Aji Mumpung
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, aji mumpung berarti selagi ada kesempatan.
Frasa itu juga mengandung arti pemanfaatan situasi dan kondisi untuk kepentingan tertentu, baik perseorangan maupun kelompok.
Aji mumpung adalah meanfaatkan sebuah situasi atau kondisi untuk kepentingan diri sendiri selagi memiliki kesempatan
Aji mumpung, bisa timbul karena adanya faktor peluang yang menginspirasi adanya Fraud atau kecuangan. Kecurangan atau tindakan penipuan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih dalam rangka menguntungkan diri sendiri, misalnya berkaitan dengan kekayaan (melakukan tindakan korupsi).
Dalam kitab al l-Qur’an diberitakan, bahwa Qarun adalah seorang yang sangat kaya raya. Begitu melimpah ruahnya harta benda Qarun sampai anak kuncinya saja tidak cukup dibawa oleh satu orang, tapi harus digotong oleh banyak orang yang kuat tenaganya (QS. Al-Qashash, 76) :
۞ اِنَّ قَارُوْنَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوْسٰى فَبَغٰى عَلَيْهِمْ ۖوَاٰتَيْنٰهُ مِنَ الْكُنُوْزِ مَآ اِنَّ مَفَاتِحَهٗ لَتَنُوْۤاُ بِالْعُصْبَةِ اُولِى الْقُوَّةِ اِذْ قَالَ لَهٗ قَوْrمُهٗ لَا تَفْرَحْ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِيْنَ
Artinya :
Sesungguhnya Karun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku zalim terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri.”
Kekayaan yang berlimpahan itu rupanya telah membuat ia menjadi lupa diri, dan sangat sombong sekali. Qarun sangat suka membangga-banggakan kekayaannya dan memamerkan kemewahannya kepada orang lain. Nabi Musa alaihis-salam sering menasehatinya, tapi tidak pernah dihiraukannya. “Kekayaan yang aku peroleh itu semata-mata karena kepandaianku”, kata Qarun, sebagaimana diberitakan kembali oleh Allah dalam surat Al-Qashash ayat 78.
قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ عِنْدِيْۗ اَوَلَمْ يَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ قَدْ اَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهٖ مِنَ الْقُرُوْنِ مَنْ هُوَ اَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَّاَكْثَرُ جَمْعًا ۗوَلَا يُسْـَٔلُ عَنْ ذُنُوْبِهِمُ الْمُجْرِمُوْنَ
Artinya :
Dia (Karun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” Tidakkah dia tahu, bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka.
Suatu hari, Qarun berjalan keliling kota untuk memamerkan kekayaannya yang sangat besar, dengan naik kendaraan yang paling bagus, diiringi oleh para pengawal, dayang-dayang dan para pengasuhnya. Mereka semua tampil dalam pakaian yang serba mewah, sehingga banyak orang berdecak kagum menyaksikannya, seraya mengimpikan bisa memiliki kekayaan seperti Qarun.
Allah kemudian menurunkan perintah melalui Musa alaihis-salam, agar Qarun memberikan sebagian hartanya untuk orang-orang fakir miskin dan orang-orang lain yang sangat membutuhkan. Namun Qarun menolak dengan berbagai alasan. Allah murka. Qarun dan seluruh harta bendanya dibenamkan ke dalam bumi, hingga tidak bersisa sedikit pun juga. Itulah azab Allah kepada Qarun, sebagaimana diberitakan dalam surat Al-Qashash ayat 81 :
فَخَسَفْنَا بِهٖ وَبِدَارِهِ الْاَرْضَۗ فَمَا كَانَ لَهٗ مِنْ فِئَةٍ يَّنْصُرُوْنَهٗ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِيْنَ ٨١
fa khasafnâ bihî wa bidârihil-ardl, fa mâ kâna lahû min fi'atiy yanshurûnahû min dûnillâhi wa mâ kâna minal-muntashirînLalu,
Artinya :
Kami benamkan dia (Qarun) bersama rumahnya ke dalam bumi. Maka, tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya selain Allah dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri.
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlili :
Sebagai akibat dari sikapnya yang sombong dan keras kepala dalam kedurhakaan, meski telah dinasihati, maka sangat wajar bila Kami benamkan dia dengan cara melongsorkan tanah sehingga ia terbenam bersama rumah, harta benda dan seluruh perhiasan-nya ke dalam perut bumi. Maka tidak ada baginya satu golongan pun, baik keluarga maupun lainnya, yang akan menolongnya dari azab tersebut selain Allah, dan dia tidak termasuk orang-orang yang dapat membela diri ketika datang azab Allah.
Orang-orang yang terkagum-kagum kepada Qarun dan mengimpikan memiliki harta yang berlimpahan menjadi kaget dan bergumam: “Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya, dan menyempitkannya. Kalaulah Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita, niscaya Dia membenamkan kita pula. Aduhai, benarlah tidak beruntung orang-orang yang mengingkari nikmat Allah” (QS. Al-Qashash 82).
Bisa saja terjadi, orang yang bersikap aji mumpung itu hidupnya makmur dan diliputi oleh berbagai macam kesuksesan yang sifatnya duniawwiyah, sehingga orang-orang yang lemah iman, menjadi iri dan berprasangka buruk kepada Allah :
Mengapa Allah tidak menurunkan balasan kepada mereka ?
Mengapa orang-orang yang lemah dan tertindas terus didera oleh cobaan hidup dan kehidupan ?
Dimana letak keadilan Allah ?
Apakah Allah tidak melihat semua itu ?
Allah sudah pasti melihatnya. Dia Maha Tahu. Tak ada seorang pun yang bisa menandingi-Nya. Karena ke-maha-tahuan-Nya itu, Allah menurunkan petunjuk-petunjuk-Nya, baik yang tertulis dalam Al-Qur’an berikut penjelasan-penjelasannya dalam Al-Hadits, maupun yang tersirat di dalam jagat raya berupa fenomena kemasyarakatan dan fenomena alam.
Allah murka kepada orang-orang yang memiliki sikap, watak dan perilaku aji mumpung, dan mereka tidak akan lolos dari azab Allah (QS. Al-Ankabut 4). Dari itu, kita tidak perlu berkecil hati apalagi merasa rendah diri terhadap mereka. Malah sebaliknya, kita harus mengasihi mereka, karena sikap-sikapnya itu akan menghancurkan dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Mereka harus diingatkan dengan cara yang sebaik-baiknya agar mau membuang sejauh-jauhnya sikap aji mumpung itu.
Kanti Suci Project