꦒꦩ꧀ꦧꦫꦤꦶꦁꦧꦛꦫꦔꦠꦺꦴꦤ꧀
Artinya :
Keberadaan manusia dilengkapi dengan cipta, rasa dan karsa yang
tidak berlawanan dengan perjalanan kehidupan manusia akan menemukan keselamatan
manakala ia mampu melihat alam sebagai manifestasi Sang Maha Tunggal.
Hana ning cipta rasa karsa, Datan salah wahyaning lampah, Padhang jagade yèn nyumurupono, Marang gambaraning Bathara ngaton.
꧋ꦲꦤꦤꦶꦁꦕꦶꦥ꧀ꦠꦫꦱꦏꦂꦱ꧈ꦣꦠꦤ꧀ꦱꦭꦃꦮꦲꦾꦤꦶꦁꦭꦩ꧀ꦥꦃ꧈ꦥꦣꦁꦗꦒꦣꦺꦪꦺꦤ꧀ꦚꦸꦩꦸꦫꦸꦥꦺꦴꦤꦺꦴ꧈ꦩꦫꦁꦒꦩ꧀ꦧꦫꦤꦶꦁꦧꦛꦫꦔꦠꦺꦴꦤ꧀
Aksara Jawa diatas merupakan petikan filosofi Jawa yang menjelaskan tentang kesempurnaan manusia yang telah dibekali daya cipta, rasa, dan karsa untuk mencapai tujuan hidupnya, di mana manusia akan mampu melihat gambaran Sang Pencipta jika ia memahami dan merenungkan hakikat keberadaan dirinya dan alam semesta.
Berikut makna perbarisnya :
- Hana ning cipta rasa karsa :
Mengandung makna bahwa manusia pada dasarnya telah dilengkapi secara kodrati dengan tiga anugerah Tuhan, yaitu Cipta (akal/pikiran), Rasa (perasaan), dan Karsa (kehendak) untuk mencapai tujuan hidupnya.
- Datan salah wahyaning lampah :
Dinyatakan bahwa tidak ada kesalahan dalam setiap langkah perjalanan hidup (lampah) jika sudah menggunakan ketiga anugerah tersebut.
- Padhang jagade yèn nyumurupono :
Alam semesta (jagad) akan menjadi terang (padhang) ketika manusia merenungkan dan memahami (nyumurupono).
- Marang gambaraning Bathara ngaton :
Maka akan terlihatlah gambaran Tuhan (Bathara) atau Sang Pencipta dalam diri dan segala hal yang ada.
Ada sebuah unen-unen :
Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan
꧋ꦧꦺꦴꦗꦺꦴꦱꦶꦫꦄꦂꦱꦩꦂꦣꦶꦏꦩꦂꦣꦶꦏꦤ꧀ꦄꦗ꧀ꦮꦱꦩꦂꦱꦸꦩꦶꦁꦏꦶꦫꦶꦁꦣꦸꦂꦏꦩꦸꦂꦏꦤ꧀
Mardika artinya merdekanya jiwa dan sukma, maksudnya
dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna.
Manusia Jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu)
Artinya : dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup.
Dalam pentas pagelaran Wayang, terutama Wayang Kulit, selain menunggu lakon-lakon yang dimainkan oleh dalang sepanjang malam, ada lakon yang sebenarnya mereka tunggu-tunggu.
Adalah kehadiran Semar dengan ketiga anak-anaknya, yaitu Petruk, Gareng, dan Bagong.
Mereka selalu hadir di tengah-tengah pertunjukan wayang dan ketegangan para penontonnya menanti lakon selanjutnya dari dalang.
Semar dan anak-anaknya selalu hadir dengan banyolan-banyolan yang khas, namun sarat dengan makna dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam budaya Jawa, Punokawan tersebut merupakan Punakawan Pandawa (empat bersaudara) pengiring Ksatria Pandawa Lima. Namun mungkin tak banyak yang tahu jika empat karakter jenaka dalam pewayangan tersebut merupakan karya Sunan Kalijaga yang awalnya digunakan sebagai sebuah metode dakwah dalam menyebarkan Islam di nusantara. Penggubahan wayang dengan memasukkan nilai-nilai Islam dilakukan Sunan Kalijaga sekitar tahun 1443 M.
Di antara keempat tokoh di atas, sosok Semar menjadi tokoh sentral dalam pewayangan dan merupakan pemimpin ketiga tokoh lainnya. Secara Javanologi, Semar berarti haseming samar-samar. Sedangkan secara harafiah, Semar berarti sang penuntun makna kehidupan. Sosok Semar dikenal karakter yang arif dan bijaksana. Ia bisa bergaul dengan siapa saja, baik kalangan atas maupun kalangan bawah. Sosoknya sangat tanggap terhadap dinamika zaman dan idealis atas prinsip kebenaran. Tatkala ditemukan ketidakadilan dan tindakan sewenang-wenang, maka ia dengan tegas melakukan tindakan preventif, persuasif dan represif. Bahkan, ia rela mempertaruhkan segalanya demi amanat yang diterimanya dari Sang Maha Kuasa.
Siapakah sebenarnya tokoh Semar ini ?
Semar mungkin salah satu karakter tertua dalam mitologi Indonesia yang konon tidak diturunkan dari mitologi Hindu.
Semar menjadi terkenal dalam pertunjungan Wayang, terutama Wayang Kulit, terutama di pulau Jawa dan Bali.
Sosoknya digambarkan sebagai seorang pria yang sebenarnya tidak menarik, pendek, payudaranya agak besar, bokong yang besar, dan keinginan untuk selalu kentut.
Di balik penampilannya yang khas itu, Semar memainkan peran penting dalam mitos penciptaan yaitu sebagai kakak dari dewa tertinggi Batara Guru (dewa Hindu Siwa).
Dalam pertunjukan wayang tradisional yang dikenal masyarakat, Semar adalah pelawak dan punggawa raja.
Semar tidak digambarkan sebagai karakter pahlawan, ia hanyalah mewakili rakyat biasa.
Semar juga dikenal sebagai dhanyang (roh teritorial) Jawa dan pamong (pemimpin) rakyat.
Dia juga sering disebut dengan kehormatan Kyai Lurah, yang secara kasar diterjemahkan sebagai Kepala Yang Terhormat.
Oleh karena itu ia sering dipanggil Kyai Lurah Semar.
Asal usul Semar
Ada banyak versi yang menjelaskan asal usul semar. Penjelasan yang masih beredar hingga hari ini, semar bukanlah hanya berasal dari tradisi mendongeng saja, namun lebih dari cerita tentang dewa-dewa kuno di Nusantara. Asalkan masih sesuai dengan moral yang diajarkan, maka pendongeng dapat menambahkan atau mengubah cerita atau karakter pada sosok Semar ini dari berbagai sumber.
