NYI AGENG SERANG
By, Rr. R. Kanthi Suci
Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah
Wulaningsih Retno Edi (Serang, Purwodadi, Jawa Tengah, 1752 - Yogyakarta, 1828)
adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah anak Pangeran Natapraja
yang menguasai wilayah terpencil dari kerajaan Mataram tepatnya di Serang yang
sekarang wilayah perbatasan Grobogan-Sragen. Setelah ayahnya wafat Nyi Ageng
Serang menggantikan kedudukan ayahnya. Nyi Ageng Serang adalah salah satu
keturunan Sunan Kalijaga, ia juga mempunyai keturunan seorang Pahlawan nasional
yaitu Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ia dimakamkan di
Kalibawang, Kulon Progo. Ia pahlawan nasional yang hampir terlupakan,mungkin
karena namanya tak sepopuler R.A. Kartini atau Cut Nyak Dhien tapi beliau
sangat berjasa bagi negeri ini.Warga Kulon Progo mengabadikan monumen beliau di
tengah kota Wates berupa patung beliau sedang menaiki kuda dengan gagah berani
membawa tombak.
Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah
Wulaningsih Retno Edi. Beliau lahir di Serang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah
pada tahun 1762. Beliau adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau
adalah putri bungsu dari Bupati Serang, Panembahan Natapraja yang menguasai
wilayah terpencil dari kerajaan Mataram tepatnya di Serang yang sekarang
wilayah perbatasan Purwodadi - Sragen. Setelah ayahnya wafat, Nyi Ageng Serang
menggantikan kedudukan ayahnya. Nyi Ngeng Serang adalah salah satu keturunan
Sunan Kalijaga, ia juga mempunyai keturunan seorang pahlawan nasional yaitu
Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ia dimakamkan di Kalibawang,
Kulon Progo. Beliau pahlawan nasional yang hampir terlupakan, mungkin karena
namanya tak sepopuler RA Kartini atau Cut Nyak Dien, tetapi beliau sangat
berjasa bagi negeri ini. Warga Kulonprogo mengabadikan monumen beliau di tengah
kota Wates berupa patung beliau sedang menaiki kuda dengan gagah berani membawa
tombak.
Meski merupakan putri bangsawan, namun sejak kecil Nyi
Ageng Serang dikenal dekat dengan rakyat. Setelah dewasa dia juga tampil
sebagai salah satu panglima perang melawan penjajah. Semangatnya untuk bangkit
selain untuk membela rakyat, juga dipicu kematian kakaknya saat membela
Pangeran Mangkubumi melawan Paku Buwana I yang dibantu Belanda.
Yang sangat menonjol dari sejarah perilaku dan perjuangan
Pahlawan Wanita ini antara lain ialah kemahirannya dalam krida perang,
kepemimpinan yang arif bijaksana sehingga menjadi suri tauladan bagi
penganut-penganutnya. Tekadnya keras untuk lebih maju dalam berbagai bidang,
dengan jiwa patriotisme dan anti penjajahan yang kuat dan konsekuen. Imannya
teguh terhadap Allah SWT dan terampil dalam menjalankan peran gandanya sebagai
pejuang sekalligus istri/ibu rumah tangga dan pendidik utama putra-putranya.
Sebutan Nyi Ageng Serang dikaitkan dengan kota tempat
kelahirannya yaitu kota Serang yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa
Timur (bukan kota Serang, Banten). Kota Serang menjadi terkenal, semula karena
menjadi Markas Besar perjuangan Natapraja atau Penembahan Natapraja, yaitu
rekan perjuangan Mangkubumi dalam Perang Giyanti tersebut.
Nyi Ageng Serang mewarisi jiwa dan sifat ayahandanya yang
sangat benci kepada penjajahan Belanda (VOC) dan memiliki patriotisme yang
tinggi. Menyimpang dari adat kebiasaan yang masih kuat mengingat kaum wanita
masa itu, Nyi Ageng Serang mengikuti latihan-latihan kemiliteran dan siasat
perang bersama-bersama dengan para prajurit pria. Keberaniannya sangat
mengagumkan, dalam kehidupannya sehari-hari beliau sangat berdisiplin dan
pandai mengatur serta memanfaatkan waktu untuk kegiatan-kegatan yang
bermanfaat. Pandangannya sangat tajam dan menjangkau jauh ke depan. Menurut
keyakinannya, selama ada penjajahan di bumi pertiwi, selama itu pula rakyat
harus siap tempur untuk melawan dan mengusir penjajah. Karena itu rakyat
terutama pemudanya dilatih terus-menerus dalam ha kemahiran berperang.
Hal itu rupanya dapat diketahui oleh penjajah Belanda.
