Jaminan Keaslian dan Kemurnian serta Terpeliharanya Al-Quran
Kebenaran Al-Quran adalah sesuatu yang pasti. Karena Al-Quran merupakan perkataan Allah SWT yang Maha Benar. Dan Allah SWT menjamin keaslian Al-Quran :
إِنّا نحنُ نزّلنا الذِّكر وإِنّا لهُ لحافِظُون
Artinya :
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al -Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya .(QS. Al-Hijr : 9)
Tidak ada seorang pun yang bisa memalsukan ayat-ayat Al-Quran, karena jaminan dari Allah SWT yang memang bisa kita lihat buktinya secara langsung.
Dan secara teknis, kemustahilan pemalsuan Al-Quran itu masuk akal, mengingat beberapa hal :
1. Dibaca Rutin dan Dihafal Berjuta Manusia.
Selain ditulis, Al-Quran sampai kepada kita lewat hafalan yang merupakan keunggulan bahasa Arab.
Sejak diturunkan di masa Rasulullah SAW, sebenarnya Al-Quran itu lebih dominan dihafal ketimbang ditulis. Bukan hanya dihafal saja, tetapi Al-Quran dibaca tiap hari lima kali dalam shalat fardhu.
Kenapa lebih dominan dihafal? Karena Al-Quran itu turun dalam format suara dan bukan dalam format teks. Dan kelebihan bahasa Arab itu mudah dihafal dibandingkan menghafal kalimat dalam bahasa lainnya.
Saat ini di permukaan bumi ini ada bermilyar manusia yang menghafal ayat-ayat Al-Quran sebagiannya, dan ada ribuan umat Islam yang menghafal seluruh ayatnya yang lebih dari 6 ribuan. Mereka membacanya berulang-ulang setiap hari, setidaknya lima kali sehari.
Sekali saja ada orang yang salah membaca Al-Quran, akan ada ribuan orang yang mengingatkan kesalahan itu. Semua itu menjelaskan firman Allah SWT bahwa Al-Quran itu memang dijaga keasliannya oleh Allah SWT Tidak mungkin Al-Quran ini punah atau dipalsukan.
Al-Quran dari segi periwayatannya sangat pasti benarnya, sehingga para ulama menyebut hal ini dengan ungkapan : qat’iyu ats-tsubut (قطعي الثبوت).
Selain Al-Quran, di dunia ini tidak ada satu pun kitab suci yang bisa dihafal oleh pemeluknya. Selain karena kitab-kitab suci mereka agak rancu sebagaimana kerancuan perbedaan doktrin dan perpecahan sekte dalam agama itu, juga karena kitab-kitab itu terlalu beragam versinya. Bahkan seringkali mengalami koreksi fatal dalam tiap penerbitannya.
Oleh karena itu kita belum pernah mendengar ada Paus di Vatican sebagai pemimpin tertinggi umat Kristiani sedunia, yang pernah menghafal seluruh isi Injil atau Bible di luar kepala.
Para pendeta Yahudi tertinggi tidak ada satu pun yang mengklaim telah berhasil menghafal seluruh isi Talmud atau Taurat secara keseluruhan dari ayat pertama hingga ayat yang penghabisan.
Dan tidak ada satu pun dari para Biksu Budha di seluruh dunia yang dikabarkan pernah menghafal Tripitaka. Dan tak satu pun petinggi dari agama Hindu yang pernah dinyatakan menghafal Veda.
2. Sudah Ditulis Sejak Turun.
Tidak seperti kitab lainnya, Al-Quran itu langsung ditulis seketika begitu turun dari langit. Rasulullah sendiri punya para penulis wahyu yang spesial bertugas untuk menuliskannya setiap saat. Tidaklah Rasulullah SAW meninggal dunia kecuali seluruh ayat Al-Quran telah tertulis di atas berbagai bahan, seperti pelepah kurma, kulit, dan lainnya.
Kalau kita bandingkan dengan kitab-kitab yang disucikan agama lain seperti Injil, Taurat, Zabur dan kitab suci lainnya, memang amat jauh perbedaannya. Kitab-kitab itu tidak pernah ditulis saat turunnya, meski kebudayaan yang berkembang di masa itu cukup maju dalam bidang tulis menulis.
Kalau pun saat ini ada musium yang menyimpan naskah Injil, naskah itu bukan naskah asli yang ditulis saat Nabi Isa alahissalam masih hidup. Tetapi merupakan naskah yang ditulis oleh orang lain, dan ditulis berabad-abad sepeninggal Nabi Isa alaihissalam.
Jangankah umat Islam, umat Kristiani pun masih berselisih paham tentang keaslian kitab mereka sendiri.
a. Dijilid Dalam Satu Bundel.
