Panjang angan-angan - طُولُ الأَمَلِ
Angan-angan dalam kehidupan seorang hamba selalu memberikan warnanya, membayangkan sesuatu yang belum terjadi (menjadi harapannya). Marilah kita simak bagaimana ajaran Islam memandang hal tersebut. Dalam firman Allah Swt. surah al-Hadid ayat 16 yang berbunyi,
"Janganlah kalian seperti orang-orang yang telah diberikan kitab (Ahlul Kitab) sebelumnya, panjang angan-angan mereka sehingga rusak hati mereka. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."
Panjang angan, disebut juga thulul amal, adalah banyak mengangankan perkara dunia dan cinta dunia. Disebutkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, " Hati orang yang sudah tua akan senantiasa seperti anak muda dalam menyikapi dua hal: cinta dunia dan panjang angan-angan." (HR. Bukhari).
Panjang angan-angan ini betul-betul berdampak buruk karena akan merusak hati, dan Sang Baginda Muhammad Saw. mengingatkan bahwa hati orang yang sudah tua akan seperti anak saat cinta dunia dan panjang angan-angan. Betapa beratnya ujian bagi orang yang sudah tua, semestinya mengumpulkan bekal perjalanan kekalnya masih bersikap (hatinya) seperti anak muda karena cintanya pada dunia.
Pada akhir Dzulqa'dah 545 H, Syekh Abdul Qadir al-Jailani berceramah di pondoknya sebagai berikut :
Ada yang bertanya, " Bagaimana cara mengeluarkan cinta dunia dari hatiku?. Maka aku menjawab, " Lihatlah bagaimana dunia memperlakukan para pemilik dan pencintanya. Tengoklah bagaimana dunia memperdaya, mempermainkan, dan membiarkan mereka mengejarnya. Dunia menaikkan derajat mereka sedikit demi sedikit hingga posisi mereka lebih tinggi dari orang lain dan dikagumi.
Dunia menampakkan khazanah dan keajaibannya di hadapan mereka. Ketika mereka berada di puncak kebahagiaan karena kedudukan tinggi, kehidupan yang baik dan kemuliaan dunia, tiba-tiba dunia merenggut diri mereka. Menjerat, menipu, dan melemparkan mereka dari ketinggian dengan kepala di bawah sehingga badan mereka terpotong-potong, hancur dan binasa. Dalam kondisi demikian, dunia berdiri mentertawakan mereka dan iblis yang ada di sampingnya pun ikut mentertawakan mereka."
Jika kita melihat cacat-cacat dunia dengan mata hati, niscaya kita akan mampu membersihkan dunia dari hati. Namun jika kita memandang dengan mata kepala, tentu kita akan tergoda dengan keindahan, kelezatan dan gemerlapnya dunia, daripada mempertimbangkan aibnya. Dengan demikian, kita tak akan sanggup mengeluarkan dunia dari dalam hati.
Ali ibn Abi Thalib berkata, " Perkara yang paling aku takutkan adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Adapun mengikuti hawa nafsu, ia akan memalingkan dari kebenaran. Adapun panjang angan-angan, ia akan membuat lupa akan akhirat" (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim). Bagaimana seharusnya sikap yang benar? Adalah sedikitkan angan-angan dalam urusan dunia, lebih banyak fokus dan perhatian pada urusan akhirat. Ibarat orang yang hendak mampir untuk singgah, maka sedikit sekali urusannya dengan tempat singgahnya. Akhirat laksana tujuan dan dunia seperti halte, sehingga dalam berhenti di halte tentu cukup sebentar dan tujuan akhir merupakan " tempat " berhenti selamanya (kekal).
Diriwayatkan dari Abu Darda' radhiyallahu 'anhu, ia adalah orang yang terhormat di kalangan penduduk Hams, ia berkata: "Tidakkah anda merasa malu membangun sesuatu yang tidak anda tempati, melamunkan sesuatu yang tidak akan dapat anda gapai, dan mengumpulkan sesuatu yang tidak anda makan. Sesungguhnya orang-orang sebelum anda membangun bangunan yang kokoh, mengumpulkan (harta dunia) yang banyak dan berangan-angan begitu jauh. Tetapi yang menjadi tempat mereka adalah kuburan, angan-angan mereka adalah tipuan belaka, dan apa yang mereka kumpulkan itu hanyalah sebuah kehancuran."