Demikian pula yang sering kita lihat dalam pertunjukan Wayang Kulit, karakternya bisa dimodifikasi dengan agenda politik atau apa pun yang sedang terjadi pada saat itu. Tak aneh, bila kita sering kali melihat tokoh-tokoh Wayang yang berusia berabad-abad lampau membahas politik Indonesia saat ini. Seperti halnya dengan asal usul Semar, misalnya, dia adalah ayah Siwa bahkan cucu Sang Hyang Ismaya. Ketika Islam menyebar di Indonesia, asal usul Semar disebutkan sebagai cucu Adam, manusia pertama. Sebagai punggawa, Semar diakui sebagai saudara Pandawa termuda, yaitu punggawa Sahadewa. Namun, banyak orang melihatnya sebagai punggawa pangeran Rama dari kisah Ramayana atau salah satu Pandawa bersaudara dari kisah Mahabharata. Sementara, menurut salah satu versi kitab Purwacarita, Semar sebenarnya adalah titisan Sang Hyang Ismaya, kakak dari Batara Guru, dan ayah dari Batara Surya (dewa matahari Hindu Surya). Semar digambarkan adalah salah satu dari tiga dewa prajurit terkuat yang lahir dari satu telur dewa. Saudara laki-lakinya yaitu Sang Hyang Antaga dan Sang Hyang Manikmaya (yang disebut Batara Guru). Apa pun versi asal usulnya, Semar dianggap sebagai seorang bapak yang bijaksana.
Ada beberapa simbol nilai religius pada sosok karakter kepemimpinan Semar, yaitu :
1. Pertama, tangan kanan menunjuk ke atas (hablum min Allah) dengan telunjuk tegak mengisyaratkan secara jelas ketauhidan atas pengakuan meng-esa-kan Allah. Apa pun yang dilakukan dalam kehidupan wujud penghambaan diri dan hanya karena Allah semata. Semua gerak hidup pemimpin harus wujud pengabdian dan merujuk pada aturan Sang Pencipta (Allah SWT). Bukan sebaliknya, menganggap diri yang patut disembah (melalui berbagai variannya) dengan keangkuhan atas aturan yang dibuat.
2. Kedua, tangan kiri dibelakang (hablum min an-Nas). Posisi ini mengisyarakan bahwa apapun kebaikan yang dilakukan seorang pemimpin atau manusia secara umum sebaiknya disembunyikan agar tidak muncul ujub atas kebaikan yang dilakukan. Sebab, apa yang dilakukan pada sesama perlu keikhlasan yang tak perlu dipublikasikan. Bukan sebaliknya, semua yang dilakukan pada sesama (meski terkadang tak seberapa) dipublikasikan dan diviralkan untuk mengangkat pamor dan elektabilitas diri agar diketahui semua orang. Sikap pemimpin seperti ini merupakan tampilan sikap ujub dan hilangnya keikhlasan atas apa yang dilakukan.
3. Ketiga, tangan kanan terlihat ke depan dan tangan kiri tersembunyi dibelakang merupakan wujud keikhlasan dalam interaksi sesama. Tangan kiri kebelakang simbol tak ingin ujub atas apa yang dilakukan. Hal ini merupakan simbol atas sabda Rasulullah : Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah SWT dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya. Di antaranya, seorang yang mengeluarkan suatu sedekah, tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya” (HR. Bukhari dan Muslim). Tangan kanan ke atas, tangan kiri ke bawah yang ditampilkan sosok Semar memiliki kemiripan dengan tarian sufi Jalaluddin Rumi (dikenal dengan whirling dervishes). Makna dari simbol tersebut adalah menyadarkan diri bahwa semua yang dimiliki merupakan amanah, milik, dan anugerah dari Yang Maha Kuasa. Kesemua titipan-Nya diperoleh, maka jangan lupa untuk membaginya pada yang di bawah. Hal ini mengingatkan manusia pada ajaran agama supaya tidak menjadi pribadi yang egois, serakah, lupa diri, tapi menjadi sosok pribadi yang selalu berbagi dan menyebarkan kebaikan pada seluruh alam semesta. Bukan sebaliknya, semua keuntungan untuk memperkaya diri (berikut dinikmati seputar ikat pinggang) dan setiap yang dilakukan untuk sesama, dipublikasikan dimana-mana.
4. Keempat, memiliki kuncung rambut seperti anak-anak, tetapi berwajah tua. Simbol ini merupakan isyarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Maksudnya, untuk mencapai derajat pemimpin ideal, seseorang harus memiliki sisi kejernihan berpikir (seperti yang dimiliki anak-anak) sekaligus sisi kematangan berpikir (seperti yang dimiliki orang tua). Melalui kejernihan dan kematangan berpikir, seorang pemimpin akan mampu melahirkan kebijaksanaan dalam setiap putusan yang diambil. Bukan sebaliknya, berprilaku seperti anak-anak ketika memperebutkan “mainan” dan bagai orang tua jompo yang hanya minta dilayani.
5. Kelima, matanya digambarkan seolah menangis, tapi bibirnya menyiratkan tawa kebahagiaan. Hal ini merupakan gambaran isi kehidupan di dunia yang fana. Setiap diri melalui momen duka dan momen suka. Semua pasti terjadi pada setiap orang, dan tak mampu dihindari. Di sisi lain, posisi air mata (posisi atas) dan senyuman (posisi bawah) menampilkan seorang pemimpin harus mampu merubah kesedihan rakyat menjadi senyum kebahagiaan. Meski senyum kebahagiaan telah dirasakan rakyat, seorang pemimpin tatkala berada “bersendirian” dalam munajat pada Allah, air matanya tak pernah kering menangis mengharapkan kasih sayang Allah untuk semua yang dipimpinnya. Hal ini merupakan implementasi bentuk akhlak Rasulullah terhadap ummatnya. Bukan sebaliknya, senyumannya hanya untuk diri sendiri, tak peduli tetesan air mata umat membasahi alam semesta.
6. Keenam, Semar seolah-olah tidak pernah mengenal kata sedih. Bila berbicaranya selalu spontan, tetapi mengandung kebenaran. Setiap bertutur selalu menghibur sehingga orang yang sedih menjadi gembira. Demikian simbol sosok pemimpin. Meski derita dan kesedihan yang dirasakan, namun tak pernah ia perlihatkan pada orang lain. Bagai tampilan ayah dan ibu. Meski berat beban yang dipikul untuk membahagiakan anak-anaknya, semua beban dan kesedihan disembunyikan agar tak diketahui anak-anaknya. Mereka tak ingin rakyat atau anak-anaknya ikut menangis. Mereka nikmati beban dan kesedihan untuk dirinya, asal rakyat atau anak-anaknya senantiasa bahagia. Bukan sebaliknya, hanya ingin diri (berikut kolega) tersenyum dalam kemewahan, sementara rakyat atau anak-anaknya menangis pilu dalam penderitaan.
7. Ketujuh, pementasan wayang tak bisa dilepaskan dengan iringan gamelan. Gamelan merupakan musik pengiring pementasan keempat tokoh yang diciptakan oleh Sunan Bonang. Bila dihayati dan didengarkan secara seksama, irama gamelan merupakan ungkapan syahadatain. Wujud isi ketauhidan. Demikian sakralnya gamelan, sehingga para pemainnya harus mampu menjaga wudhu’ dan fokus pada irama syahadatain, bukan pada tembang yang “dinyanyikan”. Tembang yang dilantunkan merupakan dinamika yang terjadi pada masyarakat dengan pesan-pesan keagamaan dan sosial yang sarat nilai. Sosok pemimpin yang ditampilkan oleh Semar perlu pengiring (gamelan) yang membuat gerak kebijakan tetap menyatu dalam asma Allah. Gamelan yang mengiringi “pementasan” Semar merupakan simbol ulama yang tafaqquh fi ad-din secara kaffah, bukan sebatas tampilan asesories, untaian kata, atau keanggunan “rumah yang didiami”. Musik gamelan mengingatkan Semar untuk senantiasa bermunajat mengingat Sang Pencipta. Para pemain gamelan (ulama) yang tetap “menjaga wudhu’nya” agar senantiasa bersih dari noda (zahir dan batin). Bukan sebalinya, suara musik yang masuk (para pembisik) yang melupakan pemimpin dari kebenaran Ilahi, pemain musik yang tak pernah tersentuh air wudhu’ (jauh dari Allah), dan irama musik yang melantunkan keserakahan dan kesombongan.
