KEJAHATAN BERTOPENG AGAMA: SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI AGAMA
Abstract
Religion
wherever it is, always being replaced in high state of human life. Religion, as
the source of all sources, is used as a tool to role human either vertically or
horizontally. Karl Marx said that religion is a blessed heart against a cold
and heartless world. Religion is a human medium to have more sympathy and
empathy for others to live a warmer and friendlier life in peace. However, it
cannot be denied that religion was once a sword used to commit genocide or mass
annihilation by a group of humans against other human groups either directly or
indirectly. Crusades, the middle-east war that is still going on are two
examples of the dark events of human destruction wrapped by religion. Terrorism
that occurs today is a deviation that is also wrapped by religion. These crimes
are the result of a distortion of religious doctrine. Not only are physical
destructive but also psychological and materialistic crimes. Cases of
misappropriation of funds like the First Travel case are one of them. This
paper will attempt to explore the phenomenon of crime in the name of Islam that
happened lately in Indonesia. This paper will explore the phenomenon with a philosophical
and social approach.
Abstrak
Agama
dimanapun keberadaanya, selalu memiliki kedudukan yang tinggi dalam kehidupan
manusia. Agama merupakan sumber segala sumber yang dijadikan alat untuk
mengatur perilaku manusia baik secara vertikal maupun horizontal. Mengutip
pernyataan Karl Marx bahwa agama merupakan hati yang berbela rasa terhadap
dunia yang dingin dan tanpa hati. Agama merupakan media manusia untuk lebih
memiliki rasa simpati dan empati terhadap sesama agar hidup lebih hangat dan
bersahabat dalam kedamaian. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa agama pernah
menjadi sebuah pedang yang digunakan untuk melakukan genosida atau pemusnahan
masal oleh sekelompok manusia terhadap kelompok manusia lainnya baik secara
langsung maupun tidak langsung. Perang salib, perang timur tengah yang saat ini
masih terjadi adalah dua contoh peristiwa kelam pemusnahan manusia yang dibalut
oleh agama. Terorisme yang terjadi saat ini merupakan penyimpangan yang juga
dibungkus oleh agama. Kejahatan-kejahatan yang terjadi tersebut adalah hasil
distorsi dari doktrin agama. Tidak hanya kejahatan yang destruktif secara fisik
namun juga psikologis dan materialistis. Kasus penyelewengan dana seperti kasus
First Travel adalah salah satunya. Tulisan ini akan berusaha mengupas
fenomena-fenomena kejahatan yang mengatasnamakan agama Islam yang terjadi
akhir-akhir ini di Indonesia. Tulisan ini akan menggali fenomena tersebut
dengan pendekatan filsafat dan sosial.
Keywords:
Crime, Religion, Islam, Indonesian
PENDAHULUAN
Akhir-akhir
ini banyak terjadi kejahatan yang ditimbulkan atas nama agama, agama Islam
khususnya. Islam yang turun ke dunia ini sebagai agama rahmat, agama yang
membawa nila-nilai, ajaran dan ajakan kedamaian bagi seluruh umat manusia.
Namun nilai-nilai itu seolah-olah mengalami mal-fungsinya karena perilaku sebagian
kecil pemeluknya. Terorisme merupakan kejahatan yang telah jamak diketahui
sebagai penyimpangan ajaran agama, yang paling banyak adalah penyimpangan
ajaran agama Islam. Lalu, di Indonesia baru-baru ini terjadi konflik politik
antara kelompok yang mengatasnamakan agama Islam untuk menjegal seorang
pimpinan yang beragama selain Islam. Konflik tersebut sempat membuat was-was
seluruh elemen masyarakat di Indonesia karena dikhawatirkan dapat berkembang
menjadi konflik SARA yang ujungnya akan membawa kepada perang saudara.
Kejadian-kejadian
tersebut juga dipandang dapat menjadi pemicu keretakan hubungan yang selama ini
sudah terjalin dengan baik, toleransi antara pemeluk agama Islam dengan umat
lainnya di Indonesia. Lebih parah lagi, konflik tersebut sering dimanfaatkan
oleh pemangku kepentingan sebagai kuda pacu untuk mewujudkan ambisinya tanpa
memikirkan imbasnya secara luas. Sungguh disayangkan agama dijadikan sebagai
topeng orang-orang yang haus kekuasaan dan sumber daya alam.