Karenanya pada suatu ketika mereka mengadakan penyerbuan secara mendada
terhadap kubu pertahanan Pangeran Natapraja bersama putra-putrinya itu, dengan
kekuatan tentara yang besar. Karena usianya sudah lanjut, pemimpin pertahanan
Serang di serahkan kepada nyi Ageng Serang bersama putranya laki-laki. Walaupun
diserang dengan mendadak dan dengan jumlah dan kekuatan tentara besar, pasukan
Serang tetap berjuang dengan gigih dan melakukan perlawanan mati-matian. Dalam
suatu pertempuran yang sangat sengit putra Penembahan Natapraja, saudara
laki-laki nyi Ageng Serang, gugur. Pimpinan dipegang langsung sendiri oleh Nyi
Ageng Serang dan berjuang terus dengan gagah berani.
Namun demikian, karena jumlah dan kekuatan musuh memang
jauh lebih besar, sedangkan rekan seperjuangannya yaitu Pangeran Mangkubumi
tidak membantu lagi karena mengadakan perdamaian dengan Belanda berdasarkan
perjanjian Giyanti. (13 Februari 1755), maka akhirnya pasukan Serang terdesak,
dan banyak yang gugur sehingga tidak mungkin melanjutkan perlawan lagi.
Walaupun Nyi Ageng Serang tidak mau menyerahkan diri, akhirnya tertangkap juga
dan menjadi tawanan Belanda. Panembahan Natapraja sudah makin lanjut usia dan
menderita batin yang mendalam dengan terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.
Akhirnya beliau jatuh sakit dan wafat.
Selama Nyi Ageng Serang dalam tahanan Belanda, terjadi
perubahan-perubahan pending di Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi yang bergelar
Sultan Hamengkubuwono I telah diganti Sultan Hamengkubuwono II. Bertepatan
dengan Upacara Penobatan Sultan Hamengkubuwono II itu, Nyi Ageng Serang
dibebaskan dari tahanan Belanda dan bahkan diantarkan ke Yogyakarta untuk
diserahkan kepada Sri Sultan. Entah apa latar belakang yang sesungguhnya
sehingga hal itu terjadi. Yang dapat diketahui dengan jelas ialah bahwa
kedatangan Nyi Ageng Serang di Yogyakarta disambut secara besar-besaran dengan
tata cara penghormatan yang tinggi sesuai adat keraton. Upacara itu dilakukan
mengingat jasa dan patriotisme almarhum Panembahan Natapraja dan Nyi Ageng
Serang serta keharuman nama Pahlawan Nasional Wanita itu sendiri.
AHLI STRATEGI DIPONEGORO
Berkat keahliannya dalam strategi perang, ia diangkat
menjadi penasihat siasat perang Pangeran Diponegoro. Hingga usia senja, ia
masih memimpin pasukan melawan kolonial.
Di masa lalu ketika Lihat Daftar Tokoh Perempuan
perempuan belum mendapatkan kesempatan yang sama dengan
kaum pria, peranan mereka hanya sebagai konco wingking (pengurus soal dapur).
Namun, sebutan itu tidak berlaku bagi Nyi Ageng Serang. Pemilik nama asli Raden
Ajeng Kustiah Retno Edi ini adalah seorang ahli strategi yang handal. Kodratnya
sebagai seorang Lihat Daftar Tokoh Perempuan
perempuan sama sekali tak menghalanginya untuk mengangkat
senjata ketika menjalankan perannya sebagai seorang panglima perang.
Kata "Serang" di belakang namanya diambil dari
nama sebuah desa terpencil, Serang, yang menjadi tempat kelahiran Nyi Ageng
Serang. Desa itu terletak 40 kilometer sebelah utara Solo dekat Purwodadi, Jawa
Tengah.
NYI AGENG SERANG KECIL
Nyi Ageng Serang sejak kecil memiliki rasa nasionalisme
yang tinggi. Ayahnya, Pangeran Natapraja merupakan Bupati Serang Wakil Presiden
Republik Indonesia (1972-1978)
Yogyakarta yang juga dikenal sebagai Panembahan Serang.
Panembahan Serang diangkat menjadi salah satu panglima perang Pangeran
Mangkubumi dari Raja Kerajaan Mataram
Mataram ketika menghadapi serangan Belanda.
Perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir dengan
ditandatanganinya Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Pangeran Mangkubumi naik
tahta menjadi Sultan Yogya dengan gelar Hamengkubuwono I yang berkedudukan di
Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978)
Yogyakarta. Meskipun ada hal yang sedikit mengganjal
dalam hati karena tidak menyetujui perjanjian tersebut, Panembahan Serang tetap
memelihara pasukannya.
Penyerangan secara besar-besaran pun dilancarkan Belanda
setelah mengetahui situasi tersebut. Nyi Ageng Serang yang kala itu telah
tumbuh dewasa ikut serta berjuang di medan perang menghadapi gempuran Belanda.
Pertempuran itu pun berakhir dengan kemenangan Belanda, Nyi Ageng tertangkap
untuk kemudian dibawa ke Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978)
Yogyakarta. Beberapa lama kemudian, ia dibawa kembali ke
Serang.
