Sunan Kalijaga Tokoh Di Empat Zaman
Sunan Kalijaga hidup dalam empat dekade pemerintahan yakni masa :
1. Majapahit (sebelum 1478),
2. Kesultanan Demak (1481 – 1546),
3. Kesultanan Pajang (1546-1568), dan
4. Awal Pemerintahan Mataram (1580-an).
Di antara anggota Dewan Wali, Sunan Kalijaga merupakan wali yang paling populer di mata orang Jawa. Ketenaran wali ini adalah karena ia seorang ulama yang cerdas. Ia juga seorang politikus yang “mengasuh” para raja beberapa kerajaan Islam. Selain itu Sunan Kalijaga jiga dikenal sebagai budayawan yang santun dan seniman wayang yang hebat.
Nama kecilnya adalah Raden Sahid, diperkirakan lahir 1430-an, dihitung dari tahun pernikahan Kalijaga dengan putri Sunan Ampel. Ketika itu Sunan Kalijaga diperkirakan berusia 20-an. Sunan Ampel yang diyakini lahir 1401 menikahkan putrinya dengan Sunan Kalijaga, berusia 50-an. Raden Sahid adalah putera Tumenggung Wilwatikta, Adipati Tuban (mertua Sunan Ampel) adalah keturunan Ranggalawe yang sudah menjadi muslim dan berganti nama Raden Sahur. Bila perkiraan itu benar, maka saat jatuhnya kerajaan Majapahit dan berdirinya Negara Islam Demak, usia Sunan Kalijaga sekitar 48 tahun.
Bila para wali lain seperti Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat mendapat pendidikan dan pengkaderan Islam sejak kecil oleh Sunan Ampel. Maka Sunan Kalijaga tergolong berbeda karena masa mudanya tergolong “anak kolong” anak pejabat yang “brandal”. Konon Raden Sahid ini suka mencuri dan merampok meskipun hasilnya suka dibagikan kepada rakyat jelata, solidaritas yang tinggi sehingga ia tak segan-segan masuk dan bergaul ke dalam lingkungan rakyat jelata. Raden Sahid adalah seorang yang sangat sakti. Karena saktinya beliau mendapat julukan Berandal Lokajaya.
Raden Sahid selanjutnya menjadi kaderan Sunan Bonang, konon pernah menjadi da’i di desa Kalijaga di wilayah Cirebon sehingga dikenal dengan Sunan Kalijaga. Menurut catatan Husein Jayadiningrat, Kalijaga berdakwah hingga ke Palembang, Sumatera Selatan. Kalijaga tiba di kawasan Cirebon setelah berdakwah dari Palembang.
Dalam Babad Cirebon dikisahkan Sunan Kalijaga menetap beberapa tahun di Cirebon, persisnya di Desa Kalijaga, sekitar 2,5 kilometer arah selatan kota. Pada awal kedatangannya, Kalijaga menyamar dan bekerja sebagai pembersih Masjid Kraton Kasepuhan. Disinilah Sunan Kalijaga bertemu dengan Sunan Gunung Jati.
Setelah beberapa tahun menetap di Cirebon, Kalijaga kembali ke Demak di wilayah Kadilangu dan melanjutkan misi dakwahnya di daerah pesisir Demak hingga daerah-daerah pedalaman. Peran dakwah Sunan Kalijaga bersama-sama Raden Fatah adalah menjadikan Demak sebagai wilayah kondusif sebagai basis Negara Islam. Selanjutnya Sunan Kalijaga dikenal dengan guru spiritul rakyat Jawa.
Imajiner Nuswantoro