Kejahatan
adalah peristiwa sosiologis dan politik yang bersifat universal yang dapat
berlangsung mulai dari level individual, kolektif, institusi, hingga sistem
secara keseluruhan. Dari aspek sosiologis, agama seringkali dijadikan sebagai
identitas sosial suatu masyarakat yang dapat memainkan peranan dalam kerasnya
konflik-konflik sosial. Apabila agama dijadikan sebagai identitas sosial, maka
mau tidak mau konflik-konflik sosial terjadi. Dari segi politik, pemangku
kepentingkan seringkali membenturkan antara doktrin agama yang satu dengan
doktrin agama yang lain atau pemeluk agama yang satu dengan agama yang lain
demi mencapai tujuan politiknya. Hal ini sering menjadi pemicu gesekan-gesekan
dan peperangan baik secara verbal maupun secara fisik antar umat beragama.
Kejahatan
atas nama agama bisa berlangsung secara horisontal pada masing-masing level,
tetapi bisa juga berlangsung secara vertikal atau kombinasi di antara keduanya.
Kejahatan juga bisa berlangsung secara terbuka, tetapi juga bisa bersifat
tertutup, sebagaimana diekspresikan dengan sangat baik dalam kejahatan domestik
yang umumnya menempatkan kaum perempuan dan anak-anak sebagai objek dan korban
kejahatan. Cornelis Lay, sebagaimana
dikutip Alam dan
Amir Ilya1
berpendapat bahwa raut ekspresi kejahatan atau kekerasan sangat bervariasi,
mulai dari kekerasan yang bersifat simbolik hingga pada kekerasan fisik; dari
kekerasan verbal hingga peperangan antar bangsa atau negara.
Metode yang
dilibatkan dalam kekerasan juga sangat bervariasi. Akan tetapi di antara
variasi metode yang dipakai, terdapat kesamaan watak yakni eksploitasi energi
anarkis baik yang inherent dalam nature manusia sebagai ”makhluk”, maupun
energi anarkis yang merupakan produk karya peradaban manusia, seperti senjata
dan sistem persenjataan, misalnya. Daya dan wilayah jangkauan destruksi dari
kekerasan, juga bervariasi, mulai dari kehancuran yang bersifat total hingga
pada kehancuran terbatas, mulai dari kehancuran fisik hingga pada kehancuran
yang bersifat psikis.
Mengacu pada
paragraf pertama, bahwa agama sebenarnya mengajarkan nilai-nilai kedamaian,
demi melihat realitas sejarah peperangan dan kejahatan yang tidak sedikit
berangkat dari semangat keagamaan, maka maklum jika kemudian muncul pertanyaan
apakah agama itu berbahaya? Benarkah demikian? Lebih khusus lagi, apakah ajaran
agama Islam itu berbahaya, mengajarkan kekerasan dan intoleran? Apakah agama
Islam lebih banyak jahatnya daripada kebaikannya? Apakah agama Islam merupakan
sesuatu yang harus ditakuti dan dilawan karena merusak dan menjerumuskan generasi
kepada perilaku terorisme dan kejahatan?
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut membutuhkan jawaban yang rasional, yang dapat diterima baik oleh
pemeluknya maupun umat lain sehingga agama Islam tidak kehilangan jati dirinya
dan tidak dianggap sebagai agama penghasil teroris dan kejahatan. Umat Islam
harus segara memberikan jawaban agar mereka yang tidak percaya secara
berangsur-angsur menyadari bahwa bukan ajaran Islam yang keliru namun pemahan
sebagian pemeluknya yang keliru.
Dalam
perspektif penulis, agama Islam maupun agama lain diturunkan ke dunia ini
adalah sebagai pedoman bagi umatnya untuk berbuat lebih baik. Ajaran agama
secara umum lebih banyak mengatur norma-norma yang mengarahkan manusia untuk
berbuat kebaikan. Seorang manusia tentu akan cenderung lebih buruk jika ia
tanpa berpedoman dengan agama. Tentu saja setiap agama itu berbeda-beda, namun
pada intinya, agama memberikan kesempatan bagi umatnya untuk berbuat kebaikan
dan memiliki harapan yang lebih baik akan masa depannya.