8. Kedelapan, tokoh Semar, Gareng, Bagong dan Petruk merupakan simbol 4 (empat) jenis nafsu pada manusia, yaitu nafsu muthmainnah, lawwamah, sufiah, dan ammarah. Kesemua nafsu tersebut secara fitrah ada pada setiap diri. Namun, bila manusia ingin keselamatan hidup, maka nafsu muthmainnah harus menjadi pengendali atas ketiga jenis nafsu lainnya. Bila tidak, maka manusia akan tersesat oleh nafsunya sendiri. Hal yang sama pada tampilan keempat tokoh wayang di atas, menjadi indah dan penuh pesan tatkala hadirnya sosok Semar yang lebih dominan dalam interaksi keempat tokoh tersebut. Dimensi ini perlu dimiliki oleh setiap pemimpin atas yang dipimpin dan semua manusia atas dirinya. Bukan sebaliknya, dominasi nafsu muthmainnah hilang oleh hempasan kuasa ketiga nafsu lainnya yang lebih berkuasa dan menguasai diri. Bila hal ini terjadi, maka hilanglah nilai kebajikan dalam semua kebijakan yang dibuat dan prilaku yang ditampilkan.
9. Kesembilan, jiwa kesatria. Semar menampilkan sosok kesatria dan sahabat yang peduli. Apa diucap tak perlu diragukan, bukan bak baling-baling di atas bukit (munafik). Katanya santun penuh makna. Saling membantu dengan tulus, tanpa janji yang justeru diingkari. Katanya adalah janji sebagai wujud karakter diri. Tak pandai bersilat lidah berbicara disebalik niat tersembunyi. Bila bertentangan dengan aturan agama dan hukum ditentangnya tanpa tebang pilih. Idealisme diri yang tak pernah tergadai oleh kepentingan ala politik belah bambu yang sarat kepentingan material. Saling menghargai sesama dengan kata yang pasti. Kebijakan dan janji yang bukan bagai lempar batu sembunyi tangan atau berlindung idealisme yang sudah digadaikan.
Berkaca dengan filosofi yang disampaikan Sunan Kalijaga melalui tokoh Semar patut dijadikan cermin diri. Kesembilan karakter di atas melambangkan Walisongo untuk mengingatkan kembali atas ajaran, karakter diri, dan strategi juang yang dilakukan. Apa yang dilambangkan Semar sangat relevan bagi kehidupan saat ini. Apalagi era media sosial yang demikian bebas tanpa kontrol syahadatain. Semua kebaikan (meski terbatas) atau dimensi keikhlasan rusak oleh publikasi media yang gegap gempita dan penuh euforia. Dukungan pada seseorang atau kelompok yang terlalu tergesa-gesa dan terkesan ambil muka. Ketidakpercayaan pada seseorang yang tanpa usul periksa atas apa yang dinilai. Kekecewaan yang diperlihatkan pada semua untuk mendapatkan simpatik dan mendeskreditkan lawan. Ketidaksenangan acapkali menjurus pada pembunuhan karakter. Kebencian dengan membuka aib sesama, sementara aib sendiri demikian lebar menganga. Semua aib tersaji dan mudah ditemukan di media sosial. Tergantung pilihan diri pada sosok tokoh wayang mana yang dominan akan ditampilkan. Atau ada sosok lain selain keempat tokoh di atas yang telah tampil pada manusia era 4.0. Atau bagaimana bila sosok yang tampil semakin keluar dari filosofi Semar pada era 5.0 saat ini dan seterusnya. Tak terbayangkan, hanya setiap diri yang mampu menjawab dan memilih karakter yang mau dimainkan. Atau, ada karakter yang di luar Punakawan dan Pandawa yang tak pernah terpikirkan oleh semua tokoh wayang, namun manusia modern menampilkannya dengan keangkuhan yang nyata. Meski hanya sebagai wayang, namun angkuh pada perannya. Bagaimana kalau keangkuhan wayang ketika telah menjadi dalang. Mungkin melebihi keangkuhan obyek yang dinukilkan Allah dalam QS. al-Baqarah : 34. Entahlah, tak ada yang akan mau menjawab, kecuali pemilik diri yang senantiasa tafakkur ila Allah.
Al-Baqarah · Ayat 34
وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ ٣٤
wa idz qulnâ lil-malâ'ikatisjudû li'âdama fa sajadû illâ iblîs, abâ wastakbara wa kâna minal-kâfirîn
(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka, mereka pun sujud, kecuali Iblis. Ia menolaknya dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan kafir.
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlill :
Sebagai bentuk pengakuan malaikat akan keunggulan manusia atas mereka yang dinyatakan Allah pada ayat sebelumnya, pada ayat ini Allah memerintahkan malaikat untuk bersujud hormat kepada Nabi Adam. Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu, yakni hormatlah, kepada Adam dengan menundukkan kepala atau badan, bukan sujud ibadah!” Mendengar perintah Allah ini, maka mereka, para malaikat, pun sujud, kecuali Iblis. Iblis adalah makhluk dari jenis jin yang terbuat dari api. Iblis merasa dirinya lebih terhormat daripada Nabi Adam karena dia diciptakan dari api yang salah satu sifatnya adalah panas, membakar, dan membara. Sementara, Nabi Adam diciptakan dari tanah liat, yang kelihatan diam dan tidak bergerak. Ia, Iblis, menolak bersujud kepada Nabi Adam dan menyombongkan diri karena merasa dirinya lebih terhormat, dan, atas tindakannya ini, ia termasuk golongan yang kafir, yaitu makhluk yang menutup diri dari menerima kebenaran, ingkar terhadap kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepadanya, dan ingkar terhadap hikmah yang terkandung di balik titah Allah.
Dalam Pandangan Islam
Semar adalah sosok simbolik yang mewakili agama dan Al-Qur'an sebagai sumber pedoman hidup manusia menuju kesempurnaan. Semar melambangkan peran pamong dan penasihat, yang membawa nilai-nilai ketauhidan, penyucian jiwa, keadilan, serta persatuan dan kesatuan. Sosoknya mengajarkan keikhlasan dan ketulusan, sejalan dengan ajaran sufisme, dan berfungsi sebagai media dakwah untuk menyebarkan nilai-nilai Islam, menunjukkan bahwa seni (wayang) dan agama dapat berjalan harmonis.
Peran Semar Sebagai Simbol Al-Qur'an
1. Sumber Cahaya dan Pedoman Hidup.
Sosok Semar hadir untuk menegaskan peran penting agama yang menyadarkan manusia dan membawa mereka menuju cahaya. Ia juga merupakan simbol Al-Qur'an, kalam Ilahi yang penting untuk membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari syirik.