Untuk sementara waktu ia hidup tenang sebagai pemimpin
masyarakat, namun hasrat terpendamnya untuk mengusir Belanda dari bumi pertiwi
tak jua sirna.
Memasuki abad 19, Belanda semakin menunjukkan
kekuasaannya di tanah Jawa. Raja-raja Jawa baik Raja Kasunanan Surakarta,
1893-1939
Surakarta maupun Yogyakarta mengakui subordinasinya
terhadap kekuasaan Belanda. Sementara itu di Yogyakarta terjadi kegelisahan
akibat tindakan-tindakan pemerintah Belanda.
Peraturan-peraturan yang dibuat oleh para penguasa
Belanda sangat merendahkan martabat raja-raja Jawa. Dalam istana timbul dua
golongan, yang pro dan yang anti-Belanda. Keadaan rakyat yang semakin sengsara,
perampasan tanah-tanah rakyat yang akan dijadikan perkebunan milik Lihat Daftar
Tokoh Pengusaha
pengusaha-Lihat Daftar Tokoh Pengusaha
pengusaha Eropa menyebabkan terjadinya Perang Pemimpin
Perang Diponegoro
Diponegoro (1825-1830).
Tak hanya itu, masalah internal keraton juga turut
menjadi faktor pemicu meletusnya perang tersebut. Kehadiran pemerintah Belanda
yang sejak awal ingin menguasai Jawa menimbulkan kebencian di hati Nyi Ageng
Serang. Ia pun turut melibatkan diri dalam Perang Pemimpin Perang Diponegoro
Diponegoro dan diangkat sebagai pinisepuh.
Nyi Ageng yang saat itu sudah berusia senja (73 tahun)
didampingi oleh cucunya Raden Mas Papak memimpin pasukan perjuangan Pangeran
Pemimpin Perang Diponegoro
Diponegoro. Pangeran Diponegoro selalu mendengarkan
nasihat-nasihat Nyi Ageng Serang.
Dengan pasukan Nataprajan ia bergerak di daerah Serang,
Purwodadi, Gundih, Semarang, Demak, Kudus, Juwana, dan Rembang. Usia rupanya
tak menghalangi Nyi Ageng dalam bertarung di peperangan. Bahkan ketika Wakil
Panglima Besar (1962-1965) Ketua MPRS (1966-1972)
perang gerilya di sekitar desa Beku, Kabupaten Kulon
Progo, ia memimpin langsung pasukannya.
Pangeran Diponegoro pernah menugaskan pasukan Nyi Ageng
Serang untuk mempertahankan daerah Prambanan yang telah direbut oleh Tumenggung
Suronegoro dengan menghalau Belanda yang menjaganya.
Karena fisiknya yang tak lagi memungkinkan apalagi ketika
berada di medan yang berat untuk dilalui, membuat Nyi Ageng selalu dipikul
dengan tandu. Di atas tandu itu ia memimpin pasukannya.
Salah satu strategi jitu dalam medan perang adalah
penggunaan daun keladi hijau (Bhs. Jawa: Lumbu). Dengan daun itu Nyi Ageng
memerintahkan pasukannya melindungi kepalanya untuk penyamaran sehingga tampak
seperti kebun tanaman keladi jika dilihat dari kejauhan. Musuh akan diserang
dan dihancurkan bila sudah dekat dan dalam jarak sasaran.
Strategi yang kerap diterapkan Nyi Ageng membuat Pangeran
Diponegoro mengakui kehandalan tokoh Lihat Daftar Tokoh Perempuan
wanita ini. Ia kemudian mengangkat Nyi Ageng menjadi
salah seorang penasehatnya. Kedudukan Nyi Ageng sebagai penasehat sejajar
dengan Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Joyokusumo dalam siasat perang.
Akhirnya karena sudah tua dan lemah, Nyi Ageng
mengundurkan diri dari medan pertempuran. Setelah itu ia menetap di rumah
keluarga Nataprajan di Yogyakarta sampai ia wafat tahun 1828 pada usia 76 tahun
karena sakit. Pada saat kepergiannya, Perang Diponegoro masih berlangsung. Rasa
patriotisme Nyi Ageng tetap berkobar, hal itu ditunjukkan dengan permintaannya
kepada para laskar agar menyatukan jasadnya di Beku yang telah berhasil direbut
dari Belanda lewat Wakil Panglima Besar (1962-1965) Ketua MPRS (1966-1972)
perang gerilya, karena ia ingin tetap menyatu dalam
perjuangan bangsanya.
Nyi Ageng Serang memberi teladan akan keuletan dan
militansi dalam mengejar suatu tujuan. Banyak orang memiliki kehendak baik dan
kemampuan namun tidak memiliki mental dan kehendak yang kuat untuk mencapainya.
Atas jasa-jasanya pada negara, Nyi Ageng Serang diberi
gelar Lihat Daftar Pahlawan Nasional
pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik
Indonesia No. 084/TK/Tahun 1974, tanggal 13 Desember 1974