PEMBAHASAN
1. Agama
Agama dan
kejahatan merupakan dua istilah yang sangat bertentangan. Agama
identik
dengan norma-norma kehidupan manusia yang bermoral dan berintelektual.
Sedangkan kejahatan merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan perilaku
yang jauh dari nilai moral dan intelektual. Syahrudin mengutip kamus Oxford,
agama atau religion didefinisikan sebagai berikut: “The belief in and worship
of a superhuman controlling power, especially a personal God or gods”2.
Keyakinan dan pemujaan atas dzat yang mengontrol kekuatan, yang dinamakan
Tuhan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, agama berarti segenap kepercayaan
(kepada Tuhan, Dewa dsb) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban- kewajiban
yang bertalian dengan kepercayaan itu.
Menurut
Poerwadarminta, Agama dari sudut bahasa (etimologi) berarti peraturan-
peraturan tradisional, ajaran- ajaran, kumpulan- kumpulan hukum yang turun
temurun dan ditentukan oleh adat kebiasaan. Agama asalnya terdiri dari dua suku
kata, yaitu a berarti tidak dan gama berarti kacau.3 Jadi agama mempunyai arti
tidak kacau. Arti ini dapat dipahami dengan melihat hasil yang diberikan oleh
peraturan- peraturan agama kepada moral atau materiil pemeluknya, seperti yang
diakui oleh orang yang mempunyai pengetahuan.
Dalam bahasa
Arab, agama berasal dari kata ad-din, dalam bahasa Latin dari kata religi, dan
dalam bahasa Inggris dari kata religion. Religion dalam bahasa Inggris (dinun)
dalam bahasa Arab memiliki arti sebagai berikut :
a.
Organisasi
masyarakat yang menyusun pelaksanaan segolongan manusia yang periodik,
pelaksanaan ibadah, memiliki kepercayaan, yaitu kesempurnaan zat yang mutlak,
mempercayai hubungan manusia dengan kekuatan rohani yang leibih mulia dari pada
ia sendiri. Rohani itu terdapat pada seluruh alam ini, baik dipandang esa,
yaitu Tuhan atau dipandang berbilang- bilang.
b.
Keadaan
tertentu pada seseorang, terdiri dari perasaan halus dan kepercayaan, termasuk
pekerjaan biasa yang digantungkan dengan Allah SWT.
c.
Penghormatan
dengan khusuk terhadap sesuatu perundang- undangan atau adat istiadat dan
perasaan. (Abdullah, 2004:3) Agama semakna juga dengan kata ad- din (bahasa
Arab) yang berarti cara, adat kebiasaan, peraturan, undang- undang, taat dan
patuh, mengesakan Tuhan
Hampir semua
pengertian agama setuju bahwa agama merupakan ajaran yang di dalamnya terdapat
peraturan-peraturan atau hukum yang harus dipatuhi panganut agama yang
bersangkutan. Selanjutnya agama juga menguasai diri seseorang dan membuat dia
tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran- ajaran agama. Agama
lebih lanjut membawa utang yang harus dibayar oleh penganutnya. Paham kewajiban
dan kepatuhan ini selanjutnya membawa kepada timbulnya paham balasan. Orang
yang menjalankan kewajiban dan patuh kepada perintah agama akan mendapat
balasan yang baik dari Tuhan, Sedangkan orang yang tidak menjalankan kewajiban
dan ingkar terhadap perintah Tuhan akan mendapat balasan yang menyedihkan.
Adapun kata
religi berasal dari bahasa Latin yaitu berasal dari kata relegere yang
mengandung arti yang mengumpulkan dan membaca. Pengertian demikian itu juga
sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara- cara mengabdi kepada
Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Ada yang berpendapat
kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran- ajaran agama
memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat
pula ikatan antara roh manusia dengan Tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang
mengikat manusia dengan Tuhan.5
Harun
Nasution dalam Abuddin Nata6 memberikan definisi agama sebagai berikut :
1). Pengakuan
terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus di dipatuhi;
2). Pengakuan
terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia;
3).
Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mangandung pengakuan pada suatu
sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan- perbuatan
manusia;
4).
Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu;
5). Suatu
sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib;
6). Pengakuan
terhadap adanya kewajiban- kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu
kekuatan gaib;
7). Pemujaan
terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut
terhadap kekuatan misterius nyang terdapat dalam alam sekitar manusia;
8). Ajaran
yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.