2. Guru Sejati dan Rahmat Ilahi.
Semar adalah perlambang guru atau sukma sejati yang membantu manusia mencapai kesempurnaan hidup. Kehadirannya juga melambangkan rahmat ilahi (wahyu) yang diberikan Tuhan kepada makhluk-Nya.
3. Nilai-Nilai Sufistik yang Terkandung dalam Semar : Syariat, Tarekat, Hakikat, Makrifat. Semar mengajarkan tahapan menuju kesempurnaan, yaitu syariat (sembah raga), tarekat (sembah kalbu), hakikat (sembah jiwa), dan makrifat (sembah rasa), yang merupakan inti dari ajaran tasawuf. Tasawuf merupakan salah satu istilah dan bagian dari perkembangan ajaran Islam dari para Sufi. Sementara dalam rukun Islam ataupun rukum Iman, mengenai tasawuf ini memang tak bisa dijelaskan secara eksplisit. Namun, tasawuf sendiri dianggap berasal dari beberapa pengaruh ajaran agama dan filsafat lainnya yang akhirnya diadopsi kedalam konsep Islam. Meski demikian Muhammad Amin al-Kurdy memberikan pengertian bahwa tasawuf adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui kebaikan dan keburukan jiwa sera membersihkan keburukan-keburukan tersebut dengan sifat-sifat terpuji.
Dalil Tasawuf
Dalam hal ini, tasawuf termaktub dalam Surat Al A’la ayat 14-15,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّىٰ وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّىٰ
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.
Sedangkan hati yang kerap dengki dan iri akan menjadi hati yang kotor sehingga membawa pada kehancuran, kekacauan, dan keresahan. Hal tersebut akan berdampak pada kehancuran manusia dan lingkungannya.
Sementara hati yang bening akan senantiasa terwujud pada diri manusia itu sendiri ketika memperbaiki hubungannya dengan Sang Ilahi. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat ar-Rad ayat 28 sebagai berikut:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
Selain itu dalam QS Al Anfal ayat 17,
فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ ۚ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ رَمَىٰ ۚ وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلَاءً حَسَنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Selain itu tasawuf dipahami sebagai manusia yang dekat dengan Tuhannya yang merupakan ajaran dasar lewat firman Allah SWT sebagai berikut:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Artinya : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Dalil Tasawuf Berdasarkan Kisah Rasulullah
Dari berbagai hadits, Rasulullah SAW diketahui hidup dengan sangat sederhana. Bahkan terkadang Rasulullah mengenakan pakaian tambalan. Beliau tidak makan dan minum selain yang halal dan senantiasa beribadah kepada Allah SWT pagi dan malam. Hingga suatu hari Siti Aisyah bertanya, “Mengapa engkau seperti ini ya Rasulullah, padahal Allah SWT senantiasa mengampuni dosamu?”
Rasulullah pun menjawab, “Apakah engkau tidak menginginkan aku menjadi hamba yang bersyukur kepada Allah?”
Tak hanya itu, dalam hadits lain juga banyak dijumpai Rasulullah berbicara tentang kehidupan tasawuf seperti,
“Barangsiapa yang mengenal dirinya sendiri berarti ia mengenal Tuhannya”
Dalil Tasawuf Dalam Al Qur’an
Beberapa sufi menyandarkan dasar-dasar pemahaman mereka melalui ayat-ayat Al Qur’an. Adapun ayat-ayat tersebut sebagai berikut :
1. QS Al Baqarah : 115
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Dari ayat tersebut kita belajar untuk memahami rahmat Allah SWT yang maha luas dan kaya.
2. QS Al Baqarah : 186
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Ayat berikutnya membuat kita memahami betapa Allah SWT dekat kepada kita, hamba-Nya.
3. QS Qaf : 16
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”
Dari ayat ini kita belajar bahwa Allah SWT senantiasa dekat dengan hamba-Nya, melebihi nadi di lehernya.
4. QS Al Kahfi : 65
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”
Dalam ayat ini kita belajar bahwa rahmat Allah SWT senantiasa luas kepada hamba-Nya.
Semar Gambaran Ilustrasi Al-Quran
Semar dalam tokoh wayang itu artinya samar, samaran atau sebuah analogi atau bisa juga kita artikan simbol. Simbol yang memiliki makna dan maksud. Semar adalah tokoh yang bijak, dalam banyak sumber disebutkan beberapa ciri- ciri tubuhnya :
1. Tubuhnya bulat sempurna seperti bumi yang dapat kita artikan memiliki sifat memelihara, rendah hati, tentang kebaikan hubungan dengan Tuhannya, hubungan dengan sesamanya dan hubungan dengan alamnya.
Menjaga Hubungan dengan Tuhan dan Alam. Setelah enam kunci menggapai kebahagiaan diulas pada artikel-artikel sebelumnya, dalam artikel ini akan diulas kunci ketujuh dan kedelapan. Menjaga hubungan baik dengan Tuhan merupakan kunci penting dalam kehidupan manusia. Setiap manusia harus selalu menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan. Apa yang harus dilakukan oleh manusia untuk menjaga hubungan dengan Tuhannya? Caranya ialah dengan memperbanyak berzikir kepada Allah Swt. Zikir adalah seluruh kegiatan ibadah yang dilakukan oleh seseorang, baik dalam bentuk amal badaniyah, yaitu amal yang dilakukan oleh anggota badan, amal lisaniyah, yaitu amal yang dilakukan oleh lidah dengan mengucapkan kalimat-kalimat zikir, dan amal qalbiyah, yaitu amal yang dilakukan oleh hati.
Semua amal ibadah yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka mendekatkan dirinya kepada Tuhan adalah zikir. Zikir akan menjadikan manusia tetap menjaga hubungannya dengan Tuhannya. Allah menyatakan di dalam QS. Ali Imran [3]” 190-191:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Di dalam QS. Al-Ra’d [13]: 28 Allah menyatakan: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Rasulullah menyatakan dalah suatu hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah r.a.: “Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah saw., bersabda: Ada 7 golongan yang akan dilindungi/dinaungi oleh Allah swt. dalam lindungannya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan/lindungan Allah SWT, yaitu :
(1) pemimpin yang adil,
(2) pemuda yang tumbuh dan besar dalam menyembah tuhannya,
(3) seseorang yang hatinya selalu terikat dan terkait dengan masjid,
(4) dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka bertemu dan berkumpul karena Allah dan mereka berpisah karena Allah SWT,
(5) seseorang yang apabila diminta oleh seorang wanita yang kaya berkedudukan tinggi lagi cantik untuk berzina, maka ia menolak dengan ucapan” Aku takut kepada Allah SWT,
(6) seseorang yang selalu bersedekah dalam keadaan sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dibelanjakan oleh tangan kanannya, dan
(7) seseorang yang selalu berzikir kepada Allah dalam keadaan sunyi dan menangis karena takutnya kepada-Nya.”
Kunci berikutnya untuk menggapai kebahagiaan adalah menjaga hubungan dengan alam dan lingkungan. Alam dan lingkungan di mana manusia hidup diciptakan oleh Allah untuk umat manusia. Manusia dapat memanfaatkan seluruh potensi alam ini untuk menjalani kehidupannya. Allah telah menciptakan alam ini dengan beraneka ragam makhluk di dalamnya adalah untuk manusia.
