Riya Atau Pamer
Riya atau pamer adalah perbuatan tercela yang diharamkan dalam Islam. Riya adalah tindakan menunjukkan sesuatu yang dimiliki kepada orang lain dengan maksud untuk mendapat pujian atau menyombongkan diri.
Ciri-ciri riya :
- Melakukan amalan dengan tujuan agar dilihat oleh orang lain
- Beribadah untuk pamer kepada orang lain
- Menjalankan perintah Allah SWT namun dengan niat agar mendapatkan perhatian dan pujian dari orang lain
Bahaya riya :
- Merusak ibadah dan mengurangi pahala
- Kebaikan yang didasarkan dengan riya tidak bernilai di hadapan Allah
- Merupakan salah satu daripada penyakit hati yang menjadikan seseorang masuk dalam golongan orang munafik
- Dapat mendatangkan murka Allah SWT dan siksa api neraka
Cara menghindari riya :
- Sadar bahwa Allah SWT selalu mengawasi kita, bahkan disaat kita sendirian
- Memfokuskan niat ibadah hanya semata-mata karena Allah SWT dan bukan karena ingin mendapat sanjungan dari manusia
- Tidak merasa puas jika hasil kerjanya tidak ditampilkan ke khalayak umum untuk dipuji
Menurut Al-Qur'an, riya' adalah perbuatan pamer atau memamerkan amalan kebaikan, kelebihan, atau kenikmatan yang dimiliki dengan sengaja. Riya' termasuk perbuatan syirik kecil dan penyakit hati yang dapat mendatangkan murka Allah SWT.
Dalil-dalil larangan riya' dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 264, Surat An-Nisa ayat 38, Surat Al-Maun ayat 6, Surat Al-Bayyinah ayat 5.
Bahaya riya' :
- Riya' dapat menjadikan seseorang masuk dalam golongan orang munafik
- Riya' dapat mendatangkan murka Allah SWT
- Balasannya tidak lain adalah siksa api neraka
- Riya' merupakan perbuatan yang sia-sia dan tidak ikhlas
- Riya' merupakan dosa hati yang sangat halus dan tidak terlihat oleh orang lain
Contoh riya' :
- Membaca Al-Qur'an dengan suara yang merdu dan fasih di hadapan orang hanya karena ingin dipuji saja
- Memperlihatkan amal, ibadah atau prestasi kita kepada orang lain dengan tujuan mendapat pujian dan penghargaan darinya
- Memperlihatkan harta benda sambil menyombongkan diri dengan maksud pamer
9 Dalil tentang Riya yang Bisa Direnungkan
Riya atau pamer adalah perilaku seseorang hanya untuk mendapat pujian atau pengakuan dari orang lain, tanpa memperhatikan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah Swt.
Perbuatan riya berbahaya karena termasuk satu di antara daripada penyakit hati yang menjadikan seseorang masuk golongan orang munafik.
Riya juga termasuk syirik kecil karena dengan memamerkan ibadahnya kepada orang lain, seseorang telah mencampur adukkan niatnya, antara mencari rida Allah Swt. dan mencari pujian manusia.
Pada hakikatnya, riya merupakan perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam karena melanggar prinsip-prinsip ikhlas dan tawakal.
Riya juga merupakan perbuatan tercela yang tidak disukai oleh Allah Swt. Oleh karena itu, umat muslim diajarkan untuk selalu memeriksa niat dan tujuan di balik setiap perbuatan agar tetap ikhlas dan menjaga hubungan yang kuat dengan Allah Swt.
Ada banyak dalil yang menjelaskan tentang riya, baik tercantum dalam Al-Qur'an maupun hadis.