Dari beberapa
definisi tersebut di atas, Abudin Nata7 memberikan kesimpulan bahwa ada empat
unsur yang menjadi karakteristik agama sebagai berikut :
Pertama,
unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib. Kekuatan gaib tersebut dapat
mengambil bentuk yang bermacam- macam. Dalam agama primitif kekuatan gaib
tersebut dapat mengambil bentuk benda-benda yang memiliki kekuatan misterius
(sakti), ruh atau jiwa yang terdapat pada benda-benda yang memiliki kekuatan
misterius; dewa-dewa dan Tuhan atau allah dalam istilah yang lebih khusus dalam
agama Islam. Kepercayaan pada adanya Tuhan adalah dasar yang utama sekali dalam
paham keagamaan. Tiap-tiap agama kecuali Budhisme yang asli dan beberapa agama
lain berdasar atas kepercayaan pada sesuatu kekuatan gaib dan cara hidup tiap-
tiap manusia yang percaya pada agama di dunia ini amat rapat hubungannya dengan
kepercayaan tersebut.
Kedua, unsur
kepercayaan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia ini dan di
akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan yang baik itu, kesejahteraan dan
kebahagiaan yang dicari akan hilang pula.
Hubungan baik
ini selanjutnya diwujudkan dalam bentuk peribadatan, selalu mengingat-Nya,
melaksanakan segala perintah- Nya, dan menjauhi larangan-Nya.
Ketiga, unsur
respon yang bersifat emosional dari manusia. respon tersebut dapat mengambil
bentuk rasa takut, seperti yang terdapat pada agama primitif, atau perasaan
cinta seperti yang terdapat pada agama- agama monoteisme. Selanjutnya respon
tersebut dapat pula mengambil bentuk penyembahan seperti yang terdapat pada
agamaagama monoteisme dan pada akhirnya respon tersebut mengambil bentuk dan
cara hidup tertentu bagi masyarakat ang bersangkutan.
Keempat,
unsur paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib,
dalam bentuk kitab suci yang mengandung ajaran- ajaran agama yang bersangkutan,
tempat- tempat tertentu, peralatan untuk menyelenggarakan upacara, dan
sebagainya.
2. Kejahatan
Kejahatan
merupakan tindakan destruktif yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan di mana
saja selagi ada kesempatan dan niat, baik secara sadar maupun tidak sadar,
spontanitas maupun insidental. Definisi kejahatan menurut Kartono, sebagaimana
dikutip Alam, A.S 8, kejahatan secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk
tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merupakan
masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana.
secara sosiologis, kejahatan adalah semua ucapan, perbuatan dan tingkah laku
yang secara ekonomis, politis dan sosial psikologis sangat merugikan
masyarakat, melanggar norma-norma susila dan menyerang keselamatan warga
masyarakat (baik yang telah tercantum dalam undang-undang pidana).
Kejahatan
secara umum dikatakan sebagai aktivitas penyimpangan terhadap norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat. Semua orang yang memiliki perbuatan yang menyimpang
dan tidak sesuai dengan norma dapat dikatakan sebagai orang yang jahat atau
penjahat.
Berikut
ini definisi kejahatan menurut beberapa pakar yang dikutip Syahrudin. (2003:
2-3) :
1.
J.M.
Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial yang
menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam
masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara
harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.
2.
M.A.
Elliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat modem
atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi hukurnan
penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya.
3.
W.A.
Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang
memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan.
4.
Paul
Moedikdo Moeliono kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma hukum yang
ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan,
menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (negara bertindak).
5.
J.E.
Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro dalam bukunya “Paradoks Dalam Kriminologi”
menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian
dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian
dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh
sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti
sosial, suatu pemerkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum
yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.
Ada beberapa
penggolongan kejahatan yang didasarkan pada motif pelaku. Hal ini dikemukakan
menurut pandangan Bonger sebagai berikut :
a.
Kejahatan
ekonomi (economic crimes), misalnya penyelundupan.
b.
Kejahatan
seksual (sexual crimes), misalnya perbuatan zina, Pasal 284 KUHP.
c.
Kejahatan
politik (politic crimes), misalnya pemberontakan Partai Komunis Indonesia, DI
/TII dan lain sebagainya.
d.