Lingkungan alam ini mencakup flora dengan beraneka ragam bentuk dan macamnya, fauna dengan segala macam bentuk dan ragamnya, dan benda padat, seperti tanah batu, kayu dan lain-lain, dan benda cair yang ada di alam ini. Tanpa itu semua manusia tidak mungkin dapat menjalani kehidupannya ini dengan baik dan sempurna. Oleh sebab, itu menjaga lingkungan sama dengan menjaga kelestarian hidup manusia. Setiap orang dari anak manusia harus senantiasa menjaga hubungan yang baik dengan lingkungan. Rusaknya lingkungan akan menyebabkan rusaknya ekosistem kehidupan manusia dan ini berarti bahwa kehidupan manusia akan menjadi rusak.
Manusia tidak boleh merusak alam dan lingkungannya. Karena manusia merusak alam dan lingkungannya, maka manusia pada hakikatnya merusak tatanan ekosistem kehidupan mereka sendiri. Menjaga alam dan lingkungan berarti mewujudkan kemaslahatan bagi kehidupan di dunia dan menghasilkan kenikmatan di akhirat.
Ada sejumlah ayat menerangkan tentang perlunya menjaga lingkungan ini. Di antaranya adalah QS. al-A’raf/7: 56:
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (56)
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Di dalam QS. Al-Shaffat [37]: 19 Allah menyatakan: “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.”
Di dalam QS. Al-Baqarah [2]: 22 Allah menyatakan: “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”
Di dalam QS. Ibrahim [14]: 32:” Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.”
2. Tangan kanannya mengacung keatas yang dapat kita artikan berketuhanan yang Esa (Surat Al- Ikhlas dalam Al-quran)
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ ١
qul huwallâhu aḫad
Artinya : Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dialah Allah Yang Maha Esa.
اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ ٢
allâhush-shamad
Artinya : Allah tempat meminta segala sesuatu.
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ ٣
lam yalid wa lam yûlad
Artinya :Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan
وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌࣖ ٤
wa lam yakul lahû kufuwan aḫad
Artinya : serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.”
3. Tangan kirinya disembunyikan dibelakang yang artinya memelihara amanah, menjaga alam dari fitnah (bagian dari misi seorang mukmin)
Surat al-Mukminun Ayat 1-11
قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ
qad aflaḥal-mu`minụn
Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
Surat Al-Mu’minun Ayat 1
ٱلَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَٰشِعُونَ
allażīna hum fī ṣalātihim khāsyi'ụn
Artinya : (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,
Surat Al-Mu’minun Ayat 2
Pelajaran Menarik Tentang Surat al-Mukminun Ayat 1-11
Didapati berbagai penafsiran dari para mufassir berkaitan isi surat al-mukminun ayat 1-11, antara lain seperti terlampir:
Yaitu orang-orang yang di antara sifat mereka adalah bahwasanya mereka itu orang-orang yang khusyu’ dalam shalat mereka, hati mereka focus untuknya dan anggota tubuh mereka tenang di dalamnya. (Tafsir al-Muyassar)
Mereka adalah orang-orang yang tunduk dalam salatnya, anggota tubuh mereka senantiasa tenang ketika salat, dan hati mereka kosong dari berbagai kesibukan dunia. (Tafsir al-Mukhtashar)
Yaitu orang-orang yang khusyu´ dalam shalatnya, pasrah dan berserah diri, merendahkan diri di hadapan Allah disertai dengan rasa takut dan kedamaian (Tafsir al-Wajiz)
الَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خٰشِعُونَ
(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya) Makna khusyu’ dalam shalat adalah merendahkan diri dan tunduk di hadapan Allah. Dan pendapat lain mengatakan maknanya adalah tenang dan tidak melakukan hal yang tidak berhubungan dengan shalat. (Zubdatut Tafsir)
وَٱلَّذِينَ هُمْ عَنِ ٱللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
wallażīna hum 'anil-lagwi mu'riḍụn
Artinya : dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
Surat Al-Mu’minun Ayat 3
Dan orang-orang yang meninggalkan segala sesuatu yang tidak ada kebaikan padanya dari ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan. (Tafsir al-Muyassar)
Dan orang-orang yang berpaling dan menjauhkan diri dari kebatilan, kesia-siaan, dan perbuatan atau perkataan yang mengandung maksiat. (Tafsir al-Mukhtashar)
Serta orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, (Tafsir al-Wajiz)
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
(dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna) Makna (اللغو) adalah segala perkataan dan perbuatan sia-sia, senda gurau, maksiat, dan tidak baik. Dan berpaling dari perkataan dan perbuatan ini adalah dengan menjauhinya dan tidak menengok kepadanya. (Zubdatut Tafsir)
وَٱلَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَوٰةِ فَٰعِلُونَ
wallażīna hum liz-zakāti fā'ilụn
Artinya : dan orang-orang yang menunaikan zakat,
Surat Al-Mu’minun Ayat 4
Dan orang-orang yang membersihkan jiwa dan harta mereka dengan membayarkan zakat harta mereka yang berbeda-beda jenis bentuknya. (Tafsir al-Muyassar)
Dan orang-orang yang mensucikan diri mereka dari berbagai sifat buruk, dan mensucikan harta mereka dari yang haram dengan menunaikan zakat. (Tafsir al-Mukhtashar).
