Hidup tanpa Ilmu pasti binasa,
Ilmu tanpa amal sia-sia,
Amal tanpa Ikhlas tak akan tercatat,
Ikhlas pada kesemuanya akan lebih dekat kepada Allah.
Hidup tanpa Ilmu pasti binasa,
Hidup ini bukanlah semata-mata mementingkan urusan dunia, karena bagaimanapun juga, urusan akhirat itu lebih penting dan harus didahulukan. Karena kehidupan dunia itu terbatas oleh usia dan waktu, sedangkan akhirat adalah kehidupan yang tidak terbatas dan abadi selama-lamanya.
Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda :
أَعْمَارُ أُمَّتِيْ مَا بَيْنَ السِّتِّيْنَ إِلَى السَّبْعِيْنَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُذلِكَ.
"Umur umatku berkisar antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun, dan sedikit dari mereka yang melebihinya."
Inilah standar jatah hidup kita di dunia, meski ada di antara manusia yang berumur lebih dari itu, namun jumlah mereka sangatlah sedikit. Intinya adalah, bahwa seberapa pun panjangnya umur manusia, pada saatnya nanti pasti akan kembali kepada Rabbnya. Kita tentunya memahami bahwa perintah Allah Subhanahu Wata'ala sangatlah banyak sekali, sebagaimana laranganNya pun begitu banyak. Dan tidaklah Allah memerintahkan kita kepada sesuatu melainkan karena ada kemaslahatan bagi kita padanya, sebagaimana Dia tidak melarang kita dari sesuatu, kecuali karena ada kemudaratan padanya. Oleh sebab itu, mengetahui perintah dan larangan adalah suatu keniscayaan, sehingga kita bisa meraih segala kemaslahatan karena menunaikan perintahNya dan kita dapat menghindari segala kemudaratan dengan menjauhi laranganNya. Dan semua itu tidak akan tercapai kecuali dengan menuntut ilmu. Dengan ilmu, seseorang bisa membedakan mana perintah sehingga ia bisa melaksanakannya, dan mana yang merupakan larangan sehingga ia dapat menjauhinya. Maka tidaklah mungkin bagi kita untuk menjadi hamba Allah yang taat apabila kita bodoh akan syariat. Bagaimana mungkin kita dapat menggapai surga sedangkan kita tidak tahu bagaimana caranya. Untuk itulah kemudian Allah Subhanahu Wata'ala dan RasulNya Sallallahu 'Alahi Wasallam mewajibkan kita untuk menuntut ilmu. Bahkan lebih dari itu, ilmu adalah kebutuhan kita sebagai jalan menuju surga. Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda :
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ الله لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
"Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga."
Sungguh teramat beruntung orang yang memiliki ilmu yang luas, sehingga ia mampu berbuat lebih baik, lebih benar, dan lebih banyak daripada yang lain. Sebaliknya, orang yang kurang ilmu, maka ia akan sering kali salah dalam ucapan maupun perbuatannya. Maka, menjadi sebuah kewajiban bagi setiap manusia yang ingin bahagia dunia dan akhirat untuk senantiasa menuntut ilmu. Banyak sekali dampak yang akan dirasakan jika seseorang kurang ilmu. Di antaranya, ia bisa bertindak salah. Karena itu, kalau kita ragu, tidak mengetahui sebuah perkara secara jelas, maka bertanyalah, agar jangan sampai bertindak keliru.
Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda :
إنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ.
"Sesungguhnya obat kebodohan hanyalah bertanya."
Mengapa ada orang yang akhlak dan bicaranya sangat bagus? Hal itu bisa terjadi karena ilmu yang dikuasainya sangat dalam, wawasannya luas, dan pengalamannya banyak. Akibatnya, setiap dia bertindak dan berkata, selalu baik dan benar, meski kadang kala terlihat kecil.
Sedangkan orang yang kurang ilmu, cirinya adalah bila bicara sepanjang apa pun, tidak ada hal yang bermanfaat yang dibicarakannya. Seorang ayah, misalnya, kalau kurang ilmu, wawasan, dan pengalamannya, maka dalam mendidik anak cenderung akan lebih sering marah, karena pilihan tindakan yang bijak terbatas. Berbeda dengan orang yang sebaliknya, ia akan memilih tindakan yang terbaik, dengan cara terbaik agar tidak ada siapa pun yang terluka oleh perkataan dan sikapnya.