Di masa khilafah Abu Bakar ash-shiddqi radhiyallahuanhu berbagai tulisan ayat Al-Quran yang masih terpisah-pisah itu kemudian disatukan dan dijilid dalam satu bundel.
Saat itu dikhawatirkan ada 70 penghafal Al-Quran telah gugur sebagai syuhada, sehingga Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu mengusulkan agar proyek penulisan ulang Al-Quran segera dijalankan. Hasilnya berupa satu mushaf standar yang sudah baku.
b. Distandarisasi Penulisannya.
Di masa khalifah Utsman bin Al-Affan radhiyallahuanhu, dilakukan standarisasi penulisan Al-Quran, karena telah terdapat perbedaan teknis penulisan yang dikhawatirkan akan menjadi bencana di masa yang akan datang.
Sekedar untuk diketahui, bangsa Arab sebelumnya tidak terlalu menonjol dengan urusan tulis menulis, karena mereka tidak merasa membutuhkannya. Mengingat mereka mampu menghafal ribuan bait syair dengan sekali dengar, sehingga tidak merasa perlu untuk mencatat atau menuliskan sesuatu kalau tidak penting-penting amat.
Kalau pun ada tulis menulis, belum ada standarisasi teknis penulisan. Oleh karena itulah maka dibutuhkan sebuah standarisasi penulisan di masa khalifah Utsman.
Dan dengan adanya penulisan yang standar itu, maka semua mushaf yang pernah ditulis dikumpulkan dan dimusnahkan dengan cara dibakar. Sehingga yang ada hanya yang sudah benar-benar mendapatkan pentashihan dalam teknis penulisannya. Dan dikenal dengan istilah rasam Utsmani.
Tafsir Surat Al-Hijr Ayat 9 Menerangkan Jaminan Allah atas Terjaganya Orisinalitas Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam. Bagi kaum muslimin, al-Qur’an adalah petunjuk utama yang mengatur jalan hidup mereka dalam berbagai permasalahan. Umat Islam meyakini bahwa al-Qur’an adalah sumber kebenaran absolut yang disampaikan oleh Allah melalui RasulNya.
Al-Qur’an juga diyakini sebagai sesuatu yang langsung dari tuhan, bukan buatan manusia dan juga merupakan kitab terakhir yang diturunkan kepada umat manusia. Oleh karena itu, untuk membuktikan ke-absolutannya, Allah sendiri menjamin bahwa orisinalitas (keaslian) al-Qur’an akan selalu terjaga selamanya, tak seorangpun mampu untuk men-tahrif (mengubah) al-Qur’an. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat al-Hijr ayat 9:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ﴿ ٩: ١٥﴾
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr: 9)
Al-Qurthubi menjelaskan bahwa maksud dari ayat di atas adalah Allah akan menjaga al-Qur’an dari segala macam bentuk perubahan (baik penambahan atau pengurangan) dan akan selalu terjaga orisinalitasnya. Perbedaan mendasar antara al-Qur’an dengan kitab samawi lainnya adalah Al-Qur’an mendapat jaminan bahwa Allah sendirilah yang akan menjaganya sedangkan kitab samawi lain tidak mendapatkan jaminan itu. Dengan artian, penjagaan kitab samawi lain diserahkan kepada umatnya masing-masing sehingga banyak terjadi perubahan dan perbedaan seperti yang kita temui sekarang.
Pertanyaannya, kalau memang al-Qur’an sudah dijamin keasliannya oleh Allah, kenapa para sahabat harus repot-repot mengumpulkan al-Qur’an dalam satu mushaf ?
Dalam Mafatih al-Ghoib, ar-Razi menjelaskan bahwa pengumpulan al-Qur’an pada masa sahabat termasuk bukti bahwa Allah menjaga al-Qur’an dengan cara memberi inisiatif di hati para Sahabat untuk melakukan pengumpulan tersebut.
Di sisi lain, para ulama memang berbeda pandangan mengenai bagaimana cara Allah menjaga orisinalitas Al-Qur’an. Sebagian ulama berpendapat bahwa Allah menjaga al-Qur’an dengan cara menjadikannya sebagai mukjizat yang tidak bisa ditiru manusia. Oleh sebab itu, ketika ada yang mencoba menambah atau mengurangi sesuatu dari al-Qur’an, perubahan tersebut akan mudah diketahui karena rusaknya rangkaian al-Qur’an yang bernilai mukjizat (perubahan tersebut akan dikenali secara mudah karena pasti ada perbedaan yang signifikan antara kalimat buatan manusia dan buatan tuhan).