Serta orang-orang yang menunaikan kewajiban (zakat) dengan mengharap-harap kebaikan dan penyucian jiwa. Yaitu melakukan kewajiban yang telah diperintahkan Allah, bukan berarti bahwa makna zakat adalah berupa uang. Sebab tidak ada redaksi bahwa Fulan telah mengeluarkan uang. Namun Fulan telah melakukan kebaikan dan atau keburukan. (Tafsir al-Wajiz)
وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَوٰةِ فٰعِلُونَ
(dan orang-orang yang menunaikan zakat) Yang dimaksud dengan zakat di sini adalah sedekah dan segala manfaat yang diberikan kepada seorang muslim. (Zubdatut Tafsir)
وَٱلَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَٰفِظُونَ
wallażīna hum lifurụjihim ḥāfiẓụn
Artinya : dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
Surat Al-Mu’minun Ayat 5
Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dari perkara yang diharamkan oleh Allah, seperti perbuatan zina, homoseks, dan seluruh perbuatan keji lainnya. (Tafsir al-Muyassar)
Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya dengan menjauhkan diri dari perbuatan zina, homoseksual, dan perbuatan keji lainnya. Mereka adalah orang-orang yang menjaga diri dari maksiat lagi suci. (Tafsir al-Mukhtashar)
Serta orang-orang yang menjaga kemaluannya dari keharaman, dengan menjaga diri dari keharaman dan menahan diri dari perbuatan kemunkaran/keharaman. Alfarju aurat/kemaluan laki-laki dan perempuan. (Tafsir al-Wajiz)
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حٰفِظُونَ
(dan orang-orang yang menjaga kemaluannya) Yakni menahan diri dari apa yang tidak halal bagi mereka untuk menjaga kehormatan mereka. (Zubdatut Tafsir)
إِلَّا عَلَىٰٓ أَزْوَٰجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
illā 'alā azwājihim au mā malakat aimānuhum fa innahum gairu malụmīn
Artinya : kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
Surat Al-Mu’minun Ayat 6
Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak perempuan yang mereka miliki. Maka tidak ada celaan dan tidak ada dosa atas mereka untuk menggauli wanita-wanita itu dan bersenang-senang dengan mereka; sebab sesungguhnya Allah telah menghalalkan wanita-wanita itu. (Tafsir al-Muyassar)
Kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya wanita yang mereka miliki, sebab mereka tidak tercela bila berhubungan badan atau bercumbu dengan mereka. (Tafsir al-Mukhtashar)
Kecuali terhadap isteri-isteri mereka setelah melakukan akad sesuai syariat. Atau juga budak yang mereka miliki; yaitu budak perempuan, sebab pada zaman dahulu perbudakan adalah suatu yang umum. Sumber/asal muasal perbudakan adalah peperangan sehingga pemimpin menjadikan perempuan sebagai budak dengan perlakuan layaknya hubungan suami isteri. Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela, yaitu menyetubuhi. Sebab diperbolehkannya menyetubuhi isteri adalah adanya akad, namun jika budak perempuan sang majikan berhak mengambil manfaat, mengawasi, maupun menyetubuhi (Tafsir al-Wajiz)
إِلَّا عَلَىٰٓ أَزْوٰجِهِمْ
(kecuali terhadap isteri-isteri mereka) Yakni mereka akan tercela jika melakukan apa yang dilarang bagi mereka, dan mereka diperintah untuk menjauhinya kecuali pada istri-istri mereka maka mereka tidak harus menjaga kemaluan mereka, dan mereka tidak akan tercela jika melakukannya dengan istri-istri mereka. أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمٰنُهُمْ (atau budak yang mereka miliki) Yakni budak-budak wanita yang hanya milik mereka, maka mereka boleh berhubungan dengan mereka selama tidak ada larangan syari’at yang melarang itu seperti jika budak perempuan itu adalah saudara perempuannya sesusuan. فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ(maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela) Yakni dalam hal tidak menjaga kemaluan mereka terhadap istri-istri dan budak-budak wanita mereka, namun mereka akan tercela jika melakukannya terhadap mereka. (Zubdatut Tafsir)
فَمَنِ ٱبْتَغَىٰ وَرَآءَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْعَادُونَ
fa manibtagā warā`a żālika fa ulā`ika humul-'ādụn
Artinya : Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
— Surat Al-Mu’minun Ayat 7
Maka barangsiapa mencari kenikmatan dengan selain istri atau budak perempuannya, maka dia termasuk orang-orang yang melakukan tindakan melampaui batas yang halal menuju yang haram. Dan sesungguhnya dia telah menghadapkan dirinya pada ancaman siksaan Allah dan kemurkaanNya. (Tafsir al-Muyassar).
Namun, barangsiapa mencari kenikmatan melalui hubungan badan dengan selain istri-istri atau hamba sahaya wanita yang ia miliki, maka ia telah melampaui batasan Allah karena meninggalkan yang halal dan menggantinya dengan yang haram. (Tafsir al-Mukhtashar)
Barangsiapa menghendaki di luar isteri dan budak perempuan itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas aturan Allah. (Tafsir al-Wajiz)
فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَآءَ ذٰلِكَ فَأُو۟لٰٓئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
(Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas) Yakni barangsiapa yang melakukannya terhadap selain istri dan budak wanita mereka maka ia adalah orang yang melampaui batas, zalim, dan berdosa. (Zubdatut Tafsir)
وَٱلَّذِينَ هُمْ لِأَمَٰنَٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَٰعُونَ
Arab-Latin: wallażīna hum li`amānātihim wa 'ahdihim rā'ụn
Artinya : Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
— Surat Al-Mu’minun Ayat 8
Dan orang-orang yang menjaga semua apa yang dipercayakan kepada mereka, juga memenuhi setiap janji-janji mereka. (Tafsir al-Muyassar)
Dan orang-orang yang memelihara amanah Allah dan amanah para hamba-Nya. Mereka juga memelihara janji, tidak mengkhianatinya, tetapi sealiknya memenuhinya secara sempurna. (Tafsir al-Mukhtashar)
Serta orang-orang yang menjaga dan merealisasikan amanah dan janji yang menjadi tanggung jawabnya. Amanah adalah tanggung jawab syariat ataupun harta yang dipasrahkan kepada seseorang untuk menjaganya. ‘Ahdu segala sesuatu yang harus dipenuhi atau dilakukan seseorang. Dari sisi janji kepada Allah adalah melaksanakan shalat, adapun dari sisi sesama makhluk adalah kesepakatan/janji. (Tafsir al-Wajiz)
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمٰنٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رٰعُونَ
(Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya) Makna (الأمانة) di sini adalah apa yang diamanatkan kepada seseorang yang tidak disertai bukti atau hujjah untuk memastikannya kecuali dengan kesaksian Allah, seperti orang yang mendapat titipan, orang yang berhutang tanpa bukti, ayah atau wali-wali terhadap anak kecil yang ia pelihara, dan orang islam dalam shalat, puasa, dan bersuci. Makna (العهد) adalah apa yang mereka sepakati dengan Allah atau dengan orang lain. Makna (الراعون) adalah orang-orang yang senantiasa menjaganya. (Zubdatut Tafsir)
وَٱلَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوَٰتِهِمْ يُحَافِظُونَ
Arab-Latin: wallażīna hum 'alā ṣalawātihim yuḥāfiẓụn
Artinya : dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.
— Surat Al-Mu’minun Ayat 9
Dan orang-orang yang senantiasa tekun menjalankan shalat mereka pada waktu-waktunya sesuai dengan tata caranya yang disyariatkan yang bersumber dari Nabi. (Tafsir al-Muyassar)
Dan orang-orang yang memelihara salatnya dengan cara konsisten mengerjakannya, dan mengerjakannya tepat pada waktunya dengan menyempurnakan rukun-rukun, wajib-wajib dan sunnah-sunnahnya. (Tafsir al-Mukhtashar)
Serta orang-orang yang memelihara/menjaga sembahyangnya dengan menyempurnakan rukun, dan waktu pelaksanaannya (Tafsir al-Wajiz)
وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوٰتِهِمْ يُحَافِظُونَ
(dan orang-orang yang memelihara shalatnya) Dengan mendirikannya pada waktunya, menyempurnakan ruku’, sujud, bacaan, dan zikir-zikirnya. (Zubdatut Tafsir)
أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْوَٰرِثُونَ
Arab-Latin: ulā`ika humul-wāriṡụn
Artinya : Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,
— Surat Al-Mu’minun Ayat 10
Orang-orang Mukmin itu, merekalah orang-orang yang mewarisi surga. (Tafsir al-Muyassar)
Orang-orang yang memiliki karakteristik seperti ini, mereka lah orang-orang yang akan menjadi para pewaris. (Tafsir al-Mukhtashar)
Mereka yang mempunyai sifat-sifat itulah yang akan mewarisi surga. (Tafsir al-Wajiz)
أُو۟لٰٓئِكَ هُمُ الْوٰرِثُونَ
(Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi) Yakni orang-orang yang berhak untuk menjadi pewarisnya. (Zubdatut Tafsir)
ٱلَّذِينَ يَرِثُونَ ٱلْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ
Arab-Latin: allażīna yariṡụnal-firdaụs, hum fīhā khālidụn
Artinya : (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.