Semoga kita tidak terlena dalam gelimang kebodohan, karena kebodohan adalah lambang kejumudan dan jalan kebinasaan.
Carilah ilmu selama hayat masih dikandung badan. Kata ilmu masih umum, sebutan kata ilmu, ilmu apasaja!!! mau ilmu adab,matematika,ilmu balagah,ilmu sejarah atau PKN,yang penting Ilmu!!!,karena ilmu sangat penting dalam kehidupan ini.Orang hidup tanpa ilmu bagaikan mengarungi lautan tanpa perahu.ngga bakalan hidup didalamnya,kalau kita ngga punya ilmu pasti bakalan tenggelam ke dalam laut,ini sudah pasti akan terjadi.
Karena yang mencari saja belum tentu mendapatkan, apalagi yang tidak mencari. Yang mendapatkan belum tentu bisa paham, apalagi yang tidak mendapatkan. Yang telah paham belum tentu bisa mengamalkan, apalagi yang tidak paham. Dan yang mengamalkan pun belum tentu bisa tepat dan benar, apalagi yang tidak mengamalkan. Artinya: Orang yang jauh dari ilmu, maka ia sangat jauh dari kebenaran dalam beramal.
Ada tiga hal yang semoga dapat memberikan manfaat bagi kehidupan kita sekarang dan selanjutnya :
Yang pertama: Jangan pernah bosan ataupun jenuh untuk selalu mencari dan mendalami ilmu, karena ilmu adalah cahaya yang dengannya jalan kehidupan seseorang menjadi terang benderang, sehingga ia mengetahui ke arah mana ia akan berjalan.
Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam bersabda :
مَنْ يُرِدِ الله بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ.
"Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, maka Allah akan pahamkan dia dalam masalah agama."
Yang kedua: Perangilah segala kebodohan yang ada pada diri kita semampu yang dapat kita usahakan, karena seseorang tidak akan binasa dan celaka, melainkan karena ia bodoh akan agama.
Allah Subhannahu Wata'ala berfirman tentang Musa ‘alaihissalam :
قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَهِلِينَ
"Musa berkata, 'Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil'." (Al-Baqarah: 67).
Yang ketiga: Janganlah sekali-kali kita berbuat ataupun berucap, kecuali didasari dengan ilmu, karena Allah Subhanahu Wata'ala telah berfirman :
وَلاَتَقْفُ مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (Al-Isra`: 36).
Dalam menafsiri ayat ini Qatadah mengatakan :
لاَ تَقُلْ رَأَيْتُ وَلَمْ تَرَ، وَسَمِعْتُ وَلَمْ تَسْمَعْ، وَعَلِمْتُ وَلَمْ تَعْلَمْ، فَإِنَّ الله عزّ وجلّ سَائِلُكَ عَنْ ذِكْرِ كُلِّهِ.
"Janganlah kamu mengatakan, aku telah melihat, padahal kamu tidak melihat, aku telah mendengar, padahal kamu tidak mendengar, aku mengetahui, padahal kamu tidak mengetahui, karena sesungguhnya Allah Subhanahu Wata'ala akan mempertanyakan kesemuanya itu."
Ilmu tanpa amal sia-sia,
Tanpa ilmu, amal tidak ada gunanya. Sedangkan ilmu tanpa amal adalah hal yang sia-sia."
Melakukan suatu amalan haruslah didasari dengan ilmu. Sebab, amalan yang dilakukan tanpa ilmu akan berujung pada kesia-siaan. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam salah satu hadits Rasulullah.
Dilansir dari detikHikmah, orang yang beramal tanpa menggunakan ilmu disebut mudharat. Dikutip dari buku Menolak Kemudharatan karya Dr. H. Ahmad Syahrus Sikti, S.H.I., M.H., disebutkan bahwa mudharat secara bahasa berarti kondisi yang sangat berbahaya.
Terkait hal ini, melalui Al-Qurtubi disebutkan bahwa mudharat berarti pelarangan yang bersifat mutlak karena membahayakan atau menderitakan. Sedangkan, menurut terminologi, ahli usul fikih menyebutkan mudharat sebagai perbuatan yang tidak mengandung manfaat yang bahkan bisa melukai seseorang.
Dalil Larangan Beramal Tanpa Berilmu
Mudharat adalah suatu perbuatan yang tidak berarti dan cenderung berbahaya. Hal ini senada dengan yang disampaikan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang mengatakan, "Tanpa ilmu, amal tiada gunanya. Sedangkan, ilmu tanpa amal adalah hal yang sia-sia."