Kejahatan
diri (moscellaneus crimes), misalnya penganiayaan yang motifnya dendam.
2. Agama Islam
Agama Islam
adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt di wilayah Arab melalui seorang
utusan yang bernama Muhammad atau Nabi Muhammad SAW. Kata Islam berasal dari
bahasa Arab yang mempunyai arti agama Allah yang disyariatkan-Nya, sejak nabi
Adam a.s hingga nabi Muhammad SAW, kepada umat manusia. Dasar-dasar agama Islam
pada setiap zaman dan bagi setiap umat, tidak berubah, yaitu tetap mengajarkan
agar umat manusia mengimani kepada Allah Yang Esa, kepada para Rasul-Nya dan
sebagainya. Yang berubah hanyalah hal- hal yang berhubungan dengan syariatnya semata-
mata. Syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad akan kekal, sampai hari Kiamat,
karena telah Kebutuhan Manusia sesuai dengan perkembangan waktu (li kulli
zaman) dan perkembangan tempat (li kulli makan).
Kata Islam
berasal dari kata “salam “yang artinya selamat, aman sentosa, sejahtera, yaitu
aturan hidup yang dapat menyelamatkan manusia di dunia dan di akhirat. kata
salam terdapat dalam al-Qur’an surat al- An’am ayat 54; surat al- A’raf ayat
46; dan surat an- Nahl ayat 32. Kata Islam juga berasal dari kata “aslama’ yang
artinya menyerah atau masuk Islam, yaitu agama yang mengajarkan penyerahan diri
kepada Allah, tunduk dan taat kepada hukum Allah tanpa tawar menawar. Kata
aslama terdapat dalam al-Qur’an surat al- Baqarah ayat 112; surat Ali Imran ayat
20 dan 83; surat an- Nisa’ ayat 125; dan surat al-An’am ayat 14.
Kata Islam
juga berasal dari kata “silmun” yang artinya keselamatan atau perdamaian, yakni
agama yang mengajarkan hidup yang damai dan selamat. Kata silmun terdapat dalam
surat al- Baqarah ayat 128; dan surat Muhammad ayat 35. Kata islam berasal dari
kata “sulamun’ yang artinya tangga, kesadaran, yaitu peraturan yang dapat
mengangkat derajat kemanusiaan yang dapat mengantarkan orang kepada kehidupan
yang bahagia. Abdullah mengutip Maulana Muhammad Ali dalam mendefinisikan Islam
mengambil firman Allah surat al- Baqarah ayat 20812 yang artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu.” Dari pengertian ini, kata Islam dekat artinya dengan kata
agama yang berarti menundukkan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan. Senada
dengan itu Nurcholis Madjid, dikutip Abdullah, 13 berpendapat bahwa sikap
pasrah kepada Tuhan adalah merupakan hakikat dari pengertian Islam.
Majelis
Tarjih Muhammadiyah menyatakan bahwa agama Islam adalah agama yang dibawa oleh
nabi Muhammad saw. Agama yang diturunkan tersebut dalam sunnah sahihah, berupa
perintah- perintah dan larangan- larangan serta petunjuk kebaikan manusia.
Abdullah juga mengutip M. Natsir yang berpendapat bahwa agama Islam adalah
agama kepercayaan dan cara hidup yang mengandung faktor- faktor sebagai
berikut: percaya adanya Tuhan, wahyu, hubungan antara Allah dengan manusia, roh
manusia tidak berakhir, dan percaya bahwa keridhaan Allah adalah tujuan hidup.
Agama Islam
adalah agama kepercayaan adanya Allah dan hukum yang diwahyukan kepada utusan-
utusan-Nya untuk kebahagiaan hidup manusia. Sedangkan H. Endang Saefuddin
Anshari, berpendapat bahwa agama Islam adalah agama yang berupa wahyu yang
diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya untuk disampailkan kepada umat manusia
sepanjang masa.15
Dapat
disimpulkan bahwa pengertian agama Islam adalah suatu sistem keyakinan,
penyembahan dan aturan- aturan Allah yang mengatur segala kehidupan manusia
dalam berbagai hubungan; baik hubungan manusia dengan Allah, dengan sesama
manusia dan dengan alam. Agama-agama Samawi dan Islam.