— Surat Al-Mu’minun Ayat 11
yaitu orang-orang yang mewarisi tempat yang paling tinggi dan paling tengah di surga, dan ini adalah tempat yang paling utama di surga. Mereka kekal abadi di dalamnya,kenikmatan mereka tidak berhenti dan tidak sirna. (Tafsir al-Muyassar)
Yakni mereka akan mewarisi derajat Surga tertinggi. Mereka akan menetap kekal di dalamnya. Kenikmatan yang mereka raih tak akan pernah terputus. (Tafsir al-Mukhtashar).
Yaitu orang-orang yan akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya, dan tidak akan keluar darinya (Tafsir al-Wajiz)
الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ
(yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus) Yakni surga yang paling tengah dan paling tinggi. Terdapat pendapat mengatakan bahwa mereka mewarisi tempat tinggal di surga dari orang-orang kafir, sebab Allah menciptakan tempat tinggal di surga dan tempat tinggal di neraka bagi seluruh manusia. Wallahu a’lam. هُمْ فِيهَا خٰلِدُونَ (Mereka kekal di dalamnya) Mereka terus-menerus di dalamnya, tidak akan keluar dantidak akan mati. (Zubdatut Tafsir)
4. Wajahnya seperti orang Tua , yang artinya seorang yang sempurna atau insan kamil haruslah berilmu/ memiliki banyak pengalaman/ matang secara keilmuan / seperti orang Tua .
Status, kedudukan dan kualitas manusia, sesungguhnya ditentukan oleh dirinya sendiri. Setiap orang normal, dibekali oleh Allah dengan potensi yang seimbang, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan. Sebagai potensi untuk mengembangkan dirinya sendiri, manusia diberi akal dan pikiran serta kemauan, kehendak dan kemampuan untuk mengerjakan sesuatu dengan kejadian fisik dan mentalnya yang sangat sempurna.
Baik dan buruknya seseorang serta hina dan mulianya tergantung pada perjuangannya dalam mengusahakan kemuliaan dan menghindari kehinaan. Seorang mukmin yang kuat dan berilmu, lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari seorang mukmin yang lemah dan tidak berilmu.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan kriteria manusia mukmin yang kamil atau paripurna (insan kamil), disebut tersebar dalam berbagai ayatnya. Kriteria tersebut bisa diusahakan oleh setiap orang, apabila ia menghendakinya.
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ ٱلَّذِينَ
يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ حَقّٗاۚ لَّهُمۡ دَرَجَٰتٌ عِندَ رَبِّهِمۡ وَمَغۡفِرَةٞ وَرِزۡقٞ كَرِيمٞ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal, [8]: 2-4).
Ayat di atas menjelaskan bahwa ada lima kriteria bagi orang-orang mukmin sejati yaitu: (1) Senantiasa mengingat Allah, (2) Bila mendengar ayat-ayat Allah imannya bertambah, (3) Bertawakkal, (4) Menegakkan shalat dan (5) Menginfakkan sebagain rezkinya.
Orang yang senantiasa mengingat Allah di mana saja ia berada, pastilah segala perbuatan dan tindakannya akan terkontrol dengan baik. Segala langkah dan perbuatannya akan selalu disesuaikan dengan petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah. Mereka menyadari betul bahwa dengan berbuat baik sajalah seseorang akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Mereka yang senantiasa berzikir kepada Allah, akan terlepas dari segala tipu daya Syaitan baik yang halus maupun kasar. Manusia yang telah tertipu oleh kejahatan akan berusaha menjerumuskan orang-orang yang baik dan beriman, karena orang seperti itu telah dikuasai oleh Syaitan. Akan tetapi bila orang-orang yang beriman itu berpegang teguh pada bimbingan wahyu-Nya pasti akan terhindar dari tipu daya mereka.
Manusia yang lengah dan berpaling dari mengingat Tuhan, akan tercampakkan kepada kehinaan dunia dan akhirat.
وَمَن يَعۡشُ عَن ذِكۡرِ ٱلرَّحۡمَٰنِ نُقَيِّضۡ لَهُۥ شَيۡطَٰنٗا فَهُوَ لَهُۥ قَرِينٞ
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. al-Zukhruf, [43]: 36).
Manusia mukmin yang selalu ingat kepada Allah tidak akan kehilangan kontrol pada dirinya dan keseimbangan dalam kehidupannya. Ia akan hidup istiqamah, tidah mudah diombang-ambingkan oleh kekuatan yang berada di luar dirinya.
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”. (QS. al-Ra’du, [13]: 28).
Kriteria mukmin sejati selanjutnya adalah mereka yang apabila mendengar atau memperhatikan ayat-ayat Allah, imannya bertambah kuat. Ayat-ayat Allah yang kita baca atau perhatikan, terdiri dari dua macam, yaitu ayat-ayat Qur’aniyah dan ayat-ayat yang tidak tertulis yang disebut ayat Kauniyah, segala kejadian dan peristiwa yang ada dalam alam semesta.
Suasana hati seperti itulah yang membuat Umar bin Khatab menjadi insaf, ketika ia mendengar beberapa ayat al-Qur’an. Umar waktu itu, berniat akan menyiksa adik perempuannya karena masuk Islam, ia merasa tertarik ketika mendengar adiknya membaca awal surat Thaha. Umar kemudian insaf dan segera masuk Islam mengikuti jejak adik perempuannya Fathimah.
Tawakkal adalah menyerahkan segala sesuatu kepada Allah SWT setelah berikhtiar semaksimal mungkin yang bisa dilakukan. Manusia mukmin harus bersungguh-sungguh dalam berusaha terlebih dahulu, baru kemudian bertawakkal. Nabi menggambarkan tawakkal dengan usaha terlebih dahulu, sehingga usahanya berhasil, seperti yang dijelaskan dalam hadisnya:
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا يُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا (رواه الترمذي)
“Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah, dengan tawakkal yang sebenarnya, pasti kamu akan diberi rizki seperti burung diberi rizki. Burung itu terbang di waktu pagi dalam keadaan lapar dan kembali di waktu sore dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, No: 2266).
Hadits di atas menjelaskan kepada kita perumpamaan dari ikhtiar atau usaha yang dilakukan burung yang kita lihat setiap saat. Burung-burung itu terbang ke sana-kemari mencari makanan dan baru kembali di waktu sore dalam keadaan kenyang. Selain dari kriteria di atas, insan kamil dilengkapi juga dengan kriteria selanjutnya yaitu menegakkan shalat dan menafkahkan rizki yang diperolehnya.
5. Rambut bagian depan di kuncung/ jambul seperti anak kecil , yang artinya berhati fitrah seperti anak kecil/ memiliki hati yang suci . (QS : Assyamsi , Al- A'la)
QS Asy-Syams (Matahari) adalah surat ke-91 dan Al-A'la adalah surat ke-87 dalam Al-Qur'an, keduanya adalah surat Makkiyah. Asy-Syams berisi tentang kesucian jiwa dan balasan atas perbuatan baik dan buruk, sedangkan Al-A'la berisi tentang kesucian Allah dan perintah untuk mengagungkan-Nya serta mengingat-Nya dalam salat dan kehidupan sehari-hari.