Berangan-angan di waktu senggang menjadi kenikmatan bagi yang lalai, karena hal itu sama dengan membuang waktu dengan percuma. Seseorang berangan-angan menjadi pemimpin suatu negeri, ia sudah merencanakan segala sesuatunya jika nanti menang kontestasi. Perencanaan tidak dilarang dalam Islam justru agar dibuat dengan sebaik-baiknya (istilah sekarang renstra, rencana strategis). Namun semua keputusan akhir ada pada-Nya, sehingga jika sudah membuat rencana dan menjalankannya maka bertawakallah dan serahkan hasil kepada Allah Swt. Masih banyak calon pemimpin yang berserah diri pada selain-Nya seperti pada dukun (orang pintar), pada benda-benda yang dianggap keramat dan lain-lain. Inilah ujian keimanan seorang calon pemimpin. Kekuasaan jika tidak dilandasi keimanan akan muncul sifat serakah (ini terjadi karena nafsu telah mendominasi), karena seperti ungkapan bahwa kekuasaan itu cenderung berlaku korup. Sifat seperti ini selalu diikuti dengan sifat cinta dunia.
Semoga kita termasuk golongan yang bukan senang berpanjang angan-angan dan cinta dunia. " Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan dan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. al-Baqarah ayat 201).
Harakat
طُولُ الأَمَلِ
Panjang angan-angan
Makna secara terminologi :
الطَّمَعُ في طُولِ العَيْشِ مع شِدَّةِ الحِرْصِ على شَهَواتِ الدُّنْيا وتَرْكِ الاسْتِعْدادِ لِلْمَوْتِ.
Tamak untuk hidup lama disertai sikap rakus terhadap nikmat dunia dan tidak mempersiapkan (bekal) untuk kematian.
Syarah Ringkas
طُولُ الأَمَلِ: هو الحِرْصُ على الدُّنيا والإقْبالُ عليها، والحُبُّ لها، والإعراضُ عن الآخِرَةِ. وهو يَنْقَسِمُ إلى قِسْمَيْنِ: 1- طُولُ الأَمَلِ بِقَصْدِ الاسْتِمْتاعِ بِشَهَواتِ الدُّنْيا وتَرْكِ الاسْتِعْدادِ لِلْآخِرَةِ، وهذا مَذْمومٌ قَبِيحٌ؛ لِما يَترتَّب عليه مِن نسيانِ الآخِرَةِ وما أعدّ الله فيها مِن النَّعيم المُقيم لأهل طاعته، ومِن العَذابِ الألِيم لأهلِ المَعاصِي. وهذا القِسم له سَبَبانِ: أحدُهما: الجَهْلُ، والآخَر: حُبُّ الدُّنيا. 2- طُولُ الأَمَلِ بِقَصْدِ الاسْتِزادَةِ مِن الطَّاعاتِ وحُسْنِ العَمَلِ واسْتِدْراكِ ما فاتَ، فهذا مَحْمودٌ. اعلم أنّ النّاس في ذلك يتفاوتون؛ فمنهم من يأمل البقاء، ويشتهي ذلك أبدا. ومنهم من يأمل البقاء إلى الهرم وهو أقصى العمر الّذي شاهده ورآه وهو الّذي يحبّ الدّنيا حبّا شديدا.
Panjang angan-angan ialah sikap rakus terhadap dunia, mengejar dan mencintanya, dan berpaling dari akhirat. Panjang angan-angan terbagi dua :
1. Panjang angan-angan dengan tujuan menikmati nafsu dunia dan tidak melakukan persiapan untuk akhirat. Ini tercela dan jelek karena menyebabkan lupa terhadap akhirat dan terhadap apa yang Allah siapkan di sana berupa kenikmatan abadi bagi orang-orang yang taat dan azab pedih bagi orang-orang yang bermaksiat. Jenis ini memiliki dua sebab: pertama kebodohan, dan yang kedua cinta dunia.
2. Panjang angan-angan dengan tujuan menambah ketaatan, amal baik, dan memperbaiki yang kurang. Dan ini terpuji. Ketahuilah, manusia berbeda-beda dalam hal ini. Di antara mereka ada yang mengharapkan dan menginginkan keabadian selama-lamanya. Dan di antara mereka ada yang berangan-angan memiliki umur panjang sampai tua, yaitu umur paling panjang yang pernah dia saksikan dan dia lihat. Inilah orang yang mencintai dunia dengan kecintaan yang tinggi.
Jauhi Sifat Panjang Angan-angan.