Yang dimaksud dengan sia-sia yaitu sebagaimana yang dijelaskan dalam Kitab Zubad yang juga merujuk pada amal yang tertolak. Hal ini sesuai dengan kalimat, "Fakullaman bighairi ilmin ya'malu a'maluhu mardudatun latukbalu," yang bermakna barang siapa yang beramal tanpa ilmu maka amalnya akan ditolak.
Amalan yang dilakukan tanpa didasari ilmu menyebabkan tidak adanya hal bermanfaat yang akan dihasilkan. Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al-Qur'an Surah Al-Isra ayat 36 menjelaskan:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
Artinya: "Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."
Sebagai umat muslim, hendaknya kita mengerjakan suatu amalan dengan mempertimbangkan dan mengikuti hukum Islam serta keterangan yang ada. Jangan sampai amalan yang dikerjakan hanya didasari hawa nafsu serta keinginan kita sendiri.
Hal ini sebagaimana yang disampaikan Allah SWT melalui firman-Nya dalam Al-Qur'an Surah Sad ayat 26, bunyinya:
يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۢبِمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِ٢٦ ࣖ
Artinya: (Allah SWT berfirman,) "Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan."
Pentingnya berilmu sebelum beramal juga pernah ditekankan oleh Imam Bukhari seperti diterjemahkan Dr Rahmatullah dalam buku Wawasan Keislaman. Imam Bukhari berpendapat, amalan baik berupa perkataan maupun perbuatan bisa membawa pada penyimpangan dari syariat Islam apabila dikerjakan tanpa landasan ilmu.
Keutamaan Menuntut Ilmu
Ilmu memiliki kedudukan yang tinggi dalam ajaran Islam sehingga muslim laki-laki maupun perempuan diwajibkan untuk menuntut ilmu.
Terkait kewajiban menuntut ilmu, Rasulullah SAW memberikan penegasan dalam hadits berikut,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: "Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim," (HR Ibnu Majah, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami'ish Shaghiir No 3913).
Keutamaan orang berilmu bahkan disebutkan dalam Al-Qur'an surah Fathir ayat 28. Allah SWT berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَاۤبِّ وَالْاَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ كَذٰلِكَۗ اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ - ٢٨
Artinya: "Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun."
Dalam salah satu hadis, Rasulullah SAW bahwa menyebutkan bahwa orang yang berilmu lebih utama dibandingkan dengan ahli ibadah. Rasulullah menggambarkan keutamaan orang yang suka mencari ilmu dibandingkan dengan yang ahli beribadah adalah seperti keutamaan bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang lainnya.
وقال صلى الله عليه وسلم فَضْلُ العَالِمِ عَلىَ العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ عَلىَ سَائِرِ الكَوَاكِبِ
Artinya: Nabi SAW bersabda, "Keutamaan orang yang berilmu (yang mengamalkan ilmunya) atas orang yang ahli ibadah adalah seperti utamanya bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang lainnya." (HR At-Tirmidzi)
Amal tanpa Ikhlas tak akan tercatat,
Amal Tanpa Ikhlas
Ikhlas adalah mengerjakan sesuatu semata-mata untuk Alloh ﷻ bukan untuk memperoleh duniawi seperti harta, jabatan, popularitas yang membanggakan diri.
Sesungguhnya pondasi terbesar dan terpenting dalam agama Islam adalah mewujudkan keikhlasan kepada Alloh dalam melaksanakan berbagai aktivitas peribadatan kepada-Nya serta menjauhkan diri dan berhati-hati dari lawan dan musuh keikhlasan tersebut, seperti riya’, sum’ah, ‘ujub dan lainnya.
Rosululloh ﷺ bersabda :
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Alloh tidak memandang kepada rupa-rupa kalian, harta kalian akan tetapi Dia memandang kepada hati dan amal-amal kalian.” (HR. Muslim)
Ikhlas adalah syarat diterimanya amal ibadah yang dikerjakan sesuai dengan tuntunan Rosululloh ﷺ. Tanpa ikhlas peribadatan hanya bagaikan debu yang berterbangan. Sudah sepatutnya bagi seorang Muslim untuk memperhatikan keikhlasan dalam beramal. Janganlah ia melelahkan dirinya dengan memperbanyak amal, namun tiada guna dan arti. Sebab, boleh jadi seseorang memperbanyak amal ketaatan namun hanya akan memperoleh kelelahan di dunia dan adzab di akhirat.