Asy-Syams
وَالشَّمْسِ وَضُحٰىهَاۖ ١
wasy-syamsi wa dluḫâhâ
Demi matahari dan sinarnya pada waktu duha (ketika matahari naik sepenggalah),
وَالْقَمَرِ اِذَا تَلٰىهَاۖ ٢
wal-qamari idzâ talâhâ
demi bulan saat mengiringinya,
وَالنَّهَارِ اِذَا جَلّٰىهَاۖ ٣
wan-nahâri idzâ jallâhâ
demi siang saat menampakkannya,
وَالَّيْلِ اِذَا يَغْشٰىهَاۖ ٤
wal-laili idzâ yaghsyâhâ
demi malam saat menutupinya (gelap gulita),
وَالسَّمَاۤءِ وَمَا بَنٰىهَاۖ ٥
was-samâ'i wa mâ banâhâ
demi langit serta pembuatannya,
وَالْاَرْضِ وَمَا طَحٰىهَاۖ ٦
wal-ardli wa mâ thaḫâhâ
demi bumi serta penghamparannya,
وَنَفْسٍ وَّمَا سَوّٰىهَاۖ ٧
wa nafsiw wa mâ sawwâhâ
dan demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-nya,
فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَاۖ ٨
fa al-hamahâ fujûrahâ wa taqwâhâlalu
Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya,
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ ٩
qad aflaḫa man zakkâhâ
sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu)
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ ١٠
wa qad khâba man dassâhâ
dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.
كَذَّبَتْ ثَمُوْدُ بِطَغْوٰىهَآۖ ١١
kadzdzabats tsamûdu bithaghwâhâ
(Kaum) Samud telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas
اِذِ انْۢبَعَثَ اَشْقٰىهَاۖ ١٢
idzimba‘atsa asyqâhâ
ketika orang yang paling celaka di antara mereka bangkit (untuk menyembelih unta betina Allah).
فَقَالَ لَهُمْ رَسُوْلُ اللّٰهِ نَاقَةَ اللّٰهِ وَسُقْيٰهَاۗ ١٣
fa qâla lahum rasûlullâhi nâqatallâhi wa suqyâhâ
Rasul Allah (Saleh) lalu berkata kepada mereka, “(Biarkanlah) unta betina Allah ini beserta minumannya.”
فَكَذَّبُوْهُ فَعَقَرُوْهَاۖ فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْۢبِهِمْ فَسَوّٰىهَاۖ ١٤
fa kadzdzabûhu fa ‘aqarûhâ fa damdama ‘alaihim rabbuhum bidzambihim fa sawwâhâ
Namun, mereka kemudian mendustakannya (Saleh) dan menyembelih (unta betina) itu. Maka, Tuhan membinasakan mereka karena dosa-dosanya, lalu meratakan mereka (dengan tanah).
وَلَا يَخَافُ عُقْبٰهَاࣖ ١٥
wa lâ yakhâfu ‘uqbâhâ
Dia tidak takut terhadap akibatnya
Al-A'la
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْاَعْلَىۙ ١
sabbiḫisma rabbikal-a‘lâ
Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi,
الَّذِيْ خَلَقَ فَسَوّٰىۖ ٢
alladzî khalaqa fa sawwâ
yang menciptakan, lalu menyempurnakan (ciptaan-Nya),
وَالَّذِيْ قَدَّرَ فَهَدٰىۖ ٣
walladzî qaddara fa hadâ
yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,
وَالَّذِيْٓ اَخْرَجَ الْمَرْعٰىۖ ٤
walladzî akhrajal-mar‘â
dan yang menumbuhkan (rerumputan) padang gembala,
فَجَعَلَهٗ غُثَاۤءً اَحْوٰىۖ ٥
fa ja‘alahû ghutsâ'an aḫwâ
lalu menjadikannya kering kehitam-hitaman.
سَنُقْرِئُكَ فَلَا تَنْسٰىٓۖ ٦
sanuqri'uka fa lâ tansâ
Kami akan membacakan (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad) sehingga engkau tidak akan lupa,
اِلَّا مَا شَاۤءَ اللّٰهُۗ اِنَّهٗ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفٰىۗ ٧
illâ mâ syâ'allâh, innahû ya‘lamul-jahra wa mâ yakhfâ
kecuali jika Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.
وَنُيَسِّرُكَ لِلْيُسْرٰىۖ ٨
wa nuyassiruka lil-yusrâ
Kami akan melapangkan bagimu jalan kemudahan (dalam segala urusan).
فَذَكِّرْ اِنْ نَّفَعَتِ الذِّكْرٰىۗ ٩
fa dzakkir in nafa‘atidz-dzikrâ
Maka, sampaikanlah peringatan jika peringatan itu bermanfaat.
سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَّخْشٰىۙ ١٠
sayadzdzakkaru may yakhsyâ
Orang yang takut (kepada Allah) akan mengambil pelajaran,
وَيَتَجَنَّبُهَا الْاَشْقَىۙ ١١
wa yatajannabuhal-asyqâ
sedangkan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya,
الَّذِيْ يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرٰىۚ ١٢
alladzî yashlan-nâral-kubrâ
(yaitu) orang yang akan memasuki api (neraka) yang besar.
ثُمَّ لَا يَمُوْتُ فِيْهَا وَلَا يَحْيٰىۗ ١٣
tsumma lâ yamûtu fîhâ wa lâ yaḫyâ
Selanjutnya, dia tidak mati dan tidak (pula) hidup di sana.
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ تَزَكّٰىۙ ١٤
qad aflaḫa man tazakkâ
Sungguh, beruntung orang yang menyucikan diri (dari kekafiran)
وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهٖ فَصَلّٰىۗ ١٥
wa dzakarasma rabbihî fa shallâ
dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia salat.
بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۖ ١٦
bal tu'tsirûnal-ḫayâtad-dun-yâ
Adapun kamu (orang-orang kafir) mengutamakan kehidupan dunia,
وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ وَّاَبْقٰىۗ ١٧
wal-âkhiratu khairuw wa abqâ
padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.
اِنَّ هٰذَا لَفِى الصُّحُفِ الْاُوْلٰىۙ ١٨
inna hâdzâ lafish-shuḫufil-ûlâ
Sesungguhnya (penjelasan) ini terdapat dalam suhuf (lembaran-lembaran) yang terdahulu,
صُحُفِ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰىࣖ ١٩
shuḫufi ibrâhîma wa mûsâ
(yaitu) suhuf (yang diturunkan kepada) Ibrahim dan Musa.
Nabi Muhammad bersabda : Barang siapa membaca surat al- Ikhlas satu kali maka ia laksana membaca sepertiga Al- Quran . Dalam hadizt lain Nabi bahkan pernah berpesan pada aisyah bahwa hendaknya ia menghatamkan Al- Quran sebelum tidur, yang dimaksud membaca surat al-ikhlas.
Tangan semar yang mengacungkan jari telunjuknya satu keatas sudah cukup mewakili maksud Surat Al- Ikhlas tentang prinsip ke Esaan Tuhan. Tokoh Semar Bodronoyo konon digagas oleh para Wali, dalam menyampaikan dakwah Islam. Faktor bahasa yang sangat minim kosa kata saat itu mungkin menjadi alasan mengapa wayang menjadi media dakwah saat itu. Sebuah pertanyaan, jika semua bahasa tidak ada dan yang ada hanya bahasa isyarat atau simbol gambar, lalu bagaimana cara menterjemahkan al-quran agar orang dapat mengerti ?
Artikel Kanti Suci Project