Islam adalah
satu-satunya agama Samawi, sedangkan agama Nasrani dan agama Yahudi dalam
bentuknya yang sekarang tidak dapat lagi disebut sebagai agama murni Samawi;
paling- paling dapat disebut sebagai agama semi- Samawi atau agama semu-
Samawi, karena kedua kitab suci kedua agama tersebut dalam bentuknya yang
sekarang ini sudah sangat banyak diinterpolasi dengan pikiran- pikiran
manusia.16 Bagaimana halnya dengan agama Nasrani dan agama Yahudi dalam
bentuknya yang asli tentu saja adalah agama murni- Samawi.
Oleh karena
itu, kedua agama tersebut dalam bentuknya yang murni menurut pandangan
al-Qur’an adalah Islam.
Bahkan
menurut al- Qur’an, agama yang dianut oleh semua nabi- nabi Allah SWT itu
seluruhnya adalah agama Islam. Dalam al-Qur’an antara lain dijelaskan oleh
Allah SWT yang tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 136:
“Katakanlah
(hai orangorang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang
diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq,
Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa
yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. kami tidak membeda-bedakan
seorangpun diantara mereka dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya".
Terdapat juga
dalam surat Yunus ayat 72: Nabi Nuh A.S berkata” Aku disuruh supaya Aku
termasuk golongan Muslimin yaitu orang-orang yang berserah diri
(kepada-Nya)". Di dalam surat al-Baqarah ayat 130-131 tercatat mengenai
Nabi Ibrahim A.S sebagai berikut; “Dan tidak ada yang benci kepada agama
Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami
telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk
orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk
patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta
alam".
Dikisahkan
juga dalam surat Yusuf ayat 101 bahwa: “Nabi Yusuf berkata kepada Rabb- nya (Ya
Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat,
wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang
yang saleh. Dalam surat Yunus ayat 84, Berkata Musa: "Hai kaumku, jika
kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu
benar-benar orang yang berserah diri."
Al-Qur’an
mencatat dalam surat Ali- Imran ayat 52, tentang nabi Isa a.s. “Maka tatkala
Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah
yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?"
para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah
penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah
bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslimun).”
Selanjutnya Allah SWT mengutus seorang rasul-Nya, penutup para rasul Allah yang
terdahulu itu.
Firman Allah
dalam surat an- Nisa’ ayat 163-165, bahwa: “Sesungguhnya Kami telah memberikan
wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-
nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim,
Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman.
dan kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang
sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul
yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara
kepada Musa dengan langsung. (mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia
membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. dan adalah Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dari rangkaian ayat- ayat tersebut, maka jelaslah
bahwa menurut al- Qur’an, Islam adalah satu- satunya agama murni Samawi,
sepanjang masa dan tempat.
3. Kejahatan Atas nama Agama Islam
Marl
Juergensmeyer dalam buku yang diterjemahkan oleh Noorhaidi yang berjudul
Menentang Negara Sekuler, sebagaimana dikutip oleh Endang, menyatakan bahwa
Violence has always been endemic to religion. Images of destruction and death
are envoked by some of religion’s most popular symbols, and religious wars have
left through history a trail of blood. The savage martyrdom of Hussain in
Shiite Islam, the crucifixion of Jesus in Christianity, the sacrifice of Guru
Tegh Bahadur in Sikhism, the bloody conquest in the Hebrew Bible, the terrible
battles in the Hindu epics, and the religious wars attested to in Sinhalese
Buddhist chronicles indicate that in virtually every tradition images of
violence occupy as central a place as portrayals of non- violence.
Pernyataan
tersebut seolah-oleh memaksa kita untuk percaya bahwa semua kekerasan atau
kejahatan yang timbul tidak terlepas dari yang namanya agama.
Di Indonesia,
agama Islam yang menjadi agama mayoritas penduduknya saat ini seperti menjadi
pesakitan. Hal in disebabkan maraknya kasus kejahatan ataupun kekerasan yang
dibalut dengan ajaran Islam. Sebenarnya, tidak hanya di
Indonesia
saja, di luar negeri juga sedang terjadi krisis kepercayaan terhadap pemeluk
agama Islam yang disebabkan oleh kejadian-kejadian yang dilatarbelakangi oleh
aksi ekstrimis dengan bendera Islam. Sudah banyak nyawa melayang dan kerugian
yang disebabkan oleh kejahatan berkedok agama Islam.