Rosululloh ﷺ bersabda :
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا
“Barangsiapa yang mencari suatu ilmu yang seharusnya hanya untuk mengharapkan wajah Alloh semata, tetapi ia mempelajarinya untuk mencari perhiasaan dunia, maka ia tidak akan mendapatkan wanginya surga pada hari Kiamat kelak.” (HR. Abu Dawud)
Ikhlas merupakan benteng kokoh dari godaan setan.
Alloh Ta’ala telah menjelaskan kepada manusia beberapa tindakan preventif (penegakan) dan kuratif (penyembuhan) agar mereka tidak terperangkap oleh bujukan setan. Salah satunya adalah dengan ikhlash dalam beramal.
Ikhlas bukan hanya sebagai amalan hati yang mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Alloh ﷻ dan paling utama, juga sebagai benteng seorang Mukmin dari bujuk rayu setan dan dari fitnah orang-orang yang sesat lagi menyesatkan. Setan tidak akan mampu membobol benteng seorang Mukmin yang beribadah dengan ikhlas.
Alloh Ta’ala berfirman: “Iblis menjawab: ‘Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlish di antara mereka.” (QS. Shad [38]: 83)
Para salafush shaleh sangat memperhatikan niat ikhlas mereka dan saling memberikan wasiat antara satu dan lainnya untuk senantiasa mengikhlaskan niat dalam setiap amal yang mereka lakukan.
Umar bin al-Khaththab pernah menulis surat kepada Abu Musa al-Asy’ari yang isinya antara lain: “Barangsiapa yang niatnya ikhlas karena Alloh, niscaya Alloh akan mencukupkan dirinya dari apa-apa yang menjadi milik orang lain.”
Sudah masyhur bahwa para salafush shaleh selalu memulai kitab-kitabnya dengan hadits, “Sesungguhnya amal perbuatan tergantung niatnya”. Hal ini sebagai bentuk pengingatan kepada para pembaca kitab, khususnya untuk mengikhlaskan niat.
Imam Abdur Rahman bin Mahdi berkata: “Barangsiapa yang ingin mengarang suatu kitab, maka hendaknya ia memulai tulisannya dengan hadits ini!”
Alloh akan membalas dengan pahala besar bagi orang-orang yang ikhlas, meskipun amal tersebut secara nampaknya merupakan hal yang sepele dan ringan nilainya di hadapan orang lain.
Cobalah Anda perhatikan kisah dalam hadits bithoqah (kartu yang padanya tertulis kalimat tauhid). Pemilik bithoqah itu adalah pelaku dosa besar, namun Alloh mengampuni dosa-dosanya dan memasukkannya ke dalam surga disebabkan keikhlashannya dalam berucap dan beramal dengan kalimat tauhid.
Kita pun diingatkan dengan hadits mengenai seorang wanita pezina yang memberi minum seekor anjing, lalu Alloh mengampuni dosa-dosanya. Kenapa demikian? Jawabnya, karena keimanan dan keikhlashan wanita yang memberi minum sesekor anjing yang menghunjam dalam hatinya. Sehingga ia rela mengambil air untuk anjing yang kehausan.
Amal Tanpa Ikhlas, Jadinya ?
Amal shaleh yang tanpa diiringi keikhlasan dan kejujuran kepada Alloh, maka amal tersebut tak bernilai dan tak ada balasan kebaikan sedikitpun bagi pelakunya. Bahkan pelakunya terancam dengan siksa yang amat pedih, meskipun ketaatan tersebut termasuk amal-amal yang agung, seperti berperang di medan jihad melawan orang-orang kafir, menuntut ilmu syar’i dan mengajarkannya serta menginfakkan harta di jalan Alloh.
