KYAI & SANTRI BERPERANG, BAMBU RUNCING & MISTIK SEBAGAI "SENJATA"
Kalangan Kyai & Santri adalah golongan tradisional terdidik. Pada diri mereka selalu ditanamkan doktrin tauhid, bahwa tak satupun yang dapat menimbulkan pengaruh (atsar) kecuali Allah semata.
Maka bagi mereka, pergi perang dg membawa senapan atau bambu runcing, tak ada bedanya, antara lemparan batu dan granat sama saja, rompi anti peluru dan kalung jimat rajah asmaul husna adalah biasa. Yang menjadikannya istimewa adalah efek pengaruh (ta'tsir) yg diciptakan Allah.
Maka tatkala seruan Resolusi Jihad berkumandang dari komandan para kyai, Hadratus Syech Hasyim Asy'ari, maka bergeraklah para santri di bawah restu dan koordinasi para kyai mengambil alih Surabaya dari cengkeraman Belanda dan para sekutunya. Tentunya dg senjata ala kadarnya, senapan bekas lucutan tentara Jepang, golok, bambu runcing, atau berbekal kerikil atau bahkan tangan kosong.
Para kyai mungkin "hanya" bisa memberi doa, gemblengan atau ijazah kekebalan.
Seperti Mbah Kyai Ma'roef Kedunglo Kediri, beliau mengisi kekebalan pasukan dg menyuruh mereka minum air jeding utara serambi masjid. Lalu beliau berdoa dan diamini para pasukan pejuang.
Diantara doa beliau :
"Allahumma sallimna minal bom wal bunduq wal bedil wal martil, wa uddada hayatina".
Ternyata, bi idznillah, semua pasukan yg beliau isi memiliki kekebalan aneka senjata. KH. Nawawi Jombang ketika bertempur punggungnya terkena martil. Tapi martil tidak meledak, beliau tidak luka, hanya punggungnya ngecap martil sebesar ontong. Mbah KH. Hamzah besan Mbah Ma'roef juga ikut pertempuran di Surabaya. Meski kakinya terkena bom tapi tidak mengalami luka-luka.
Dalam sejarah, Mbah Ma'roef sendiri juga turun ke medan tempur di Surabaya. Bersama Mayor Hizbullah Mahfud dan KH. Hamzah, beliau di garis belakang sbg penjuru doanya.
Berkat doa Mbah Ma'roef, tak jarang bom yg meledak menjadi butiran-butiran kacang hijau.
اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله
وصحبه اجمعين
Kanti Suci Project