Di antara akhlak yang tercela adalah panjang angan-angan. Panjang angan-angan disebut juga thulul amal atau thulul amad, adalah terlalu banyak mengangankan perkara dunia dan cinta dunia.
Definisi thulul amal dijelaskan para ulama :
وقال المناويّ: الأمل: توقّع حصول الشّيء، وأكثر ما يستعمل فيما يستبعد حصوله
أمّا طول الأمل: فهو الاستمرار في الحرص على الدّنيا ومداومة الانكباب عليها مع كثرة الإعراض عن الآخرة
“Al-Munawi mengatakan: al-amal artinya mengangankan terjadinya sesuatu. Namun istilah ini lebih sering digunakan untuk sesuatu yang kemungkinannya kecil untuk diraih.
Adapun thulul amal artinya: terus-menerus bersemangat mencari dunia dan mencurahkan segala hal untuk dunia, dan di sisi lain, banyak berpaling dari urusan akhirat” (Nudhratun Na’im fi Makarimil Akhlaq, 10/4857).
Al-amal (angan-angan) berbeda dengan ath-tham’u (tamak) dan ar-raja’ (cita-cita). Al-amal adalah perkara yang kemungkinannya kecil untuk diraih, sedangkan tamak adalah berlebihan menginginkan perkara yang mudah diraih, adapun cita-cita adalah mengharapkan sesuatu yang mungkin diraih. Ini digambarkan oleh al-Munawi:
من عزم على سفر إلى بلد بعيد يقول أملت الوصول ولا يقول طمعت، لأنّ الطّمع لا يكون إلّا فى القريب، والأمل في البعيد، والرّجاء بينهما، لأنّ الرّاجي يخاف ألّا يحصّل مأموله
“Seseorang yang ingin pergi safar ke tempat yang sangat jauh, maka ia akan mengatakan: aamaltul wushul bukan thama’tul wushul. Karena tamak itu tidak dilakukan kecuali kepada yang dekat. Sedangkan al-amal hanya kepada yang jauh saja. Adapun ar-raja’, di antara keduanya. Karena orang yang raja’ (bercita-cita) ia khawatir apa yang diangankan itu tidak tercapai” (Nudhratun Na’im fi Makarimil Akhlaq, 10/4857).
Celaan terhadap sifat thulul amal.
Allah dan Rasul-Nya mencela sifat panjang angan-angan. Di dalam al-Qur’an al-Karim, Allah ta’ala berfirman :
وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Janganlah kalian seperti orang-orang yang telah diberikan kitab (Ahlul Kitab) sebelumnya, panjang angan-angan mereka sehingga rusak hati mereka. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. al-Hadid: 16).
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لا يَزالُ قَلْبُ الكَبِيرِ شابًّا في اثْنَتَيْنِ: في حُبِّ الدُّنْيا وطُولِ الأمَلِ
“Hati orang yang sudah tua akan senantiasa seperti anak muda dalam menyikapi dua hal: cinta dunia dan panjang angan-angan” (HR. al-Bukhari no. 6420).
Manusia cenderung memiliki angan-angan terhadap dunia yang panjang, banyak dan berlebihan. Ini digambarkan dalam hadis Abdullah bin Mas’ud dan Anas bin Malik berikut ini.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَطَّ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ خَطًّا مُرَبَّعًا، وخَطَّ خَطًّا في الوَسَطِ خَارِجًا منه، وخَطَّ خُطَطًا صِغَارًا إلى هذا الذي في الوَسَطِ مِن جَانِبِهِ الذي في الوَسَطِ، وقَالَ: هذا الإنْسَانُ، وهذا أجَلُهُ مُحِيطٌ به – أوْ: قدْ أحَاطَ به – وهذا الذي هو خَارِجٌ أمَلُهُ، وهذِه الخُطَطُ الصِّغَارُ الأعْرَاضُ، فإنْ أخْطَأَهُ هذا نَهَشَهُ هذا، وإنْ أخْطَأَهُ هذا نَهَشَهُ هذا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis berbentuk persegi empat dan membuat garis lain di tengah-tengahnya yang keluar dari garis persegi empat tadi. Beliau juga membuat lagi beberapa garis kecil-kecil di tengah-tengah sampai ke pinggiran garis yang tengah, lalu beliau bersabda, “Ini adalah manusia dan ini adalah ajalnya meliputi diri manusia tadi, atau memang telah meliputinya. Garis yang keluar dari kotak ini adalah angan-angannya, sedangkan garis-garis kecil ini adalah halangan-halangannya. Jika ia terluput dari yang ini (bencana ini), ia terkena yang satunya lagi. Dan jika ia luput dari yang ini, maka ia tentu akan terkena oleh yang itu” (HR. Bukhari no.6417).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
هذا ابنُ آدمَ وهذا أجلُه ؛ ووضع يدَه عند قَفَاهُ ، ثمَّ بسطَها فقال : وثَمَّ أمَلُهُ وثَمَّ أمَلُهُ وثَمَّ أمَلُهُ
“Ini adalah anak cucu Adam, ini ajalnya mengitarinya, yang ada ditengah ini manusia dan garis-garis ini halangan-halangannya, bila ia selamat dari yang ini ia digigit oleh yang ini (maksudnya kematian), sementara garis yang di luar adalah angan-angan” (HR. at-Tirmidzi no.2334, dishahihkan al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi).