Berikut sembilan dalil tentang riya yang bisa direnungkan umat muslim :
1. Dalil tentang Riya
"Maka celakalah bagi orang-orang yang salat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya. Yang berbuat riya." (QS. Al Ma'un: 4-6)
2. Dalil tentang Riya
"Sesungguhnya sesuatu yang paling aku khawatirkan pada kalian adalah syirik kecil. Mereka bertanya, "Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, riya. Allah 'Azza Wajalla pada hari kiamat ketika memberi balasan amal para hamba berfirman, pergilah kalian kepada mereka yang kalian riya di hadapan mereka ketika kalian berada di dunia lalu perhatikan apakah kalian mendapatkan pada mereka balasan?" (HR. Ahmad)
3. Dalil tentang Riya
"Jika kau menampakkan sedekah-sedekahmu maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu, dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Baqarah: 271)
4. Dalil tentang Riya
"Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir." (QS. Al Baqarah: 264)
5. Dalil tentang Riya
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah membalas tipuan mereka (dengan membiarkan mereka larut dalam kesesatan dan penipuan mereka). Apabila berdiri untuk salat, mereka melakukannya dengan malas dan bermaksud riya di hadapan manusia. Mereka pun tidak mengingat Allah, kecuali sedikit sekali. (QS. An Nisa: 142)
6. Dalil tentang Riya
"Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman: Aku Zat yang paling tidak butuh kepada sekutu. Barang siapa melakukan suatu amalan yang di dalamnya itu ia menyekutukan Aku dengan selain-Ku, niscaya Aku tinggalkan ia bersama sekutunya itu". (HR. Muslim)
7. Dalil tentang Riya
"Ada orang berperang karena fanatik, berperang karena berani dan berperang karena riya, yang manakah di antara mereka itu yang di jalan Allah? Jawab beliau: Barang siapa berperang supaya agama Allah itu yang paling tinggi maka ia berada di jalan Allah." (HR. Al Bukhari, Muslim)
8. Dalil tentang Riya
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (QS. Al Baqarah: 264)
9. Dalil tentang Riya
"Dan (juga) orang-orang yang menafkankan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barang siapa yang mengambil setan itu menjadi temannya maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya." (QS. An Nisa: 38)
Riya' Menghapus Pahala
Tauladan
Mengamati kehidupan kiai pesantren seperti melihat pribadi yang sempurna, tapi ditutupi oleh ketawadhuanya dengan tidak memamerkan simbol-simbol kesalehan. Rupanya tidak ingin dilihat oleh manusia, karena ibadah dan kesalehan adalah pelaksanaan yang didasari cintanya pada Allah SWT.
Bahkan untuk sampai terlihat saja, para kiai kita begitu merasa malunya, dan identitasnya tidak ingin dikenali publik secara terbuka di ruang-ruang publik. Itu pribadinya apalagi sikap kesalehannya, keta'atannya. Meski perlu sesekali sikap taat dan perilaku saleh ditampakkan demi dakwah bil hal, tapi ini jarang sekali diperbuat oleh kebanyakan kiai.
Kita umat muslim di Indonesia masih harus dibimbing oleh ulama kita, kiai, ulama kita, guru-guru ngaji kita agar beragama tidak menjadi simbol dan sekedarnya, melainkan hidup beragama adalah tujuan hidup, dengan maksud berharap pahala dan ridlo Allah, tanpa perlu orang lain memuji, tanpa harus orang lainnya terpaksa memuliakan.
Ibadah adalah upaya kita mendekati Tuhan yang maha rahman dan maha rahim, upaya syukur kita sebagai hamba pada Tuhannya. Ibadah pula adalah rangkaian ketaatan makhluk pada kholiknya hingga akhir hidupnya. Ibadah adalah kenikmatan khusyu' bermahabbah dengan sang pencipta alam semesta.
Riya'
Dalam bahasa Arab, arriya’ ( الرياء ) berasal dari kata kerja raâ ( راءى ) yang bermakna memperlihatkan. Riya’ merupakan memperlihatkan sekaligsu memperbagus suatu amal ibadah dengan tujuan agar diperhatikan dan mendapat pujian dari orang lain. Riya’ termasuk karena meniatkan ibadah selain kepada Allah SWT. Dalam surat Al-Baqarah ayat 264, Allah telah berfirman.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q.S. Al-Baqarah : 264).
Dalam surat al-Anfal ayat 47, Allah SWT telah berfirman.
Perkara yang Hanya Diketahui Empat Orang, Apa Itu?
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
Artinya : Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan ( Q.S. al-Anfal : 47 )
Pandangan Ulama Tentang Riya'
Syekh Muhammad Nawawi Banten di dalam kitabnya Nashoihul Ibad membagi keikhlasan ke dalam 3 (tiga) tingkatan. Ini pula sikap untuk menghindari riya', ikhlas adalah cara bagaimana menghilangkan rasa dan sikap riya' pada manusia lainya. Dalam kitab tersebut beliau memaparkan bahwa tingkatan pertama yang merupakan tingkat paling tinggi di dalam ikhlas sebagai berikut :
فأعلى مراتب الاخلاص تصفية العمل عن ملاحظة الخلق بأن لا يريد بعبادته الا امتثال أمر الله والقيام بحق العبودية دون اقبال الناس عليه بالمحبة والثناء والمال ونحو ذلك
Artinya : “Tingkatan ikhlas yang paling tinggi adalah membersihkan perbuatan dari perhatian makhluk (manusia) di mana tidak ada yang diinginkan dengan ibadahnya selain menuruti perintah Allah dan melakukan hak penghambaan, bukan mencari perhatian manusia berupa kecintaan, pujian, harta dan sebagainya.