Perlu
disadari bahwa kejahatan berkedok agama tidak hanya dipicu oleh faktor
eksternal seperti kepentingan politik, ekonomi dan sosial. Faktor internal juga
dapat memberikan kontribusi yang besar. Masalah interpretasi atau penafsiran
merupakan salah satu masalah utama yang bisa mendorong umat beragama melakukan
tindak kekerasan.
Di dalam
sejarah kekristenan banyak kejahatan yang dilakukan oleh gereja karena
kesalahan dalam melakukan penafsiran terhadap Kitab Suci. Orang-orang yang
tekstualis memahami apa yang tertulis di dalam Alkitab secara literal dan
menerapkannya di dalam konteks yang berbeda. Proses eksegese yang sebenarnya
diabaikan sehingga mereka gagal untuk mendapatkan makna dari apa yang tertulis
dan memusatkan perhatian terhadap teks secara mentah tanpa melakukan penggalian
apapun.
Hal itu pun
sama terjadi terhadap agama Islam, khususnya di Indonesia. Berdasarkan survei
yang dilakukan, perilaku kejahatan agama di Indonesia berkorelasi positif
dengan pemahaman agama yang tekstual. Ajaran-ajaran agama tentang kejahatan
baik itu berasal dari Alqur’an, seperti kebolehan suami memukul istri bila ia mangkir
dari kewajibannya (Q.S. 4: 34- 35), maupun Sunnah seperti hadis yang menyatakan
anak perlu diperintahkan salat ketika berumur tujuh tahun, dan boleh dipukul
(bila tidak salat) ketika berumur sepuluh, adalah sedikit contoh dari ajaran
Islam tentang perlunya kekerasan.
Di Indonesia
pada saat ini kita sedang berhadapan dengan gerakan Islam fundamentalis yang
berusaha untuk mendirikan negara Islam. Sudah terbukti bahwa itu merupakan
salah satu sumber terbesar kejahatan atas nama agama yang terjadi di negara
kita. Bukan hanya gereja atau kelompok agama lain yang dianggap sebagai musuh
melainkan juga kelompok Islam lainnya yang tidak setuju dengan ide negara Islam
tersebut. Akibatnya negara kita mengalami penderitaan yang sangat dalam. Muncul
kecurigaan antara pemeluk agama dan memicu terbentuknya semangat separatis.
Dalam
realitas negara kita sekarang ini, terorisme adalah bentuk paling nyata dari
kejahatan politik-agama di Indonesia. Dalam konteks teologis, terorisme bisa
mengambil bentuknya dari agama sebagai landasan dan alat untuk mendapatkan
kekuasaan, sebagai tujuan dari teror tersebut.
4. Penipuan ala First Travel
Baru- baru
ini, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh kasus penipuan yang dilakukan oleh
perusahaan First Travel yang di miliki oleh designer pakaian ternama Anissa
Hasibuan dan suaminya. First Travel merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
jasa penyedia perjalanan paket umrah yang murah dan telah memiliki ribuan
konsumen.
Dari 74 ribu
calon jemaah umrah, baru 30 ribu yang diberangkatkan oleh First Travel.
Alhasil, uang lebih dari Rp 500 miliar menguap entah ke mana. Dalam sudut
pandang kriminologi, kejadian ini dinamakan kejahatan white collar. Menurut
Munir Fuady, white collar crime merupakan suatu perbuatan (atau tidak berbuat)
dalam sekelompok kejahatan yang spesifik yang bertentangan dengan hukum pidana
yang dilakukan oleh pihak profesional, baik oleh individu, organisasi atau
sindikat kejahatan, ataupun dilakukan oleh badan hukum.
Biasanya
kejahatan tersebut sangat berkaitan dengan pekerjaannya sehari-hari, dengan
tujuan untuk melindungi kepentingan bisnis atau kepentingan pribadi, atau untuk
mendapatkan uang, harta benda, maupun jasa, atau kedudukan dan jabatan
tertentu, perbuatan mana dilakukan oleh pelakunya bukan dengan cara-cara mengancam,
merusak, atau memaksa secara fisik, melainkan dilakukan dengan cara-cara halus
dan canggih, yakni dengan jalan menutup-nutupi, menipu, menyuap atau menerima
suap, atau memainkan perhitungan akuntansi, yang biasanya (tetapi tidak
selamanya) dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam
masyarakat dan mempunyai keahlian tertentu, dan biasanya pula perbuatan
tersebut dilakukan ketika pelakunya sedang menjalankan tugas atau profesinya.