Para salafus shalih juga mencela sifat panjang angan-angan. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ اتِّبَاعُ الْهَوَى، وَطُولُ الْأَمَلِ. فَأَمَّا اتِّبَاعُ الْهَوَى فَيَصُدُّ عَنِ الْحَقِّ، وَأَمَّا طُولُ الْأَمَلِ فَيُنْسِي الْآخِرَةَ
“Perkara yang paling aku takutkan adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Adapun mengikuti hawa nafsu, ia akan memalingkan dari kebenaran. Adapun panjang angan-angan, ia akan membuat lupa akan akhirat” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’, 1/76).
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan :
لا يطولنّ عليكم الأمد ولا يلهينّكم الأمل فإنّ كلّ ما هو آت قريب، ألا وإنّ البعيد ما ليس آتيا
“Janganlah kalian panjang angan-angan, dan jangan sampai kalian terlena oleh panjang angan-angan. Sesungguhnya semua yang sedang terjadi itu yang dekat. Dan sesuatu yang jauh adalah yang belum datang” (HR. Ibnu Majah no. 3 secara marfu‘, namun yang shahih adalah mauquf dari Ibnu Mas’ud. Disebutkan Ibnul Qayyim dalam al-Fawaid, hal. 200).
Sikap yang benar terhadap dunia.
Sikap yang benar, persedikit angan-angan dalam urusan dunia, lebih banyak fokus dan perhatian pada urusan akhirat.
Seperti orang yang mampir untuk singgah, maka sedikit sekali urusannya dengan tempat singgahnya. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhu, ia berkata:
أخَذ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بمَنكِبي فقال : ( كُنْ في الدنيا كأنك غريبٌ أو عابرُ سبيلٍ ) . وكان ابنُ عُمرَ يقولُ : إذا أمسيْتَ فلا تنتَظِرِ الصباحَ، وإذا أصبحْتَ فلا تنتظِرِ المساءَ، وخُذْ من صحتِك لمرضِك، ومن حياتِك لموتِك
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merangkul bahuku lalu bersabda: ‘Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau orang yang mampir di tengah perjalanannya’. Lalu Ibnu Umar mengatakan: ‘jika engkau ada di sore hari, maka jangan menunggu hingga pagi, jika engkau berada di pagi hari, maka jangan menunggu hingga sore. Manfaatkan waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu, manfaatkan waktu hidupmu sebelum matimu’” (HR. al-Bukhari no. 6416).
Bahaya panjang angan-angan.
1. Orang yang panjang angan-angan akan lupa terhadap akhirat dan lupa terhadap nikmat-nikmat yang Allah janjikan bagi orang yang taat kepada-Nya. Serta akan lupa akan kerasnya azab Allah di akhirat bagi orang yang bermaksiat kepada-Nya.
2. Orang yang panjang angan-angan akan kurang kesabarannya untuk menahan diri terhadap syahwat dan akan sering lalai dari melakukan ketaatan.
3. Panjang angan-angan akan membuat orang mati-matian mengusahakan kebahagiaan lahiriyah di dunia dan ia akan tenggelam dalam kenikmatan dunia yang fana.
4. Orang yang panjang angan-angan hatinya akan keras dan air matanya akan mengering, serta akan berambisi tinggi terhadap dunia.
5. Orang yang panjang angan-angan akan mudah melakukan maksiat dan jauh dari ketaatan.
6. Orang yang panjang angan-angan akan cenderung mudah menzalimi orang lain dan melanggar hak-hak orang lain.
Kanti Suci Project