Sebagian lain berpandangan bahwa Allah menjaga al-Qur’an dengan cara menjadikannya mudah dihafal oleh banyak orang (seperti yang kita tahu, penghafal al-Qur’an mencapai ratusan juta orang dari berbagai belahan dunia). Sehingga ketika ada yang mengubah al-Qur’an, pasti perubahan tersebut akan segera diketahui dari hafalan jutaan huffadz (penghafal al-Qur’an) tersebut. Banyaknya huffadz (penghafal al-Qur’an) juga menjadikan al-Qur’an mencapai derajat mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang sehingga mustahil bersepakat untuk berdusta dan memalsukan al-Qur’an).
Untuk menguatkan kebenaran ayat di atas, al-Qurthubi mengisahkan bahwa suatu hari al-Ma’mun (salah satu raja dinasti Abbasiyah) bertanya perihal sebab masuknya seorang yahudi ke dalam Islam. Akhirnya, sang yahudi bercerita: “Suatu hari, aku ingin menguji kebenaran agama-agama samawi. Karena tulisanku bagus, aku ingin menulis kitab-kitab agama samawi.
Pertama, aku menulis 3 kitab Injil dan mengubah beberapa kata di dalamnya. Kemudian aku datangi gereja dan menjual 3 kitab tersebut. Ternyata mereka membelinya dan tidak mengetahui perubahan yang aku lakukan. Kedua, aku lakukan hal yang sama pada kitab Taurat. Aku jual ke pihak sinagog. Sama dengan pihak gereja, mereka bersedia untuk membelinya dan tidak tahu perubahan yang kulakukan.
Terakhir, aku menulis 3 al-Qur’an dengan menyelipkan beberapa perubahan. Ketika aku jual ke orang Islam, mereka membacanya terlebih dulu dan betapa kegetnya aku, mereka tahu bahwa al-Qur’an yang aku tulis banyak perubahannya. Akhirnya, mereka menolak untuk membeli tulisan al-Qur’anku. Dari kejadian inilah aku sadar bahwa kitab yang masih terjaga keasliannya hanyalah al-Qur’an. Inilah penyebab mengapa aku masuk Islam.”
Selain kisah di atas, dalam kitab Tarikh Ushul al-Fiqh, Ali Jum’ah (mantan Mufti Mesir) juga menceritakan kejadian yang luar biasa mengenai bukti keaslian al-Qur’an. Begini kejadiannya.
Sebelum perang dunia ke-2, pemerintah Jerman mengumpulkan beberapa ilmuan dalam jumlah besar dan mendirikan sebuah Lembaga di Berlin yang bertugas untuk mencari kesalahan dan tahrif (perubahan) dalam al-Qur’an. Kemudian, mereka mengumpulkan 30 ribu naskah dan manuskrip mushaf al-Qur’an lintas zaman dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
Setelah meneliti 75% dari keseluruhan naskah al-Qur’an selama bertahun-tahun, mereka sama sekali tidak menemukan kesalahan atau perbedaan di antara mushaf-mushaf tersebut. Akhirnya, pemerintah Jerman membuat pernyataan bahwa tidak ditemukan kesalahan atau perbedaan di antara mushaf-mushaf yang mereka kumpulkan walaupun mushaf-mushaf tersebut berasal dari tahun yang berbeda. Kisah ini juga diamini oleh Humadillah dalam tulisannya di majalah Ummat. Humaidillah mengatakan bahwa Lembaga ini, beserta isi dan ilmuannya, semua hancur ketika perang dunia ke-2 terjadi. Mungkin ini adalah balasan Allah bagi orang-orang yang menentangNya. Na’udzu billah min dzalik.
Akhir kata, penjelasan di atas kiranya cukup untuk menegaskan bahwa al-Qur’an benar-benar sumber kebenaran yang sejati. Al-Qur’an adalah wahyu yang murni berasal dari Allah, sama sekali tidak ada campur tangan manusia di dalamnya. karena kalau seandainya al-Qur’an adalah buatan manusia, niscaya akan terjadi banyak perubahan dan perbedaan di dalamnya (an-Nisa: 82). Al-Qur’an tidak akan lekang oleh zaman karena Allah sendirilah yang akan menjaganya.
Wa Allahu a’lam.
Sumber referensi :
Jum’ah, Ali. 2015. Tarikh Ushul al-Fiqh. Kairo: Dar al-Muqottom.
Al-Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad. Tt. Tafsir al-Qurthubi. Kairo: Dar ar-Rayyan.
Ar-Razi, Fakhruddin. 1981. Mafatih al-Ghoib. Lebanon: Dar al-Fikr.
Asyur, Muhammad Thahir Ibnu. 1984. Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir. Tunisia: ad-Dar at-Tunisiyyah.
Kanti Suci Project