NERAKANYA WALIYULLOH
Neraka atau deritanya Wali-Wali dan ahli-ahli makrifat itu bukan disebabkan dosanya. Namun karena keprihatinan Mereka terhadap gelapnya hati manusia, yang mana hampir-hampir tidak bisa dibersihkan lagi. Jika demikian, hendaknya banyak manusia itu meminta 'hati' yang baru kepada Alloh.
Wali-wali itu merintih pada malam-malamnya, segala daya upaya metode coba Mereka kenakan pada manusia, barangkali ada perubahan. Namun sungguhlah teramat sulit mengubah hati itu, lebihlah mudah mengangkat gunung untuk dipindah. Meskipun demikian berat, tidak ada putus asa pada mereka disebabkan Sabar Mereka adalah SabarNya Alloh sendiri.
Wali-wali itu menyayangi semua manusia jauh melebihi sayangnya seorang ibu terhadap buah hatinya. Wali-wali itu selalu perbuat baik dan membimbing dengan ikhlas, yang banyak tidak diketahui oleh manusia apa yang telah mereka perbuat.
Kebanyakan Mereka tidak mempunyai harta, sebab banyak manusia nanti mencurigai kalau berharta itu materialistis. Padahal bagi Wali-wali itu tidak ada beda antara emas dengan batuan biasa. Kebanyakan Mereka tidak punya 'sakti' atau 'supranatural', nanti ditakutkan orang yang mengikuti hanya mengejar 'karomah fisik' itu. Kebanyakan mereka tidak bergelar Mursyid atau Syeh, sebab dikhawatirkan orang yang mengikuti karena 'nama besar' bukan karena ikhlas.
Mereka terlihat biasa saja, biasaaa sekali, maka sulitlah manusia ramai mengetahuinya. Alat deteksinya hanyalah 'rasa yang bening', getaran kepekaan hati. Bilamana hati itu cenderung terlatih peka terhadap nestapa di sekelilingnya, dan ia terlatih untuk mengesampingkan ego guna berbuat meringankan nestapa-nestapa itu. Maka hati yang seperti itu, Insya Alloh lebih mudah mendeteksi Waliyulloh.
Jin juga tidak bisa mendeteksi Waliyulloh, jadi tidak usah bertanya pada jin. Bahkan dalam sebuah kitab, Jibril itu juga kesulitan mendeteksi gerangan sang Wali dan gerangan sejatinya 'Muhammad Rasululloh'. Maka orang-orang yang beruntung mengenali 'Muhammad Rasululloh' dan Waliyulloh, ia lebih tinggi derajatnya dari pada Jibril.
Neraka atau deritanya Wali-wali itu bukan disebabkan adanya keburukan pada Mereka, melainkan karena keprihatinan Mereka terhadap kotornya hati manusia. Yang telah membuat energi bumi ini menjadi semakin pekat kegelapannya. Manusia suci itu selalu menangis di dalamnya, kadang tangisannya tampak juga ke permukaan.
Segala daya upaya metode kesadaran akan Mereka kenakan pada manusia, agar ada perubahan positif. Namun sungguhlah teramat sulit membenahi hati itu, lebihlah mudah mengangkat gunung untuk dipindah. Meskipun demikian berat, tetap tidak ada putus asa pada Mereka disebabkan Sabar Mereka adalah SabarNya Tuhan sendiri.
Manusia suci itu menyayangi semua manusia dengan cinta kasih yang tulus, sebab Mereka mendudukkan seluruh manusia sebagaimana anak-anak tercintanya sendiri. Segala kiprah Mereka bagi alam semesta selalu ikhlas, yang tidak diketahui oleh banyak manusia apa yang telah mereka perbuat tersebut.
Jiwa yang berada pada ragawi manusia suci adalah jiwa alam, yaitu jiwa-jiwa yang telah keluar dari lingkaran sebab-akibat. Jiwa-jiwa sukarelawan yang berkenan mem-bumi untuk menemani pertumbuhan jiwa manusia yang sedang berkembang. Sehingga manusia suci bukanlah mewakili sebuah agama, dogma, ideologi, atau kepercayaan tertentu, Mereka itu men-semesta, Mereka universal.
93% manusia suci tidak terkenal, tidak bergelimang harta, tidak punya "sakti" atau "supranatural", tidak bergelar Mursyid, Syeh, Habib, Master, atau predikat-predikat semacam itu. Kebanyakan hanya punya murid sejati yang sangat sedikit, para kekasih Tuhan akan lebih memilih menghilang daripada namanya menjadi besar.
Seluruh manusia suci yang tersebar di alam semesta ini pasti mengenal pimpinan Mereka, mengenal Sang Pamomong Jagad (Al Ghouts). Ibarat setiap lebah akan mengenal ratunya, ibarat sebuah jaringan IP akan mengenal servernya. Kalau tidak mengenal "Rajanya manusia suci" pada periode dia hidup, berarti dia belum mampu "hening", dia belum tercerahkan. Sebab dalam keheningan, seluruh jiwa suci di alam semesta terhubung tanpa terkecuali, melampaui seluruh dimensi ruang dan waktu.
Para manusia suci akan terlihat biasa saja, biasaaa sekali, maka sulitlah manusia ramai mengetahuinya. Alat deteksinya hanyalah "keheningan", atau minimal dengan getaran kepekaan hati. Yaitu bilamana hati seseorang cenderung terlatih peka terhadap nestapa di sekelilingnya, dan ia terlatih untuk mengesampingkan ego guna berbuat meringankan nestapa-nestapa itu. Maka hati yang seperti itu, akan lebih mudah "mendeteksi" manusia-manusia suci.
Jin tidak bisa "mendeteksi" manusia suci, tidak bisa menyamar sebagai Mereka. Sebab area itu adalah area ilahi yang tidak bisa dilanggar oleh semua hal yang tidak ilahi. Bahkan dalam sebuah kitab dikatakan bahwa Jibril (simbol ilmu hakikat) itu juga kesulitan "mendeteksi" para kekasih Tuhan yang sejati. Maka orang-orang yang secara mandiri, mampu mengenali Sang Pamomong Jagad dan manusia suci lainnya, lebih tinggi derajatnya dari Jibril.
Begitulah para manusia suci hari-harinya diwarnai tangisan, baik tampak maupun tidak tampak. Sebab bagi Mereka, jiwa-jiwa manusia yang lain adalah juga jiwa Mereka sendiri. Dan orang-orang yang "dikehendaki" bisa taslim kepada manusia-manusia suci, berarti memang sudah jatahnya dalam episode kehidupan ini. Jatah untuk jiwanya bertumbuh secara signifikan.
Ketasliman bukan berarti seorang murid tidak boleh memiliki kehendak sendiri, namun dalam taslim, justru 100% dalam totalitas kesadaran berkehendak. Men-selaraskan diri dengan alam semesta, bukan dikuasai dan diperbudak oleh ego.
Sumber referensi
Karya dari : Dwi Artanto