Sebagai muslim harusnya paham soal perasaan terpaksa jika tidak didasarkan keikhlasan. Karena itulah dasarnya ikhlas inilah untuk menjauhi riya'. Sebab riya' justeru menghapus pahala. Maka menghindari riya' dalam hal ibadah adalah wajib.
Menurut Imam Izzuddin bin Abdus Salam, ketika riya menghantui orang yang mau atau tengah beribadah, ada beberapa tindakan yang perlu dilakukan supaya amalannya tetap bernilai di mata Tuhan. Ketiga hal ini disebutkan dalam kitabnya Maqashidur Ri‘ayah Li Huquqillah.
لخطرة الرياء ثلاثة أحوال إحداهن أن يخطر قبل الشروع في العمل لاينوي بعمله إلا الرياء فعليه أن يترك العمل إلى أن يستحضر الإخلاص، الثانية أن يخطر رياء الشرك فيترك ولايقدم على العمل حتى يمحض الإخلاص، الثالثة أن يخطر في أثناء العمل الخالص فليدفعها ويستمر في العمل فإن دامت الخطرة ولم يجب نفسه إلى الرياء صح عمله استصحابا لنيته الأولى
Artinya : Terdapat tiga bentuk riya, pertama yaitu orang yang terbesit riya sebelum mengerjakan amalan dan dia mengerjakan amalan tersebut hanya semata karena riya. Agar selamat, orang semacam ini harus menunda amalannya sampai timbul rasa ikhlas. Kedua, orang yang timbul di dalam hatinya riya syirik (mengerjakan ibadah karena ingin mengharap pujian manusia serta ridha Allah SWT). Orang seperti ini juga dianjurkan menunda amalan hingga benar-benar ikhlas. Ketiga, riya yang muncul di saat melakukan aktivitas/amalan. Orang yang dihadang riya di tengah jalan seperti ini, dianjurkan untuk menghalau gangguan itu sambil meneruskan amalannya. Kalau godaaan riya terus hadir, ia tidak perlu menggubrisnya. Insya Allah amalannya diterima karena tetap berpijak pada niatnya semula.
Menghindari Riya'
Ibadah apapun baik sholat, zakat, puasa bahkan haji itu harus didasari ikhlas karena Allah semata. Ini kunci untuk memperoleh pahala. Ikhlas itu takhollush al-qolbi an syai'in siwa Allahi (mengosongkan hati dari sesuatu selain Allah).
Belakangan, kita melihat fenomena beberapa kecil umat Islam yang dengan yakinnya mempertontonkan kesalehan, ketaatan dan sikap religiusnya dengan dalih dakwah bil hal, padahal hanya kedok yang membungkus wajah busuk niatan untuk dipuji, seolah ingin dikatakan yang paling taat, paling saleh, paling agamis, paling muslim.
Soal membaca kitab suci Al-Qur'an itu dimanapun boleh, dan yang tidak boleh itu di tempat najis, kotor dan khobaits. Yang utama adalah di masjid, karena masjid sebaik-baiknya tempat. Lalu untuk apa bergeser ke jalan, ke gang dan ke trotoar hanya mengganggu ketertiban umum, sementara ada tempat yang paling baik yaitu masjid.
Memperlihatkan bagaimana ngaji Qur'an kita kepada orang-orang, tidaklah ada unsur dakwah sama sekali, melainkan hanya ingin mempertontonkan suatu sikap agamis agar dipuji. Bahkan hanya sia-sia belaka, karena riya' menghapus pahala. Lalu untuk apa dilakukan. Maka kembali ke masjid untuk kemudian menta'mirkan dengan ibadah, baca Qur'an, dzikiran, shalawatan itu sikap dan perbuatan yang tepat sesuai ajaran Rasulullah SAW
Sumber Referensi dicuplik dari :
https://www.bola.com/ragam/read/5516900/9-dalil-tentang-riya-yang-bisa-direnungkan
Artikel Kanti Suci Project