Rosululloh ﷺ bersabda: “Sesungguhnya manusia yang paling pertama kali dihisab pada hari Kiamat adalah seseorang yang gugur di medan perang, lalu ia didatangkan untuk dihisab, kemudian diperlihatkan kepadanya balasan-balasan baginya, hingga ia pun mengetahuinya. Lalu Alloh bertanya kepadanya: ‘Apa yang telah engkau lakukan?’ Ia menjawab: ‘Aku berperang karena-Mu, hingga aku pun gugur di medan perang.’ Alloh menjawab: ‘Engkau dusta, akan tetapi engkau berperang agar dikatakan, ‘Ia seorang pemberani, dan telah disebutkan pujian itu.” Kemudian diperintahkan agar orang itu ditarik mukanya, lalu dilemparkan ke dalam Neraka. Selanjutnya adalah seseorang yang mempelajari ilmu, lalu mengajarkannya kembali, di samping itu ia pun membaca al-Qur’an, kemudian diperlihatkan kepadanya balasan-balasan baginya, sehingga ia pun mengetahuinya. Lalu Alloh bertanya kepadanya: ‘Apa yang telah engkau lakukan?’ Ia menjawab: ‘Aku memperlajari ilmu, kemudian mengajarkannya kembali, dan aku pun membaca al-Qur’an karena-Mu.’ Alloh mejawab: ‘Engkau dusta, akan tetapi engkau mempelajari ilmu agar dikatakan: ‘Ia seorang yang ‘alim (berilmu pengetahuan).” Dan engkau pun membaca al-Qur’an agar dikatakan: ‘Ia adalah seorang qori (pembaca al-Qur’an yang mahir), dan telah disebutkan pujian itu.’ Kemudian diperintahkan agar orang itu ditarik mukanya, lalu dilemparkan ke dalam neraka. Dan yang terakhir adalah seseorang yang diluaskan dan dianugerahkan oleh Alloh berbagai macam harta, diperlihatkan kepadanya balasan-balasan baginya, sehingga ia pun mengetahuinya. Lalu Alloh bertanya kepadanya: ‘Apa yang telah engkau lakukan?’ Ia menjawab: ‘Tidaklah aku lewatkan setiap jalan yang Engkau sukai untuk berinfak padanya, melainkan aku berinfak padanya karena-Mu.’ Alloh menjawab: ‘Engkau dusta, akan tetapi engkau melakukannya agar dikatakan: ‘Ia seorang yang dermawan, dan telah disebutkan pujian itu.” Kemudian diperintahkan agar orang itu ditarik mukanya, lalu dilemparkan ke dalam Neraka.” (HR. Muslim)
Berdoa adalah media paling efektif meraih ikhlas dan menghancurkan noda-noda ikhlas.
Sungguh Rosululloh ﷺ telah mengajarkan kepada umatnya sebuah doa untuk menggapai keikhlasan dan melenyapkan kesyirikan, yaitu:
اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ
“Ya Alloh, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari berbuat syirik kepada-Mu sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap apa-apa yang aku tidak mengetahuinya.”
3 Tingkatan Ikhlas menurut Syekh Nawawi Al-Bantani
Ikhlas adalah amal ibadah yang dilakukan oleh hati, nilai ibadah yang dilakukan oleh raga sangat bergantung pada nilai ikhlas yang ada dalam hati seorang mukmin. Berkaitan dengan ikhlas, Syekh Nawawi Al-Bantani membaginya menjadi 3 tingkatan, hal ini sebagaimana diungkap dalam kitab Nurudh Dholam (Syekh Nawawi Al-Bantani, Nurudh Dholam, [Kediri: PPA, tt], halaman 44), sebagaimana berikut:
1. Ikhlash karena Allah
Ikhlash karena Allah menempati posisi pertama dan utama. Ikhlas dalam kelompok ini adalah seorang mukmin ketika beribadah kepada Allah dan melakukan amal saleh, sama sekali tidak mengharapkan apapun kecuali ridla Allah, tidak juga mengharapkan pahala surga atau untuk menghindari siksa neraka. Menurut Syekh Nawawi, ikhlas seperti ini berada pada tingkatan tertinggi.
2. Ikhlash karena Akhirat
Tingkatan ikhlas kedua adalah beribadah dan beramal saleh karena mengharapkan pahala, mendapatkan surga, dan takut pada siksa neraka. Menurut Syekh Nawawi, tingkatan ikhlas ini berada pada tingkatan menengah.
3. Ikhlash karena Dunia
Tingkatan ikhlas terakhir adalah beribadah karena mengharapkan balasan di dunia, misalnya seseorang melakukan ibadah membaca Surat Al-Waqi‘ah dengan harapan bisa mendapat kekayaan, mengeluarkan sedekah berharap mendapat rezeki yang berlipat ganda, dan seterusnya. Menurut Syekh Nawawi, ikhlas seperti ini adalah ikhlash yang berada pada tingkatan paling rendah.
Kanti Suci Project