Di samping
itu white collar crime memiliki ciri technology minded artinya mereka dalam
menjalankan aksinya seringkali menggunakan modus-modus yang rumit dengan
memakai alat teknologi canggih seperti komputer, telepon selular (misalnya
lewat SMS), internet atau e- commerce sehingga tidak mudah terdeteksi oleh para
penegak hukum dan hal itu jugalah yang menyebabkan manipulasi pasar semakin
hari semakin meningkat jumlahnya.
Dalam kasus
First Travel, pelaku menggunakan harga murah dengan segala promosi yang
ditawarkan. Harganya juga di bawah standar Kemenag. Mereka menggunakan jargon
'umrah dengan harga kaki lima fasilitas bintang lima’. Dengan harga yang murah,
First Travel berhasil menarik minat masyarakat yang jumlahnya hingga ribuan.
Dalam menjalankan kejahatannya, pelaku pada awalnya memang berhasil
memberangkatkan sebagian konsumennya, sehingga mereka mampu meminimalisir
kecurigaan masyarakat.
Dengan
diberangkatkannya sebagian konsumen, maka konsumen yang lain merasa aman dan
yakin mendaftarkan diri mereka untuk umrah. Namun, setelah sekian lama, baru
masyarakat khususnya konsumen tahu bahwa uang yang telah diserahkan ternyata
diselewengkan untuk kepentingan pribadi pemiliknya. Hal ini menimbulkan
kemarahan masyarakat tidak hanya konsumennya tetapi seluruh masyarakat
Indonesia. Kejadian ini semakin memberikan ruang untuk menyudutkan agama Islam
sebagai sumber permasalahan. Agama Islam hanyalah sebuah alat untuk
memanipulasi masyarakat demi keuntungan dan kepentingan pribadinya.
Penipuan
berkedok agama Islam yang dilakukan oleh pemeluknya sendiri menyebabkan
hancurnya reputasi Islam sebagai agama yang damai, agama yang rahmatan lil
alamin, agama yang penuh rahmat dan kasih sayang. Agama Islam melarang keras
setiap pemeluknya untuk melakukan kejahatan maupun penipuan.
Namun
kejadian-kejadian tersebut membuktikan bahwa agama Islam yang dipakai sebagai
formalitas, sebagai alat kejahatan. Mereka hanya memakai untuk mendapat
keuntungan atau meraih kepentingan pribadinya, bukan subtansial. Padahal agama
Islam bukanlah agama formalitas, ia harus dilaksanakan secara substansial,
secara murni dan kaffah. Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 160 yang
artinya :
“Barangsiapa
mengerjakan sesuatu kebajikan, maka (pembalasan) baginya sepuluh ganda
kebajikan. Barang siapa melakukan kejahatan (kemaksiatan), maka tidak diberi
pembalasan kecuali sesuai (seimbang) dengan apa yang dilakukannya. Mereka
sedikitpun tidak dianiaya (dizalimi)”
Allah juga
berfirman dalam QS. Ash-Shuraa ayat 39
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ
يَنْتَصِرُوْنَ ٣٩
walladzîna
idzâ ashâbahumul-baghyu hum yantashirûn
Artinya :
(juga lebih
baik dan lebih kekal bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan
zalim, mereka membela diri.
Tafsir Wajiz
/ Tafsir Tahlili
Ayat-ayat
yang lalu menjelaskan beberapa golongan yang akan mendapatkan kenikmatan
ukhrawi dari Allah. Di dalam ayat ini, Allah memerintahkan untuk membela diri
kepada orang-orang yang di zalimi. Dan orang-orang yang apabila mereka di
perlakukan dengan zalim, yaitu tindakan yang melampaui batas oleh orang lain,
mereka sendiri dengan segala kekuatan dan kemampuannya membela diri sesuai
dengan kondisi yang mereka hadapi.
Artinya: dan
(bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka
membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal,
tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat)
Sumber
Refetensi :
Saiful
Anwar
IAIN
Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung